Siang yang cukup terik membuat seorang gadis berkerudung putih yang memakai seragam putih-biru tergesa-gesa berlari sambil memayungkan kepalanya dengan tangannya, gadis itu melihat ada yang ganjil saat sesuatu menimpa kepalanya. Saat di lihat ke bawah kakinya.
“Apaan nih!!” kata sang Gadis sambil meraih buah itu.
“Loh kok ada jambu.” Gadis itu langsung melemparnya tatkala yang ia lihat jambu di penuhi darah dan belatung.
“Wah...perasaan gua kagak enak nih.” Gadis itu mendongakkan kepala ke atas pohon sontak sang gadis langsung berteriak histeris dan lari terbirit-birit.
Bagaimana tidak yang dia lihat adalah sundel bolong yang mengendong bayi kecil dan bermata merah. Gadis itu berlari terbirit-birit sambil berteriak membuat semua orang di jalan melihatnya dengan penuh rasa heran.
Sesampainya di rumah dengan napas tersengal Ibunya menanyainya.
“Kamu kenapa Nadia?” tanya sang Ibu sembari mendekat. Nadia menceritakan semuanya saat perjalanan pulang ke rumah, Ibunya langsung menepuk jidatnya tatkala anaknya masih lemah.
“Kamu ‘kan punya indra ke-enam Nadia ngapain kamu harus takut!” ucap sang Ibu sambil menjentul kepala sang anak.
“Ya udah kamu ganti baju abis itu Ibu gorengin nugget,” perintah sang Ibu.
Gadis itu langsung menyalami Ibunya lalu berlari ke kamar tidurnya yang berada di lantai atas sambil menaiki tangga rumahnya, Ibunya hanya mengelengkan kepala tatkala anaknya ceroboh hampir menjatuhkan gelas kaca di meja.
“Ada-ada aja sih tu bocah! ada aja!” tutur sang Ibu. Nadia langsung menganti seragam sekolahnya kemudian turun ke bawah ingin mengisi perutnya yang lapar.
Setelah usai melakukan aktivitasnya Nadia kembali ke kamarnya untuk mengistirahatkan diri. Malam sudah semakin larut dan udara semakin dingin karena hujan sampai menusuk ke tulang, tetapi gadis itu masih tetap bertahan untuk belajar.
Setelah selesai belajar Nadia merapikan bukunya lalu melakukan solat isya dan membersihkan diri mencuci wajah serta menggosok gigi, sebelum tidur di kasur spring bed yang empuk.
Nadia yang baru saja memejamkan matanya, langsung membuka kembali matanya sambil mengedarkan pengelihatan-nya ia amat terkejut dan heran bagaimana tidak saat membuka mata ia sudah duduk di kursi sebuah taman yang sama sekali tak mengenali tempat ini.
Nadia juga lebih heran banyak wanita, anak-anak dan orang-orang memakai pakaian Eropa awal tahun tiga puluhan, dan ada pula orang melayu yang menggunakan kebaya dipadukan dengan rok batik serta bersama pria Eropa dan membawa anak-anak campuran antara Indo Belanda.
saat menoleh ke samping kanan ia melihat pemuda yang umurnya Sembilan belas tahunan sedang tersenyum.
“Kok banyak orang bule, ini tempat wisata kali ya atau berada di luar negeri, tetapi masih tahun tiga puluhan.” Nadia mengernyitkan dahinya sambil membatin dalam hati, memang selama ini dia sangat suka hal berbau barat seperti musik dan film.
Seharusnya ia bersyukur jika ada di luar negeri, tetapi ini sangat aneh tiba-tiba saat bangun ada pria tampan di sebelahnya, lebih herannya lagi bahasanya juga aneh bukan bahasa Inggris atau bahasa Spanyol yang ia tahu, pemuda itu memiliki kulit putih gading, bermata warna biru seindah permata, berambut pirang, di sertai pipi yang sehalus gading dengan hidung yang lancip dan tinggi.
Mata biru milik pria asing ini seperti laut menenangkan bila menatapnya, tetapi tatapannya sangat tajam lalu menatap liar ke arah Nadia. Ingin sekali Nadia berbicara, tapi mulutnya seakan kelu.
Mata Nadia menatap dari atas sampai bawah memperhatikan pria di sampingnya secara seksama. Pemuda bule ini memakai pakaian militer di sertai topi barret berwarna merah kemudian tanpa aba-aba pria berambut pirang itu langsung memangku tubuh Nadia.
“Ik suka aroma tubuh je, Lieve.” Nadia diam terpaku, dengan reflex kedua tangannya mengalungkan diri di leher milik pemuda bule ini.
Sontak Nadia langsung meremang karena aliran darahnya mengalir yang membuat pipinya memerah.
Gadis itu merasa nyaman di dekapan pria bule yang sama sekali tak di kenalinya lalu ciuman itu menjalar ke leher Nadia kemudian mereka bertatapan sejenak.
Sungguh Nadia adalah gadis polos yang tidak pernah merasakan momen seintim ini kepada lawan jenisnya, biarlah ini hanya mimpi meskipun hanya sejenak, dan biarlah Nadia merasakan cinta pertama kalinya meskipun ini hanyalah mimpi yang bisa saja menjadi nyata.
Di saat sedang asyiknya bercumbu tiba-tiba ada suara yang membangunkannya siapa lagi kalo bukan peri kembang tercintanya, sang Ibu mulai mencerewetinya.
Suara yang membangunkannya terdengar sangat keras. “Nadia bangun solat subuh terus sekolah udah siang!” kata Ibunya sambil menepuk-nepuk pipi tembam Nadia, tetapi hanya di jawab lenguhan kecil olehnya.
“Iya, Bu ini udah bangun.”
“Ya udah nanti ke bawah udah Ibu siapin nasi goreng, terus susunya jangan lupa di minum nanti asam lambung kamu kambuh lagi!” perintah sang Ibu kemudian menuruni tangga rumah untuk ke bawah.
Nadia segera mandi lalu berpakaian kemudian melaksanakan solat subuh, selesai solat ia memakai parfum dan lip balm. Setelah selesai ia ke bawah untuk sarapan.
Sesampainya di sekolah Nadia menundukkan kepalanya tatkala mendengar gunjingan lagi.
Gadis itu sudah biasa di perlakukan seperti itu jadi ia berusaha cuek, mungkin mereka iri tak lama ada sahabatnya yang memanggilnya.
“Nadia!!” gadis itu menoleh saat Namanya di panggil. Ternyata itu suara sahabatnya Ananda dan Ningrum.
“Woy!! napa lu manggil,” mereka saling mendekat.
"Eh ke kelas kita yuk!” ajak Ananda dan Ningrum. Nadia berfikir sejenak dan menyetujui saran kedua sahabatnya.
“Ya udah ayo, tapi anterin gua taro tas dulu.” Nadia kepada kedua sahabatnya. Ananda berfikir sejenak kemudian menyetujui Nadia.
Setelah menaruh tas Ananda dan Ningrum mengajak Nadia ke kelas mereka berdua 9D, mereka bertiga membahas sekolah mana yang nanti akan mereka masuki setelah lulus.
"EH! Ningrum, Nanda. Kenapa sih gua yang selalu dijadiin bahan candaan gua ‘kan juga manusia." Ujar Nadia yang sedih.
“Iya sih gua juga mikirnya gitu, sampai lu gak dimasukin grup angkatan di WA (WhatsApp) itu ‘kan keterlaluan.” Ananda yang tampak kesal.
“Udahlah sabar aja, Allah bakal bales semuanya. Yang di atas itu maha tahu,” kata Ningrum.
“Jadi lu coba sabar aja,” lanjut Ningrum.
“Ya udah deh,” dengus lelah Nadia yang sudah pasrah dengan nasibnya nanti.
...⌐╦╦═─⌐╦╦═─⌐╦╦═─⌐╦╦═─...
Waktu pulang sekolah seluruh siswa bersorak gembira karena mendapat pengumuman libur tiga hari termasuk Nadia, seperti biasa saat di angkutan umum pun tiada yang mau satu kendaraan dengan Nadia.
Gadis tersebut akhirnya pulang sendirian ia turun di sebuah gang dan memilih agar tidak mau lagi melewati area pemakaman itu karena kejadian kemarin, jadi ia memilih jalan yang agak jauh sambil berpikir kejadian tadi di mimpinya.
Di dalam hati gadis itu merasa kesal pada sang Ibu karena membangunkannya pada saat sedang kasmaran Bersama dengan cowok ganteng impiannya tanpa sadar motor melaju cepat.
TIN!!!!!
“ARGH!” teriak Nadia yang terbuyar dari lamunan-nya.
"Dek!! kalo jalan jangan ditengah terus jangan bengong!!!” bentak pria pengendara motor itu dengan kesal.
“Maaf Pak, saya gak sengaja.”
Nadia yang masih syok dengan kejadian itu karena terlalu asyik melamun. Sesampainya di rumah gadis itu hanya bungkam tidak bicara soal apapun.
“Udah pulang, Nak...,” sambut sang Ibu.
“Udah kok Bu, ya udah aku ke atas dan ini.” Nadia menyerahkan surat edaran itu kepada sang Ibu yang membuat wanita itu penasaran, saat sudah di terima gadis itu langsung melenggang pergi menaiki anak tangga untuk menuju kamarnya.
Setelah selesai berganti pakaian dengan baju yang lebih santai, Nadia turun untuk menuju dapur dan mengambil minuman kaleng di kulkas. Lalu memperhatikan Ibunya memasak.
"Enak nih libur mulu.” Ledek sang Ibu saat sedang mengiris bawang dan cabai, Nadia juga tak mau kalah jadi ia kembali meledek sang Ibu.
“Iya dong Bu, bisa free di rumah.” Nadia langsung kembali menyesap minuman kalengnya.
“Oh, ya Nadia.” Merasa di panggil Nadia menoleh.
"Nanti kamu cuci piring,” Ujar sang Ibu dengan santainya sambil menggoreng bumbu masakan.
“Ah, Ibu mah gak mau ‘kan---” Belum sempat gadis itu mengeluarkan kalimatnya sudah di potong cepat oleh Ibunya.
“Nadia mau uang jajan kamu Ibu potong.” Ibu sepertinya tahu ancaman yang ampuh untuk Nadia.
“Ayo sekarang!” perintah Ibunya.
Nadia menuruti keinginan sang Ibu dengan setengah hati lalu mulai ngedumel.
Malam harinya karena besok libur Nadia menonton fim aplikasi di handphonenya, film yang berjudul “the white princess.
film asal Inggris yang menceritakan ratu wangsa tudor pertama Elizabeth of York. Sebelum jadi Ratu ada perang keluarga yang disebut perang mawar.
Sesaat sedang asyik menonton filmnya dengan sangat menyebalkan Ibunya mendatanginya dan merusak moodnya, pertama-tama Ibunya mengajak bercanda dan pada akhirnya Ibunya berceloteh tidak penting mengatakan.
"Dunia kamu dunia hayal!" begitu kritikan sang Ibu padanya.
Malam ini Nadia tidak mau berdebat dengan peri kembang tercintanya, jadi dia putuskan menonton film di kamarnya dengan menaiki tangga karena kamarnya berada di lantai atas.
“Apaan sih, gak jelas banget tuh kanjeng Mami!” gerutunya lagi sambil menaiki anak tangga untuk menuju kamarnya.
Setelah selesai menonton film. ‘The white princess’ Nadia memutuskan untuk menulis diary (buku harian)
Diary, 6-januari-20XX
Bahagia kadang melingkupi hatiku
Akan, tetapi kesedihan lebih mendominasi di hati kecilku ini.
Kehilangan seseorang yang aku sayangi yaitu Ayahku,
tetapi ada Seseorang telah hadir dalam hidupku
Dia adalah pria di mimpiku semalam aku yakin
Suatu hari kelak pasti bertemu dengannya.
Nadia langsung menutup kembali buku diary-nya, lalu merebahkan diri di atas kasur sambil memeluk guling bibirnya selalu tersenyum dan hatinya selalu berharap bertemu dengannya.
...⌐╦╦═─⌐╦╦═─⌐╦╦═─⌐╦╦═─⌐╦╦═─⌐╦╦═⌐╦╦═...
Pagi harinya adalah hari libur Nadia amat bosan di rumah, untung saja ada Kakak sepupu perempuannya yang bernama Alina tanpa di duga berkunjung ke rumahnya dan mengajak menonton serta jalan-jalan untuk menyegarkan pikiran jadi Nadia tidak bosan lagi.
Setelah sampai di mall tempat bioskop Nadia serta Kakak sepupunya dan Adik kandungnya Defani mencari film untuk ditonton, Kakak sepupunya mengantri untuk membeli tiket.
“Kak Alin aku beli es-krim ya ama Fani di bawah, Kakak mau juga?” pinta Nadia, agar lebih akrab Nadia suka memanggil Adiknya Fani.
“Ya udah aku mau coklat langsung kesini!” perintah sang Kakak yang mengeluarkan uang lalu menyerahkannya kepada kedua Adik sepupunya.
Mereka menonton film sehabis itu sang Kakak sepupu mengajaknya makan burger. Nadia hanya memasang wajah senang, tapi hatinya masih terasa kesal karena belum juga bertemu dengannya.
...⌐╦╦═─⌐╦╦═─⌐╦╦═─⌐╦╦═─⌐╦╦═─...
Keesokan harinya saat Nadia pulang dari sekolah mengeluh sakit, tatkala setiap pulang sekolah dia selalu mengeluhkan hal yang sama kepada sang Ibu sambil memegang bagian bawah perutnya dan setiap pulang sekolah selalu naik ojek biasanya ia memilih berjalan kaki.
“Aduh Bu sakit!!” adu Nadia sudah seminggu lebih Nadia mengeluh kesakitan sambil memegang perut bagian bawahnya di bawah pusar.
“Berobat ke dokter, yuk.”
Sang Ibu karena tak tega sudah hampir tiga minggu Nadia mengeluh kesakitan sambil memegangi perut bagian bawah pusar.
"Gak ah Bu, paling cuman sakit lambung kaya biasa minum promag langsung sembuh," ujar Nadia.
Sang Ibu hanya menggelengkan kepala tanda tak tega melihat anak gadisnya seperti itu. Nadia pergi ke kamarnya yang terletak di lantai atas. Malam harinya Nadia memainkan game di handphone nya sambil merebahkan diri di atas kasurnya, tak lama ada seseorang yang menelponnya.
“Ya ampun Sarah, ngapain dia nelepon gua?” Nadia.
Sarah adalah anak teman mendiang Ayahnya Nadia, Ayah kedua gadis itu seorang anggota polisi. Mereka bertemu saat acara letingan di polres, keduanya di pertemukan waktu umur mereka kelas lima SD. Itulah awal dua gadis indigo di persatukan dalam jalinan kasih persahabatan.
“Hallo Sar, napa lu nelepon gua?” tanya Nadia.
"Emang lu sakit?” tanya Sarah.
“Oh, Ya udah. Woilah seolah lu peka dengan keadaan gua, iya emang gua lagi sakit biasalah paling lambung gua," Nadia sambil tersenyum bercanda.
“Ya udah nyokap gua manggil," kata Sarah menutup panggilan telephone.
“Ya udah, Bye.” Nadia mematikan sambungan telepon melalui via whatsaap.
“ARGH!! Anjay perut gua kaya di pelintir anjir.” Beruntung sang Ibu masuk kamar dan melihat Nadia mengeluh kesakitan pada akhirnya sang Ibu memaksa agar Nadia dibawa ke dokter.
Nadia akhirnya menuruti permintaan Ibunya untuk pergi ke rumah sakit, “ya udah aku ganti baju dulu.” Kata Nadia.
“Iya, Ibu juga ganti baju dulu.”
sang Ibu kemudian pergi berlalu dari kamar anaknya untuk turun ke bawah ke kamarnya agar berganti pakaian.
Sebelum ke rumah sakit menggunakan motor. Nadia memakai celana bahan warna hitam dan jacket baseball warna putih-merah, lalu menggunakan kerudung bergo atau langsung berwarna hitam.
Nadia bercermin untuk membetulkan kerudungnya sebelum turun ke bawah, gadis itu membulatkan matanya tatkala di pantulan cermin tepat di belakanganya terlihat seorang wanita berpakaian khas penari Jawa, wajahnya cantik, dengan kulit sawo matang, tak lama terdengar suara gamelan di mainkan dan wanita tersebut mulai menari.
Nadia langsung menoleh ke belakang dan tak mendapati siapapun, ia pun kembali menghadap ke cermin dan penari itu masih tetap di pantulan cermin sambil menggoyangkan tubuhnya seperti menari.
Ketiga kalinya Nadia menoleh ke belakang dan penari itu memang ada, wanita penari itu malah terbang sambil mendekat ke arahnya, Nadia mundur ke tembok perlahan keringat dingin mulai membasahi seluruh tubuhnya tatkala penari itu terbang ke arahnya dan wajahnya pun hanya berjarak satu centimeter.
“AAAA!!!” Nadia menjerit kuat ia berlari meringkuk ke tembok sambil menutup wajahnya dengan kedua tangan.
"Nadia kamu kenapa?!!” sang Ibu berlari ke kamar tatkala mendengar anaknya berteriak.
“Heh tenang ini Ibu.” Nadia membuka matanya dan melihat Ibunya, “gak Bu tadi ada kecoa...,” Ucap Nadia yang tak mau Ibunya semakin khawatir.
"Dasar lebay!!” cemooh sang Ibu.
“Ya udah ayo,” ucap sang Ibu.
Nadia mengangguk dan menuruti perintah sang Ibu.
Nadia dan Defani, di bonceng sang Ibu dengan menggunakan motor menuju rumah sakit Tugu medika. Ibunya langsung masuk ke ruangan ICCU karena fisik Nadia sangat kuat ia bisa berjalan membuat para dokter di ruangan itu kaget.
Ibunya menggunakan BPJS sebagai pembayaran, dan Nadia mendapatkan kamar biasa saat di rawat inap tangannya di infus, dan Bibi Nadia datang wanita itu adalah Kakaknya Ibu.
Karena Bibinya sedikit alay ia malah memotret Nadia dan mengirimnya ke Instagram seolah Nadia yang melihatnya menjadi muak. Dan memilih tidur saja, Ibunya menungguinya di rumah sakit dan untuk Defani di titipkan bersama Neneknya karena ia sekolah besoknya.
“Kamu ada aja, makannya kalo jajan hati-hati.” Sang Ibu.
“Bu, gimana dokternya apa besok ada?” tanya Nadia yang mulai sedikit bosan lantaran sang perawat melarangnya memakan makanan selain dari rumah sakit, ia amat merindukan makanan junkfood kesukaannya.
"Dua hari lagi ada operasi, mungkin hari ketiga baru bisa meriksa kamu.” Sang Ibu menaruh tas berisi pakaian milik Nadia di atas meja.
“Ya udah kamu tidur, Ibu mau solat isya dulu.” Nadia mengangguk paham ia merebahkan diri di atas brankar rumah sakit sedangkan tangan kanan di infus.
Nadia melihat langit-langit rumah sakit perlahan ia mulai mengantuk dan memejamkan matanya. Nadia terbangun saat dirinya berada di tengah hutan belantara melihat langit menjelang malam ia menoleh kesana-kemari, tetapi tak mendapatkan jawaban satu pun.
“OMG, gua dimana?” kata Nadia sambil menoleh kesana-kemari.
“TOLONG!!!” jerit Nadia meminta pertolongan kepada siapapun, tapi tak ada jawaban.
Gadis itu berjalan mencari orang lain untuk di minta pertolongan, mulutnya terus menjerit minta tolong lalu telinganya mendengar bunyi suara gamelan.
"Mungkin lagi ada kondangan, gua bisa minta tolong.” Nadia dengan perasaan riang gembira mengikuti asal suara itu.
Mata Nadia melihat kesana kemari dan di hadapannya terlihat sekumpulan orang dengan pakaian seragam aneh.
Tak lupa matanya sipit, kulitnya kuning langsat dan ada orang berwajah Jawa juga sedang melihat tarian jaipong, di salah satunya ada wanita berpakaian penari yang ia lihat barusan di pantulan cermin hanya saja baju penarinya berbeda dari yang ia lihat di pantulan cermin.
Nadia mendekat untuk bicara dengan penari jaipong itu, ada apa sebenarnya ini? sungguh Nadia membenci hal rahasia seperti ini.
"Mbak!!” panggil Nadia kepada si penari jaipong saat ingin di dekati ia malah melihat wanita tersebut di dekati oleh salah satu pria bermata sipit dan mengenakan seragam di penuhi lencana bajunya, mereka ke tempat sepi untuk berpacaran.
Nadia ingin mendekati keduanya, tetapi suara Ibunya dan perawat malah membangunkannya.
“Nadia!! Bangun, Nak!!” panggil sang Ibu.
Nadia melihat ke langit malam di tengah hutan sambil menengok membalikan tubuhnya.
“Ibu!!” ucap Nadia ketakutan mendengar suara Ibunya, dan tak lama saat menoleh ke belakang.
Seorang berjubah hitam yang menutupi wajahnya dengan tudung hitamnya sambil membawa keris di tangan kanan dan jam waktu seperti arloji kecil di tangan kirinya.
“Ayo ikut.” Seketika keris yang ada di tangannya menghilang sendiri seperti sulap, sedangkan di tangan kirinya masih memegang jam kecil tersebut.
Gadis itu ketakutan dan mulai berlari memasuki hutan belantara tanpa arah dan tujuan, di tambah suara sang Ibu juga perawat rumah sakit masih terdengar di sela ia berlari, dengan nafas yang terengah-engah ia berhenti sejenak sambil menengok ke belakang Nada bernafas lega saat orang berjubah hitam itu tak lagi mengejarnya.
“Huft untung tuh the black robe gak ngejar gua.” Nadia tersenyum lega untuk melanjutkan berlari lagi dan saat ingin menoleh ke depan dia mendapati the black robe terbang di hadapannya.
Si jubah hitam menarik tangannya dengan paksa. "Lepasin gua!! lepasin gua!! TOLONG!!” Nadia berontak saat tangannya di raih paksa oleh si jubah hitam sambil memegang Arloji kecil di tangannya seolah ia mengendalikan waktu.
Nadia merasa pusing dan mual seperti di putar-putar ia membuka matanya mendapati dirinya terbaring di brankar rumah sakit.
“Akhirnya kamu bangun juga, Nak.” Sang Ibu membantu Nadia terduduk.
“Ayo bangun infus kamu lepas darah kamu kemana-mana,” lanjut sang Ibu sambil membantu memapah putrinya.
Dua orang perawat membantu membersihkan darah Nadia yang membanjiri pakaian, sprei putih rumah sakit, serta semuanya.
Nadia wajah kelihatan pucat seperti kekurangan darah, tetapi ia masih memikirkan mimpinya siapa penari itu kenapa wajahnya sedikit mirip dengan mendiang sang Ayah.
Setelah semuanya rapih Nadia di gantikan pakaian lalu di baringkan kembali di atas brankar, salah seorang perawat yang membantu membersihkan darah yang berceceran datang dengan membawa peralatan.
"Nona Nadia Sabrina.” Perawat itu tersenyum melihat wajah Nadia yang pucat, dan bibir yang putih.
“Kok bisa selang infusnya lepas?” tanya perawat di sertai gurauan, Nadia tersenyum tipis untuk membalasnya.
“Gak tau tuh, saya juga bingung.” Ibunya mewakili Nada bicara. Jarum infus yang di tangan kanan Nadia di lepas dan di ganti Jarum yang baru di tangan kirinya.
Setelah selesai Ibunya mengucapkan terimakasih kepada perawat cantik itu, “kok bisa selang infus lepas___ada-ada aja kamu...” Ucap sang Ibu.
“Ya allah Nadia-Nadia,” lanjut sang Ibu.
“Gak tahu Bu...,” ujar Nadia saat sang Ibu memberinya minum agar bertenaga lagi.
Nadia memainkan handphonenya dan ia teringat akan mimpinya sebelum infus itu lepas, ia ingin mencari di google tentang sesuatu.
Nada pertama mencari tahu tentang foto seragam tentara cina tempo dulu ternyata tak sama, dan gak mungkin itu tentara Belanda pasalnya wajahnya bukan Eropa, tetapi Asia.
“Oh, ya coba Jepang!” cetus hati kecil Nadia.
Gadis itu mencari tahu lewat google dan hasilnya hampir membuat Nadia melompat karena kaget bukan main.
“OH MY GOD!!!” ucap Nadia ternyata tentara Jepang dan apa hubungannya dengan Ayahnya.
“Siapa ya penari Jawa itu? Apa hubungannya sama Ayah gua? kenapa ngerasa ada hubungan darah antara gua, penari Jawa, ama tuh si Jepang?” Ucap Nadia dalam hati yang mulai tak suka teka-teki bodoh ini seperti matematika pelajaran yang paling tak ia sukai.
Hari ke tiga Nadia memilih memainkan game di ponselnya karena hari ini Dokter Ridwan rullah akan memeriksanya dan saat Dokter Ridwan menghampirinya, Ibunya berdiri dari kursi di sampingnya dan Nadia memberikan ponselnya kepada Ibunya.
Nadia tak terlalu memperhatikan Dokternya jadi ia tak melihat Dokternya tampan atau tidak.
"Nona Nadia Sabrina, maaf boleh di angkat bajunya saya ingin memeriksa perutnya,” kata Dokter Ridwan. Ibunya Nadia yang melakukannya.
Sampai akhirnya Nadia mengeluh kesakitan saat perutnya di tekan sedikit oleh dokter itu di bagian bawah pusar sebelah kanan, “usus buntu ini Bu.” Sang dokter.
“Harus di operasi,” lanjut sang dokter.
“Jadi kapan Dok, bisa di operasi?” tanya sang Ibu.
“Mungkin nanti malam jam empat pagi, jadi mulai jam sebelas harus puasa ya.” Ucap dokter Ridwan setelahnya keluar kamar para pasien.
“Nadia-Nadia ada aja kamu,” Ujar Ibunya.
Nadia membaringkan diri sambil menatap langit-langit entah mengapa hatinya mulai jatuh cinta pada laki-laki berambut pirang yang ada di mimpinya waktu itu.
“Huft.” Nadia menghembuskan nafas dalam-dalam.
Malam harinya Nadia mengecheck ponselnya dan meminta sang Ibu memberikannya roti sobek rasa coklat ia makan dengan lahap entah karena kesal atau Lelah dengan semua ini ia makan sebelum jam sebelas malam.
Setelah makan roti jam sembilan malam ia merebahkan diri di brankar rumah sakit tidur sambil mendengarkan music lewat youtube. Nadia kembali membuka matanya saat baru lima menit memejamkan mata ia melihat sekeliling nampak hening.
“IBU!” panggil Nadia menoleh kesana-kemari tak ada siapapun termasuk di sampingnya yang juga tempat pasien di batasi dengan tirai.
Seolah hanya ada barang rumah sakit dan tidak ada manusia satu pun kecuali dirinya, sampai di hadapannya ada tirai pembatas jadi ia putuskan turun dari brankar rumah sakit untuk membuka tirai itu.
Tangannya gemetar saat membuka tirai pembatas berwarna biru di depannya.
“IBU!” panggil Nadia kepada Ibunya seperti melihat bayangan seseorang berdiri di hadapannya.
Saat tangannya membuka tirai pembatas ia melihat mendiang Ayahnya yang wajahnya pucat, matanya tanpa berkedip, dengan menggunakan seragam Polisi.
“A-yah. Ayah.” Nadia tersenyum lalu berlari untuk mendekap Ayahnya ke dalam pelukannya, ini pertama kali ia bermimpi sang Ayah.
Waktu Ayahnya meninggal dua tahun lalu. “Ayah aku capek, aku mau ikut ayah.” Nadia melepaskan pelukannya sambil menggenggam erat tangan Ayahnya yang dingin seperti sebongkah es.
“Belum saatnya kamu ikut saya," Ucap sang Ayah sambil membelai lembut kepala Nadia.
“Apa maksud Ayah?” tanya Nadia.
“Hidupmu, masa depanmu masih Panjang, dan masih banyak orang yang membutuhkanmu. Terutama anggota keluarga kita...,” kata sang Ayah bibirnya yang putih pucat tersenyum dan tangannya masih setia membelai kepala Nadia.
“Tapi aku capek yah, selalu di musuhin mulu ama temen sepergaulanku_hiks_hiks_aku pengen ikut Ayah_hiks_ada banyak_hiks_kesakitan_hiks_dan kesedihan disini_hiks.” Nadia dengan terisak-isak menangis.
“Anakku bukanlah seorang yang lemah jangan menangis, sekarang kamu sudah dewasa!” ucap sang Ayah yang datang ke mimpinya.
“Kamu punya indra keenam akan ada keluarga dan orang lain yang butuh bantuanmu, Ayah cuman pesan satu lindungi Ibu dan Adikmu, Defani.” Pesan Ayahnya yang masih membelai kepala Nadia.
“Hiks...hiks...Hiks.” Nadia kembali memeluk Ayahnya sambil memejamkan mata dan tak lama Ayahnya menghilang begitu saja di gantikan dengan keheningan.
“AYAH!!” panggil Nadia kepalanya menoleh kesana-kemari tak lama ia kembali terisak-isak karena tak mendapati sang Ayah.
“Nadia!!” Ibunya membangunkannya di jam empat pagi, “kamu kenapa? Hem." Sang Ibu heran melihat anak gadisnya seperti habis menangis, Nadia langsung memeluk sang Ibu dan menangis di hadapan dua orang perawat satu perempuan dan yang satu laki-laki yang membawa kursi roda.
“Udah ayo operasinya mau dimulai.” Nadia mengangguk patuh ia bangun dari brankar rumah sakit di bantu Ibunya untuk duduk di kursi roda dan memindahkan kantung infusnya di gantungan infus kursi roda, sepanjang perjalanan menuju ruang operasi Nadia di temani Ibu juga dua perawat tadi.
Matanya sambil melihat sekeliling nampak sepi tanpa adanya manusia, tetapi banyak para hantu dimana-mana.
Nadia diam tatkala seorang anak kecil menyapanya dalam wujud hantu, tetapi di abaikan oleh Nadia.
Sesampainya di dalam ruang operasi Nadia memakai baju pasien kemudian di suruh melepas celana dan hanya menyisakan celana dalam saja, untuk menunggu giliran di opersi gadis itu di suruh pindah dari kursi roda untuk membaringkan diri di brankar yang lain dan sudah di siapkan.
Waktunya di operasi ia memasuki ruang operasi dan melihat para tim medis sudah siap Nadia di suntikan sesuatu di infusnya perlahan rasa kantuk mulai menyerang dan saat itulah operasi di mulai.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!