Di tengah kesunyian malam, seorang gadis cantik bernama Rania Blanco tengah tertidur lelap di dalam sebuah kamar hotel presidential suite bersama seorang pria.
Rania tiba-tiba saja terjaga dari tidurnya saat tangan besar milik pria itu kembali menyentuh dua buah gundukan berharga miliknya.
"Mmh?" Rania membuka kedua matanya lalu menoleh menatap pria tampan yang sedang terlelap di sampingnya. Pria itulah yang sudah berhasil merenggut mahkotanya yang paling berharga beberapa jam yang lalu.
Pria itu adalah Kaaran Dirga, seorang CEO playboy yang menurut rumor, selalu mengganti partner ranjangnya setiap malam. Kabarnya juga, Kaaran tidak pernah menggauli wanita yang sama lebih dari satu kali, dikarenakan setelah melakukan 'itu' dengan seorang wanita, pria itu menjadi tidak berhasrat lagi pada wanita tersebut.
Sementara itu, gadis cantik yang beberapa saat lalu sudah menjadi pelampiasan hasratnya mulai menggeliatkan tubuh mungilnya dengan pelan.
Auwh ... badanku, seluruh badanku rasanya pegal sekali. Tulang-tulangku rasanya mau patah. Rania mengeluh dalam batinnya.
Sst ... auwh ... ituku, ituku rasanya sakit sekali. Sangat perih. Keluhnya lagi dalam hati, sambil memejamkan matanya kuat-kuat menahan rasa sakit dan perih pada area V-nya.
Jika saja bukan karena ingin membayar hutang mendiang ayahnya yang akan jatuh tempo 3 hari lagi, Rania tidak akan sudi disentuh oleh pria menyebalkan yang sangat dibencinya itu.
Selama beberapa minggu terakhir, Kaaran memang sudah mengincar Rania, tapi gadis itu selalu saja menolaknya mentah-mentah. Hal itu membuat Kaaran menjadi sangat marah dan semakin merasa tertantang untuk mendapatkan gadis itu.
Rania adalah gadis pertama dan satu-satunya yang berani menolak tawaran untuk tidur bersamanya. Biasanya, para wanita lah yang datang lalu mengantri menunggu giliran untuk ditiduri oleh pria tampan super tajir, pewaris tunggal Galaxy Group tersebut.
Setelah berkali-kali mendapatkan penolakan, diam-diam Kaaran menyuruh anak buahnya untuk mencari tahu tentang Rania beserta keluarganya. Begitu tahu bahwa keluarga Rania memiliki banyak hutang di bank, dengan liciknya dia memanfaatkan kekuasaannya untuk memaksa pihak bank agar segera menagih hutang kepada keluarga Rania.
Rencana licik Kaaran benar-benar berjalan dengan sangat mulus dan hasilnya sesuai dengan apa yang dia inginkan.
Untuk segera melunasi hutang-hutang keluarganya, Rania terpaksa datang menyerahkan diri dan menerima tawaran pria itu. Karena jika tidak, rumah yang menjadi satu-satunya harta yang tersisa dari kebangkrutan akan disita oleh pihak bank.
Rania tidak ingin hal itu sampai terjadi. Dia tidak akan mungkin tega membiarkan ibu dan adiknya terlunta-lunta di jalanan karena tidak punya tempat tinggal. Sementara dirinya masih bisa melakukan sesuatu demi mencegah hal memilukan itu terjadi. Sekali pun dia harus mengorbankan kesuciannya. Demi keluarga tercinta, dia rela melakukan apa pun. Asalkan orang-orang tersayang tidak menderita.
Tugasku sudah selesai, sebaiknya aku segera pergi dari tempat ini. Batin Rania, sambil berusaha menurunkan tangan Kaaran dari atas tubuhnya dengan sangat pelan dan hati-hati. Takut pria itu tiba-tiba terbangun.
Rania bernapas lega setelah berhasil bangkit tanpa mengganggu tidur pria itu. Saat ini Rania sedang duduk dipinggir tempat tidur sambil menggoyang-goyangkan sedikit badannya yang terasa sangat sakit dan pegal.
"Sst ...." Rania memejamkan mata sambil menggigit sudut bibirnya ketika kembali merasakan perih di area V-nya.
Setelah merasa badannya sedikit mendingan, dia pun mulai mencari sesuatu yang tadinya tidak sengaja dia jatuhkan saat Kaaran tiba-tiba saja menerkamnya, bagaikan binatang buas yang sudah berminggu-minggu tidak menemukan mangsa.
Tadi di mana ya aku menjatuhkan cek itu?
Mata Rania mencari-cari selembar kertas yang bernilai sejumlah uang tersebut. Dia juga penasaran, kira-kira berapa banyak bayaran yang diberikan oleh Kaaran untuknya. Tadi dia belum sempat memeriksanya karena tiba-tiba saja dirinya langsung diterkam begitu saja oleh pria itu.
Semoga saja bayarannya cukup untuk melunasi semua hutang-hutang peninggalan ayah. Batinnya, harap-harap cemas.
Tiba-tiba mata Rania tertuju pada kertas selebaran berukuran kecil, berbentuk persegi panjang yang tergeletak di lantai, tepat di dekat kakinya.
Nah, ini dia.
Rania segera memungut cek itu. Dia ingin segera memeriksa berapa jumlah nominal yang tertera diatas cek tersebut. Matanya membulat ketika melihat angka yang begitu besar menurutnya.
Hah? Aku tidak salah lihat, 'kan? Li-li-lima ratus juta? Batinnya, tidak percaya. Rania mengucek kedua matanya, lalu mencubit pahanya keras-keras, takut kalau semua itu hanyalah mimpi.
Auwh sakit. Tidak. Aku tidak sedang bermimpi. Tuan Kaaran memang memberiku uang sebanyak ini. Ini sudah lebih dari cukup untuk melunasi semua hutang-hutang ayah. Bahkan masih tersisa setengahnya. Batinnya, senang sekaligus lega. Akhirnya, dia punya uang juga untuk membayar hutang senilai seperempat miliar tersebut.
Rania berbalik menatap Kaaran. Meski pun pria itu sangat menyebalkan dan sangat dia benci, tapi Rania sangat berterima kasih padanya.
Rania tersenyum tipis, lalu mendekatkan wajahnya pada wajah Kaaran.
Cup. Mumpung Kaaran sedang terlelap, Rania pun memberanikan diri untuk menciumnya. Itu sebagai tanda terima kasihnya kepada pria itu.
"Terima kasih," bisiknya.
Usai berterima kasih, Rania pun menyimpan cek bayarannya itu ke dalam tasnya kemudian ingin segera memungut pakaiannya yang berserakan di lantai lalu memakainya kembali. Setelah itu, dia ingin segera meninggalkan hotel itu.
Namun, baru saja beberapa senti pantatnya terangkat dari atas kasur, tiba-tiba badannya tertarik ke belakang.
Bruk.
"Aah!" Rania terjatuh dan menimpa dada bidang Kaaran.
"Mau kemana, Sayang? Hem." Ternyata Kaaran yang menarik Rania. Pria itu ternyata cuma pura-pura tertidur sejak Rania mulai terjaga dari tidurnya karena tangannya yang mulai nakal kembali.
"Tu-Tuan, tugas saya ... su-sudah selesai, 'kan? Jadi ... saya ingin ... segera pulang ke rumah," jawab Rania gugup.
Rania berusaha melepaskan tangan Kaaran yang melingkar di atas perut langsingnya, namun sepertinya hal itu sangat sulit karena Kaaran memeluknya dengan sangat erat.
"Tot-tolong lepaskan saya, Tuan. Saya ... saya ingin pulang." Rania memohon agar Kaaran segera membebaskannya.
Bukannya melepaskan Rania, Kaaran malah dengan cepat sudah berada di atas tubuh mungil gadis itu.
"Tu-Tuan, ap-apa yang Anda lakukan?" tanya Rania, gugup. "Bub-bukannya tadi sudah?"
"Ini salahmu. Kamu sendiri yang sudah membangunkannya. Jadi, kamu harus bertanggung jawab." Dengan cepat dan penuh *****, Kaaran kembali menyerang Rania.
Rania sangat terkejut. Apa yang tuan Kaaran lakukan? Bukankah, dia tidak pernah melakukannya lebih dari satu kali dengan orang yang sama? Lalu apa ini?
Setelah berciuman selama beberapa menit, Rania pun mendorong wajah Kaaran menggunakan kedua tangannya. Dia benar-benar sudah kehabisan napas.
Hosh, hosh. Dengan napas yang masih terengah-engah, Rania tiba-tiba saja melontarkan dua buah kata yang dia sendiri tidak percaya bisa mengucapkan kalimat itu.
"Tuan, bayarannya?"
Mendengar ucapan Rania, Kaaran tersenyum miring, lalu segera bangkit dari atas tubuh gadis itu.
Gila. Kenapa aku bisa berkata seperti itu? Aku benar-benar sudah seperti wanita ******. Rania ... kamu benar-benar sudah gila karena uang. Sangat memalukan. Hiks.
Rania merutuki dirinya. Rasanya dia ingin me**mas-rem** bibirnya sendiri. Bisa-bisanya berkata seperti itu, benar-benar tidak tahu malu.
"Berapa banyak bayaran yang kamu inginkan, hm?" tanya Kaaran, sambil mengeluarkan selembar cek beserta pulpen dari dalam laci meja nakas.
Rania menggeleng. Dia tidak tahu harus meminta berapa banyak uang lagi pada pria itu. Yang tadi saja dua kali lipat dari jumlah uang yang dia butuhkan.
Melihat Rania menggeleng, Kaaran pun langsung mengisinya sendiri. "Apa ini cukup?" Kaaran memberikan cek kedua itu pada Rania.
Mata Rania membulat sempurna. Dia benar-benar tidak percaya Kaaran akan memberikan uang dua kali lipat dari bayaran yang pertama.
Tanpa menunggu aba-aba, Kaaran kembali menerkam gadis itu. Rania hanya bisa pasrah dan menerima semua perlakuan Kaaran.
Ronde kedua ini, Rania lebih menikmati semua permainan pria itu. Mungkin karena sekarang tubuhnya sudah jauh lebih rileks dari sebelumnya. Dia bahkan mengakui kalau Kaaran itu pemain yang sangat handal, berkali-kali dirinya dibuat melayang dan merem melek hingga permainan babak kedua mereka benar-benar usai.
Kaaran benar-benar sangat ahli dalam bidang yang satu itu, sehingga mungkin akan membuat Rania sulit untuk melupakan malam indah yang pernah mereka lalui bersama.
...----------------...
Tidak terasa hari sudah menjelang siang. Kaaran baru terjaga dari tidurnya. Ini pertama kalinya dia bermain dua ronde dalam satu malam, sehingga membuatnya kelelahan lalu akhirnya bangun kesiangan.
Sebelum membuka mata, dia meraba-raba kasur yang ada di sampingnya, mencari keberadaan Rania.
Hm, kosong? Apa dia sudah pergi? Batinnya, seraya membuka mata dan mengangkat sedikit kepalanya melihat bantal yang tadinya dipakai oleh Rania.
Pria itu segera bangkit dari pembaringannya. Dia tersenyum saat melihat bercak darah yang mengotori seprei putih yang membalut kasur tempat tidurnya.
"Aneh. Baru kali ini ada gadis yang mampu membuatku ingin melakukan itu dengannya lebih dari satu kali. Kenapa dia bisa begitu menggoda?" gumamnya, lalu beranjak turun dari tempat tidur kemudian berjalan menuju kamar mandi.
...----------------...
Setelah melunasi semua hutang-hutang keluarganya serta meninggalkan sejumlah uang untuk biaya kebutuhan hidup ibu dan adiknya untuk beberapa tahun ke depan, Rania pun memutuskan untuk secepatnya meninggalkan kota kelahirannya, yaitu kota Merkurius.
Dengan berbekalkan uang 500 juta yang dia simpan di dalam buku tabungannya, Rania ingin mencoba membuka lembaran baru di tempat lain. Bukan di Jepang seperti yang dia katakan pada ibunya saat pamit, namun di sebuah kota kecil dan terpencil yang sangat jauh dari kota tempat dia lahir dan dibesarkan.
Rania meninggalkan kota kelahirannya karena dia tidak ingin lagi bertemu dengan Kaaran, pria menyebalkan yang sudah menukar kesuciannya dengan sejumlah uang.
Beberapa hari kemudian.
Seorang pria mengenakan setelan jas hitam, lengkap dengan kacamata hitam baru saja keluar dari kediaman keluarga Blanco. Pria itu berjalan memasuki mobil hitam mewah mengkilat yang terparkir tepat di depan pintu gerbang rumah besar itu.
"Maaf, Tuan. Menurut penjelasan nyonya Dian, saat ini nona Rania sedang berada di Jepang, Tuan," jelas William, asisten pribadi Kaaran.
"Apa?!" Suara keterkejutan Kaaran memenuhi seisi mobil. Berpuasa selama tiga hari sudah berhasil membuat kepalanya atas dan bawah nyut-nyutan. Semua itu gara-gara Rania, setelah menghabiskan malam waktu itu bersamanya, Kaaran menjadi tidak berhasrat lagi pada wanita lain. Secantik, sese*si, dan semontok apa pun wanita yang dibawah ke hadapannya, tidak ada satu pun yang mampu membuat adik kecilnya berdiri tegak, tetap saja loyo.
Tapi, jika dia mengingat malam indah yang pernah dia lalui bersama Rania, Kaaran menjadi semakin ingin melakukannya lagi dengan gadis itu.
"Will, apa kamu yakin, mereka tidak membohongi kita?" tanya Kaaran, ingin memastikan. Dia tidak mau percaya begitu saja kalau Rania sudah pergi meninggalkan kota itu dan terbang ke negeri Sakura.
"Tidak, Tuan. Mereka tidak berbohong, saya sudah masuk dan memeriksanya sendiri. Di dalam kamar nona Rania, isi lemarinya sudah hampir kosong," jelas William.
"Sial! Kurang ajar!" Kaaran terlihat sangat geram dan semakin frustasi. Dia menonjok-nonjok jok mobil yang ada di hadapannya. "Aku tidak menyangka, setelah memberikannya begitu banyak uang, dia malah pergi ke tempat yang jauh."
Sial. Benar-benar sial. Mau sampai kapan lagi perempuan itu membuatku berpuasa? Batin Kaaran.
Ini saja sudah membuat kepalanya pusing dan stress, bagaimana nanti, kalau harus menahan hasratnya lebih lama lagi.
Melihat tingkah aneh tuannya, William hanya bisa terdiam dan tidak bisa berbuat apa-apa. Ini pertama kalinya dia melihat tuannya itu terlihat sangat frustasi gara-gara seorang wanita.
"Will, cepat utus beberapa orang untuk menyusul Rania ke Jepang. Aku tidak mau tahu, pokoknya kalian harus segera menemukan Rania dan membawa dia secepatnya ke hadapanku, bagaimana pun caranya," titah Kaaran.
"Baik, Tuan."
...----------------...
Beberapa minggu kemudian, seorang pria terlihat sedang mengobrak-abrik meja kerjanya. Pria itu terlihat sangat murka karena orang-orang suruhannya tidak kunjung menemukan gadis yang dia cari selama beberapa minggu ini.
"Kenapa kerja kalian tidak becus! Mencari seorang gadis saja kalian tidak bisa! Percuma aku menggaji kalian mahal-mahal! Lebih baik kalian semua aku pecat!" teriaknya pada beberapa orang pria yang berbaris rapi tidak jauh dari depan mejanya kerja nya.
Para pria itu tidak bisa berkata apa-apa untuk membela diri, mereka semua hanya bisa menunduk dan merasa bersalah karena gagal menjalankan tugas.
Akhir-akhir ini sikap tuan mereka memang banyak berubah, bahkan bisa dibilang berubah 180 derajat. Sekarang, tuannya itu lebih mudah marah, cepat tersinggung, bahkan terkesan sangat kejam. Padahal sebelumnya tidak begitu.
Kaaran dulunya adalah panutan bagi para karyawan-karyawannya. Tampan, cerdas, baik hati, ramah, dermawan, dan berdedikasi tinggi. Tidak heran jika dia bisa meneruskan bisnis orang tuanya hingga bisa berkembang semakin pesat dan sesukses sekarang ini.
Hanya saja, ada satu sifat buruknya yang tidak patut dijadikan sebagai contoh, yaitu sifat playboy-nya yang suka bergonta-ganti pasangan. Jika dia sudah menunjuk seorang wanita untuk melayaninya, maka wanita itu harus patuh pada perintahnya dan tidak boleh menolak. Karena jika sampai ditolak, dia akan menampakkan sifat liciknya yang menghalalkan segala cara untuk membuat gadis yang diinginkannya itu tidur dengannya, seperti halnya Rania.
Orang-orang suruhannya sudah mencari Rania di Negeri Sakura, tapi gadis itu tidak ada disana. Mereka bahkan sudah mencarinya sampai di sudut-sudut Jepang, tapi Rania memang benar tidak ada disana. Beberapa orang suruhannya juga sudah mencari di beberapa titik kota di dalam negeri, tapi gadis itu tidak ada di mana pun. Entah kemana perginya, belum ada yang bisa menemukannya. Bahkan orang terdekatnya pun tidak ada yang tahu di mana dia berada saat ini, karena setelah kepergiannya, nomornya tidak bisa lagi dihubungi.
"William! Pasang foto Rania di berbagai media online mau pun media offline! Katakan, siapa pun yang bisa menemukannya dan membawanya ke hadapanku dalam keadaan baik-baik saja dan tidak lecet sedikit pun, aku akan memberikannya satu saham di perusahaanku! Mengerti?!" tegas Kaaran.
Kaaran merupakan pengusaha terkaya pewaris tunggal Galaxy Group, perusahaan terbesar dengan cabang terbanyak di seluruh pelosok negeri ini. Kantor cabang perusahannya ada di mana-mana, hampir ada di seluruh titik kota. Memberikan satu saham pada orang yang menemukan Rania tidak akan membuatnya bangkrut, apalagi jatuh miskin.
"Baik, Tuan," jawab William.
Tuan Kaaran benar-benar tidak main-main lagi. Sejauh ini aku sudah bisa mengambil kesimpulan, bahwa nona Rania memiliki tempat yang spesial di hati tuan Kaaran. Batin William.
...----------------...
Sudah lebih dari setengah tahun orang-orang suruhan Kaaran mencari Rania, tapi belum ada yang mampu menemukan keberadaan gadis itu. Gadis itu benar-benar menghilang tanpa jejak. Bahkan foto yang dipasang di berbagai media dengan hadiah yang fantastis itu pun tidak membuahkan hasil sama sekali.
Sebenarnya kamu ada dimana Rania? Lama-lama aku bisa gila kalau begini. Batinnya.
Pagi itu Kaaran sedang duduk di atas kursi kebesarannya. Dia mengusap wajahnya dengan kasar karena hingga detik ini tidak ada yang mampu menemukan keberadaan gadis pujaan hatinya.
Berpuasa selama berbulan-bulan membuat emosi Kaaran menjadi semakin labil. Sedikit-sedikit marah-marah, sangat mudah sekali tersinggung, hingga semakin hari dia semakin kejam dan dingin pada karyawan-karyawanya, apalagi pada mereka yang sudah membuat kesalahan, pasti langsung dipecat. Begitu pun dengan saingan bisnis yang sudah berani membuatnya tersinggung sedikit saja, pasti langsung dibuat bangkrut dalam sekejap tanpa mengenal kata ampun.
Tok tok tok. Seseorang tiba-tiba saja mengetuk pintu ruangannya, sehingga membuat Kaaran tersadar dari lamunannya.
"Masuk!" teriak Kaaran, sambil memperbaiki posisi duduknya.
Tidak lama kemudian, seorang pria paruh baya perut buncit berkepala botak mengkilat berjalan memasuki ruangan Kaaran. Pria tua itu adalah kakak tiri dari ibu kandung Kaaran.
"Cih, aku tidak menyangka, ternyata Paman masih berani muncul dan menampakkan batang hidung lagi di hadapanku," ucap Kaaran, dengan nada sinis disertai tatapan dingin.
Ini pertama kalinya kakak tiri ibunya itu datang menemuinya setelah beberapa tahun lalu menghilang setelah membawa kabur salah satu aset perusahaan cabang Galaxy Group.
"Tenang, Kaaran. Tenang. Paman datang kemari karena membawa kabar gembira untukmu." Pria paruh baya bernama Boron itu berjalan mendekat ke arah Kaaran, tanpa terlihat adanya rasa bersalah dan penyesalan sedikit pun di wajahnya setelah menipu keponakannya sendiri. Justru malah sebaliknya, dia terlihat sangat sumringah.
"Kabar gembira apa?! Cepat katakan!" Kaaran menatap tajam ke arah rubah tua jantan tersebut.
Tidak gentar sedikit pun dengan bentakan Kaaran, Boron malah duduk manis di atas sofa, sambil tersenyum lebar ke arah pemilik ruangan tersebut.
"Paman datang kemari karena membawa berita tentang gadis yang kamu cari-cari selama ini, Kaaran. Gadis itu bernama Rania, bukan?" jawabnya dengan santai, sambil menyilangkan kedua kakinya.
Mendengar nama Rania disebut, Kaaran langsung berdiri dari duduknya. Dia segera berjalan menghampiri pamannya itu.
Darimana paman Boron tahu kalau gadis yang aku cari selama ini bernama Rania? Aku 'kan tidak pernah membocorkan identitas Rania dimana pun, hanya fotonya saja. Batinnya, heran.
"Katakan, Paman. Apa Paman tahu dimana Rania berada?" tanya Kaaran, begitu berantusias.
Boron tersenyum. "Tentu saja. Paman juga sudah sering bertemu dengan gadis itu."
"Benarkah, Paman?" Kaaran semakin mendekati Boron, lalu mengguncang tubuh pria paruh baya itu. "Katakan, Paman! Katakan! Dimana Rania sekarang?!"
"Tenang, Kaaran. Tenang. Duduklah dulu." Kaaran menurut apa kata Boron. Dia lalu duduk di seberang meja pamannya itu.
"Sekarang cepat katakan, Paman." Kaaran menjadi semakin tidak sabar. Setelah menemukan titik terang tentang keberadaan Rania, dia merasa rindunya malah semakin membuncah.
"Baiklah, baiklah. Paman akan mengatakannya. Tapi terlebih dahulu, kamu harus mengingat apa yang sudah kamu janjikan sebelumnya."
"Masalah itu, Paman tenang saja. Jika Paman benar-benar bisa membawa Rania ke hadapanku, aku akan memberikan salah satu saham mana pun yang Paman inginkan. Bahkan saham nomor 2 terbesar pun, aku rela memberikannya pada Paman."
"Tidak , Kaaran. Paman tidak butuh sahammu. Paman hanya butuh uang 20 miliar."
Kaaran menatap Boron dengan tatapan heran. Saham terkecilnya saja memiliki aset berlipat-lipat ganda dari itu, apalagi yang lebih besar. Kenapa pamannya itu malah menolak sahamnya lalu hanya meminta uang senilai 20 miliar saja.
"Apa Paman yakin tidak mau saham dan malah lebih memilih uang 20 miliar saja?" tanya Kaaran, ingin memastikan.
"Iya, Paman yakin. Di usia Paman yang sudah bau tanah seperti ini, Paman tidak ingin menjadi pengusaha lagi. Paman hanya ingin hidup tenang dan menikmati hidup," jelas Boron. Kaaran hanya bisa mengangguk-ngangguk kepala menanggapinya.
"Jika Paman membawa Rania ke hadapanmu sekarang juga, apa kamu akan memberikan Paman uang 20 miliarnya itu sekarang juga?" tanya Boron, ingin memastikan.
"Tentu saja, Paman. Tentu saja." Kaaran terlihat sangat bersemangat sekali ingin menyakinkan Boron. Semakin cepat dia bertemu dengan Rania maka semakin bagus.
"Baiklah." Boron tersenyum puas mendengar jawaban Kaaran. Pria tua itu lalu menjentikkan jarinya memberikan kode kepada seseorang agar segera memasuki ruangan tersebut.
Ceklek. Seorang wanita cantik berambut panjang, mengenakan mini dress berwarna putih berjalan memasuki ruangan, lalu menghentikan langkah dan berdiri tidak jauh dari pintu.
"Rania," gumam Kaaran dengan mata berbinar. Dia segera bangkit dari duduknya ingin segera membawa Rania ke dalam pelukannya. Namun tiba-tiba saja Boron menahannya.
"Tunggu dulu. Sebelum kalian berdua saling melepas rindu, berikan dulu uangnya pada Paman."
Dengan cepat Kaaran mengeluarkan selembar cek lalu ingin mengisi cek tersebut dengan angka sesuai dengan nominal uang yang diminta oleh Boron. Namun tiba-tiba saja pamannya itu kembali mencegahnya.
"Tunggu dulu Kaaran, Paman tidak mau cek, Paman mau uang tunai."
Kaaran mendengus kasar. Pria tua ini benar-benar sangat merepotkan. Rania sudah di depan mata, tapi belum boleh di sentuh. Selalu saja dihalangi olehnya.
"Halo, Will. Bawa uang tunai sebesar 20 miliar ke ruanganku. Aku beri kamu waktu 15 menit saja untuk mengantarkannya, tidak boleh lewat sedetik pun," titah Kaaran melaui telepon.
"Bab-baik, Tuan," jawab William.
Di tempat lain, William mengelus dada mendengar ucapan bos gilanya itu. Bagaimana mungkin uang 20 miliar bisa dicairkan dalam waktu 15 menit saja? Tapi bukan William namanya kalau tidak bisa menyelesaikan misi yang diberikan oleh Kaaran tepat waktu.
Berselang 15 menit kemudian, William bersama beberapa orang pengawal datang membawa dua buah koper yang sudah diisi dengan uang tunai sebanyak yang Kaaran minta.
Setelah mengambil uangnya, Boron terburu-buru meninggalkan ruangan Kaaran.
"Selamat bersenang-senang!" teriak Boron saat berada di ambang pintu seraya menarik dua buah koper berisi uang tadi.
Kini tinggal Kaaran dan Rania yang berada di dalam ruangan itu. Perlahan tapi pasti, Kaaran mulai berjalan menghampiri Rania. Rindunya pada sang pujaan hati tidak bisa terbendung lagi. Kaaran menarik tangan Rania untuk duduk di sofa, lalu dia mendudukkan gadis itu di atas pangkuannya.
Perlahan-lahan Kaaran mulai melepaskan kerinduannya yang sudah lama terpendam. Namun saat keduanya tengah bercumbu mesra, tiba-tiba Kaaran mendorong wanita itu hingga terjatuh ke lantai.
"Siapa kamu?!!!" teriak Kaaran, sambil menunjuk gadis itu dengan penuh amarah. "Kamu bukan Rania! Katakan! Siapa kamu sebenarnya?!"
Gadis itu gemetar ketakutan. Dia lalu bersimpuh di dekat kaki Kaaran memohon pengampunan. "Maaf, Tuan. Saya hanya menjalankan tugas dari tuan Boron. Mohon ampuni saya, Tuan. Saya hanya disuruh."
"Jelaskan, kenapa wajah kamu bisa sama persis dengan wajah Rania?!"
Gadis itu pun kemudian menjelaskan jika beberapa bulan lalu Boron membawanya ke luar negeri untuk melakukan operasi plastik.
"Boron Sialan!!! Bedebah! Berani-beraninya dia menipuku lagi. Awas kamu tua bangka! Aku tidak akan membiarkan kamu lolos lain kali," geram Kaaran.
...----------------...
Sementara itu, di waktu yang sama, Rania asli sedang dilarikan ke rumah sakit oleh seorang pria muda dalam keadaan perut yang sudah sangat membesar. Dia terlihat sangat gelisah dan sesekali meringis kesakitan.
"Tenang, Rara, tenang. Tarik napas ... keluarkan. Tarik napas lagi ... keluarkan lagi." Rania yang kini sudah berganti nama menjadi Rara segera mengikuti instruksi dari pria tersebut. "Sebentar lagi kita akan segera sampai di rumah sakit, kamu tahan, ya?"
Beberapa jam kemudian.
"Selamat ya, Rara. Bayimu sangat sehat, mereka juga terlihat sangat tampan dan sangat cantik sepertimu. Kamu ingin memberi mereka nama siapa?" tanya Aditya, laki-laki yang membantu membawa Rania ke rumah sakit saat ingin melahirkan.
Aditya adalah atasan Rania. Pemuda itu adalah pemilik toko tekstil tempat Rania bekerja di kota Pluto.
"Terima kasih, Kak Adit." Rania tersenyum. "Saya sudah menyiapkan nama untuk mereka berdua sejak 2 bulan yang lalu. Begitu saya tahu kalau bayi saya sepasang bayi kembar, saya segera mencarikan nama yang bagus untuk mereka berdua."
"Oh, ya? Aku jadi penasaran, kamu menamai mereka berdua dengan sebutan apa?" tanya Aditya, benar-benar penasaran.
"Saya menamai Zoeanna Blanco untuk yang perempuan dan Zacky Blanco untuk yang laki-laki. Kita semua nanti bisa memanggil mereka dengan panggilan Zoe dan Zack," jelas Rania, lalu mencium bayi kembarnya secara bergantian.
5 Tahun Kemudian.
"Papa! Papa! Berhenti, Papa!" teriak seorang anak laki-laki berumur 5 tahun. Dia adalah Zack, putra bungsu Rania.
Tak, tuk, tak! Klontang! Suara berisik itu berasal dari tangga, lalu yang terakhir yang paling berisik suaranya berasal dari lantai bawah.
Zack mengangakan mulut bersamaan dengan membulatnya matanya lebar-lebar. "PAPA!!!" pekiknya, lalu menangis sejadi-jadinya.
Mendengar suara teriakan Zack, Rania segera berlari keluar dari kamar. Dengan panik dia berlari menghampiri putranya. "Zack ...! Zack! Ada apa, Sayang?!"
"Huhuhu! Papa jatuh dari tangga, Ma," jawab Zack, sambil menangis dan menunjuk robot buatannya yang jatuh ke lantai bawah.
Zacky Blanco atau Zack, meski pun dia baru berumur 5 tahun, tapi bocah kecil itu sangat genius. Dia sangat ahli dalam membuat robot, menciptakan berbagai macam sistem, dan merakit berbagai macam alat dan mesin elektronik.
Sudah banyak robot, sistem, dan mesin yang dia ciptakan untuk memudahkan pekerjaan rumah tangga Rania. Mulai dari robot penghisap debu, robot pencuci piring, robot pengepel, robot pengingat, mesin pencuci pakaian, mesin pemanggang roti, perebus telur, pembuat kue, dan masih banyak yang lainnya.
Bahkan sebelum memasuki rumah mereka, orang-orang yang datang akan disambut oleh sistem pemindai identitas. Sistem yang fungsinya untuk melaporkan kepada si pemilik rumah identitas tamu mereka sebelum mereka membukakan pintu kepada tamu tersebut.
Rania juga heran, kenapa putranya itu bisa sangat cerdas sekali. Jangankan anak-anak seusia Zack, bahkan kecerdasan orang dewasa kebanyakan pun jauh dibawah kecerdasan otak bocah itu.
Bukan hanya genius, Zack juga terlihat sangat imut dan menggemaskan. Wajahnya yang sangat tampan, sama persis dengan wajah ayah kandungnya. Zack merupakan Kaaran versi junior. Tidak bisa dipungkiri, wajah anak itu benar-benar copy-an dari wajah seorang Kaaran Dirga. Hal itu lah yang membuat Rania tidak bisa melupakan Kaaran. Dia merasa seperti melihat Kaaran setiap hari.
"Sudah, Sayang, jangan menangis. Kamu 'kan masih bisa memperbaikinya nanti," bujuk Rania, lalu memeluk Zack untuk menenangkannya.
"Ada apa sih, Ma? Kenapa Adik menangis?" tanya Zoe. Gadis kecil yang sangat cantik, imut dan lucu, versi Rania junior. Dia tiba-tiba saja keluar dari studio musiknya ketika mendengar adik kembarnya berteriak dan menangis.
Zoeanna Blanco atau biasa dipanggil Zoe, adalah seorang youtuber cilik yang memiliki jutaan subscriber. Suara indahnya berhasil menaklukkan hati setiap orang yang pernah mendengarkan suara nyanyiannya. Dia bahkan dijuluki 'Suara Malaikat Dari Surga' oleh para penggemarnya.
Bermodalkan suara emas dan kelihaiannya dalam memainkan alat musik versi mini, gadis kecil itu mampu meraup pundi-pundi rupiah sebanyak puluhan hingga ratusan juta rupiah per bulannya lewat konten-konten musiknya di youtube.
Hal itu membuat perekonomian Rania berangsur-angsur membaik sejak 2 tahun silam. Bahkan sekarang mereka tidak perlu lagi tinggal di dalam unit apartemen tipe studio yang sempit karena mereka sudah mampu membeli rumah yang jauh lebih besar dan luas serta bertingkat.
Sekitar hampir 6 tahun yang lalu, saat Rania pertama kali menginjakkan kakinya di kota Pluto, yang pertama kali dia cari adalah tempat tinggal. Berbekalkan uang yang dia bawa saat itu, dia membeli sebuah unit apartemen tipe studio dengan harga 300 jutaan. Meskipun apartemennya lumayan sempit, tapi tidak apa-apa, yang penting saat itu dia sudah punya tempat tinggal tetap dan tidak perlu lagi pusing memikirkan biaya sewa setiap bulannya.
Kembali ke Zoe, cita-cita gadis kecil itu adalah, dia ingin menjadi musisi hebat sekaligus komposer ternama dunia di masa yang akan datang. Di usianya yang masih sangat dini, gadis kecil itu sudah mampu menguasai banyak sekali alat musik. Bahkan dia sudah menciptakan beberapa buah lagu lengkap dengan instrumen musiknya sendiri, yang kemudian dia buat menjadi beberapa buah album. Gadis kecil itu kelewat cerdas untuk anak seusianya. Jangankan untuk anak seusianya, musisi-musisi senior pun dibuat minder oleh gadis kecil itu.
"Robot Papa, Zack jatuh, Sayang," jawab Rania, lalu beralih pada putranya yang masih menangis. "Zack sayang, ayo kita turun dan perbaiki."
Rania menggandeng tangan Zack yang masih menangis berjalan menuruni anak tangga. Sebelum mereka sampai di lantai bawah, seorang laki-laki berperawakan tinggi tegak berbadan atletis tiba-tiba muncul di lantai bawah.
"Apa yang terjadi, Rara? Kenapa Zack menangis? Dan, suara berisik apa tadi itu?" tanya Aditya. Pria itu memberondongi Rania dengan berbagai macam pertanyaan.
Tiba-tiba pandangan Aditya tertuju pada Robot Papa yang tergeletak di lantai. "Astaga! Apa yang terjadi? Kenapa Robot Papa seperti ini?"
Aditya segera berlari menghampirinya lalu mengangkat robot yang berukuran tinggi satu setengah meter tersebut. Untung saja robotnya tidak hancur. Hanya saja, mungkin ada yang rusak karena robot itu terlihat error dengan kepala yang terus berputar dan suara yang terputus-putus tidak jelas.
"Robot Papa jatuh dari lantai atas, tidak tahu kenapa bisa terjadi? Padahal biasanya juga dia naik turun tangga bersama Zack," jelas Rania.
"Bagaimana ini? Bukankah Robot Papa akan mengikuti lomba 3 hari lagi? Kamu harus segera memperbaikinya sekarang juga, Zack," ucap Aditya. "Sudah, jangan menangis lagi, ayo kita perbaiki Robot Papa bersama-sama."
...----------------...
3 Hari kemudian.
Keadaan Robot Papa akhirnya sudah membaik dan normal seperti biasanya. Hari ini robot pintar dan canggih tersebut sudah sangat siap untuk dibawa mengikuti ajang kontes robot yang diselenggarakan di pusat kota Pluto.
Kontes robot tersebut diselenggarakan khusus untuk generasi muda berbakat yang ahli dalam bidang robotic, makanya, Zack juga bisa ikut serta dalam lomba meski pun dia baru berusia 5 tahun.
"Apa kalian sudah siap?" tanya Aditya, sambil berjalan menghampiri Rania dan anak kembar geniusnya di meja makan.
"Kak Adit, sarapan dulu," ajak Rania, seraya mengambilkan piring kosong lalu mengisinya dengan 2 buah sosis bakar beserta 1 butir telur rebus yang dia ambil dari mesinnya masing-masing.
Di pagi hari, pekerjaan Rania sangat diringankan oleh mesin-mesin dan robot canggih buatan putranya.
Usai sarapan bersama, Aditya pun mengantar
mereka bertiga ke BCG Convention Center dimana kontes robot itu diselenggarakan.
...----------------...
1 Jam kemudian.
"Zoe, Zack, Om Adit pulang dulu ya." Aditya berpamitan pada kedua anak genius itu.
"Iya, Om. Hati-hati!" jawab keduanya bersamaan seperti paduan suara.
Aditya mengangguk sambil tersenyum. "Rara, hubungi aku setengah jam sebelum kalian pulang. Aku akan segera datang menjemput kalian."
"Baik, Kak Adit," jawab Rania. "Hati-hati di jalan!"
"Oke." Aditya melajukan mobilnya kembali menuju toko tekstil miliknya.
...----------------...
Singkat cerita, Zack berhasil menjuarai kontes robot tersebut dan merupakan suatu kebanggaan besar karena bocah itu merupakan peserta termuda. Robot Papa ciptaannya berhasil merebut perhatian juri dan penonton. Semua yang menyaksikannya begitu takjub melihat robot ciptaan Zack yang sangat pintar dan bisa berkomunikasi layaknya seorang manusia pada umumnya.
Sama seperti namanya, Zack memang sengaja mendesain program robotnya tersebut agar bisa menyerupai seorang papa sungguhan.
Awalnya, Zack terinspirasi membuat robot tersebut karena dia iri melihat anak-anak seusianya yang memiliki orang tua lengkap, sedangkan dirinya hanya memiliki seorang mama, dan tidak ada papa. Dia pun kemudian memperhatikan dan mengamati, seperti apa sosok papa tersebut, seperti apa perannya, dan bagaimana caranya memperlakukan anak-anaknya. Setelah merasa cukup mengamati, bocah genius itu pun segera mendesain program untuk robot terbarunya.
"Yah, hadirin sekalian! Kita sudah mengetahui, siapa juara pemenangnya dalam kontes ini! Sekarang, mari kita saksikan penyerahan penghargaan dan hadiah yang diberikan langsung oleh bapak kepala sponsor kita!" ucap pembawa acara yang sedang berdiri di atas panggung. "Tapi terlebih dahulu, kami persilakan untuk para juara untuk naik ke atas panggung bersama orang tua atau walinya masing-masing!"
"Zoe sayang, kamu duduk disini dulu ya, Mama mau menemani adik kamu untuk naik ke atas panggung untuk menerima hadiah dan penghargaan," kata Rania.
"Iya, Ma," jawab Zoe.
Setelah semua juara berbaris rapi di atas panggung bersama para orang tuanya masing-masing, pembawa acara pun segera menyambut tamu kehormatan untuk memasuki ruang acara.
"Hadirin sekalian! Kita sambut, sponsorship kita! Inilah dia, Tuan Kaaran Dirga ...!"
Mata Rania membulat sempurna mendengar nama pria dari masa lalunya disebut.
Apa aku tidak salah dengar? Bagaimana mungkin dia bisa ada disini? Ah, tidak, tidak. Tidak mungkin. Mungkin nama mereka hanya mirip. Batin Rania, berusaha untuk tidak panik meski pun jantungnya sudah berdetak tidak karuan.
Pintu ruangan terbuka, seorang pria tampan dengan tampilan elegan berwibawa berjalan memasuki ruangan. Beberapa orang pengawal juga berdiri dan berbaris rapi membentuk formasi untuk membuka jalan dan menghalangi wartawan yang terlalu mendekat untuk mengambil gambar tuan mereka.
Dag dig dug. Jantung Rania semakin berdetak tidak karuan ketika melihat pria itu kembali setelah sekian tahun lamanya mereka tidak pernah bertemu.
Sejenak Rania terpana. Ketampanan pria itu benar-benar tidak termakan usia. Sedikit pun tidak terlihat lebih tua sama sekali, masih saja sama seperti saat pertemuan terakhir mereka. Dia bahkan terlihat semakin tampan dan berwibawa.
Tidak, tidak. Aku tidak boleh seperti ini. Aku harus segera membawa Zack pergi dari tempat ini secepatnya. Orang itu tidak boleh melihat Zack. Wajah mereka berdua sangat mirip, dia pasti akan langsung tahu kalau Zack adalah putranya begitu melihatnya.
"Zack, ayo kita pergi dari sini, Nak." Rania langsung menarik tangan Zack. Zack yang selalu setia menggandeng tangan Robot Papa miliknya langsung terjatuh bersama robot tersebut, hingga mengakibatkan suara kegaduhan di atas panggung.
Bam! Klontang!
Sontak saja semua mata langsung tertuju ke arah mereka bertiga, tidak terkecuali Kaaran. Mata Kaaran langsung berbinar begitu melihat gadis pujaan hati yang selama ini dia cari dan sudah sangat dia rindukan ternyata sudah ada di depan matanya.
"Rania," gumam karan. "Rania!" Kaaran berteriak sambil terus melangkah cepat menuju ke arah panggung.
Mendengar teriakan Kaaran, Rania makin panik. "Ayo cepat berdiri, Sayang. Ayo Zack, kita harus segera pergi dari sini." Rania membantu Zack untuk berdiri, sekaligus memerintahkan Robot Papa untuk ikut berlari bersama mereka. "Papa, ikut lari bersama kami," titah Rania.
"Baik, ayo lari bersama," jawab Robot Papa dengan suara khas robotnya yang menyerupai suara manusia.
Setelah Zack berdiri, Rania langsung menarik tangan putranya untuk segera turun dari panggung, disusul oleh Robot Papa yang bisa menyesuaikan kecepatan larinya sesuai kecepatan lari Rania dan Zack.
"Rania! Jangan kabur!" teriak Kaaran, sambil terus berlari mengejar Rania, Zack, beserta Robot Papa.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!