NovelToon NovelToon

Kehidupan Aneh Yang Kujalani

Prolog

Suara sebuah benda menggelinding mulai terdengar pada dataran yang permukaannya dialiri cairan berwarna merah. Ditempat itu, seorang pria yang menggenggam sebuah pedang, baru saja selesai menebas monster terakhir yang dia lawan.

Benda yang sedang menggelinding tersebut merupakan kepala goblin yang sudah terlepas dari tubuhnya, dimana saat ini pria tersebut hanya menatap kejadian yang baru saja dia lakukan itu dengan tenang.

“Untung aku tepat waktu” gumam seorang pria yang membawa sebuah pedang, sambil menatap tubuh monster terakhir yang dibunuh olehnya mulai tergeletak di tanah tak bernyawa.

Pria itu berdiri dengan latar cuaca yang sangat cocok menggambarkan bencana yang terjadi ditempat ini tadi, seperti awan yang berwarna abu – abu menutupi seluruh bagian langit yang biru diatasnya dan dataran yang dipijaknya sangat basah.

Tetapi bukanlah hujan yang membasahi dataran ini, melainkan aliran darah dari beragam monster yang sudah tidak bernyawa mulai mengalir dan mewarnai dataran disekitar pria itu berpijak menjadi berwarna merah.

Pria yang memegang sebuah pedang itu, masih berdiri dengan tenang dengan tatapannya saat ini sedang menatap sebuah bangunan besar berbentuk tower yang menjulang keatas langit, dimana sepatutnya apa yang dia lihat saat ini seharusnya tidak berada di dunia ini.

“Mengapa ada Great Dugeon di dunia ini?” gumam pria tersebut, sambil menyimpan pedang yang dia gunakan untuk membantai para monster yang dia lawan sebelumnya, didalam ruang penyimpanan yang dimilikinya.

Masih dengan posisi yang sama, dia mulai merogoh saku celananya dan mengeluarkan benda pipih yang sangat akrab di dunia ini yaitu smartphone miliknya. Dengan menatap layar smartphonenya setelah dia mengetikan sesuatu, pria itu hanya menghela nafasnya saja setelah melihat informasi yang dia dapatkan.

“Jadi begitu ya..” gumam pria tampan tersebut dan mulai memasukan smartphonenya kembali kesaku celananya.

Dengan tatapan yang mulai menatap kembali sebuah tower besar yang menjulang didepannya, pria tersebut akhirnya mulai menatap beberapa mayat monster seperti Goblin, Wyver, Undead dan beberapa monster yang sudah dia kalahkan sebelumnya dengan tatapan kekhawatiran.

Bukan kali ini saja dia melihat monster dari dalam dungeon akan keluar dari tempat mereka, dan menginvasi dunia diluar tempat mereka tinggal. Masalahnya adalah, dia tahu bahwa serangan ini masihlah bisa ditangani dengan mudah. Namun jika ini terus berlanjut, maka dipastikan dunia ini akan tamat.

“Sejak kapan bangunan ini berada didunia ini?” tanya pria tersebut sambil membalikan tubuhnya kearah belakang dan menatap dua orang wanita yang berada tepat dibelakangnya saat ini, yang sedang menatap pria didepan mereka dengan tatapan yang terlihat jelas sangat merindukan sosok yang berada didepan mereka, walaupun masih terlihat jelas bahwa mereka masih terkejut melihat sosok pria yang saat ini mulai menatap mereka.

Bukan tanpa alasan mereka menatap pria didepan mereka dengan tatapan seperti itu. Karena kedatangan pria yang menyelamatkan mereka sebelumnya, seharusnya tidak berada didepan mereka dan menyelamatkan hidup mereka yang hampir saja dibunuh oleh para monster yang keluar dari dalam dungeon.

“Hah... Aku tahu kalian masih terkejut dengan keberadaanku oke. Tetapi bukannya kalian saat ini seharusnya memelukku atau melakukan sesuatu, daripada menatapku dengan tatapan aneh kalian itu?” kata pria tersebut yang melihat pertanyaannya tidak digubris oleh kedua wanita yang saat ini dia coba ajak berkomunikasi.

Memang pria tersebut sangat mengenal kedua wanita yang dia selamatkan tadi, karena masa lalu yang pernah dia jalani sebelumnya, dan membuat kedua wanita tersebut menatapnya dengan tatapan terkejut saat melihat dirinya muncul dihadapan mereka.

Mendengar perkataan pria didepan mereka, akhirnya mereka mulai sadar dengan apa yang mereka pikirkan sebelumnya, dan salah satu dari mereka akhirnya mulai mencoba berbicara kepada pria yang berada dihadapan mereka.

“M-Maafkan aku... t-tetapi apakah kamu memang benar adikku Z-Zen?” kata salah satu wanita yang berusia lebih tua dari wanita yang berada disebelahnya.

Perkataan yang dia ucapkan memang aneh bagi beberapa orang yang mendengarnya, tetapi bagi ketiga orang yang saat ini saling menatap itu, perkataan wanita tersebut tidaklah aneh karena mereka tahu maksud dari perkataannya tadi.

“Baiklah, aku akan menjelaskannya oke. Tetapi sebelum itu, bisakah Kakak menjawab pertanyaanku sebelumnya?” kata pria yang dipanggil Zen oleh wanita yang dipanggilnya Kakak tersebut.

Jawaban yang wanita itu terima membuat didirinya tidak kuasa menahan air mata yang sudah mulai jatuh dari kelopak matanya. Dengan butiran yang sudah mengalir dipipi mulusnya, dia akhirnya bisa mendengar kembali panggilan Kakak yang dilontarkan dari pria yang berada didepannya.

Dia yakin, pria yang saat ini menatapnya hangat tersebut, memang merupakan adiknya yang selama ini dia rindukan. Walaupun penampilannya sudah berubah sepenuhnya dari penampilan yang dia kenal, tetapi dia bisa memastikan bahwa pria didepannya merupakan adiknya.

Dengan senyum yang mulai muncul diwajahnya yang cantik, akhirnya wanita tersebut mulai menyeka air mata yang mengalir dipipinya, dan mulai menatap pria didepannya dengan tatapan yang hangat, lalu mulai menjawab pertanyaan yang sedari tadi dilontarkan kepadanya.

“Sejak dirimu meninggal dalam kecelakaan yang terjadi padamu dua tahun yang lalu.”

 ------------

Ketiga orang tadi akhirnya memutuskan untuk beranjak dari tempat mereka berada sebelumnya. Saat ini mereka bertiga sudah berada disebuah kedai minuman yang sudah mulai buka, walaupun wilayah ini baru saja mengalami bencana yang menimpa tempat ini sebelumnya.

“Jadi Paman dan bibi sudah meninggal ya...” kata pria bernama Zen yang saat ini baru saja mendengar kenyataan bahwa orang yang merawatnya sedari kecil, ternyata sudah meninggal.

“Ya.. setelah setahun kamu meninggal, Ayah terkena serangan jantung dan selang 3 bulan kemudian, Ibu menyusulnya akibat keadaan kesehatannya yang memburuk, karena tidak bisa menerima kehilangan dirimu dan Ayah” Kata wanita yang berada didepannya, dengan tatapan yang bisa terlihat jelas kesedihan pada raut wajahnya.

“Maafkan aku Kak Irene..” kata Zen dengan kesedihan jelas terlihat pada wajah tampannya, dan turut merasa bersalah mendengar keadaan kedua orang yang sudah dia anggap orang tuanya telah meninggal.

Suasana sedih tersebut, mulai memenuhi meja diamana tiga orang tadi sedang duduk saat ini. Namun anehnya, salah satu dari mereka belum mengeluarkan satu suara apapun, baik kepada wanita yang duduk disampingnya, maupun kepada pria yang berada didepannya.

Bukan tanpa alasan dia tidak mengucapkan satu katapun. Karena suasana kesedihan yang dia rasakan saat ini, tidak bisa merubah perasaan bersalah yang sudah dua tahun dia pendam dan dia tidak ungkapkan kepada siapapun.

Kepalanya sedari tadi terus menunduk menyembunyikan wajah cantiknya, seakan tidak sanggup untuk mengangkatnya, bahkan untuk sekedar melihat pria yang membuatnya berutang budi dan merasa bersalah atas kejadian yang sudah dua tahun terjadi.

“Sepertinya kamu masih menjauhiku Vero” kata pria yang bernama Zen didepannya dan langsung membuatnya terkejut dengan panggilan yang ditujukan kepadanya.

Tangannya yang saat ini memegang erat jubah tempurnya, tidak kuasa mulai gemetar karena perasaan bersalah yang menghantuinya sampai saat ini. Namun tiba – tiba saja, sesuatu langsung membuatnya terkejut karena sebuah tangan langsung menyentuh bahunya dan mencoba menenangkan dirinya.

“Bukankah kamu seharusnya menyapa orang yang sudah menyelamatkan nyawamu dua kali Vero?”

Masa Lalu

Veronica Angel, nama dari seorang gadis cantik yang saat ini masih berusaha untuk sekedar menghilangkan perasaan bersalahnya, atas perbuatannya kepada teman masa kecilnya Zen. Tetapi rasa bersalah yang terus menghantuinya itu seakan tidak pernah hilang dari dalam dirinya.

Namun saat ini sentuhan hangat dari seorang wanita yang terus mendukungnya, membuatnya mulai merasa tenang. Walaupun dia tahu bahwa wanita yang mencoba untuk menenangkannya, kehilangan seorang yang sangat berarti bagi wanita tersebut karena perbuatannya.

“A-aku m-minta maaf Z-Zen” begitulah suara kecil yang sulit didengar keluar dari mulutnya yang gemetar.

Bukan saja bibir manisnya yang gemetar, bahkan tangannya yang memegang baju petualang yang dia kenakan semakin gemetar hebat, karena penyakit mental yang dia alami setelah kejadian yang membuat dirinya merasa bersalah kepada pria yang berada didepannya saat itu.

Namun sepertinya perkataannya tidak mendapatkan respon apapun dari pria yang berada didepannya. Dalam benaknya dia berfikir, bahwa perkataannya yang terlontar darinya, sulit didengar oleh pria didepannya sehingga dia memberanikan dirinya untuk sekedar menatap wajah Zen dan mengucapkan permintaan maafnya sekali lagi.

Namun sebelum dia mengungkapkan seusatu, mulutnya langsung membeku setelah dirinya mencoba melirik Zen, teman masa kecilnya yang berada didepannya, karena dia melihat bahwa Zen saat ini sedang tersenyum hangat kepadanya.

“Kamu tidak mempunyai kesalahan apapun kepadaku Vero” kata Zen sambil menatap hangat wanita yang akhirnya sudah mulai memberanikan dirinya untuk menatapnya.

Senyuman Zen membuat Vero tak kuasa menahan air matanya, yang mulai mengalir dari matanya yang indah. Karena senyuman tersebut sama seperti senyuman yang ditunjukan kepadanya, sebelum Zen meninggal saat menyelamatkan dirinya dua tahun yang lalu.

“Cih... aku tahu wajahmu tidak seperti dulu Zen, tetapi aku tidak menyangka bahwa perubahanmu akan menjadi seperti ini. Bahkan aku yakin, beberapa wanita akan luluh saat dirimu menatap mereka seperti tatapan yang kamu berikan kepada Vero” kata Irene Kakak dari Zen.

Zen hanya tersenyum saja setelah mendengar perkataan Kakaknya yang sudah lama tidak dia temui, dan mulai membalasnya dengan beberapa candaan agar suasana yang mereka alami sebelumnya mulai mencair.

Disisi lain, Vero yang melihat keakraban kedua saudara yang tidak sedarah tersebut, akhirnya mulai memberanikan diri untuk menatap mereka berdua, walaupun perasaan bersalah atas kejadian beberapa tahun yang lalu masih membekas jelas diingatannya.

“Maafkan aku Zen” tiga kata itulah yang sebenarnya sangat ingin dia katakan kepada pria yang sudah berubah menjadi sangat tampan didepannya saat ini, tetapi mulutnya seakan kaku untuk mengucapkannya, karena dia mulai mengingat kejadian dua tahun yang lalu

------------

“Zen, kapan kamu akan kembali kesini?” tanya seorang gadis kecil, yang saat ini bisa terlihat salah satu gigi depannya tidak berada pada barisan gigi putih kecil pada mulutnya.

“Minggu depan aku akan kembali lagi Vero” kata anak kecil seumuran gadis kecil tersebut, yang saat ini sudah bersiap untuk meningalkan rumah dari sahabat ayahnya.

Rasa sedih mulai menghampiri Vero kecil, namun dia tidak bisa melakukan apapun untuk mencegah kepergian Zen. Namun seorang gadis berumur dua tahun lebih tua darinya mulai mendekatinya dan menenangkan dirinya.

“Dia akan kembali Vero, jadi jangan bersedih oke” kata seorang gadis yang baru saja mendekat kearah Vero kecil.

Irene Allen, merupakan tetangga dari Vero dimana Zen bersama kedua orangtuanya berkunjung pada kediaman keluarga mereka. Kedua orang tua Zen dan Irene bisa dikatakan sangat dekat, bahkan saking dekatnya mereka sudah seperti saudara.

Keluarga dari Zen dan Irene sudah sangat sering untuk mengunjungi satu sama lainnya, sehingga membuat hubungan mereka semakin dekat. Dan begitulah bagaimana Vero bisa berkenalan dengan Zen. Namun naas, kepulangan Zen pada hari itu dari kediaman Allen, keluarga dari Irene, merupakan awal dari kehidupan buruk yang akan dijalaninya dimasa depan.

Sebulan sudah berlalu dengan cepat, Irene yang saat ini berusia 7 tahun sedang berdiri menghadap dua buah makam didepannya, dimana kedua orang tuanya saat ini berdiri dikedua sisinya. Isakan mulai terdengar ditempat itu, hingga prosesi pemakaman yang mereka hadiri telah selesai.

“Mari kita kembali nak” kata Ayah dari Irene, dan menggenggam tangan mungil dari Irene yang berusia 7 tahun untuk meninggalkan pemakaman tersebut.

Keluarga Allen tidak langsung pulang, tetapi mereka langsung menuju kesebuah rumah sakit, dimana mereka saat ini sedang mengunjungi salah satu korban selamat dari kecelakaan yang menimpa keluarga sahabatnya sebulan yang lalu.

“Z-Zen~” begitulah satu kata yang mengandung kesedihan, dari seorang gadis kecil saat melihat Zen dengan keadaan yang sangat memprihatinkan, dari balik kaca transparan yang membatasi dirinya dengan ruangan dimana Zen berada.

Saat pulang dari kediamannya sebulan yang lalu, ternyata mobil yang ditumpangi oleh keluarga dari Zen mengalami kecelakaan maut, hingga mobil yang mereka kendarai hancur dan terbakar. Naasnya, dalam kecelakaan tersebut, Ayah dari Zen meninggal ditempat dan Ibunya akhirnya menyerah setelah sebulan berjuang menyembuhkan luka – luka yang dialaminya.

“Dia akan baik – baik saja Irene. Bagaimana jika kamu bersama Ibumu mencari makanan untuk dimakan oke? Bukankah kalian belum makan sedari pagi?” kata Ayah dari Irene.

Namun Irene menggelengkan kepalanya dan bersikeras untuk tinggal ditempat ini dan menemani Zen, yang saat ini seluruh tubuhnya dipenuhi dengan perban, termasuk hampir seluruh bagian kepalanya.

--------

Setahun sudah berlalu. Saat ini keluarga Allen memutuskan untuk mengadopsi Zen yang sudah beraktivitas seperti biasa. Walaupun sudah bisa beraktivitas seperti biasa, masih terlihat jelas bekas luka bakar pada sebagian wajah dari Zen setelah kecelakaan yang dialaminya.

“Apakah kamu sudah membujuknya sayang?” kata ibu dari Irene kepada suaminya.

“Dia tidak mau melakukannya sayang. Bahkan aku sudah membujuknya sedemikian rupa, tetapi dia menolak melakukannya” jawab ayah dari Irene.

“Tetapi jika dia seperti itu, aku tidak mau jika dia akan mendapatkan perlakuan yang semena – mena dari teman sebayanya” jawab Ibu dari Irene dengan menunjukan raut wajah sedihnya.

Mereka menerima Zen dikeluarga ini dengan sangat baik, bahkan mereka menganggapnya sebagai anak mereka sendiri. Dan sebagai orang tua yang sangat menyayangi anaknya, mereka ingin melakukan sesuatu untuk mengatasi bekas luka bakar pada wajah anak angkat mereka.

“Sudahlah sayang, yang terpenting kita ada disini jika dia membutuhkan kita” kata ayah dari Irene kepada istrinya yang masih terlihat sedih.

Sebenarnya, mereka sudah berniat melakukan pencangkokan kulit pada wajah dari Zen. Namun anehnya, seakan tubuh Zen tidak menerima pencangkokan kulit tersebut, bahkan saat menggunakan kulitnya sendiri untuk dicangkokan.

Sudah berbagai rumah sakit baik dalam maupun luar negeri mereka kunjungi. Namun tetap saja hasilnya sama saja dan membuat mereka sedikit kecewa. Namun mereka terus berusaha dan menemukan rumah sakit yang menurut mereka bisa melakukannya.

Tetapi sepertinya Zen sudah menyerah dan menerima keadaan dirinya seperti ini. Karena sebenarnya, Zen mengetahui mengapa dirinya tidak bisa melakukan pencangkokan kulit pada wajahnya yang rusak.

“Tidak kusangka, bahwa kehidupan keduaku akan menjadi seperti ini”

Kehidupan Kedua Yang Kujalani

Zen Adlar, begitulah nama dari kehidupan pertama yang dijalani oleh seorang pria, dengan berpenampilan wajah yang setengah rupanya terdapat luka bakar. Dia tidak tahu mengapa kehidupan keduanya menjadi seperti ini dan membuatnya cukup menderita untuk menjalani kehidupan keduanya.

Yang dia ingat, seorang yang mengirimkan dirinya kedunia ini berkata untuk menjalani kehidupan ini dengan baik, dan dirinya akan mendapatkan sebuah berkah yang baik kedepannya. Namun saat ini dia merasa seperti seorang yang sedang mengalami cobaan yang berat.

“Hahh.... bagaimana menjalani kehidupan yang baik, jika aku seperti ini?” kata Zen yang berumur 6 tahun sambil menatap pantulan rupanya pada sebuah genangan air disebuah lapangan.

Namun saat dia sedang asik menatap rupanya, sebuah bola langsung melesat kearahnya dan mengenai tepat pada wajahnya. Tentu saja hal itu membuat Zen langsung tersungkur karena kekuatan bola itu yang cukup kuat untuk membuatnya terbaring ditanah.

“Hahahaha...” Begitulah suara tawa dari beberapa kelompok anak seusia dirinya, yang sedang menyindirnya saat Zen sudah terlentang karena terjatuh.

Ya.. dan begitulah kehidupan yang dijalani oleh Zen, hingga saat ini dia sudah duduk dibangku sekolah menengah atas. Memang dunia ini dan dunia yang dia jalani dulu tidaklah berbeda, bahkan hampir bisa dibilang sama.

Dunia yang dia jalani dulu merupakan dunia yang bernama Bumi, sedangkan saat ini dia hidup didunia atau planet bernama Atrea. Sebenarnya Zen sudah mempunyai rencana untuk menjalani kehidupan keduanya, karena sebagaian besar hal yang berada dibumi tidak ada didunia ini.

Namun naas, dia tidak memiliki kemampuan seperti sistem atau sebagainya yang sering dia baca pada novel – novel dan komik, sehingga sangat sulit untuk mengembangkan kemampuannya. Dan juga kecelakaan yang dialaminya beberapa tahun lalu, memupuskan semua rencana yang dia miliki.

Bahkan entah mengapa, seakan ada sesuatu yang menghalangi dirinya untuk berkembang dan menjadi lebih baik. Seperti saat dia ingin menulis sebuah karya yang berada dibumi untuk dia publikasikan pada dunia ini, seakan pikirannya terhalang untuk melakukan hal tersebut dan membuatnya sangat frsutasi.

“Zen Aleric” Dan begitulah lamunannya terhenti, setelah namanya dikehidupan keduanya dipanggil oleh guru yang berdiri didepan kelas, saat mencoba untuk mengabsensi dirinya saat ini.

“Apakah kamu ikut dalam karya wisata kali ini Zen?” tanya guru tersebut kepadanya.

“Aku mengikutinya Pak..” jawab Zen sambil menganggukan kepalanya.

Guru yang mendengar jawaban Zen tidak melanjutkan percakapannya dengan Zen, tetapi langsung beralih dan menyebutkan nama orang selanjutnya pada absensi yang dimilikinya. Namun setelah guru itu berpaling dari Zen, beberapa murid mulai berbisik bisik mencemooh Zen saat itu juga.

Bukannya Zen tidak mendengarnya, tetapi begitulah kehidupan yang dia jalani hingga saat ini, dimana atas rupa yang dimilikinya itu, membuatnya menjadi sasaran pembullian dari beberapa orang yang menganggap diri mereka sangat sempurna.

“Hahh.. kehidupan berbeda tetapi perlakuan tetap sama” gumam Zen.

Memang keadaan Zen didunia ini, tidak berbeda dari kehidupan pertamanya. Karena dikehidupan pertamanya, dikarenakan dia miskin, Zen mendapatkan perlakuan yang buruk.

Tetapi walaupun dikehidupan ini bisa dibilang dia merupakan orang kaya berkat harta dari mendiang kedua orang tuanya. Hal tersebut tidak serta merta membuatnya terhindar dari bullian akibat rupanya yang cacat, termasuk keadaan fisiknya yang lemah. Hal ini juga membingungkan Zen, seakan tubuhnya juga menjadi sangat aneh.

Tubuhnya seakan lemah, Bahkan saat dia tidak sengaja terjatuh dan menyebabkan kakinya lecet, keesokan harinya dia langsung demam. Dan begitulah keadaannya dan membuatnya semakin frustasi dibuatnya.

---------

Bel sekolah yang ditunggu – tunggu akhirnya tiba, dengan langkah kaki mantabnya, Zen mulai keluar kelas dan berniat untuk langsung pulang kerumahnya. Namun saat dirinya sampai didekat gebang sekolahnya, seseorang dengan sengaja menabrakan tubuhnya yang besar kearah Zen.

“Ah... maafkan aku, aku tidak melihatmu disitu Zen” kata pria yang menabrak Zen dengan wajah mengejeknya saat melihat Zen tersungkur atas perbuatannya yang hina itu.

“Itu bukan sepenuhnya salahmu Frank. Langkahnya yang lambat membuat dirinya menghalangi perjalanan kita” kata salah satu teman satu kelompok bersama pria bernama Frank tersebut.

Bisa terdengar suara tawa kecil mengejek dari beberapa pria yang datang bersama Frank tadi. Namun Zen tidak menghiraukannya dan mulai berdiri dan membersihkan debu kotoran yang menempel pada pakaiannya.

“Ah... aku lupa, hari ini sepertinya aku harus pulang lebih cepat, karena pacarku Angel memintaku menemaninya pergi kesebuah toko buku” kata Frank sambil melirik Zen saat ini.

“Sepertinya hubunganmu dengan Angel semakin romantis Frank” kata salah satu temannya.

“Tentu saja... karena aku sangat mencintainya” jawab Frank sambil tersenyum bangga.

“Tetapi Frank, aku sangat penasaran. Apakah kamu sudah melakukannya?” kata seorang temannya menyauti kalimat dari Frank sebelumnya.

“Melakukan apa?” tanya Frank kembali.

“Tentu saja melakukan Sex” kata temannya dengan suara yang pelan, namun perkataannya masih bisa didengar oleh beberapa kawannya beserta Zen yang masih berada disana.

“T-Tentu saja aku sudah melakukannya, kamu tahu dia sangat liar saat berada diranjang dan aku sangat puas melakukannya bersamanya” jawab Frank pelan dan percaya diri.

Perkataan Frank tersebut membuat beberapa temannya menunjukan raut wajah dengan senyum mesum mereka, seakan mereka ingin mengetahui lebih detail tentang apa yang dikatakan Frank tersebut, namun Frank sepertinya berusaha menghindari percakapan itu lebih lanjut.

“A-Ah sepertinya Angel sudah menungguku, jadi aku harus pergi sekarang” kata Frank yang seakan terburu - buru, lalu beranjak dari tempat itu meninggalkan teman - temannya.

Dan begitulah segerombolan pria itu akhirnya membubarkan diri dan meninggalkan Zen sendirian disana, yang dimana Zen saat ini hanya menatap beberapa pria yang mengejeknya tadi sudah membubarkan diri.

“Cih... apa bagusnya memamerkan hal seperti itu” kata Zen dengan perasaan kesal.

Akhirnya Zen mulai melanjutkan langkahnya dan keluar dari area sekolah, dimana dirinya menuntut ilmu. Memang dia selalu pulang pergi jalan kaki dari sekolah menuju rumahnya, karena memang jarak rumahnya tidak terlalu jauh dari sekolahnya.

Namun saat diperjalanan, Zen tidak sengaja melewati sebuah kedai minuman dan melihat seorang wanita yang sedang bermesraan bersama seorang pria ditempat itu, yang membuat perasaan kesalnya semakin menjadi.

Ya, wanita itu merupakan Angel, atau Zen sering memanggilnya Vero. Vero sebenarnya melihat bahwa Zen sedang menatapnya dikejauhan, namun dia menghiruakan dirinya dan mulai bercengkrama sambil bercanda gurau bersama Frank kekasihnya saat ini.

“Mengapa kamu berubah Vero?” kata Zen dengan raut wajah sedih.

Memang Vero masihlah Vero sahabatnya yang setia bersamanya saat Zen mengalami kecelakaan sebelumnya. Tetapi saat memasuki sekolah menengah atas, tiba – tiba saja dirinya mulai menjauhi Zen, seakan dirinya malu jika berteman dengannya.

“Sudahlah, lebik baik aku pulang kerumah” kata Zen melanjutkan perjalanannya.

Perasaan kesal dan sedih mulai menghantui perasaan Zen, karena sebenarnya Zen mempunyai perasaan suka kepada teman masa kecilnya itu. Namun sayangnya, keadaan hubungan dirinya dan Vero telah berubah, bahkan sekarang Vero seakan jijik melihat keadaannya.

Langkah kakinya terus melangkah dan tidak menghiraukan perasaannya yang sedang tidak bersemangat, setelah melihat orang yang dicintainya tersenyum begitu bahagia bersama dengan seorang yang dibenci oleh Zen.

“Setidaknya dia bahagia dengan apa yang dia lakukan saat ini”

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!