NovelToon NovelToon

Twins Genius: Two CEO

Twins 1 - Aphrodite Guinandra

"Huft~" Aphrodite Guinandra menghela napas panjang. Kepalanya mendongak menatap bangunan restoran yang ada dihadapannya.

Aku harus mengatakannya hari ini juga! Aphrodite mengepalkan tangannya, meyakinkan diri.

Sejurus kemudian ia melangkah masuk ke dalam sana. Tiba di dalam, ia segera mencari keberadaan kekasihnya, Xavier yang sejak tadi menunggunya.

"Dia tidak ada di manapun, apakah dia belum sampai?" gumamnya pelan. Ia menunduk menatap ponsel dalam genggamannya, mengecek pesan terakhir dari pria yang menjadi kekasihnya itu.

Pesan terakhir yang ia terima adalah ketika mereka janjian untuk bertemu di restoran tempatnya berada sekarang.

Aphrodite mengetik sebuah pesan di atas keyboard ponselnya.

Aphrodite:

Sayang, aku sudah sampai. Kau dimana?

Setelah menekan tombol kirim, Aphrodite lantas dihampiri salah seorang pelayan yang ada di sana.

Pelayan itu menyapa Aphrodite dan menanyakan padanya apakah dia sudah menemukan tempat duduk atau belum. Begitu Aphrodite mengatakan sudah memesan meja atas nama Xavier, si pelayan segera mengantarkannya menuju meja yang di maksud.

Meja itu terletak di dekat jendela, di sudut lain ruangan yang cukup jauh dari keramaian.

Aphrodite memang suka duduk di tempat yang lebih tenang dan tidak terlalu mencolok. Ia bisa dengan nyaman menunggu kedatangan Xavier yang belum tiba.

...*...

Xavier Nagendra, melangkah keluar dari gedung N Corp tempatnya bekerja. Raut wajah kesal terpampang jelas menghiasi wajah tampannya.

"Mereka benar-benar menyebalkan, memangnya yang memiliki kehidupan hanya dia? Aku juga memiliki kehidupanku sendiri. Lagipula dia yang memiliki masalah, kenapa harus aku yang terseret-seret?!" gerutunya kesal.

Tiba di luar gedung N Corp, ia segera mencari taksi kosong guna mengantarkannya menuju tempat yang ditujunya.

"Tuan Vier!" Seorang lelaki berlari menghampirinya dengan tergopoh-gopoh. Napasnya terengah-engah saat ia berhasil tiba di depan Vier yang kini menatapnya bingung.

"Ada apa lagi?" Ketusnya, mendelik pada lelaki dihadapannya.

"Nyonya akan marah besar kalau beliau tahu anda pergi begitu saja. Anda harus kembali."

"Aku tidak mau! Lagipula memangnya hanya dia yang memiliki kehidupan? Aku juga memiliki kehidupanku sendiri yang harus aku urus!"

"Tapi…"

"Katakan saja padanya kalau aku ingin mencari udara segar, bersitegang dengan kalian membuatku stres." Vier masuk ke dalam taksi yang baru ia hentikan.

"Tapi, tuan. Tuan! Jangan pergi!" Lelaki itu menggedor-gedor jendela pintu mobilnya.

"Jalan, pak!" Vier menghiraukan lelaki yang terus menggedor-gedor pintu taksinya.

Si supir hanya mengangguk sebelum akhirnya menginjak pedal gas dan melajukan mobilnya meninggalkan halaman gedung N Corp.

"Tuan!" Lelaki itu menghela napas panjang. Ia merengut dengan tangan yang kini bergerak mengacak-acak rambutnya frustasi. Kemarahan besar dari atasannya kini sudah menantinya. "Anda selalu membuatku terjebak dalam masalah," gumamnya pelan.

Tring!

Pesan masuk. Vier beralih fokus pada ponselnya. Dua pesan masuk dari dua pengirim yang berbeda.

Vier membuka pesan pertama yang berasal dari wanita yang hendak ditemuinya.

Ia mengetik pesan balasan setelah membaca isi pesan dari kekasihnya itu.

Xavier:

Aku sedang di jalan, maaf aku akan sedikit terlambat karena ada sedikit halangan.

Vier mengirimkan pesan itu pada nomornya. Tak lama ia beralih membuka pesan lain yang diterimanya.

Vier merekahkan senyum ketika ia membaca isi pesan dari si pengirim pesan kedua.

Ia menggenggam ponselnya dengan wajah sumringah.

Aku segera menjemputmu.

...***...

Twins 2 - Xavier Nagendra

Tangannya gemetar hebat, netranya menatap nanar pada benda tipis kecil dalam genggamannya.

Jantungnya berpacu, dengan kedua matanya yang mulai berkaca-kaca.

Dua garis, dan artinya hidupnya berada diambang kehancuran. Sebuah hal yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya.

Hidup seorang Aphrodite yang dikenal sebagai gadis baik-baik, berubah menjadi sesuatu yang tidak pernah ia duga sebelumnya.

Aphrodite tidak pernah menyangka kalau sentuhan mereka pada malam itu akan berujung pada keadaan ini.

Tubuhnya, kini berada dalam kondisi yang berbeda dari sebelumnya. Ia mengandung. Dan ayah dari anak dalam janinnya adalah kekasihnya sendiri. Xavier.

Tangisan sendu, kala itu menghiasi kabar yang diterimanya. Entah perasaan apa yang harus ia tunjukkan, apakah ia harus senang? Atau justru sedih dengan keadaan ini?

Yang pasti, perasaannya benar-benar campur aduk, beradu menjadi satu dalam situasi yang sama.

Kejadian itu mendadak berputar dalam ingatannya. Aphrodite mencengkram erat testpack dalam genggamannya.

Ia menelan ludah berulang kali, hatinya terus berusaha meyakinkan dirinya agar ia mau mengambil keputusan yang telah diambilnya.

Aku akan bicara dengannya. Aku harus bicara! Apapun yang terjadi, kali ini aku tidak boleh sampai gagal bicara padanya, ucap Aphrodite dalam hati. Ia menguatkan batinnya, Aphrodite tidak ingin jika sampai dirinya gagal untuk bicara jujur mengenai hal ini dengan Xavier lagi.

...*...

Xavier melangkah keluar dari dalam sebuah toko. Tiba di luar, ia tersenyum simpul memandangi benda dalam genggamannya.

Aku yakin, dia pasti akan sangat menyukainya, pikir Vier. Pria itu segera masuk ke dalam taksi yang sama, meminta sang supir untuk memacu laju kendaraannya menuju restoran yang ditujunya.

Sang supir menghentikan laju mobilnya di depan restoran. Vier segera keluar setelah memberikan beberapa lembar uang seratus ribuan padanya.

Kedua matanya mengedar, memandang ke sekeliling mencari sosok wanita yang hendak dijumpainya.

Ia merekahkan senyum begitu kedua irisnya berhasil menangkap sosok Aphrodite yang terduduk di meja yang telah dipesan dengan namanya.

Vier berjalan perlahan, setenang mungkin agar Aphrodite tak menyadari kehadirannya.

Dalam genggamannya, ia sudah memegang benda yang baru saja dibawanya.

"Apakah kau menungguku?" Bariton suaranya membuat Aphrodite tersadar dari lamunan. Bersamaan dengan itu, sebuah kalung menggantung dalam genggaman Vier tepat dihadapannya.

Aphrodite tertegun, ia menatap kalung indah yang kini berada dihadapannya.

Kalung itu berwarna perak dengan bunga myrtle tergantung diantara rantainya.

Aphrodite menoleh ke arah si pemilik tangan. Begitu menoleh, wajah Vier sudah berada tepat dihadapannya. Mereka beradu pandang dalam jarak yang begitu dekat satu sama lain. Hanya beberapa centimeter lagi saja, hidung mereka akan bersentuhan.

Vier menarik kedua sudut bibirnya, menampakkan sebuah senyuman di wajah tampannya.

Deg! Deg!

Senyuman Vier selalu berhasil membuat jantungnya berdebar. Aphrodite balas tersenyum, ia lega karena pada akhirnya lelaki itu tiba di tempat mereka janjian untuk bertemu.

"Ya, selalu. Aku selalu menunggumu," ujarnya dengan suara lembut. Aphrodite mengubah posisi duduknya, menghadap pada Vier yang baru saja tiba dengan kalung digenggamnya.

"Ini adalah sebagai permintaan maafku karena sudah membuatmu menunggu lama." Vier menyodorkan sebuket bunga yang sempat dibelinya.

Aphrodite meraih bunga itu, mencium aromanya yang begitu harum lalu berkata, "terima kasih."

"Dan satu lagi." Vier menunjukkan kalungnya.

"Bunga myrtle," gumam Aphrodite pelan sembari meraih benda itu darinya.

...***...

Twins 3 - Myrtle flower

"Bagaimana kau bisa mendapatkan kalung seperti ini?" Aphrodite beralih fokus pada Vier.

"Kalung ini hanya ada satu di dunia, karena aku sendiri yang khusus membuatkannya untukmu. Aku menabung sangat keras agar bisa membuatkannya."

"Benarkah? Kau sungguh manis. Tapi, memangnya kau bisa membuat kalung? Aku ragu, apa jangan-jangan kau memesannya." Aphrodite terkekeh pelan.

"Aku benar-benar membuatnya dengan tanganku sendiri. Aku sempat mengambil les untuk membuat kalung seperti ini, dan karena teringat denganmu. Jadi aku membuatkannya khusus."

"Haha, aku hanya bercanda. Lagipula aku percaya ini buatanmu."

"Kalau begitu, biar aku bantu kau mengenakannya."

"Boleh."

Vier memasangkan kalung yang ia berikan pada Aphrodite. Wanita itu tersenyum memandangi kalung yang kini tergantung pada lehernya.

"Cantik." Vier tersenyum.

"Apakah kau tahu kenapa aku suka dengan bunga myrtle?" Aphrodite beralih perhatian padanya.

"Karena kau adalah Aphrodite, dalam cerita Yunani kuno, Dewi Aphrodite memang dilambangkan dengan bunga myrtle."

"Memang benar, itu sebuah kebetulan. Tapi yang membuatku suka dengan bunga myrtle, karena bunga ini melambangkan kesetiaan, cinta abadi, serta keberuntungan. Selain itu, bunga myrtle selalu hadir dalam resepsi pernikahan keluarga kerajaan. Itulah yang membuatku begitu suka dengan bunga myrtle." Aphrodite tersenyum.

Vier hanya terkekeh pelan mendengar ucapan Aphrodite. "Jangan-jangan kau ingin cepat-cepat aku lamar 'kan?"

"Huh?" Aphrodite speechless, ia tidak menyangka kalau Vier akan berpikir bahwa ucapannya adalah sebuah kode. "B… bukan begitu maksudku." Aphrodite tergugup.

"Aku tahu kau sudah mulai bosan dengan hubungan kita yang hanya sebatas pacaran. Sejujurnya aku juga ingin segera melangsungkan pernikahan denganmu, aku sudah mempersiapkan uangnya agar kita bisa menikah." Vier beranjak menghampiri kursi yang ada dihadapannya.

Ia meraih tangan Aphrodite dan menggenggamnya, kedua matanya beradu tatap satu sama lain.

"Tapi, seperti kita tidak bisa menikah dalam waktu dekat. Karena… kakakku akan menikah." Ada jeda pada kalimatnya, bersamaan dengan itu raut wajahnya berubah murung. Vier sebenarnya tidak ingin membahas mengenai kakaknya, dan pernikahan mendadak yang akan di langsungkan dalam waktu dekat itu.

"Kakakmu akan menikah?"

"Ya. Dan sepertinya, aku akan mulai sibuk karena pernikahannya akan digelar dalam waktu dekat."

"Kenapa begitu mendadak?"

"Aku juga tidak tahu, mama tiba-tiba memberitahu kalau semuanya harus segera di siapkan sebelum acaranya berlangsung, dan sepertinya aku juga akan mulai sangat sibuk akhir-akhir ini. Aku minta maaf kalau misalkan nanti akan sangat sulit untuk menemui dan menghubungimu, kau tahu sendiri 'kan, bagaimana mama?"

"Ya, tidak apa-apa. Aku mengerti."

"Terima kasih. Kalau begitu, ayo kita makan. Kau pasti sudah lapar 'kan?"

Aphrodite mengangguk pelan. Vier memanggil sang pelayan dan memintanya untuk mencatat setiap pesanan yang mereka pesan.

Aphrodite termangu, kedua matanya menatap Vier yang kini sibuk memesan. Perlahan, sebuah keraguan menghampiri dirinya.

Aku jadi ragu, apakah aku harus membicarakan hal ini padanya sekarang? Tapi bagaimana kalau ini menjadi beban pikiran untuk Vier? Apalagi sebentar lagi kakaknya akan menikah. Tapi kalau aku diam saja, sampai kapan aku harus menyembunyikan semua ini? Aphrodite membatin. Ia terdiam dalam seribu lamunannya. Hatinya mendadak dilema dengan situasi yang kini melanda dirinya.

"Sebentar lagi makanannya sampai." Vier beralih pandang padanya. Aphrodite tersadar dari lamunannya, ia hanya bisa menarik senyum.

...***...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!