NovelToon NovelToon

Tawanan Sang Mafia

Awal bertemu

Hari ini adalah hari yang sangat membahagiakan untukku, aku telah menyelesaikan studyku di Australia. Aku bercita-cita sebagai wanita karier yang sukses seperti Papaku.

Siapa sangka lelaki yang sangat aku cintai ternyata mempunyai ide gila, sepulangnya aku dari luar Negeri aku mantapkan hatiku untuk ikut bergabung di perusahaan Papa. Perusahaan yang mampu menghidupi serta memasukkanku di Universitas terbaik di Australia.

Dengan wajah ceria dan senyum yang mempesona aku injakkan kakiku di Bandara XXX. Kulihat Mama tersenyum tipis saat melihatku dari pintu kedatangan. Rentangan tanganku di sambut pelukan hangat darinya.

"Bagaimana penerbanganmu sayang?" ujarnya sambil membelai anak rambutku dengan lembut.

"Baik dan lancar Ma, Papa... aku kangen. Apa Papa gak kangen sama aku, dari tadi diem terus. Ada apa Ma... Pa...?" tanyaku sambil membil mendekati Papa.

Bukannya menjawab Papa malah menolak pelukan dariku, apa yang sedang terjadi selama aku tidak berada bersama keluargaku?

"Ma... ada apa, apa yang terjadi?" tanyaku berulang karena mereka berdua hanya tersenyum kecut di hadapanku.

"Tenanglah Pa, aku sudah putuskan untuk ikut bergabung di perusahaan Papa dan akan membantu Papa di sana" sombongku sambil sesekali menggoda Papaku agar tersenyum.

Aku terus saja berbicara ini dan itu saat berada di dalam mobil, tapi keduanya hanya tersenyum tanpa mengeluarkan suaranya sedikitpun. Aku memang seorang gadis yang ceria, dan mampu mencairkan segala situasi yang sepi supaya menjadi ramai, tapi tidak kali ini kedua orang tuaku nampak tidak sedang baik-baik saja. Seperti ada yang mereka sembunyikan dariku.

Sebenarnya ada apa dengan mereka, biasanya Mama akan menanggapi semua ceritaku tapi kali ini ia membungkam dan menutup mulutnya rapat-rapat.

"Berhenti berbicara terus Aileen, sesampainya di rumah kita akan di sambut oleh orang yang akan menjadi suamimu!" hardiknya.

Deg...

Ucapan Papa sungguh menohok hatiku, tenggorokanku tercekat bahkan jantungku seakan berhenti sejenak.

"Ma... maksut Papa apa?" aku meminta penjelasan kepada Mama dengan menggenggam tangannya dengan erat.

"Sudahlah Nak turuti saja kemauan Papa, jangan kau menolaknya. Jadilah putri kami yang baik dan jangan menanyakan hal itu lagi kepada Papamu" Mona mengusap air mata yang tak sengaja jatuh membasahi pipinya.

Dengan perasaan yang campur aduk dan tak bisa berbuat apa-apa lagi, aku mencoba menuruti kemauan Papa untuk tidak menanyakan apapun, mungkin dengan begitu aku bisa menemukan jawabannya sendiri.

Akhirnya kami tiba di depan rumah. Banyak sekali orang yang memakai pakaian serba hitam lengkap dengan jas dan juga kaca mata hitamnya. Saking banyaknya jalan untuk menuju ke dalam pelataran rumah sedikit susah. Aku langsung turun saat mobil yang di kendarai Papaku belum sepenuhnya berhenti.

"Ada apa ini?" teriakku sambil berlari ke dalam rumah, dengan harapan aku segera mendapatkan jawabannya.

Aku terkejut karena ada sosok seorang lelaki muda yang berdiri di tengah-tengah ruang tamu keluargaku. Ia di kelilingi oleh beberapa orang lelaki, nampaknya orang itu adalah bodyguardnya.

"Siapa anda dan kenapa anda berada di rumah saya saat ini? ucapku dengan bergetar.

"Jaga sikapmu Aileen!, beliau adalah tuan Brian. Ketua Mafia di Kota ini!."

Aku tak percaya kenapa Papaku bisa mengenal orang berbahaya sepertinya.

"Lalu sedang apa dia berada di sini Pa?" lagi-lagi aku kembali menanyakan hal yang sedari tadi membuatku begitu bingung.

"Beliau calon suamimu Nak, hutang kami begitu banyak kepada beliau. Sebagai pelunas hutangnya, kami memintamu untuk bersedia menjadi istri Tuan Brian dengan begitu hutang kami akan di anggap lunas. Dan kami juga akan mendapatkan uang sebagai hadiah karena kau sudah menurut" tutur Papa dengan tatapan mata yang mengharapkan kesediaanku.

Aku menangis sambil memegang tangan Papa dengan erat.

"Hentikan semua ini Pa, aku akan bekerja keras untuk melunasi semua hutang Papa. Tapi ku mohon jangan nikahkan aku dengan orang ini!" sambil melihat ke arah Brian yang sedang memperhatikanku.

"Bukan itu masalahnya Nak, Papa bukan hanya berhutang uang kepada tuan Brian, Papa juga berhutang nyawa kepadanya karena tanpa bantuan beliau mungkin Papa sudah mati dan tidak bersamamu saat ini."

"Maksut Papa apa, aku sama sekali tidak mengerti?!" aku masih di buat bingung dengan masalah ini.

"Dua tahun yang lalu Papa bekerja sama dengan perusahaan XXX, pada awalnya kerja sama kita berjalan baik-baik saja. Tapi kelamaan mereka melakukan kecurangan, saat Papa ingin membela diri tanpa sengaja Papa telah membunuhnya dengan menjatuhkannya dari bangunan apartement yang sedang kami bangun bersama. Beruntung ada bantuan dari beliau, tuan Brian menutup kasusnya dan melanjutkan kerja sama yang sempat tertunda. Sehingga Papa tidak mendapatkan kerugian akibat masalah yang terjadi."

"Tapi kenapa Papa membunuhnya?" isakku.

"Ya karena orang tersebut mengetahui bisnis gelap Papa dan tuan Brian, bahkan dia mengancam kalau Papa dan tuan Brian akan di laporkannya ke polisi. Papa tak mau itu terjadi."

"Memangnya selama ini Papa berbisnis apa dengan orang itu?, bukannya perusahaan Papa bergerak di bidang Kontractor tapi kenapa Papa bisa bekerja sama dengan dia?!" aku memicingkan mataku ke arah Brian.

"Itu karena Papa ingin lebih di kenal di Kota ini Aileen!" teriaknya sambil mencengkeram lenganku.

Aku menangis kesakitan karena begitu kuatnya mencengkeram lenganku. Saat aku bersitegang dengan Papa membicarakan hal yang selama ini sama sekali tak ku ketahui, Brian malah bertepuk tangan berulang kali.

Plok...Plok...Plok...

"Drama kalian sungguh menarik tapi sayangnya aku kemari bukan untuk melihat kalian bersitegang, melainkan aku butuh kepastian" ujarnya dengan tertawa.

'Ah... sebenarnya siapa dia, kenapa kedua orang tuaku begitu tunduk kepadanya' gumamku sambil terus menatapnya dengan benci.

"Jadi bagaimana apa kau setuju untuk menikah denganku?" tanyanya sambil mengelilingi tubuhku.

"Aku tunggu besok di cafe XXX pukul sepuluh pagi, kalau kau tak datang. Aku anggap jawabannya setuju" ucapnya sambil meninggalkan rumahku begitu juga dengan para antek-anteknya.

Saat semua orang tak berada di ruang tamu dan hanya tinggal kami bertiga, aku segera menjatuhkan tubuhku ke atas lantai. Aku meraung menangis di hadapan kedua orang tuaku. Mama nampak sedih melihatku, di saat ia ingin menghampiriku Papa segera menarik tangan Mama dan membawanya ikut serta pergi ke kamarnya.

Mereka meninggalkanku sendirian di ruang tamu. Dengan amarah yang meledak-ledak aku berusaha untuk merencanakan sesuatu, apa bila besok aku bertemu dengan Mafia kejam itu.

Perjanjian Pra Nikah

Matahari sudah berada di ufuk timur, warnanya yang masih merah menunjukkan bahwa ia baru saja di lahirkan oleh inti bumi. Semilir angin menembus kulitku yang saat ini tengah berdiri di atas balkon kamarku. Anak rambutku tersapu oleh angin yang membawa sedikit rintikan air hujan, seketika tubuhku menggigil kedinginan. Aku merapatkan baju hangat yang sedang ku kenakan saat ini.

Seketika anganku melayang, memikirkan apa yang nanti akan aku lakukan untuk menghadapi kelicikan serta kebengisan seorang Brian Erlangga. Karna ingin mengetahui identitas serta sepak terjangnya aku mencoba mencari tahu melalui labtop yang berada di meja kamarku.

Dengan cepat ku ketikkan namanya "Brian Erlangga" ternyata pencarianku berhasil, nama Brian Erlangga berada di pencarian nomor satu. Ternyata nama Brian begitu populer untuk di cari setiap informasi tentangnya.

Bibirku sedikit ku naikkan ke atas, tertawa tak jelas saat melihat beberapa foto yang memuat tentang dirinya.

"Ternyata orang ini sangat tampan, tapi ketampanannya tak semenarik orangnya. Dia adalah orang jahat yang setiap saat bisa berbuat apapun untukku dan kedua orang tuaku." aku berbicara sendiri sambil menatap lurus ke depan layar labtopku.

Tak sengaja jari lentikku menekan tombol save pada foto yang baru saja ku lihat. Ingin sekali ku hapus foto itu dari dalam labtopku, tapi Mama sudah meneriakiku untuk segera sarapan pagi. Aku melihat jarum jam sudah menunjukkan pukul tujuh pagi, sudah cukup lama juga aku melihat profil kehidupannya di layar pintarku.

Aku menuju ruang makan seperti biasa, sebelum melakukan sarapan aku terbiasa mencium kening kedua orang tuaku di pagi hari.

"Selamat pagi Mama... Papa..." sambil membuka piring di depanku.

"Aileen apa kau sudah mengambil keputusan?" Papa bertanya sambil mengunyah makanannya.

Sejenak ku hentikan kegiatanku untuk berbicara kepada Papa.

"Sudah!" jawabku begitu saja.

"Papa harap kau tidak membuat tuan Brian marah kepada kau dan kami!" ujarnya dengan menatapku dalam-dalam.

"Iya..." karna malas berhadapan dengan Papa yang selalu menanyakan tentang keputusanku, ku putuskan untuk makan di kamarku saja.

Aku meninggalkan mereka berdua yang sedang membicarakan Brian, entah mengapa Papa sama sekali tidak menghawatirkan tentang kehidupanku nantinya seperti apa hidup bersama Bos Mafia yang kejam. Papa hanya memikirkan seberapa banyak uang yang akan di terimanya setelah menikahkanku.

Aku menutup pintu kamarku dengan keras, hatiku sudah di porak porandakkan oleh kedua orang tuaku. Orang tua yang seharusnya melindungiku malah memberikanku kepada lelaki jahat yang sangat mereka puja.

Waktu terus berlalu seakan tak mau untuk tetap tinggal. Aku sudah mewanti-wanti diriku sendiri agar selalu waspada kepada lelaki asing yang sebentar lagi akan menjadi suamiku itu.

Kini aku tengah duduk di depan meja riasku. Mama datang memberitahuku bahwa aku telah di jemput oleh orang suruhan Brian, aku tersenyum ke arah Mama dan memintanya untuk selalu mendo'akanku lalu aku beranjak menemui orang suruhan itu.

"Selamat siang Nona, nama saya Adi. Saya adalah sopir tuan Brian, saya di minta beliau untuk menjemput Nona" berbicara sambil setengah membungkuk.

"Di mana dia?" sambil duduk di hadapannya.

"Beliau sedang berada di cafe, Nona."

"Baiklah ayo kita berangkat!."

Mobil ini segera membawaku ke cafe. Aku hanya duduk diam sambil memegang ponselku dengan erat. Tak ada kata-kata yang ingin ku ucapkan, walaupun aku tau Adi selalu saja memandangiku dari kaca spion yang berada di atasnya. Aku hanya tersenyum tipis menatap mata Adi dari kaca spion itu.

'Wanita ini sungguh hebat dia begitu pemberani, padahal orang yang akan menjadi suaminya bukanlah orang sembarangan' gumam Adi sambil terus mengemudi.

Tak berapa lama mobil yang di kendarai oleh Adi berhenti di sebuah cafe, cafe yang dulu pernah ia datangi bersama teman-temannya sebelum dirinya pergi melanjutkan studynya di Australia. Aku masih bersama sopir tersebut lalu di sambut oleh John asisten pribadi Brian.

"Selamat datang Nona, tuan muda sudah menunggu anda di ruangan privat" sambil mengajakku pergi ke ruangan yang ia tuju.

"Kenapa sepi sekali, bukannya cafe ini adalah tempat yang terkenal ramai?" mataku menyapu ke semua ruangan cafe.

"Cafe sudah di booking tuan muda Nona."

'Aish... kenapa harus membookingnya segala, dasar sok kaya!' gumamku sambil terus berjalan.

Brian menatapku dengan sangat intens saat aku baru saja tiba di ruangan privat itu. Bahlan aku bisa menangkap mata nakalnya itu yang terus menelusuri lekuk tubuhku.

"Oke, duduklah Aileen. To the point saja apa keputusanmu?" Brian duduk tepat berada di hadapanku.

"Keputusannya adalah saya menyetujui untuk menikah dengan anda" sambil tersenyum tipis.

"Segampang itu, kenapa tidak kau katakan dari kemarin saja. Dengan begitu aku tidak akan membuang waktuku begitu saja?!" Dia memegang dagunya sambil terus melihatku.

"Ya, tapi ada syaratnya!."

"Apa syarat?!, aku tak salah dengar?. Seharusnya aku yang memberikan persyaratan itu, bukannya kau!!" rahangnya mengeras dan jari jemarinya di ketuk-ketukkan di atas meja.

"Syaratnya ada di sini, baca dan tanda tangani kalau anda setuju" aku memberikan satu lembar kertas dengan penuh coretan di sana.

"Apa ini, kau mau bermain-main denganku?!" hardiknya sambil mengambil kertas itu dengan cepat.

Isi surat perjanjian itu adalah:

SURAT PRA NIKAH

Saya Aileen Maheswari, berusia 23tahun. Dengan ini saya menyetujui untuk menikah dengan Brian Erlangga. Berikut adalah persyaratan yang harus di terima setelah menjadi suami saya. Dan apabila Brian melanggar persyaratan itu, maka saya berhak untuk mengajukan perceraian.

Tetap membiarkan saya bekerja.

Di larang mencampuri urusan pribadi saya.

Tidur di kamar terpisah.

Tidak di perkenankan untuk meminta haknya sebagai suami.

Di larang membawa perempuan lain ke dalam rumah.

Pembuat

AILEEN MAHESWARI

Menyetujui

BRIAN ERLANGGA

Brian memgerutkan wajahnya setelah membaca surat pra nikah tersebut, lalu tertawa mengejek di hadapanku. Ia melempar kertas itu setelah menandatanganinya.

"Sudah kau dapatkan apa yang kau mau, aku menyetujui semua syarat darimu" ujarnya sambil menoleh ke arah John yang sedang berada di sampingnya.

"Nona mari ku antar pulang, sebelumnya tuan menjadwalkan akan mengajak anda untuk feting baju pengantin. Saya harap anda tidak bepergian terlebih dahulu karna tuan muda tidak suka menunggu."

"Baiklah saya akan menunggu kedatanganmu besok ke rumahku asisten John" ujarku sambil tersenyum.

Aku di antar pulang oleh John, sedangkan Brian pergi bersama sopirnya untuk kembali ke kantornya. Nampaknya asisten John ini juga penasaran denganku, terbukti sedari tadi ia memperhatikanku sama seperti yang Adi lakukan tadi. Tapi aku terlalu cuek, ku hidupkan ponselku yang sempat ku matikan tadi dan mulai bermain game kesukaanku.

Feting baju pengantin

Seperti perkataan asisten Brian kemarin, sebelum pukul sepuluh pagi ia sudah sampai di rumahku. Kali ini mereka tak membawa semua bodyguardnya, mereka hanya datang berdua.

Kedua orang tuaku nampak sedang berbicara kepada Brian, sedangkan asisten John berada di belakangnya. Aku turun dari anak tangga dan di sambut senyuman dari bibir Brian. Sepertinya pria itu sedang menyukai penampilanku saat ini. Aku sedang memakai dress pink berlengan pendek dan bawahan selutut, cocok sekali dengan warna kulitku yang berwarna putih bersih.

"Sudah siap?" Brian mengulurkan tangannya, berharap aku mau menyambutnya.

"Sudah!" sambil memutar bola mata malas dan menyambut tangan Brian.

Kami bertiga menuju butik langganan Brian, sebelum menaiki mobil Brian sengaja menyentakkan tanganku dengan keras.

"Auwh..." rintihku.

Brian tertawa melihatku kesakitan.

"Jangan berharap lebih dariku, kalau bukan di hadapan orang tuamu aku malas melakukan ini kepadamu!" desisnya sambil membuka mobil dan masuk.

"Harusnya saya yang bilang seperti itu, bodoh!!" aku meremas bajuku sebagai bentuk kekesalanku kepadanya.

"Saya mohon anda bersikap sopan kepada tuan muda Nona!" teriak John dengan tegas.

"Aku membencimu John, begitu juga dengan anda!!" Mataku mengarah tepat kepada Brian yang baru saja duduk di sebelahku.

Aku sengaja duduk berjauhan dari Brian, sebisa mungkin aku ingin menjauhinya walaupun sepertinya itu tak mungkin. Di dalam mobil aku duduk dengan manis begitu juga dengan Brian, ia nampak sibuk dengan ponselnya. Sesekali ia menerima sambungan telpon dari para koleganya.

Brian diam-diam memperhatikanku melihatku yang sedang menikmati perjalanan menuju butik.

"Kenapa anda terus melihat saya seperti itu?" aku sudah tak tahan lagi karena Brian mulai menggodaku.

"Kau tumben cantik sekali Aileen" ujarnya sambil terus menatapku.

"Dari dulu saya memang cantik, anda saja yang buta tidak memperhatikan saya dari awal bertemu!"

"Masa?" cibirnya.

"Terserah anda mau bilang apa tuan!"

John melihatku dari arah spion, matanya memelototiku. Akupun tau maksut dari pelototan itu, bahwa aku di larang berbicara kasar kepada tuan mudanya.

"Argh!! sepertinya aku akan cepat gila bila berada di antara kalian berdua!" ujarku sambil mengacak rambutku dengan asal.

Tapi apa yang di lakukan kedua pria membosankan itu malah tertawa melihatku, dan aku sudah semakin marah hanya bisa menatap jengah kedua lelaki itu secara bergantian.

Tak lama mobil yang di kendarai oleh John berhenti di sebuah butik, di sana sudah ada dua bodyguard dan juga owner butik. Sepertinya mereka sedang menunggu kedatangan kami.

"Selamat datang tuan di butik kami, dan kami juga sudah menyiapkan beberapa gaun pengantin yang nanti bisa Nona pilih. Mari ikut saya ke dalam..." ajak owner wanita itu.

Brian menyuruhku untuk masuk terlebih dahulu, nanti dia akan menyusul. Brian mengutus John agar pergi ke suatu tempat, ia menyuruh asistennya untuk menyiapkan gedung pernikahan. Aku melihat John pergi dari dalam butik.

"Pengawalan, jangan sampai kalian meninggalkan calon istriku. Atau kalian akan mati!" Brian merapikan jasnya lalu masuk ke dalam ruangan tempat ku berada.

Owner butik sedang menunjukkan beberapa gaun pengantin untuk ku pilih, mulai dari warna putih, merah, biru muda sampai hijau tosca. Tapi aku lebih menyukai warna putih yang sedang di bawa oleh owner, aku mengambil gaun itu lalu mulai melihat bahan, desain, serta payet-payet yang di tonjolkan di sana.

Lalu ku tempelkan gaun itu ke tubuhku, dan bercermin. Brian rupanya sedang melihatku, ia menghampiriku lalu berkata.

"Kalau kau suka kenapa tidak kau coba dulu, aku juga ingin kau memakainya. Siapa tau kau akan bertambah cantik" sambil menutup bibir sebelah kanannya.

Aku tau kalau dia sedang menertawakanku. Tanpa bereaksi aku memutar bola mataku dengan malas, lalu meminta salah satu pegawai butik untuk membantuku memakai gaun itu. Hampir satu jam lamanya aku memakai gaun itu plus dengan riasannya juga, terlihat simple tapi riweh juga. Mulai dari pemasangan hiasan di rambut dan memasang ekor panjang di belakang gaun, para pegawai mendandaniku bak seperti pengantin beneran.

Aku buka pintu dan keluar dari ruangan ganti dan make up, mataku mencari sosok pria yang sedang ku benci saat ini. Mataku menemukan sosok itu, dan kebetulan sekali ia juga sedang memperhatikanku.

"Bagaimana?" tanyaku malu-malu sambil bercermin.

Tapi sepertinya Brian tak mendengarkanku yang sedang bertanya kepadanya, maka aku ulangi lagi pertanyaanku kali ini dengan suara yang sedikit tinggi.

"Tuan Brian, bagaiman penampilanku?" ujarku masih menatapnya.

"Luar biasa, kau cantik sekali. Cocok sekali menikah denganku yang tampan ini!" berbicara dengan terus menatapku lekat-lekat.

"Menyebalkan...!" aku memutuskan untuk mengganti gaun pengantinku, aku tidak rela kalau kecantikanku di lihat terus oleh Mafia jahat itu dengan tatapan nakalnya.

Sekitar pukul dua belas siang, aku telah selesai feting gaun pengantinku. Aku meminta kepada Brian agar segera mengantarku untuk pulang, nampaknya ia sedang sibuk sekali saat ini. Terbukti ia di sibukkan oleh ponsel pintarnya.

Ponsel Brian berdering, ia segera menerima sambungan telpon itu yang nampaknya dari sang asistennya.

"Em..., iya... lakukan secepatnya. Oiya kapan surat nikahnya di selesaikan?"

"Lakukan dengan cepat lalu kabari aku, kapan hari pernikahan di laksanakan?"

Mendengar itu semua, Brian nampak sibuk mengatur jadwal pernikahan kami. Setelah mengakhiri sambungan telpon dengan John, tak ada kata-kata lagi yang keluar dari bibirnya. Akupun juga malas berbicara apapun kepadanya dan berharap mobil yang ku tumpangi segera sampai di rumah.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!