Sinopsis; wanita lemah paruh baya. Wanita lemah tak berdaya. Hanya bisa terbaring seharian dengan harta yang bergemilang. Harta yang tak memuaskan karna sakit berkepanjangan. Satu-satunya nyonya besar istana tak disangka mempunyai cerita kelam. Memanggil satu sosok yang mungkin, hanya dia 'lah ... dia 'lah yang mampu menyembuhkan. Dan semua orang memanggilnya, Arthur Pendragon.
#PROLOG
Malam, yang dingin.
Salju, yang menyelimuti.
Bintang, yang mewarnai.
Dan bulan, yang memperhatiin.
Akan dua insan yang saling mencintai, di dalam gubuk kecil, yang banyak manusia tak memperhatiin.
Tentang, bagaimana dua hati kecil itu, saling mengenggam dan saling menghangati. Menikmati keindahan dari ciptaan Tuhan, yang bahkan banyak manusia tidak mau mengerti.
Memandangi rembulan.
Menganggumi bintang-bintang.
Mengenggam jemari yang rentan.
“Genggamlah, tanganku lebih kuat! Karena bagaimanapun, kita akan selalu, selalu, bersama.”
*********
Terbaring sesosok wanita yang cukup tua, berumur 50 tahunan. Sebagian rambutnya telah putih beruban. Namun, tidaklah banyak. Bahkan untuk wanita yang seumuran dengannya, kulit wajahnya masih terbilang cukup kencang.
Ia terbaring dengan menatap, ke arah foto di dalam bingkai, di atas meja lampu tidur, tepat di sebelah kanannya. Menatap dengan raut wajah yang sedih, seperti ada penyesalan di dalam hidupnya.
Hingga datang sesosok pria, yang berpakaian rapi dengan jas hitam. Tidak lupa, dengan dasi kupu-kupunya. Seraya berkata,
“Dia telah datang, Nyonya.”
Dilihat dari pakaiannya, dan cara bicaranya. Bisa di pastikan, bahwa pria ini merupakan sesosok pelayan yang berpengalaman. Dan wanita ini, merupakan majikannya. Membuat ia langsung berpaling, dari sebelumnya menatap ke arah foto di dalam bingkai. Mulai berganti, dengan menatap ke arah pelayannya.
“Kalo begitu, biarkan dia masuk!”
“Dimengerti, Nyonya.” Menaruh tangan kanannya, tepat ke arah dada. Dan sedikit membungkuk, ke arah majikannya. Sebelum akhirnya ia mulai berbalik pergi, untuk membawakan tamu ke hadapannya.
Dan tak lama, tamu yang di tunggu-tunggu akhirnya datang. Ia merupakan sesosok pria berjubah panjang sampai ke bawah lutut, dengan style yang sangat persis seperti di timur tengah.
“Perkenalkan wahai, Nyonya! Dia adalah Sang Peracik, Arthur Pendragon.”
Tepat setelah pelayan memperkenalkannya, pria jubah itu langsung tersenyum hangat, dan menaruh tangan kanannya ke arah dada. Seraya menundukkan kepalanya sedikit, tepat ke arah majikannya.
Untuk orang yang selalu berada di tanah Eropa, mungkin, saat pertama kali memandangnya akan terasa aneh, apalagi dengan jubah panjangnya itu. Namun, untuk pria ini merupakan pengecualian. Bahkan ada rasa kekaguman tersendiri, yang tidak bisa dimengerti, saat memandangnya untuk pertama kali.
“Begitu, ya. Jadi kau Sang Peracik itu. Benar-benar sesuai dengan apa, yang rumor katakan tentang dirimu.”
Salah satu rumornya mengatakan, bahwa ia tidak bisa berbicara. Dan itu benar-benar di buktikan, dengan adanya dirinya disini. Hanya tersenyum penuh kelembutan, dan terkadang hanya mengerakkan tangan seadanya jika diperlukan. Namun entah kenapa, hanya dengan semua itu, seseorang dapat mengerti apa yang sebenarnya ia maksud. Bahkan untuk orang yang pertama kali bertemu dengannya.
... Benar-benar pria yang sangat misterius, ujar majikannya di dalam benak, ketika menilainya untuk pertama kali. Hingga ia mulai berpaling, ke arah pelayannya kembali. Seraya berkata,
“Antar dia ke kamarnya! Dan beri tahu dia, secara detail tugas-tugasnya!”
“Dimengerti, Nyonya.”—Menaruh tangan kanannya tepat ke arah dada, dan sedikit membungkuk, ke arah majikannya. Kemudian berganti dengan berpaling ke arahnya—“Silakan, di sebelah sini!” berkata dengan mengulurkan tangan, untuk menunjukkan arah kepadanya. Pria jubah itupun membalasnya, dengan tersenyum angguk ke arahnya. Dan mulai berjalan mengikutinya, tepat dari belakang dirinya.
Namun, ada kejadian yang menarik, ketika sang majikan memperhatikan pria jubah itu, yang sedang berjalan mengikuti pelayannya ke arah pintu. Yakni akan jubah bagian belakangnya yang mengembung, di karenakan ada anak kecil yang bersembunyi, di balik jubah panjangnya tersebut.
Melihat hal itu, ia tidak menegurnya. Hanya tersenyum, melihat tingkah lucu dari anak itu.
*******
Setelah sampai pada kamar yang di tuju, sang pelayan membukakan pintu untuknya dan memberitahukan semua ruangan yang berada di dalam sana; seperti dapur, kamar mandi, bahkan kamar tidur. Namun, dari banyaknya ruangan yang di tunjukan olehnya, hanya satu yang sangat menarik perhatian. Yaitu ruang kerjanya yang banyak sekali ditumbuhi tanaman herbal, di dalam sebuah pot khusus, dan segala macam alat obat-obatan. Karena ruangan itu akan sangat berkaitan, dengan perkerjaannya yang seorang Peracik. Oleh karena itulah ia berada disini.
“Kau di beri waktu seminggu, untuk bisa menyelesaikan semua tugas tersebut. Dan Nyonya Arisha, sangat berharap atas kerja samamu!”
Pria jubah itu hanya tersenyum angguk menjawabnya. Sebuah senyuman sederhana. Namun entah kenapa, ada rasa kedamaian dan kehangatan hati, bagi siapapun yang melihatnya. Dan pelayan itupun, juga merasakan demikian. Bisa di lihat dari raut wajahnya, yang sama sekali tidak bisa di bohongin, bahkan untuk dirinya sendiri.
“Ka—kalo begitu, saya permisi!”
Clek
Suara pelayan menutupkan pintu, hingga akhirnya ia sendirian saja. Atau mungkin, kata yang lebih tepat adalah, ia akhirnya berdua saja? Karena tepat setelah pelayan itu menutupkan pintu dan pergi, ia kemudian menepuk-nepuk dengan sangat lembut, jubah bagian belakangnya. Seperti ingin berkata, “Sekarang sudah aman!”
“Uwah!, di dalam jubah Papa, sungguh sangat gerah.”
Seketika keluar anak perempuan putih albino, dari balik jubah miliknya itu, dengan sangat imutnya.
*********
*****
#Bagian1
Malam hari di sebuah tempat hiburan yang sangat mewah dan besar. Dengan berbagai hiburan di dalamnya seperti; karoke, prositusi, bar, perjudian, dan lain-lain sebagainya. Bahkan tempat perjudian di sana digadang-gadang, sebagai tempat perjudian terbesar dan termewah yang pernah ada di dunia.
Selain karena kebesaran dan kemewahannya tempat perjudian tersebut, juga tidak lepas dengan nama tokoh-tokohnya, yang di takuti karena keahlian dan kehebatannya dalam hal berjudi. Mereka seperti iblis, yang bisa membuat lawannya menari-nari di telapak tangannya, kemudian meremuknya hingga tak bersisa. Dan salah satu iblis tersebut bernama ....
“Tuan Muda Albert, saya adalah pelayan setia ibunda Tuan. Memohon, agar Tuan menerima surat ini, dan menjenguk ibunda Tuan yang telah jatuh sakit!” berkata dengan bertekuk lutut di hadapan sesosok pria, yang sedang duduk di atas sofanya. Dengan kiri kanan lengan pria itu, terdapat dua wanita dengan hanya memakai bikini. Hingga pria itu mulai membalas, dengan menghela nafas yang penuh kemalasan.
“Aaahh ... apa kau tidak tahu, kapan harus menyerah? Kau sudah mendatangiku berkali-kali di tempat yang berbeda, dan ini sudah menjadi yang kelima kalinya.”
“Maafkan, atas kelancangan saya Tuan. Namun, jika ini berkaitan dengan kesembuhan satu sosok, yang selama ini saya layani dengan sepenuh hati. Tak peduli berapa kali saya mencoba, saya tak akan pernah berhenti.” berkata dengan menundukkan kepalanya lebih rendah lagi. Namun, membuat pria itu yang mendengarnya menjadi sangat kesal. Terlihat bagaimana dahinya mulai berkerut, seraya berkata dengan nada yang tinggi.
“Cih, aku sungguh, sangat penasaran berapa besar ibuku membayar dirimu? Namun, asal kau tahu saja, jika kau melayani diriku, aku bisa membayarmu 5 kali lipat. Tidak, tapi 10 kali lipat lebih besar bayarannya, dari pada majikanmu yang bau tanah itu!”
Ia itu hanya diam, ketika anak majikannya menawarkan suatu hal yang sangat mengoda seperti itu. Namun sayangnya, dia bukanlah tipe pria yang seperti itu. Hingga ia perlahan bangkit berdiri, dan mulai berbalik membelakangi dirinya.
“!?”
Seraya berkata dengan nada yang rendah, tapi ada sedikit tekanan di dalamnya.
“Sebelum itu, saya meminta maaf, Tuan! Namun, saya melayani ibunda, Tuan, bukan karena uang. Melainkan sesuatu yang jauh lebih berharga, dan tak bisa di gantikan hanya dengan uang. Bahkan dengan nyawa saya sendiri. Dan Tuan Muda Albert, tidak akan pernah bisa memahaminya!”
“....”
Hingga ia mulai berjalan berjalan pergi, meninggalkan tempat tersebut. Walaupun mungkin, meninggalkan kekesalan yang membekas, di dalam dadanya.
Mata yang tegas tertuju ke depan, tekad hati yang keras tak terhentikan, dan sikap yang lembut menenangkan. Dan Ketua Pelayan itu bernama, Torin.
*******
#PagiHari
Ia terlihat berjalan menyusuri sebuah koridor, dengan kepalan tangannya yang keras. Seperti ada kekesalan, karena ia lagi-lagi tidak bisa memenuhi tugasnya. Walaupun begitu, ia terus berjalan hingga sampai di depan pintu kamar majikannya.
Di saat yang sama, ketika ia berniat memegang ganggang pintu tersebut, tiba-tiba saja pintu itu terbuka dengan sendirinya. Membuat ia terkejut, namun itu hanya berlangsung sesaat. Karena ada sesosok pelayan wanita, yang ternyata hendak keluar dari kamar sang majikan. Bahkan pelayan wanita itu terlihat memberinya hormat, setelah tahu ada ketua pelayannya di balik pintu tersebut. Dengan menundukkan kepala tepat ke arahnya, kemudian mulai berjalan pergi, dengan membawa gelas berserta obat-obatannya.
Sepertinya pelayan wanita itu, sehabis mengantarkan obat-obatan yang pria jubah itu buat. Namun, ia tidak menghiraukannya, karena sesosok wanita yang terbaring di atas ranjang itulah, yang menjadi prioritas utamanya. Dengan mulai berjalan ke arahnya, yang masih terbaring lemas tak berdaya.
“Nyonya!”
“Ah, pelayanku! Dari mana saja dirimu? Apa jangan-jangan, kau masih keras kepala untuk menemuinya?”
“...”
Dengan tertunduk ke arah bawah, ia tak pernah berani menatap ke arah matanya. Namun, itu cukup untuk menjelaskan semuanya.
“Aaah ... mengapa kau masih keras kepala seperti itu? Biarkan saja dia!, karena aku sungguh, tidak tahu harus bagaimana lagi cara menghadapinya. Uhuk, Uhuk....”
“Nyonya!”
“Tidak, tidak apa-apa!”—Mengangkat tangan, (menyuruh berhenti) ketika ia hendak berjalan ke sisinya, karena terbatuk kecil—“Keadaanku sedikit lebih baik, berkat obat-obatan yang di berikan, oleh tuan Arthur, kepadaku! Jadi tak perlu mencemaskan diriku! Yang lebih penting, wahai Pelayanku! Bisakah kau memanggilkan anak itu untukku?, aku ingin menemuinya dan bicara kepadanya.”
“Anak itu?”
Ia sempat kebingungan, tentang apa yang sebenarnya majikannya maksud. Hingga ia teringat dengan beberapa memori masa lalu, dan mencoba mengaitkannya. Membuat ia akhirnya tersadar, hingga tanpa sengaja berdecak,
“Ah, begitu, ya. Nyonya, telah melihatnya!” berkata dengan tersenyum, lagi terdapat unsur kebahagian di dalamnya.
...----------------...
#Bagian2
Dengan mata yang terpejam, ia terlihat menarik nafas dan perlahan menghembuskannya. Ia terlihat sangat santai menikmatinya, seakan ia berada di taman bunga yang sangat indah. Perumpamaan itu bukanlah tanpa alasan!, melainkan memang di kamarnya tersebut, rutin di semprotkan parfum beraroma bunga yang sangat nikmat, yang tidak menyengat ataupun terlalu kuat.
Sementara itu, para pelayan yang berada di sekitar tempat tidurnya, tengah dalam kesibukan mereka masing-masing. Satu membersihkan berbagai kotoran dan mengelap meja, dan satunya lagi menyiapkan minuman dan kue-kue, yang sangat mengunggah selera, lalu ditaruh di atas meja tersebut. Yakni sebuah meja khusus, yang dimana setiap kaki mejanya, terdapat sebuah roda kecil. Memungkinkan bisa berpindah kemanapun dengan gampangnya.
Namun, meja ini hanya di peruntukan, bagi orang yang tengah jatuh sakit, dan hanya bisa terbaring di atas tempat tidurnya. Kemudian jika di perhatikan, kue yang mereka siapkan itu, rata-rata semuanya adalah kue kesukaan anak-anak. Seperti; bolu, permen, nastar, dan lain-lain sebagainya. Dan sekali lagi, bukan tanpa alasan, karena tamu kecilnya akan segera datang.
Namun, bukankah ini terlalu lama? Tepat setelah ia berkeluh di dalam benak, tiba-tiba saja terdengar suara kentokan pintu, membuat para pelayannya langsung yang bergegas untuk membukanya. Dan perlahan keluar dari sana, sesosok anak serba warna putihnya; dari rambut, kulit, alis, bahkan bulu mata. Bukan putih yang pucat. Namun, putih suci laksana putri salju.
Kira-kira seperti itulah, penilaiannya dalam pandangan pertama. Karena selama ini, ia selalu melihatnya dalam keadaan bersembunyi, di balik jubah pria itu. Dan berharap, pada kesempatan kali ini, ia bisa melihat sosoknya, tanpa adanya sebuah penghalang yang menyebalkan. Namun, kenyataannya adalah berkata, TIDAK. Padahal ia sudah menyuruh, agar membawakan anaknya saja ke hadapannya.
Membuat ia langsung melihat ke arah pelayannya, yang tengah menundukan kepala berkali-kali untuk meminta maaf. Namun, itu hanya berlangsung sesaat, sebelum akhirnya ia menyadari, kode dari majikannya yang menyuruhnya untuk melanjutkannya saja. Karena nasi sudah jadi bubur, maka mau bagaimana lagi?
“Hey-hey, tak perlu takut! Nyonya Arisah, adalah orang yang sangat baik, kau tahu? Jadi keluarlah!”
Pelayannya terlihat berusaha membujuknya, agar hatinya luluh. Namun, kelihatannya itu adalah perbuatan yang sia-sia, karena ia semakin menjauh.
“....”
“Pelayanku, bisakah kau beritahukan namanya kepadaku?”
“Te—tentu saja, Nyonya! Namanya adalah, Shopia. Dia merupakan anak angkat dari, Tuan Arthur Sang Peracik!”
“Begitu, ya, Shopia.”—Dengan kembali melihat ke arahnya, ia tersenyum dan perlahan mengulurkan tangan tepat ke arahnya—“Bibi, ingin berbicara denganmu! Jadi bisakah kau kemari sebentar, gadis cantik?”
Anak itu masih terlihat sangat ragu, bahkan mengenggam jubah pria itu dengan lebih kuat. Namun, Arthur tidak membiarkannya, karena permintaan pelanggan adalah permintaannya juga. Dengan mengelus penuh perhatian kepala anaknya, seraya tersenyum hangat, tepat ke arahnya. Seakan berkata dengan suara yang sangat lembut, “Tidak apa-apa! Datanginlah, Bibi itu! Janganlah kamu membuat sedih hati seseorang, dengan tidak mau mendatanginya!”
Karena senyuman, yang begitu tulus darinya. Membuat anak itu perlahan keluar dari jubahnya, dan mulai berjalan pergi mendatanginya, yang terbaring di tempat tidur.
“Ah, benar. Kemarilah!”
Hingga tangan mereka saling bersentuhan, ia tiba-tiba teringat akan masa lalunya, yang ia coba pendam dalam-dalam selama ini. Membuat ia berpaling melihat ke arah pelayannya. Seraya berkata,
“Bisakah kau tinggalkan kami sejenak?, karena ada sesuatu yang aku ingin ceritakan.”
“Sesuai pemintaan, Nyonya!”
Ketika pelayannya menundukan kepala, dan mulai berjalan pergi. Suara “Clek” terdengar, pertanda pintu telah tertutup. Lalu dengan tetap memegang tangannya, ia perlahan mulai berbicara,
“Tanganmu ini, tangan yang sangat kecil dan kasar ini (teksturnya). Sungguh, telah mengingatkanku kepada anak pertamaku, yang kebetulan statusnya juga merupakan anak angkat, sekaligus merupakan sumber penyesalanku. Aku membesarkannya, aku merawatnya, dan aku mendidiknya. Hingga sampai tujuanku terselesaikan, aku kemudian membuangnya!”
Suasana hatinya tiba-tiba turun dratis, saat ia mulai membicarakan hal tersebut. Hatinya tercabik-cabik, akan masa lalunya yang tidak bisa di ubah. Bisa dilihat dari raut wajahnya, yang sama sekali tidak bisa dibohongi.
“....”
“Nyonya, Nyonya!”
Hingga pelayannya tiba-tiba datang sangat tergesa-gesa, bahkan ia sampai lupa untuk mengetok pintu terlebih dahulu. Akibat dari kepanikannya yang tidak bisa di bendung. Membuat dirinya yang merasa terganggu dengan hal itu, langsung menjawab dengan nada yang kesal.
“Bisakah kau sedikit lebih tenang, wahai Pelayanku? Kau sungguh, telah menganggu momenku!”
“Sa—saya sungguh meminta maaf, Nyonya! Namun, saya hanya ingin menyampaikan, bahwa tuan muda Albert, tiba-tiba datang ke rumah ini seorang diri,” berkata dengan kepala yang tertunduk tepat ke arahnya, dengan keadaan tangan kirinya yang mengepal keras, dan ia tempelkan di bawah dadanya (menahan emosi).
...----------------...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!