Rara Pramundi merupakan siswi terpintar di salah satu SmA ternama di kotanya. Sekarang Rara duduk di bangku kelas 2 jurusan IPA. Wajah tirus, hidung mancung, rambut lurus panjang membuat Rara terlihat sangat cantik dan natural. Banyak siswa siswa di sekolah nya mencoba untuk mendekatinya.Namun Rara tidak pernah menggubrisnya. Hal itu pula yang membuat banyak para siswi merasa iri dan sering melakukan sesuatu yang membuat Rara celaka. Kebaikan hati dan ketulusan Rara, ia tidak pernah membalasnya, ia membiarkan teman temannya yang merasa iri melakukan apapun yang mereka inginkan. Rara memiliki seorang kekasih, mereka sudah lama berhubungan.
Terlahir dari keluarga yang sederhana, membuat Rara menjadi anak yang tidak suka hura hura. Gadis itu juga memilih untuk bekerja paru waktu sebagai sumber uang jajannya, atau keperluan lainnya. Ia melakukan hal itu bukan karena dirinya kekurangan. Menurut Rara, bekerja dan mencari uang sendiri adalah hal yang menyenangkan. Dengan memiliki uang sendiri ia bisa membeli apapun yang ia inginkan, tanpa harus mempertimbangkan susahnya kedua orang tua mencari uang.
"Rara!!!!!! " Teriak seseorang dari arah belakang. Suara melengking itu adalah mikik Lia,siapa lagi yang mempunyai suara cempreng dan berteriak memanggil Rara sembari berlari.
Rara berbalik, menatap seorang Lia yang berlari kearahnya. Lia anglita, gadis cantik yang berperawakan sederhana seperti Rara, kulit hitam manis, alisnya yang tebal membuat Lia persis seperti orang India. Mereka bersahabat sejak duduk di bangku menengah pertama. Lia selalu ada bersama Rara kemanapun Rara pergi, hanya saja Lia berasal dari keluarga yang kaya. Namun, hal itu tidak membuat Lia merasa sombong dan bahkan gadis itu memiliki jiwa yang dermawan, ramah tamah dan sopan. Lia adalah gadis kedua setelah Rara yang di idolakan di sekolah ini.
"Ada apa Lia? kenapa lo berlari seperti di kejar hantu gitu? " tanya Rara menatap sahabat nya yang ngos ngosan. Lia membungkuk, kedua tangannya bertumpu pada lututnya.
"Itu.... Si... Rayen, di-a.. Berantem" ucap Lia terputus putus karena nafasnya yang tak beraturan. Rara melebarkan matanya mendengar Rayen lagi lagi berantem.
"Sama siapa Lia? dimana mereka sekarang? ayo kita kesana" ucap Rara menjadi panik.
Rayen Ramdier, sosok siswa tampan dari keluarga yang kaya. Menjalin hubungan dengan Rara sejak duduk di bangku menengah pertama.
"Di belakang sekolah dekat gudang" jawab Lia, nafasnya sudah mulai teratur.
"Ayo kita kesana" ajak Rara menarik tangan Lia sembari berlari kecil. Baru juga bernafas lega, Lia kembali berlari dan ngos-ngosan lagi.
Sementara di belakang sekolah, Rayen menatap Andi lawan gulat sinis. Ada kobaran api di mata keduanya. Rayen sudah sejak lama geram pada Andi, siswa yang selalu berusaha untuk mendekati Rara. Meskipun cara Andi berbeda dengan siswa lain nya.
"Sudah gue peringkatkan , agar lo tidak mendekati cewek gue lagi!! " peringat Rayen pada Andi. Matanya menatap nyalang penuh kebencian.
"Dia baru jadi cewe lo, bukan istri lo. Siapa pun bisa deketin dia! " balas Andi tak mau kalah.
Bug~
Bug~
Rayen membogem wajah Andi, hingga Andi terhuyung ke belakang karena tidak siap dengan pukulan kuat Rayen.
"Sial" umpat Andi mengusap sudut bibirnya, terdapat sepercik darah di sana.
Bug~
Bug~
Andi membalas pukulan Rayen bertubi tubi. Untung Rayen masih bisa menghindarinya. Ilmu belah diri Rayen lumayan kuat di bandingkan Andi.
Bug~
Rayen lengah, satu pukulan Andi mengenai tulang pipinya. Rayen mengusap pelan pipinya, pukulan itu tidak berasa apa apa baginya. Rayen kembali menyerang Andi, namun Gerakannya terrahan di udara, ketika mendengar suara teriakan seseorang.
"Rayen!!!! Andi!!! Stop!! " teriak Rara berlari ke arah mereka. Rayen berdiri menatap Rara. Andi pun tidak menyia nyia kan kesempatan. Andi melayangkan satu pukulan kuat pada Rayen.
"Rayen!!!!! " teriak Rara histeris. Rayen terhuyung ke belakang, hingga punggung nya membentur ke tembok gudang. Rara berlari mendekati Rayen, menghalangi Andi yang hendak menghantam Rayen lagi.
"Andi stop!!! jangan sakiti Rayen lagi!! " ucap Rara merentangkan tangan di depan Rayen, bibirnya bergetar menahan takut. Matanya sudah berkaca kaca menahan tangis melihat kekasihnya di pukuli oleh Andi.
"Huh... Kali ini gue ampuni lo! " dengus Andi melirik Rayen tajam, lalu Andi pegi begitu saja meninggalkan mereka. Ia memang menyukai Rara, tetapi Andi tidak pernah memperlihatkan perasaannya di depan Rara. Ia hanya membuat rencana di belakang Rara agar membuatnya sering bertemu Rara. Hal ini di ketahui oleh Rayen, tidak terima dengan perbuatan Andi. Rayen pun menghadang Andi dan terjadilah adu jotos yang sengit.
"Rayen, kamu gak papa? " tanya Rara sembari membantu Rayen berdiri.
"Huh huh huh... " Lia terengah. Ia tidak kuat berlari lagi.
"Di mana andi? " tanya Lia pada Rara yang memapa Rayen.
"Sudah pergi" jawab Rara singkat, ia lebih fokus pada Rayen yang meringis kesakitan.
Lia menumpuhkan tangannya pada kedua lututnya, nafasnya masih sesak.
"Lia bantu gue bawa Rayen ke ruang UKS" ucap Rara menatap Lia, ia sedikit kesulitan membopong Rayen. Lia langsung mendekati Rayen dan Rara, lalu membantu memapah Rayen.
"Udah gak usah sayang, aku gak papa kok" ucap Rayen meyakin kan Rara, ia melepaskan papahan Rara dan Lia.
"Kamu yakin gak papa? itu pipi kamu lebam loh? " ucap Rara khawatir, ia menyentuh pipi Rayen.
"Awh... " Ringis Rayen pelan.
"Tuh kan sakit" ucap Rara khawatir.
"Iya Rayen, sebaiknya lo di bawa ke UKS aja" ujar Lia.
"Gak papa Lia, kalian kembali ke kelas aja. Sebentar lagi bel masuk akan bunyi! " tolak Rayen, ia kembali meyakinkan kekasihnya.
TringgggggGggggg.
"Tuh kan, bel nya udah bunyi" ucap Rayen lagi.
"Tapi kan.... " Rara, masih sangat berat meninggalkan Rayen, ia ingin mengobati luka Rayen terlebih dahulu.
"Rara,,,,, aku ini laki-laki tangguh, bukan banci" sungut Rayen pura-pura merajuk, meskipun sebenarnya bibirnya terasa perih ketika di buat buat manyun.
"Ihhhh lebay banget" gerutu Lia pura-pura muntah melihat tingkah Rayen pada Rara. Namun Rayen tak menghiraukan nya, ia sudah biasa diledeki oleh Lia seperti itu. Mereka berjalan bersama hingga ke depan lapangan. Tidak banyak terlihat siswa siswi yang berkeliaran di luar.
"Eum... yaudah deh, aku masuk dulu yah" ucap Rara tidak enak hati.
"Iya sayang" balas Rayen mengacak acak rambut Rara.
"Ihhh kebiasan, rambut aku jadi berantakan tahu" gerutu Rara merapikan kembali poninya. Rayen terkekeh pelan melihat tingkah Rara yang lucu di matanya.
"Yuk Ra, bu Tuti udah jalan tuh" tunjuk Lia pada depan ruang guru yang terlihat dari tempat mereka berdiri. Guru killer itu terlihat berjalan sangat cepat menuju ke kelas mereka.
"Yaudah bye beb" pamit Rara melambaikan tangannya pada Rayen, siswa itu langsung membalasnya dengan kekehan renyah.
"Ihhh pake bye bye segala. Kaya gak bakalan ketemu lagi" omel Lia menarik paksa Rara agar segera masuk ke kelas.
Rayen menatap kepergian kekasihnya, entah mengapa hatinya terasa sangat tenang berada di sisih Rara. Mungkin orang mengira cinta mereka adalah cinta monyet, namun tidak bagi Rayen. Ia benar-benar mencintai Rara, si gadis penyelamat kehidupan nya.
"Rayen!!!!!! buru masuk. Atau kamu mau ibu hukum berdiri menghadap ke tiang bendera itu? " teriak bu Lidia dari depan kelas Rayen.
"I-Iya bu, Rayen masuk sekarang" ucap Rayen berlari kecil menuju kelasnya. Meskipun tidak terlalu pintar Rayen merupakan siswa kesayangan bu Lidia.
"Kamu ini yah, kalo gak telat. Berarti bolos" omel bu Lidia menjewer telinga Rayen.
"Ehh ehh ampun bu... Ampun... " Ringis Rayen memegangi telinganya yang di jewer bu Lidia. Semua teman teman Rayen tertawa melihatnya.
Rayen adalah anak kelas tiga jurusan IPS. Sebentar lagi ia akan lulus dari sekolah ini, kekhawatiran mulai merasuk ke dalam hatinya. Bagaimana jadinya jika ia tidak ada di sekolah ini nanti, siapa yang akan menjaga kekasihnya.
...****************...
Di tempat lain, tepatnya di sebuah rumah sederhana. Budi Pramundi tengah makan siang bersama istrinya. Mereka adalah ayah dan ibu Rara, wanita cantik yang menurunkan paras cantik nya pada Rara.
Ayah Rara bekerja sebagai pegawai biasa di sebuah perusahaan. Sebentar lagi ia akan pensiun. Sementara ibu Rara hanya seorang ibu rumah tangga. Rara memiliki seorang adik yang bernama Viki.
"Mas, gimana pekerjaan nya? masih aman? " tanya Yuli, ibunya Rara. Budi menghela nafas berat, ia sudah tua anak anaknya masih sangat kecil.
"Aku juga tidak tahu bu, sulit untuk di bayangkan jika aku pensiun nanti" lirih Budi sembari menyuapi nasi ke mulutnya.
Yuli tersenyum, ia menyendok nasi dan menambahkannya ke dalam piring suaminya yang sudah hampir kosong.
"Tidak apa apa mas, Rezeki Allah yang ngatur, kita berserah diri dan terus berusaha untuk menjalaninya. Aku yakin, Allah tidak akan menyia nyiakan hambanya" ucap Yuli menyemangati suaminya. Budi pun ikut tersenyum, ia merasa sangat bersyukur mendapatkan seorang istri seperti Yuli. Wanita ini merupakan wanita yang sangat sabar yang pernah Budi temukan.
"Terimakasih yah bu, sudah mau menemani mas selama ini" ucap Budi, sebelah tangannya menggenggam tangan istri nya, seolah dengan begitu ia bisa menyalurkan perasaannya, dan betapa ia sangat menyayangi istri nya.
"Assalamu'alaikum.... Bu... Bapak... "
"Viki pulang!!! " teriak bocah tampan yang memakai seragam merah putih. Bocah itu langsung berjalan masuk dan menuju dapur setelah membuka sepatunya dan menyimpannya ke rak sepatu.
"Waalaikumsalam, ehhh anak ibu udah pulang" jawab Yuli mengulurkan tangannya yang di raih oleh putranya.
"Anak bapak" gumam Budi mengusap kepala Viki ketika putranya itu menyalaminya.
"Mau makan sekalian? " tanya Yuli.
"Baiklah" jawab Viki sembari melepaskan tasnya, lalu duduk di salah satu kursi. Yuli langsung mengambilkan nasi untuk putra tampannya.
"Ini untuk anak ibu yang tampan" ujar Yuli memberikan piring nasi pada Viki.
"Terimakasih ibu" balas Viki menerima nya dengan senang hati.
"Makanlah yang banyak" ucap Budi.
"Tentu saja, aku akan makan yang banyak. Karena aku akan mengalahkan kak Rara ketika bertarung" ucap Viki lantang, ia tidak mau di tindas lagi oleh kakaknya itu.
Budi dan Yuli tertawa mendengar penuturan putranya. Lalu tawa mereka terhenti ketika melihat Rara berjalan pelan dari depan, ia menempelkan telunjuknya di tengah tengah bibirnya, mengisyaratkan agar bapak dan ibu nya tetap diam.
"Wahhh..... Seperti nya ada yang mau mengalahkan aku yah" ujar Rara dari belakang Viki.
"Tidak kaka, aku tidak ada mengatakan seperti itu" ucap Viki menyangkal ucapannya.
"Benarkah? tapi tadi kakak denger ada loh yang bilang mau mengalahkan kakak bertarung" ulang Rara lagi, ia sengaja menggoda adiknya.
"Aku tidak tahu, mungkin telinga kakak bermasalah" jawab Viki acuh.
"Iss.. Kau ini. Sampai kapan pun kamu tidak akan bisa melawan kakak mu ini" cibir Rara dengan nada sombong.
"Lihat saja nanti" balas Viki.
"Hei... sudah sudah. Mari makan sayang. " Lerai Yuli memberikan sepiring nasi pada putri nya. Rara menerima nya dengan senang hati.
"Makasih bu"
Budi sudah selesai makan, ia memilih melihat lihat ponsel nya. Mana tahu ada informasi dari atasannya.
"Bagaimana sekolahnya sayang? " tanya Budi di sela sela kegiatannya.
"Yah seperti biasa pak" jawab Rara seadanya.
"Kapan mulai ujian? " tanya Budi lagi.
"Paling sebulan lagi" jawab Rara lagi. Budi tak bertanya lagi, ia hanya mengangguk pelan.
Rara selesai makan, ia membantu ibu nya membereskan piring kotor.
"Udah sayang, kamu ke kamar aja. Mandi. Sebentar lagi kamu akan berangkat kerja" ucap Yuli mengambil alih piring yang ada di tangan Rara.
"Gak papa bu, masih lama kon. Rara masih sempat membersihkan semua ini" jawab Rara kembali mengambil alih piring piring dari tangan ibu nya. Yuli hanya bisa menghela nafas, putrinya terlalu keras kepala jika di larang. Akhirnya Yuli mengalah, ia membiarkan putrinya mengerjakan pekerjaan rumah itu.
"Biarin aja kak Rara yang ngerjainnya bu, biar, lemak nya berkurang" sahut Viki dari meja makan.
"Biarin wek!!! " sahut Rara meleletkan lidahnya pada Viki dari dapur.
"Lihat tuh, ngeselin" geram Viki, membuat Rara tertawa keras melihat wajah adiknya yang sangat lucu di matanya.
Setelah selesai mencuci piring, Rara langsung menuju ke kamarnya untuk membersihkan diri. Waktu tersisa 30 menit untuk dirinya bersiap siap berangkat kerja.
Rara bekerja di sebuah mini market yang tak jauh dari rumah nya. Jika naik angkutan umum, Rara hanya perlu naik satu kali saja. Kedua orang tua Rara tidak melarang Rara untuk bekerja. Menurut mereka itu lebih baik ketimbang Rara keluyuran kesana kemari seperti anak remaja pada umumnya.
"Rara!!! nanti sebelum berangkat kerja anterin kue kukus pesanan tante Maria yah! " teriak Yuli dari ruang tengah rumah mereka. Karena rumah mereka hanya satu lantai, Rara dapat mendengar dengan jelas ucapan ibu nya.
"Iya ibu" sahut Rara dari kamarnya. Ia baru saja selesai mandi. Rara mengenakan pakaian sederhana, celana panjang dengan atasan switer. Penampilan casual Rara ini terlihat semakin cantik dan sangat natural.
Rara keluar dari kamarnya, penampilan nya sudah rapi. Tas selempang nya sudah tersampir di bahunya. Rara menghampiri ibu nya yang sedang duduk menonton TV. Ayahnya sudah berangkat kerja, Budi hanya mampir makan siang pulang ke rumah. Kebetulan rumah mereka tidak jauh dari tempat nya bekerja. Sementara Viki sudah molor di kamarnya, atau bocah itu pasti sibuk ma.
"Bu, Rara berangkat yah" pamit Rara.
"Iya sayang, hati hati yah" petuah Yuli, wanita penyayang itu mengantar putrinya ke depan.
"Ingat, sholat ashar nya jangan lalai" peringat Yuli lagi.
"Iya bu. Rara berangkat yah" pamit ara lagu, Yuli pun mengangguk.
Rara berangkat kerja dengan menenteng kantong plastik berisikan kue milik tante Maria. Tante Maria adalah sahabat ibunya, jika ibunya menbuat kue. Ibu nya Rara selalu menitipkan pada Rara agar, mengantarkannya pada Maria. Begitu juga sebaliknya.
Setelah mengantar kue kerumah tante Maria, Rara langsung menaiki bis menuju supermarket tempatnya bekerja.
...Bersambu**ng**......
Bis berhenti tepat di depan supermarket tempat Rara bekerja, kebetulan halte tak jauh dari supermarket nya. Rara pun turun dari bis dan melakukan pembayaran dengan menempelkan kartunya.
Rara berjalan masuk ke dalam supermarket, dan langsung ke ruangan kusus pegawai. Disana sudah ada Sinta sedang berganti pakaian. Sinta adalah pegawai cantik yang bekerja di sift pagi.
"Hallo Rara, udah makan siang? " Sapa Sinta ketika melihat Rara masuk ke dalam ruangan ganti. Rara pun tersenyum menanggapi sapaan Sinta. Lalu duduk di tepi ranjang yang memang di sediakan di dalamnya. Di supermarket ini ada 2 kamar ganti. Untuk perempuan dan untuk laki-laki.
"Udah kak, pulang sekolah Rara langsung makan dan berangkat kerja" ujar Rara dengan ekspresi seperti orang teraniaya. Melihat ekspresi itu, membuat Sinta seketika terbahak.
"Dasar dejavu" ucap Sinta di sela tawanya. Rara pun ikut tertawa bersama Sinta. Wanita itu adalah karyawan senior di supermarket ini, Sinta tua 4 tahun di atas Rara. Namun Sinta hanya lulusan SMP, jadi ia tidak mau mencari kerja kemana pun lagi meskipun gaji di supermarket ini tidak terlalu besar. Mau cari kerja dimana di zaman sekarang ini, apalagi yang Sinta punya hanya ijazah SMP.
"Kak Sinta kerja sendiri? " tanya Rara, dahinya mengerut mencari cari sosok Ridwan. Pria yang menjadi teman Sinta di sift pagi.
"Oh Ridwan, katanya ada urusan keluarga" jawab Sinta. Ia merapikan seragam kerjanya, lalu menggantungkan di anger yang ada di dalam ruangan itu.
"Yah sudah, kakak pulang dulu yah" pamit Sinta menepuk bahu Rara agar lebih semangat bekerja.
"Eh Iya" Sinta kembali mendekati Rara. "Hari ini ada anak baru, seperti nya Irfan sudah berhenti. Jadi kamu akan bekerja di sift sore sama anak baru itu" jelas Sinta, lalu kembali melanjutkan langkahnya keluar dari ruangan itu.
Rara terdiam. "Anak baru? " Ah Rara tak ambil pusing, mau anak baru atau lama tetap saja ia harus mengerjakan apa yang harus ia kerjakan.
Setelah selesai berganti pakaian, Rara langsung menuju ke meja kasir. Siang ini masih sangat sepi, hanya ada beberapa pengunjung yang sedang memilih milih belanjaan di deretan rak belanjaan keperluan mereka.
Tak lama kemudian, Rara langsung berdiri tegap dan memberikan hormat pada atasannya yang baru saja memasuki supermarket. Atasannya tidak sendirian, Rara yakin dia adalah karyawan baru yang kak Sinta maksud tadi.
"Selamat siang Pak" sapa Rara sopan.
"Siang Rara, bapak hari ini membawakan teman untuk kamu Rara" ucap Zio atasan Rara. Pak Zio memperkenalkan karyawan baru itu pada Rara.
"Rara, ini adalah Bobi. Mulai hari ini Bobi sudah resmi jadi karyawan di mart kita ini yah. Kamu bisa ajarin dia tentang tata cara dan peraturan peraturan yang ada di sini" ucap Pak Zio. Rara mengangguk pelan, ia melirik Bobi sebentar. Terlihat dari gayanya, Bobi seperti nya angkuh dan sombong.
"Baik Pak" jawab Rara tetap bersikap sopan.
"Baiklah, kalau begitu saya tinggal yah. " ucap Pak Zio pamit dan berlalu keluar dari supermarket miliknya.
Bobi menatap Rara, senyum miring tercetak di bibirnya. Bobi mengitari meja kasir, lalu ia berdiri di samping Rara, membuat gadis itu sedikit bergeser ke kiri agar sedikit memberi jarak dengan Bobi.
"Hai, aku Bobi" ucap Bobi mengagetkan Rara, ia pikir pria yang terlihat angkuh ini tidak akan mengajaknya berkenalan. Rara tak kunjung menjawab Bobi, ia malah sibuk dengan pemikiran nya.
"Hei.. " Bobi menyenggol bahu Rara pelan. Hingga Rara tersadar dan tergagap.
"Eh Iya, apa? "
"Kamu melamun? "
"Enggak kok, aku.... Aku sedang menghitung ini" ucap Rara menunjuk kuitansi yang tergeletak di atas meja kasir. Tadinya memang Rara sedang melihat kuitansi belanjaan tokoh. Rara di percayakan oleh pak Zio untuk memeriksa pemasukan barang dan pengecekan stok barang. Meskipun masih SMA, Rara adalah gadis remaja yang pintar. Gadis ini juga sangat pintar dalam mengatur uang. Bahkan Rara sudah memiliki tabungan pribadi dari hasil kerja nya selama 2 tahun.
"Benarkah? tapi itu hanya stok barang" goda Bobi, ia sengaja membuat Rara menjadi salah tingkah. Bobi tahu jika Rara tadi sedang memikirkan sesuatu.
"Eh sudah sudah, sebaiknya kamu cepat bekerja. Susun semua barang barang yang ada di keranjang ke rak nya dengan rapi dan sesuai jenisnya masing-masing. " ucap Rara mengalihkan pembicaraan, bahkan ia lupa jika Bobi sedang mengajaknya berkenalan.
Bobi pun dengan patuh mengikuti ucapan Rara. Pria itu tersenyum manis ketika ia melirik Rara yang ternyata menatap sengit kearahnya. Bobi merasa terhibur melihat sikap lucu Rara.
Manis juga. batin Bobi.
"Kak, kok cemberut aja? pasti karena karyawan baru itu kan? " tebak seorang pelanggan yang tengah melakukan pembayaran di meja kasir.
"Ih kepo, kecil kecil sudah kepo" cibir Rara memberikan struk belanja kepada gadis remaja yang sudah biasa belanja di supermarket ini.
"Bukannya tersenyum ramah, malah di cemberutin " gerutu gadis remaja itu. Rara hanya terkekeh pelan, ia kenal dengan pelanggan ini, jadi Rara tidak perlu merasa khawatir untuk di beri penilaian buruk dari pelanggan.
"Udah sana pergi" usir Rara dengan nada bercanda.
"Eh Rara, kok seperti itu sama pelanggan? " tegur Bobi yang entah sejak kapan berdiri di samping Rara.
"Tau ih, pelanggan malah di usir" ucap gadis remaja itu mendramatisir.
"Ehhh pergi gak... Atau aku kukus hidung pesek mu" ucap Rara mengancam. Gadis remaja itu tertawa terbahak bahak sembari berlari keluar dari supermarket.
"Tenang saja, aku kenal dengan nya" gumam Rara pada Bobi. Pria itu pun mengangguk pelan, ia pikir Rara sekejam itu.
Rara melirik semua lorong rak tempat barang barang tersusun, semuanya terlihat sudah rapi. Seperti nya Rara akan senang jika Bobi menjadi rekan kerjanya.
"Kenapa? apa kerja ku kurang rapi? " tanya Bobi, karena Rara terlalu lama menatap setiap rak. Ia pikir pekerjaan nya ada yang salah.
"Tidak, pekerjaan mu sangat bagus dan rapi" jawab Rara tersenyum simpul.
Manis. ucap Bobi dalam hati. Ia terpanah dengan senyuman manis Rara. Seolah terkunci, Bobi tidak bisa mengalihkan pandangannya dari wajah Rara.
"Sudah, kembali bekerja. " ucap Rara, membuyarkan lamunan Bobi.
"Ngomong ngomong, umur kamu berapa tahun? " tanya Bobi melenyapkan keheningan. Entah mengapa supermarket terlihat lebih sepi di banding kan hari hari biasanya.
"Usia ku masih 17 tahun" jawab Rara singkat.
"Masih sangat muda, tapi berlagak udah tua" kekeh Bobi.
"Aku mana tahu" elak Rara mendelik.Mereka kembali lenyap dalam keheningan.
Tanpa terasa, sekarang sudah masuk jam istirahat sholat ashar. Rara bersiap menuju ke ruang ganti.
"Mau kemana? " tanya Bobi bingung.
"Mau menghadap ke sang Pencipta" jawab Rara tanpa menoleh, ia terus berjalan lurus masuk ke dalam ruangan kusus karyawan.
"Dasar menyebalkan" gumam Bobi gemas, baru saja sehari bertemu Rara, ia sudah merasa segemas ini dengan gadis itu.
Rara menunaikan ibadah sholat ashar di ruangan ganti, lalu berganti dengan Bobi. Mereka harus bergantian sholat, agar ada yang menjaga meja kasir.
"Apa sudah selesai? " tanya Bobi ketika melihat Rara kembali ke meja kasir.
"Sudah, sekarang giliran mu" ucap Rara ketus. Ia menggunakan bahasa aku kamu, karena menurut Rara Bobi lebih tua darinya. Namun tidak ada keinginan untuk memanggil Bobi dengan embel embel kakak atau semacamnya.
"Baiklah, aku akan ke belakang sebentar"
Rara tidak menghiraukan ucapan Bobi, ia lebih fokus melayani pelanggan yang melakukan pembayaran padanya. Rara menghitung semuanya dengan komputer, lalu menyebutkan berapa total yang harus pelanggan itu bayar.
"Terimakasih" ucap Rara sopan memeberikan kembalian pada pelanggan.
Sementara di lain tempat, Rayen tengah berkumpul bersama teman temannya. Anak kelas tiga baru saja melakukan kelas tambahan. Karena sebentar lagi mereka akan menghadapi ujian kelulusan, jadi mereka harus lebih giat dan fokus belajar.
"Ray, gimana? apa masih betah sama Rara? " tanya Arga, teman Rayen. Selain Arga, ada Bima, dan Kio. Mereka termasuk orang yang suport dengan sahabat mereka.
Rayen menghela nafas gusar, "Begitulah, meskipun lelah. Gue harus tetap bertahan sama Rara, karena gue sayang banget sama dia"
"Wahhh, cinta monyet berubah menjadi cinta sejati man... " Sahut Bima menepuk nepuk bahu Rayen.
"Apaan sih kalian. Gue sama Rara itu bukan cinta monyet. Gue benar-benar sayang sama dia"
"Iya Iya, kita tahu kok" sela Kio menenangkan Rayen yang hampir emosi. Setiap kali ada yang mengatakan bahwa cinta mereka adalah cinta monyet, emosi Rayen akan mudah terpancing.
"BTW, lo udah pernah main belom ke rumah Rara? " tanya Bima penasaran, Arga dan Kio juga merasa penasaran.
"Belom"
"Yahhhh" desah mereka di buat buat kecewa.
"Kenapa? " tanya Rayen bingung.
"Masa lo gak pernah jumpa calon mertua elo sih Rayen" ujar Kio.
"Yah gue maunya bertemu dengan mereka ketika lamaran" jawab Rayen asal.
"Silahturahmi kek, atau pendekatan. Kalian kan udah lama pacaran" sahut Arga.
"Berarti lo gak pernah dong, ajak Rara jalan jalan? " sambung Bima. Lagi-lagi Rayen menggeleng. Bagaimana mau ajak jalan, Rara tidak punya waktu untuk itu. Gadis itu sangat gigih, waktunya tidak ada yang terbuang. Rayen bertemu dengan Rara hanya di sekolah, paling dalam sebulan merek berkencan cuma sekali. Tidak ada malam mingguan di hubungan mereka.
"Rara itu gadis yang berbeda man" Jawab Rayen memuji kekasihnya.
"Iya sih, Rara sangat pintar, mandiri lagi. Aku juga pengen punya kekasih seperti dia" balas Kio mulai berandai andai, di susul oleh Arga dan Bima.
Rayen mendengus kesal melihat tingkah teman temannya.
"Heh.. Heh... Jangan menghayal yang nggak gak yah tentang pacar gue" ucap Rayen mengusap kasar wajah mereka bertiga. Sehingga hayalan ketiga bocah remaja itu buyar.
"Ihhh Rayen ganggu aja deh, sikit lagi padahal" sungut Bima, ia menghayal akan berciuman dfengan Rara.
"Tau ih, ganggu aja" sahut Kio.
"Menghayal ngapain lo!! huh!! Huh!!" tekan Rayen menepuk nepuk pipi Bima.
"Ahhh udah ah, yuk cabut" Rayen berjalan lebih dulu dari teman temannya. Merek ke luar dari kelas, sejak tadi hanya merek berempat yang belum keluar dari kelas. Lalu di ikuti oleh Bima, Arga dan Kio bersamaan.
...----------------...
Waktu terus berjalan cepat, Rara baru saja menyelesaikan sholat magrib. Ia sedang memikirkan makanan apa yang enak untuk, mengisi menu makan malamnya.
"Apa kamu tidak makan? " tanya Bobi menghampiri Rara yang tengah duduk di lantai dekat meja kasir.
"Aku sedang memikirkan nya" jawab Rara singkat. Ia juga sedang menatap layar ponsel nya. Menunggu pesan dari kekasihnya yang tak kunjung memberikan kabar. Sejak pulang sekolah Rayen tidak mengiriminya satu pesan pun.
Apa kak Rayen sibuk belajar? apa seberat itu, pelajaran anak kelas tiga yang akan ujian?. pikir Rara mencoba untuk berpikir positif.
Cling~
Satu pesan masuk membuyarkan lamunan Rara.
[Apa sudah makan? ]
Seketika senyum Rara mengembang lebar, pesan yang sejak tadi ia tunggu akhir nya datang. Dengan lincah jari jemari Rara, menari di atas layar ponselnya.
[Lagi mikirin, menu makan malam] balas Rara. Ia merasa sangat lega, Rayen tidak mengabarinya pasti karena sibuk belajar.
Cling~ Pesan baru kembali masuk.
[Makan ayam geprek aja, biar kenyang] balas Rayen memberikan usulan.
[Baiklah, aku akan memesannya sekarang] balas Rara lagi. Dengan segera Rara membuka aplikasi GO-JEK, ia akan menggunakan GO-FOOD.
Bobi melirik Rara dri samping, Ia sangat, penasaran. Apa yang membuat gadis itu terlihat sangat senang. Saking fokusnya ke layar ponsel nya, Rara tidak menyadari jika ada pelanggan yang berdiri lama menunggu nya di depan meja kasir.
"Mbak, bisa hitung belanjaan saya? " tanya Pelanggan itu berusaha sopan, sebenarnya ia sudah tidak sabar.
Rara masih tidak sadar, ia masih fokus dengan ponselnya. Hingga Bobi menyikut lengan Rara pelan.
"Ada apa? " tanya Rara menatap bingung pada Bobi yang menyikut lengannya.
"Tuh, ada orang mau bayar! " tunjuk Bobi dengan bibirnya. Barulah Rara menatap ke depan. Ia kaget, sejak tadi Rara tidak sadar jika ada pelanggan yang mengantri.
"Maaf Bu, saya terlena dengan ponsel saya. Hari ini ada yang buat saya bahagia" ucap Rara sembari menghitung belanjaan ibu itu.
"Saking bahagianya, kamu mengabaikan ku yang akan membayar semua ini" sungut ibu itu. "Memangnya kamu mendapat kabar gembira apa? " tanya Ibu itu penasaran.
Bobi yang melihat kejadian itu melebarkan matanya, ia tidak habis pikir. Rara dengan mudah menghancurkan mood para pelanggan yang sedang kesal padanya.
"Apa kamu kenal dengan semua pelanggan yang berkunjung ke sini?? tanya Bobi penasaran setelah pelanggan tadi pergi.
" Aku tidak kenal, tapi mereka kenal" jawab Rara sembari tersenyum lebar. Mana mungkin ia bisa menghafal setiap wajah pelanggan yang datang ke supermarket ini.
"Kamu itu harus ramah tamah, ajak mereka mengobrol agar terlihat akrab, sok akrab. Kita adalah pelayannya. Jadi jaga sikap agar mereka menyukai kita"
Brak~...
Rara dan Bobi melirik ke lorong 2 tempat makanan instan di tata. Rara melebarkan matanya melihat apa yang terjadi di sana.
...----------------...
Rara dan Bobi berlari ke rak makanan yang berjatuhan. Cepat cepat Rara membantu memunguti makanan makanan ringan yang berjatuhan di lantai. Terlihat seorang anak terduduk di sana.
"Kamu tidak apa apa? " tanya Rara pada seorang anak kecil yang tertimpa berbagai makanan. Anak itu berusia sekitar 8 tahun.
"Aku tidak apa apa, aku hanya ingin mengambil mie itu" tunjuk anak itu pada deretan indomi goreng yang terletak di rak paling atas.
"Kenapa kamu tidak meminta tolong pada ku? " Bobi membantu anak itu berdiri.
"Sia, anak ku... " Teriak seorang wanita setengah baya, ia tampak khawatir pada putranya.
"Mama.... " cicit anak itu membalas pelukan ibu nya. Rara tersenyum, ia senang ibu anak itu datang.
"Jadi anak ini putra ibu? " tanya Bobi. Wanita itu pun mengangguk, ia menatap Rara dan Bobi bergantian.
"Terimakasih yah, kalian menolong putra saya. Tadi saya sedang memilih bahan dapur di sana, putra saya tidak sabar untuk membeli mie. Jadi, dia pergi mengambilnya sendiri" jelas Ibu itu.
"Tidak apa apa bu, untung dia tertimpa makanan ringan. Jadi tidak terdapat luka pada putra ibu" balas Rara tersenyum.
"Dek, buruan. Saya lagi buru buru nih" teriak ibu ibu yang sudah lama mengantri di depan kasir. Rara mengangguk, serta berlari kecil menuju meja kasir.
"Maaf yah ibu" lirih Rara tersenyum tidak kikuk. Ia mulai menghitung satu persatu belanjaan ibu itu, lalu di lanjutkan dengan pelanggan yang lainnya.
Sementara Bobi memunguti makanan makanan ringan yang berserakan karena bocah kecil tadi, lalu menyusunnya kembali pada tempat nya dengan rapi.
Jam pulang pun tiba. Rara sudah berganti pakaian. Ia bersiap untuk pulang.
"Pulang sama siapa? " tanya Bobi sebelum masuk ke ruang ganti pria.
Mereka sedang berada di ruang ganti karyawan. Supermarket sudah tutup. Jam sudah menunjukkan pukul 9.30 malam.
Rara yang baru saja selesai berganti pakaian menoleh sebentar pada Bobi. Lalu mengalihkannya pada tas selempang nya.
"Itu bukan urusan kamu! " ketus Rara. Bobi yang berdiri di ambang pintu ruang ganti Rara, lalu kembali masuk ke ruang ganti cowo.
"Idih, gue nanya doang" balas Bobi ikut kesal. Ia buru buru menyelesaikan menggantung kan seragam kerjanya, lalu menyusul Rara yang sudah keluar dari ruang ganti.
Rara berdiri di halte, ia memberikan kunci pada Bobi agar Bobi mengunci toko. Tak lama kemudian bobi menghampirinya dengan motor KLX nya.
"Heh, mau nebeng gak? " tanya Bobi kasian pada Rara yang menunggu lama bis.
"Gak perlu, gue bakalan naik bis" tolak Rara mengalihkan pandangannya dari Bobi.
Mau ajak nebeng atau mau mengolok gue?. Cibir Rara dalam hati, ia semakin kesal pada Bobi. Anak baru, tapi sudah belagu banget.
"Yakin nih gak mau? " ulang Bobi kembali menawarkan.
"Gak, gue gak mau. Lebih takut ikut sama lo ketimbang menunggu bis" ucap Rara mendelik kesal.
"Yasudah"
Brrmm...
Bobi langsung melajukan motornya meninggalkan halte bis.
"Dasar cowo nyebelin!!!! gak punya hati!!! " maki Rara melipat kedua tangannya di depan dada. Ia menatap sinis punggung Bobi yang sudah melaju jauh.
Setelah 30 menit menunggu, akhirnya bis pun datang. Rara merasa sangat lega, ia sebenarnya merasa was was berdiri sendiri di halte bis. Meskipun sudah terbiasa, namun rasa takut itu tetap ada.
Pukul 9.55 Rara tiba di rumah nya. Ibu nha sudah menunggu di ruang TV.
"Assalamu'alaikum, Rara pulang bu" ucap Rara langsung menhalami tangan ibunya.
"Syukurlah sayang, ibu selalu merasa khawatir karena kamu pulang malam terus. " ungkap Yuli khawatir. Rara tersenyum, lalu memeluk ibu nya dengan sayang.
"Gak papa bu, jalanan masih rame kok jam segini." Ucap Rara menenangkan ibu nya.
"Tapi tetap saja sayang"
"Sttt... Ga papa bu. " ucap Rara lagi, ia mengecup pipi ibunya.
"Bapak mana bu? udah tidur? tumben bapak tidur cepat? " tanya Rara mengalihkan pembicaraan yang selalu terjadi setiap kali Rara pulang kerja.
"Bapak baru saja tidur sayang, tadi katanya pekerjaan nya lumayan banyak" Jelas Yuli.
"Ohh, yaudah Rara masuk ke kamar dulu yah bu. Mau mandi dulu"
"Iya sayat, bau acem juga " balas Yuli pura pura menutup hidungnya.
"Masa sih bu? " Rara mencium ketiaknya, tidak ada bau apa apa.
"Masih wangi bu" ucap Rara polos, Yuli tertawa lepas Ia sangat senang berhasil mengerjai putrinya. Rara pun mengerucutkan bibirnya menyadari ibu nya sudah mengerjai nya.
"Ibu ngerjain Rara... " Rengek Rara.
"Hahaha.... Maaf yah sayang, kamu tu lucu banget sih" kekeh Yuli.
"Yaudah bu, Rara masuk ke kamar dulu"
"Baiklah sayang"
Rara pun berjalan masuk ke dalam kamarnya. Tidak langsung mandi, Rara merebahkan tubuhnya di atas ranjang nya sebentar.
"Apa kak Rayen sudah tidur? " gumam Rara sembari mengeluarkan ponselnya dari saku switer nya. Rara menghidupkan ponselnya, terlihat ada pesan dari Rayen.
Rayen😘
[Berhati-hati lah ketika pulang]
Rara tersenyum lebar, hatinya berbunga bunga ketika mendapat pesan dari Rayen yang selalu mengkhawatirkan nya. Segerah jari jari Rara menari di papan ketik ponselnya.
[Aku sudah tiba di rumah. Apa kak Rayen sudah tidur? ] Rara membaca ulang pesan yang akan ia kirim, lalu dengan cepat ibu jari nya menekankan tombol kirim.
Setelah itu, Rara meletakkan ponselnya ke atas nakas di samping tempat tidur. Rara memutuskan untuk mandi terlebih dahulu. Tubuhnya terasa lengket karena keringat yang sudah mengering.
Setelah selesai mandi, Rara langsung naik ke atas ranjang. Mengenakan baju tidur berbahan kaos yang terasa sangat adem di tubuhnya. Rara mengambil ponselnya kembali, berharap ada pesan singkat dari kekasihnya.
"Seperti nya kak Rayen sudah tidur" gumam Rara mencoba berpikir positif, tidak ada pesan dari Rayen.
"Huahhhmmm" Rara, menutup mulutnya ketika ia menguap. "Lebih baik gue tidur"
Rara pun meletakkan ponselnya sembarangan tempat di atas ranjangnya, lalu menarik selimut hingga menutupi dadanya.
...----------------...
Lia berjalan santai di Koridor, ia datang lebih awal sekarang. Tiba-tiba seseorang menarik tangannya.
"Eh eh.. " Kaget Lia.
"Andi?? " Gumam Lia kaget. Andi tiba-tiba menarik lengan nya.
"Lia, lo bisa bantu gue gak? " tanya Andi ragu ragu.
"Bantu apa di? gue pasti bantu lo kok" jawab Lia semangat, jantung nya mulai berpacu sekarang. Setiap kali dekat dengan Andi Lia akan merasakan dag dig dug dan ingin selalu tersenyum.
"Bantu gue memberikan hadiah ini untuk Rara" ucap Andi sembari meletakkan kotak hadiah ke tangan Lia. Senyum yang tadinya mereka mendadak memudar. Lia menatap kota hadiah itu dengan lesu.
Huh... Berharap apa sih gue. Batin Lia merutuki harapannya.
"Lia, lo mau gak? " tanya Andi lagi membuyarkan lamunan Lia.
"Eh nya, gue bisa kok. Nanti gue akan berikan sama Rara" jawab Lia tersenyum terpaksa.
"Hm.. Baguslah. Makasih yah Lia" ucap Andi menepuk bahu Lia.
"Sama-sama" balas Lia mengusap bahunya bekas tepukan tangan Andi. Siswa itu sudah berlalu dari hadapannya. Ia hanya ingin menitipkan hadiah itu, jika tidak Andi tidak akan menghampiri nya.
Kapan sih Di, lo lihat kearah gue. Dan semua itu tanpa adanya bayangan Rara di antara kita.
Lia kembali melanjutkan langkahnya menuju kelas, ia melihat Rara sudah duduk di bangkunya. Dengan senyum palsu, Lia masuk ke dalam kelas dan menghampiri Rara.
"Hai Lia" sapa Rara tersenyum manis.
"Hai" balas Lia. Gadis itu meletakkan kotak hadiah yang titip kan pada nya ke hadapan Rara.
"Apa ini Lia? " tanya Rara mengerutkan keningnya.
Lia mencondongkan tubuhnya ke arah Lia, "Ini dari kak Andi, tadi dia menitipkan sama gue" bisik Lia.
"Kenapa dia memberi gue hadiah? " tanya Rara meneliti kotak hadiah itu. Lia yang tidak tahu hanya mengangkat bahu.
Lo sangat beruntung Ra, semua orang melihat lo. Sementara gue?? tidak seorang pun yang melirik ke gue. Selama ini semua yang gue sukai, selalu saja lo yang dapatkan. lirih Lia dam hati, matanya menatap lurus pada Rara yang sibuk meneliti isi dari hadiah Andi.
...----------------...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!