Melodi gadis cantik dan ceria yang tak punya banyak teman, semenjak dia duduk di bangku kelas dua SMU, dan berpacaran dengan kakak kelasnya yang bernama Azta, kehidupan Melody atau orang orang terdekatnya biasa memanggil dia Ody hanya berputar di sekitar kehidupan Azta setiap harinya.
Hingga kuliah pun Melody memilih di universitas yang sama dengan Azta sang kekasih.
Setiap orang yang melihat mereka pasti bilang kalau mereka itu couple goal banget, pacaran semenjak SMU sampai kini hampir lulus kuliah seperti tak pernah ada masalah sedikitpun, selalu akur dan mesra kapan pun dan di mana pun, tak heran bila seolah tak pernah ada kesempatan orang ketiga masuk di antara mereka, secara mereka bersama hampir setiap saat.
Orang tua mereka pun sudah saling mengenal satu sama lain, mereka pun sudah merestui hubungan putra putri mereka, tak jarang mereka pergi ke luar kota berdua sekedar liburan atau jalan jalan dan orang tua mereka akan mengizinkan dengan begitu mudahnya karena sudah se percaya itu pada Melody dan Azta. Meski mereka berpacaran sudah lama mereka tak pernah melewati batas dalam hal berpacaran, mereka ingin menjaga nama baik keluarga mereka, dan mereka sepakat untuk tak melakukan sekss sebelum pernikahan.
Bulan depan Melody akan di wisuda, sementara Azta yang sudah duluan lulus setahun yang lalu, kini dia sudah bekerja meneruskan usaha furniture milik ayahnya, perusahaan yang lumayan besar dan cukup ternama di Bandung.
Mengingat hubungan mereka yang sudah berjalan kurang lebih enam tahun lamanya, orang tua mereka menyarankan untuk mereka menikah saja, toh, Azta pun sudah mapan dengan usahanya sekarang yang berkembang pesat, di tambah lagi Melody yang tinggal menunggu sebulan lagi wisuda, namun atas kesepakatan Melody dan Azta, mereka memutuskan untuk melaksanakan pertunangan dahulu.
Sebenarnya kalau untuk diri Azta pribadi dia sangat siap dan sangat ingin segera membina rumah tangga dengan wanita pujaan hatinya itu, apalagi usianya juga sudah cukup untuk memimpin sebuah keluarga, dan soal materi dia merasa yakin akan bisa memenuhi kebutuhan istrinya kelak.
Tapi bagai mana pun Azta tetap menghormati keputusan Melody yang ingin meminta waktu setahun saja untuk dia berkarir dahulu guna menerapkan ilmu yang di pelajarinya di universitas selama empat tahun dengan nilai akhir yang sangat memuaskan dan membanggakan bagi orangtuanya maupun Azta sang kekasih.
Memasak adalah hal yang sangat di cintainya selain Azta tentunya, makanya mata kuliah yang dia ambil pun jurusan tataboga, Melody mempunyai cita cita menjadi chef yang hebat dan membuka restoran miliknya sendiri.
Tapi tentu saja untuk mewujudkan mimpinya dia harus mencari pengalaman dulu dengan bekerja di rumah makan ternama atau hotel berbintang dulu, agar dia bisa bertemu chef chef senior dan hebat yang nantinya bisa menambah ilmu dalam hal dunia masak memasak, itu salah satu target yang ingin dan harus di capainya setelah lulus nanti.
Hari yang di tunggu tunggu pun tiba, setelah selesai acara wisud yang dilaksanakan dari pagi sampai siang hari yang melelahkan itu, Melody masih harus mempersiapkan diri lagi, karena malam ini akan di adakan acara pertunangan dirinya dengan Azta di salah satu Ballroom hotel mewah di Bandung.
"Waduh meuni geulis pisan (cantik sekali) mantu ibu.!" ucap Wina, ibunya Azta memeluk Melodi yang baru saja selesai di rias oleh mua ternama di Bandung, Melody memang terlihat sangat cantik malam itu dengan riasan tipis natural, dengan dres warna silver panjang dengan model bahu yang terbuka menambah kesan seksi tapi elegan, membuat siapa saja yang melihatnya akan berdecak kagum dengan aura kecantikannya yang malam itu sangat memancar.
"Ah, ibu bisa aja, ini mah MUA nya aja yang pinter dandanin Ody, kali," Ucap Melody malu malu.
Mereka berjalan menuju Ballroom hotel, tempat dimana akan di adakan upacara pertunangan secara resmi, bukan tanpa alasan acara pertunangan di adakan dengan mewah, ini karena Ayah Melody yang merupakan salah satu pejabat daerah di Bandung, dan Ayah Azta yang merupakan pengusaha ternama di kota yang sama, jadi pasti banyak keluarga, rekan kerja dan kolega bisnis yang harus mereka undang dari kalangan atas.
Acara pertunangan di gelar sangat meriah meski tak mengurangi rasa khidmat di dalamnya, acara berjalan lancar dengan di saksikan ratusan tamu undangan yang telah hadir di ruangan yang telah di dekor sedemikian rupa menjadi sangat indah dan berkesan romantis, hidangan makanan lezat dan mewah yang beraneka ragam, di tambah dengan pasangan kekasih yang kini telah resmi bertunangan itu terlihat sangat bahagia menyambut para tamu dengan senyuman yang selalu mengembang di bibir mereka.
Sungguh mereka bak pangeran dan puteri malam itu, cantik dan tampan, sangat serasi dan membuat iri siapa saja yang melihat kemesraan mereka.
"Dy, aku mau ke toilet dulu sebentar ya,!" Pamit Azta, Melody yang berada di sampingya hanya mengangguk tanda mengiyakan.
Sepeninggal Azta, Melody sibuk dengan beberapa tamu yang memberin ucapan selamat padanya malam itu.
Hampir satu jam Azta yang hanya pamit ke toilet belum juga kembali.
Melody mencoba mencari Azta di antara para tamu, tapi tak juga menemukan tunangannya itu. Akhirnya setelah putus asa mencari keberadaan Azta, Melody memutuskan untuk mengambil ponselnya di kamar hotel tempat dia tadi berhias diri, sepertinya dia harus menghubungi tunangannya itu, karena biasanya Azta tak pernah meninggalkan ponselnya kemanapun dia pergi.
Saat akan memasuki kamar hotel yang memang sengaja dia sewa untuk menyimpan baju baju dan keperluan dia di acara pertunangan itu, Melody menghentikan langkahnya di depan pintu kamar yang sedikit terbuka, ada suara wanita yang sedang menangis pilu, siapa gerangan dia, tangisannya sunguh menyayat hati siapapun yang mendengarnya, tapi beberapa kali menajamkan pandangannya, tetap saja Melody merasa tak kenal dengan sosok perempuan yang terlihat duduk sambil sesekali menyeka air mata yang mengalir di pipinya itu.
Sempat terbersit di pikirannya kalau dia sepertinya salah kamar, tapi ketika melirik lagi angka yang menempel di pintu itu, sepertinya itu benar benar kamar yang di sewanya dan di pakainya merias diri tadi.
"Apa yang harus aku lakukan sekarang ? Kenapa mencintaimu sesakit ini ?" Ucap wanita itu terbata bata di sela tangisannya.
"Jawab sayang ! Apa salah ku? Bukankah kita saling mencintai ?" Terlihat tangan wanita itu seperti sedang memukul seseorang di hadapannya, tapi siapa,?
Pintu kamar hanya terbuka sedikit jadi menghalangi sosok yang ada di depan wanita itu.
Ingin rasanya Melody mendorong pintu itu sedikit lagi saja agar bisa melihat siapa saja yang ada di sana, karena wanita yang sedang menangis itu tak dia kenal, mungkin sosok yang sedang bersama wanita itu melody kenal, Sayang,,? ya,, Melody tak salah dengar, wanita itu tadi memanggil orang yang ada di hadapannya itu dengan sebutan sayang, mungkin berarti itu seorang pria, pacarnya, suaminya, atau, mungkin juga selingkuhannya, banyak kemungkinan, yang jelas salah satu orang yang berada di sana harusnya orang yang dia kenal, karena dia bisa mendapatkan akses untuk masuk ke kamar yang keluarganya sewa.
Jiwa ke kepoan Melody semakin meronta ronta, dia sungguh penasaran dengan dua orang di dalam kamar itu.
" Sayang,,,, tolong mengerti aku, mengerti keadaan ini, bukannya dari awal kamu memang sudah tau dan memahami keadaannku? Aku mencintai mu, tentu saja, aku juga menyayangimu, itu jelas kamu tau, tapi ini semua keadaan yang tak bisa aku lawan." Ucap seorang laki laki di hadapan wanita itu yang kini terlihat memeluk wanita itu erat, dia sesekali menciumi pucuk kepala wanita itu mesra, bahkan suaranya seperti menahan kesedihan karena terdengar agak terbata bata.
Tapi tunggu.... Suara itu seperti tak asing di pendengaran Melody, seperti suara,,,
Tapi Melody mencoba menepis pikirannya sendiri, ah, mungkin dia salah dengar, pikir Melody.
Tapi saat Melody sedikit medorong pintu kamar itu untuk melihat siapa sebenarnya sosok yang terhalang pintu itu, tampaklah seorang laki laki tampan berbalut jas berwarna silver gagah, sedang mencium bibir wanita yang tadi dia lihat sedang menangis tersedu dari balik celah pintu itu, Begitu khusu mereka berciuman sampai mereka tak sadar sepasang mata yang berkaca kaca melihat dan memperhatikan mereka dengan perasaan yang teriris perih, hancur tak tersisa.
Ini sungguh benar benar kejutan tak terduga bagi Melody di hari bahagianya, Melody sungguh ingin menyangkal kenyataan yang ada di hadapannya itu, tapi apa iya matanya salah mengenali sosok laki laki yang selama hampir enam tahun bersamanya, sepertinya tak mungkin kalau matanya bisa salah mengenali Azta laki laki yang sungguh sangat dia cintai sepenuh hatinya.
*Selamat datang di cerita othor yang masih amatiran ini kakak kakak semuanya,,, semoga kakak kakak suka ceritanya, dan kalau suka jangan lupa di like ya kakak,,, salam kenal dari othor,
Semoga anda semua bahagia dan sukses selalu....*
Perih hati Melody saat harus menyaksikan kekasih yang beberapa jam yang lalu resmi menjadi tunangannya mencium mesra bibir wanita lain, bahkan mereka terlihat seperti pasangan kekasih yang sedang di mabuk asmara.
"Kak Azta," Panggil Melody lirih, dia seakan tak punya tenaga lagi bahkan untuk sekedar memanggil nama yang selama ini bertengger di hatinya.
"Ody...!" Azta melepaskan pagutannya, dia menoleh ke arah pintu, tempat dimana Melody sekarang berdiri mematung menyaksikan laki laki yang di cintainya memeluk dan mencium mesra wanita lain di hadapannya secara langsung.
Seorang wanita cantik yang selama enam tahun ini menemani Azta dalam suka dan duka, kini berdiri lemah dengan buliran bening yang tinggal satu kedipan mata saja siap meluncur di pipi mulusnya, wajah cantiknya berubah pucat dan berbaur kesedihan mendalam, dapat terlihat betapa dia sangat kesakitan dan begitu terluka saat ini.
"Kak Azta, kenapa?" Hanya kata itu yang bisa keluar dari bibir Melody yang bergetar menahan sakit, kecewa dan amarah yang bergejolak di batin nya.
Tanpa komando tetesan bening itu menganak sungai di pipinya, mereka sudah tak dapat bertahan lagi untuk tidak jatuh, Melody berurai air mata, padahal beberapa saat yang lalu senyuman bahagia menghiasi bibir merahnya, tubuh Melody terasa lemah tak bertulang, padahal beberapa saat yang lalu dia begitu ceria dengan energi yang seakan tak ada habisnya menyambut para tamu undangan di hari pertunangannya.
"Ody,,maaf.! " Dengan suara tercekat Azta seakan bingung, saat ini di hadapannya ada dua orang wanita yang menangis karena dirinya, sementara dirinya tak punya nyali untuk memilih di antara salah satunya.
Katakan saja dia egois, tapi memang ini kenyataannya. Walau dia tak mungkin memiliki keduanya, tapi dia juga tak mungkin memilih salah satunya saat ini, ini hal yang sungguh keadaan yang sangat sulit baginya.
"Kak, bahkan acara pertunangan kita belum selesai, tapi hubungan kita sudah harus selesai." Melody masuk ke kamar itu dan mendudukan dirinya di pinggiran kasur, badannya sungguh lemas, dia tak kuat lagi berdiri lebih lama.
"Ody,,, apa yang kamu ucapkan barusan? Hubungan kita tak akan pernah selesai, hubungan kita baru saja di mulai beberapa jam yang lalu, sebagai pasangan yang bertunangan." Azta mendekat ke arah Melody yang tengah mendudukan diri di tepi ranjang hotel.
"Pertunangan karena paksaan keadaan seperti yang Kakak bilang tadi pada wanita itu?" Melodi melirik ke arah wanita yang terlihat gelisah serba salah.
"Aku permisi, maaf sudah mengganggu acara kalian," Wanita itu hendak meninggalkan kamar, sepertinya dia mulai menyadari kalau kehadirannya sangat tidak di inginkan di sana.
"Tunggu ! kamu tak bisa pergi begitu saja setelah apa yang terjadi saat ini, aku butuh penjelasan dari kalian !" Melody menatap tajam Azta yang kini berdiri di hadapannya, tatapan yang tak pernah Azta dapat dari seorang Melody selama enam tahun berpacaran.
Ini pertama kali Melody memberinya tatapan seolah ingin membunuhnya, penuh kebencian, penuh amarah, dan tak ada sedikitpun cinta tertinggal di sana.
"Ody, sayang, sudahlah biarkan dia pergi, ini semua salah ku, jangan libatkan orang lain dalam hubungan kita," Azta benar benar kalut, saat ini dia sungguh merasa menjadi laki laki paling bajing_an di muka bumi ini, dia tak menyangka kalau kejadiannya akan seperti ini, dan sialnya ini terjadi di hari yang seharusnya menjadi hari bahagia bagi mereka berdua.
"Kamu yang melibatkan dan membawa dia dalam hubungan kita, kalau kamu bilang kamu salah, itu jelas, kamu sangat bersalah dalam hal ini! Tapi aku lebih salah lagi karena telah begitu bodoh memutuskan untuk bertunangan dengan kamu padahal kamu tak mencintai ku, semua kamu lakukan tak lebih hanya lah paksaan keadaan." Melody mulai terpancing emosi karena merasa Azta berusaha melindungi wanita itu dengan menyuruhnya pergi, seakan takut dirinya akan melakukan hal kasar pada wanita nya itu.
"Ody stop! Tidak ada paksaan, aku mencintai kamu, ini hanya salah paham." Azta semakin kebingungan merangkai kata, karena apapun yang keluar dari mulutnya pasti akan menyakiti salah satu wanita di hadapannya.
"Telinga ku masih berfungsi dengan baik, Kak. Aku bisa mendengar semua yang Kakak sampaikan pada wanita itu, tolong bersikaplah seperti laki laki sejati, jangan semakin menambah kekecewaan ku pada Kakak." Ucap Melody dengan kemarahan yang sudah memenuhi ubun ubun nya.
Tok,,,
Tok,,,
Tok,,,
"Ody, acara sudah hampir selesai, saatnya berfoto bersama !" Terdengar ketukan dan suara Anita, Mamanya Melody dari balik pintu.
"Ya Mah, Ody benerin riasan dulu, sebentar lagi Ody kesana !" Melody menghapus air mata yang masih saja menetes tanpa ampun di pipinya berderai tanpa bisa di cegahnya.
"Ayo kita selesaikan semuanya !" Melody menarik tangan Azta setelah sebelumnya dia mematut diri di cermin membenahi riasan wajah nya yang terlihat kacau.
"Ody, aku tidak ingin berpisah sama kamu, aku tak ingin ini di akhiri." Mohon Azta, seraya diam di tempat menahan dirinya yang di tarik Melody.
"Lalu, bagaimana dengan dia? " Melody menatap tajam ke arah wanita yang masih setia berdiri menyaksikan drama pertengkaran Melody dan Azta malam itu, yang bahkan namanya saja Melody tak tau siapa, wanita itu hanya tertunduk, entah malu, sakit hati atau apa yang dia rasakan sungguh Melody tak ingin peduli sedikitpun.
"Aku akan menyelesaikan masalah ku dengan Moza," Ucap Azta yang terdengar seperti membela wanitanya karena tak terima berulang kali Melody menyebutnya dengan sebutan sebagai 'wanita itu.' dengan pandangan penuh kebencian.
'Moza,, namanya Moza,, lalu apa pentingnya bagiku mengetahui namanya, pamer! ' Batin Melody mencibir.
"Sayang !" Wanita bernama Moza itu seakan tak terima saat Azka berkata akan segera menyelesaikan masalah dengan nya,
Apa kah itu berarti Azta akan menyelesaikan hubungan dengannya, begitu pikirnya, makanya dia langsung protes.
Tapi Azta mengangkat jari telunjuk kanannya lalu diletakan di bibirnya pertanda menyuruh supaya wanita bernama Moza itu untuk diam.
"Oke, lalu bagaimana dengan hati aku yang sekarang sudah hancur?" Tanya Melody yang seakan menohok hati Azta.
Sungguh dia tak bermaksud menyakiti hati wanita yang di cintainya itu, tapi kenyataan berkata lain, dia bukan hanya menyakiti saja, tapi lebih dari itu dia sudah menghancurkan semuanya.
"Sayang, tolong,, aku bisa jelaskan semuanya!" Azta hendak memeluk Melodi yang masih memegangi tangannya, tapi Melody malah menarik paksa tangan Azta agar segera mengikuti nya pergi ke Ballroom.
"Sudahlah, tak ada waktu untuk kamu menjelaskan, sekarang waktunya untuk kita mengakhiri semuanya, cih,,, sayang,,,sayang,,,! Kesana sayang, kesini sayang, banyak kali sayang mu! Kata kata sayang mu terlalu di obral murah !" Racau Melody yang mulai muak dengan pangilan sayang Azta yang ternyata tak hanya di tujukan padanya saja.
Melodi dan Azta pergi meninggalkan Moza sendirian dengan berjuta pertanyaan di benaknya, dengan menebak berjuta kemungkinan nasib yang akan terjadi padanya. Apakah dia akan di pertahankan oleh Azta atau bahkan di lepaskan begitu saja.
"Sayang, aku mohon, jangan sampai orang tua kita tau masalah ini, " Azta menghentikan langkahnya saat berada di ambang pintu utama Ballroom tepat acara berlangsung.
"Tolong jangan panggil aku dengan sebutan sayang, aku jijik! Tenang saja, aku juga tak ingin keluargaku menanggung malu mengadakan acara pertunangan putri satu satunya sekaligus acara pembatalan pertunangan dengan acara yang yang se mewah ini, aku masih menyayangi mereka, tak ingin mereka jantungan." Ketus Melodi, lalu bergegas masuk ke tempat acara dengan menebar senyum palsunya.
Entah lah apa yang akan terjadi selanjutnya pada hubungan mereka,tapi untuk melanjutkan hubungan dengan Azta yang sudah ternoda penghianatan, sepertinya Melody tak sanggup lagi, yang jelas Melody akan merahasiakan semua masalah yang terjadi padanya dari kedua orang tua nya, dia tak ingin membebani orang tuanya dengan masalah yang di hadapinya sekarang, biarlah mereka menganggap semuanya baik baik saja, nanti bila tiba saatnya dan ada waktu yang tepat, Melody akan menceritakan semuanya pada orang tuanya, lagi pula saat ini dia belum mengetahui cerita jelasnya seperti apa tentang Azta dan wanita bernama Moza itu.
Acara berakhir dengan sempurna, se sempurna Melody yang menutupi luka hatinya di hadapan semua orang, berpura pura bahagia, berpura pura tersenyum, berpura pura tak terjadi apa apa antara dirinnya dan Azta. Oh,, sungguh kepura puraan yang sempurna! Sampai tak ada satu orang pun yang curiga, tapi itu menurut pikiran dan perasaan Melodi dan Azta. Karena sesungguhnya ada seseorang yang tau tentang apa yang terjadi di antara Melody dan Azta, termasuk kejadian yang terjadi di kamar antara Melody, Azta dan wanita bernama Moza saat itu.
Seminggu sudah Melody dan Azta resmi bertunangan, selama seminggu pula Melody menghindari Azta, sebenarnya setiap hari Azta selalu berusaha datang ke rumah Melody, tapi sepertinya Melody belum mau bertemu tunangannya itu, Melody butuh waktu untuk mencerna apa yang sedang terjadi dan mempersiapkan diri untuk menerima jawaban dan kenyataan yang sebenarnya dari pertanyaan yang akan segera dia tanyakan pada Azta.
Sepertinya waktu seminggu sudah cukup bagi Melody untuk bertanya pada Azta apa yang sebenarnya terjadi pada hubungan mereka.
Kenapa harus ada wanita itu, wanita yang bernama Moza, atau siapapun itu namanya, Melody muak ! Bahkan untuk sekedar mengingat namanya, atau mungkin bahkan ada wanita wanita lain lagi yang Melody belum ketahui dari sosok Azta sang kekasih yang kini tak di inginkannya lagi itu.
Melody pikir, dia sangat mengenal Azta, namun sayang enam tahun kebersamaannya harus hancur dalam satu malam, bertepatan dengan hari pertunangannya pula, sungguh ironis, tiba tiba dalam sekejap mata saja Melody merasa Azta hanya sosok orang asing yang tak dia kenali, melihatnya mencium wanita lain, cukup membuat Azta berubah menjadi orang asing yang tak ingin di kenalnya lagi.
Melody memutuskan untuk menemui Azta di kantornya, dia sudah siap dengan segala kemungkinan dan keyataan yang mungkin saja akan lebih menyakitinya.
Tapi ini harus di selesaikan dengan segera, dia harus tahu kebenarannya, dia tak ingin di gantung oleh ketidak pastian akan hubungannya, bagai manapun dia harus segera menentukan sikap, atas apa yang terjadi pada Azta dan dirinya.
Benar saja, lagi lagi semesta belum puas menyiksa batinnya, saat membuka ruangan tempat tunangannya bekerja, terlihat jelas dengan mata kepalanya sendiri, Azta sedang menindih tubuh wanita itu, wanita bernama Moza itu! di sofa yang terletak di sudut ruangan sebelah meja kerja Azta.
Sungguh dia ingin mengutuk kedua orang tak tahu diri di depannya itu.
"Setidaknya, kunci pintu dahulu bila kalian akan berbuat mesum, untung aku yang datang, coba kalau orang lain. Hmm,,,atau,, jangan jangan orang lain sudah biasa melihat kalian beradegan seperti itu?" Melody tersenyum kecut dan dingin, sambil memandang mereka dengan tatapan jijik.
Sepertinya air mata pun sudah malas keluar dari pelupuk matanya, terlalu sakit apa yang yang di lakukan Azta padanya, sehingga menangis pun dia sudah tak sanggup lagi, seolah air mata pun tak sudi menangisi manusia biadab itu.
"Ody, sayang!" Azta terlihat gugup dan segera berdiri menyambut kedatangan orang yang seminggu ini paling cari dan di rindukannya, sementara wanita itu, terlihat membenarkan kemeja yang di pakainya, beberapa kancing depannya terlepas, entah permainan apa yang mereka mainkan tadi sebelum Melody datang, yang jelas pakaian mereka berdua terlihat sangat kacau, persis seperti suasana hati Melody saat ini.
"Bukankan sudah beberapa kali aku bilang, JANGAN PANGGIL AKU SAYANG! mual perut ku mendengarnya." Ketus Melody kesal.
Melody memperhatikan mereka yang sedang merapihkan diri masing masing dengan seksama, seakan tak ingin kehilangan moment sedetik pun.
"Ody, Maaf!" Lirih Azta yang merasa tak punya harapan lagi akan hubungannya dengan Melody setelah apa yang terjadi di malam saat mereka bertunangan, di tambah lagi kejadian barusan, sepertinya dia tak akan ter maafkan.
Tapi tak ada salahnya bila di coba, barangkali Melody berbaik hati dan memaafkannya, pikirnya.
"Apa Kakak tak punya kata kata lain selain kata MAAF?" tanya Melody datar, lalu dia duduk di kursi kerja nya Azta, dia enggan dan jijik jika harus duduk di sofa bekas Azta berbuat mesum.
"Apa yang harus aku lakukan agar kamu memaafkan aku?" Azta tertunduk lesu duduk di sofa bersebelahan dengan wanita benama Moza itu, dia duduk menempel dengan laki laki yang seminggu lalu bertunangan dengannya.
"Kakak ingin aku maafkan? gampang banget caranya, cukup dengan kita putus baik baik!" Sikap Melody benar benar santai saat itu, bahkan dia sempat mengeluarkan foto dirinya dari sebuah bingkai kecil yang tersimpan di meja kerja Azta, lalu memasukannya ke dalam tas yang ada di pangkuannya, seakan tak ingin ada jejak apapun tentang dirinya tertinggal disana.
"Selain itu, selain berpisah! Aku tak bisa kalau harus berpisah dari kamu!" Azta hanya memperhatikan gerak gerik Melody tanpa mengomentari dan membiarkan apapun yang di lakukan Melody.
"Kakak lucu, bukankah kakak sudah bahagia dengan wanita itu,? Kenaapa masih mau mempertahankan aku, sudah ada dia, buat apa aku?" Lagi lagi Melody tertawa miris.
"Moza, kamu pulang lah dulu," Titah Azta pada wanita itu.
"Tidak ada yang boleh pergi dari ruangan ini sebelum semuanya jelas !" Bentak Melody saat melihat wanita bernama Moza itu berdiri hendak meninggalkan ruangan.
"Katakan dan jelaskan pada ku yang sebenarnya terjadi, di hadapan wanita itu juga!" sambung Melody tegas, dengan sorot mata yang menakutkan.
"Tak ada yang bisa aku jelaskan pada mu !" Azta tetap bergeming.
"Maksudnya? Apa itu berarti Kakak ingin selamanya merahasiakannya pada ku, dan aku harus tetap menjadi tunangan Kakak setelah semua yang aku lihat antara Kakak dan wanita itu? dan Kakak tak berniat sedikitpun memberi penjelasan padaku ? Oh,,,Tuhan, lelaki mbajingan macam apa yang kau kirimkan padaku !" Ratap Melody.
Azta membisu, dia cukup terkejut, untuk pertama kalinya dia mendengar Melody mengumpatnya, mengatakan kalau dirinya lelaki mbajingan.
Tapi kenapa dirinya harus kaget, bukannya kenyataanya memang seperti itu, bahkan lebih parah dari hanya sekedar seorang lelaki mbajingan.
"Baik lah, apa yang ingin kamu tau dari seorang lelaki mbajingan ini," Pasrah Azta.
"Sejak kapan?" Melody menatap tajam Azta.
"Setahun yang lalu." Jawab Azta putus asa, dia cukup mengerti maksud pertanyaan Melody.
"Oke, setahun, dan anda cukup pintar menyembunyikan semuanya, berakting seolah olah hanya ada aku, Shiiittt,,,, betapa bodohnya aku,!" Umpatan demi umpatan meluncur dari bibir mungil yang biasanya bertutur kata lembut dan penuh cinta untuk Azta.
Tak terbayangnya olehnya selama setahun dirinya di bodohi atau mungkin selama setahun ini, wanita bernama Moza itu kenyang menertawakan kebodohannya karena selama itu Azta sukses menipunya, berselingkuh dengan wanita itu.
"Ody,,, tenang dulu. Itu tak seperti yang kamu pikirkan, aku punya alasan sendiri" Panik Azta saat baru pernah melihat kekasih pujaan hatinya se murka itu.
"CUKUP ! aku tau Kakak punya alasan untuk membodohi aku, dan aku tak akan menayakan atau pun ingin tahu apa alasannya, tapi yang pasti aku juga punya alasan kenapa aku sangat ingin berpisah dari Kakak. Dengan ataupun tanpa persetujuan dari Kakak." Melody melempar cincin pertunangannya ke sembarang arah, berharap cincin itu hilang dan tak di ketemukan lagi oleh Azta, seperti cintanya yang kini telah hilang dan berharap tak akan pernah lagi di pertemukan dengan Azta.
Azta hanya mampu terdiam dan memandang nanar punggung Melody yang semakin menjauh dari pandangannya.
Jujur, hatinya sangat ingin mengejar wanita pujaan hatinya itu, tapi mengingat seberapa parah luka yang yang sudah dia torehkan ke hati Melody, sepertinya dia tak tega untuk lebih menyakitinya lagi.
Terlebih, wanita bernama Moza itu memegangi erat lengannya, seakan tak rela bila dirinya harus mengejar Melody.
Bila dapat di gambarkan, hatinya remuk redam, perih sekali, membayangkan dirinya akan kehilangan Melody kekasih yang selama enam tahun menemaninya.
Tapi ini konsekuensi dari apa yang di namakan mendua, bermain api dan apapun itu namanya, itu buah yang harus dia terima, yang jelas dirinya salah, apapun alasannya, titik.!
sungguh tak ada kekurangan dari seorang Melody, cantik, pintar, rendah hati meski dirinya anak dari salah seorang pejabat tinggi dan hidup serba berkecukupan, menyayangi dan mencintai azta sepenuh hati, itu sudah pasti Azta akui, dan rasakan selama ini, Melody yang selalu memberinya semangat di saat saat tersulit dalam hidupnya, memberinya dukungan dalam menjalankan usaha, Melody yang pintar masak dan selalu memanjakan Azta dengan makanan makanan enak yang di masaknya sendiri.
Ini semua hanya keserakahan diri Azta saja, tak dapat menahan hawanafsu pada dirinya sehingga Melody memilih pergi dengan paksa dari sisinya.
Azta tak henti merutuki kebodohannya, keegoisannya, keserakahannya, sungguh dia masih mencintai dan menyayangi Melody dengan segenap hatinya.
"Sayang, sudah lah,,, relakan dia pergi." Ucap wanita bernama Moza itu sambil mengusap usap punggung Azta, seulas senyum tersirat di bibir wanita itu, entah senyuman apa.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!