NovelToon NovelToon

Abu-Abu

Prolog (X﹏X)↷

Banyak yang menyimpulkan, cinta adalah nafasmu. Cinta adalah emosi yang paling berharga, sumber kekuatan, sumber semangat, dan sesuatu yang membuatmu merasa senang hidup.

Namun, ada juga yang berangggapan, cinta adalah emosi yang menjijikan. Sumber kelemahan, sumber kehancuran, pembawa kematian.

Cinta membawa segalanya. Baik kebaikan atau keburukan. Cinta itu simpel, merasakan, kemudian mendapat akibat. Sangat simpel. Itu adalah pendapat gadis bau bawang yang akan di bahas kali ini.

Li Yue, adalah gadis yang suka tebar pesona, hidupnya penuh dengan kisah cinta. Dan juga kebahagian, kemudahan, kesuksesan muda, pokoknya yang bagus-bagus.

Namun, siapa sangka? Dia sebenarnya ingin menjadi patung lumpur tanpa emosi?

Kenapa sebenarnya? Apa karna dia pernah dikecewakan seorang pemuda?

Akan lebih masuk akal jika dia yang mengecewakan. Bukan satu pria, melainkan ratusan pria.

Bukan karna pria, cinta tidak selalu untuk orang lain yang berbeda gender.

Dia, dikecewakan, ditinggalkan.

Dan ....

Dan dikekang.

Berkebalikan dengan seseorang.

Orang itu memiliki kisah cinta yang rumit, dan menyedihkan.

Namun, jika soal kehidupan, dia sepertinya tidak punya beban. Terlahir rupawan, keturunan bangsawan, harta tak kehabisan.

Sangat bagus, dan sangat membuat iri.

Ternyata, bukan hanya dia saja yang menjadi objek iri Li Yue. Melainkan semua, semua yang tidak sama dengan dirinya, dia bahkan memiliki obsesi untuk memusnahkan mereka semua.

Saking irinya.

Memang seberapa beda Li Yue dengan semua orang?

Hampir seratus persen!!!

Li Yue bahkan merasa sangat tidak pantas jika berinteraksi dengan mereka. Penggambarannya sama saja dengan, mereka Naga dan Burung Phoenix, sedangkan dia adalah Tikus.

Namun, dia tetaplah remaja yang labil. Pemikirannya berubah-ubah, dan ambisinya seperti air laut. Pasang dan surut.

Di satu sisi, dia ingin memenuhi obsesi dan ambisinya. Sebagai pemuas diri, dan sebagai ....

Pembalasan dendam.

Sisi lainnya seperti mengatakan, "Kau tetaplah juga bagian mereka, kau tega memberantas mereka?"

Desing dan dengung semakin menyakitkan jika dia semakin memikirkan itu.

Dia tumbuh seperti pohon tinggi nan kokoh, dengan pemikiran yang semakin dalam dan matang. Namun, bagi orang luar, dia tumbuh seperti benalu yang mengganggu inangnya.

Tidak salah sebenarnya. Namun, juga tidak benar.

Saat pedang menghantam lehernya, dia merasa sangat senang. Senang karna bebas, setidaknya menjadi hantu lebih baik daripada hidup seperti itu. Jika dia beruntung, dia akan dijadikan istri pejabat Dunia Bawah. Dia tidak berharap dilahirkan kembali.

•••••

WARNING!

Prolog ini adalah versi terbaru, dulunya sangat-sangat CBL CBL CBL CRINGE BANGET LOOCCHH.

Jadi, jika nanti merasa ada yang berbeda dengan part-part berikutnya (selain part satu, karna part satu juga sudah di ubah) dari segi kepenulisan, jangan heran.

Jujur, saya mengakui sendiri, part-part awal memang cringe dan membosankan, juga terkesan pasaran. Namun, jangan terlalu terburu-buru mengambil kesimpulan, cobalah baca minimal sampai part 30. Karna, saya baru menggunakan otak setelah banyak episode, episode awal sebenernya memang ada yang harus dipecahkan, hanya saja penyampaian saya kurang memuaskan.

Ada beberapa kesalahan juga di awal-awal, biarlah, saya ingin mengingat, bahwa saya juga pernah seperti ini, dan seperti ini. Bukan berarti, kedepannya akan sangat rapi dan tidak ada kesalahan, hanya saja mungkin lebih enak dibaca.

Sekian, silahkan scroll, dan pastikan ikon jempol berubah biru 💙

(●'▽'●)ゝ

19-03-2022, hahh~

Aku mengeditnya lagi.

Syalan.

1. Kembali ʕʘ̅͜ʘ̅ʔ

"Aaahhh jangan mengejarkuu! .... "

Mata indah itu berkedip sejenak, berakhir kosong. Linglung, bingung, apalagi perkataan yang bisa mewakilinya?

Warna putih disekitaran garis rambut pria itu tampak nyata, rambut hitamnya juga. Netra itu bergulir memandang hal lain.

Hutan.

Dengan puluhan batu nisan dan kegelapan yang menakutkan.

Pemilik netra itu membuka mulut mengeluarkan pertanyaan. "Mimipi apalagi ini? Bah, dipikir aku mau menjalani mimpi yang sudah pasti tidak indah ini?"

Tanganya terjulur dan menampar pelan pipi pemuda yang memeluknya itu.

"Hallo tampan, siapa namamu?--- ahhhh ini! Aku benar-benar merasakannya?!"

"Apa yang terjadi ...." Kegelapan kembali merenggut kesadarannya.

Kilau air membasahi wajah seputih salju, rasa hangat yang dihasilkan air memadamkan wajah beraura es itu. Sudut bibirnya menaik sedikit. "Kamu kembali."

...•••••...

"Aih, di mana lagi ini?"

Kanopi di atas jelas bukan pemandangan kamarnya. Melirik ke arah lain, semakin membuatnya yakin dia masih bermimpi.

Meja teh lesehan, lemari kayu kuno berisi gulungan berwarna kuning kecoklatan, sekat kayu, aksesoris kuno. Hawanya terlalu dingin, dan apa-apaan ranjang keras ini?! Dia tahu dia miskin, tapi setidaknya dia memiliki pulau kapuk, bukan ranjang kayu!

Sosok itu terlonjak dan berakhir duduk. Matanya melotot sebisanya, bibirnya bergetar membuat wajah cantik itu seolah jiwanya tertekan.

Memang tertekan!!!

Untuk memastikan, sosok itu menghadiahi dirinya sendiri dengan tamparan.

Panas!

Sakit!

Nyata!

"AAAHHH APA-APAAN INI?!"

Saat dia membuka mata, sebuah kepala sudah menghadapnya dengan netra dipenuhi ketidak percayaan.

Sosok itu masih sama, masih ada pigmen putih dirambutnya. Tetapi, wajahnya berbeda.

Pemuda itu melompat berulang kali dengan riang, perkataannya dipenuhi rasa syukur. "Kamu kembali! Kamu kembali! Ya dewaaa terimakasih! Aahhh kamu benar-benar kembali."

Mata sosok tadi berhenti bergulir mengikuti irama tubuh pemuda itu. Dia bertanya dengan marah, "Heh, apa kau aktor baru? Kenapa juga aku di sini?"

Perkataannya membuat lompatan riang pemuda itu lenyap. Pemuda itu mendekatkan diri. "Apa itu yang kau katakan?"

"Oh, sedang oncam, ya? Astaga, maaf aku tidak tahu ... T-tapi kenapa tidak ada orang lain?"

"Kau berkata apa lagi???"

Raut dungu ini .... Sosok itu menyipit. Memejamkan mata sejenak karna pelik. Rasa geram mendorongnya untuk berdecak. "Aihh, panggilkan saja sutradaranya! Aku tidak akan mematahkan kepalanya kok! Selagi aku diberi uang, sepertinya tidak apa-apa jika aku ikut syuting, pemeran pengganti pun tidak apa-apa. Tapi panggilkan dulu .... "

Hanya hening dan raut dungu lagi.

"Kau berkata apa?"

"Sialan, kau membuatku emosi saja! Sudahlah satu kali cut tidak masalah! Cepatlah! Sutradara keluarlah!" Sosok itu menyibak selimut, kaki jenjangnya hampir menyentuh lantai, tapi sebuah tangan mencegah, menarik, dan berakhir menahannya.

"Tidak, kau tidak boleh pergi! Jika jau menginjak lantai seinci pun, aku akan dimarahi banyak orang! Lagipula, aku juga tidak rela kau pergi lagi!" Tangannya memeluk lengan sosok itu. Bagai anjing yang imut, dia menggosokkan kepala pada lengan dengan lembut. Tanpa sadar matanya memanas.

"Kau?! Apa yang kau lakukan?"

Pemuda itu bergumam. Tenggorokannya sedikit tercekat. "Jangan pergi lagi ...."

"Baiklah, kalau begitu panggilkan sutradara."

"Aku sungguh tidak mengerti apa yang kau katakan, tapi sekali lagi, jangan pergi kumohon."

Tenggorokan rasanya menyusut, mengakibatkan ludah sukar tertelan. Sosok itu melamun, tenggelam dalam rasa bingung, tidak menghiraukan isakan samar dan pelukan.

Di mana kameranya? Tersembunyi di mana? Di bolongan poci teh tidak ada ... Oh! Di gulungan kertas---juga tidak ada ... Arghhh! Dimana?! Di mana kameranya? Mama ....

Dia tidak terlalu dungu. Dia mengerti, sangat mengerti. Namun, dia ingin menjadi tidak mengerti. Bisakah?

"Kutanya sekali lagi, kau harus menjawabnya dengan benar bukan jujur," dia menarik nafas dan menghembuskan dengan kasar, "KATAKAN DIMANA SUTRADARANYA?!"

"Aku sungguh tidak mengerti apa yang kau katakan."

"ASTAGA DRAGON! KENAPA?! F*CK! TID---"

Lagi-lagi, kegelapan menyisakan kebingungan yang belum terurai. Badan itu melemas, dan ambruk lagi. Dikarenakan beratnya beban di lengan kirinya, dia jatuh ke sana dan berakhir berbaring dipangkuan pemuda itu.

"Reaksinya tidak buruk, tapi tidak pantas dikatakan tidak aneh."

Satu sosok tersingkap---lebih tepatnya memunculkan diri dari balik sekat kayu.

Sosoknya mungil, dengan muka bulat terkesan menggemaskan. Sayang sekali, pandangannya yang tajam dan sedikit sinis menghancurkan gelar imut.

Gadis itu melangkah mendekat, saat sudah mencapai pinggiran ranjang dia berhenti dan mengeluarkan tendangan. "Tidak perlu bersembunyi lagi."

Pemuda tadi tersadar, dengan pelan-pelan dia membaringkan tubuh dipangkuannya. Dia melongok ke bawah ranjang. "Kakak, keluarlah."

Sosok di bawah ranjang itu mengangguk. Bergeser perlahan berusaha keluar dari kegelapan, tapi sayangnya ranjang itu mencintainya. Dia berhasil bergeser tanpa menimbulkan suara, tapi saat melongokan kepala, kepalanya berakhir menabrak ranjang.

Suara itu cukup keras, menghasilkan sang adik yang meringis.

Sosok itu terdiam sejenak, tampak kosong cenderung cengo? Sepertinya. Demi menghindari membuat bunyi yang lainnya, dia kali ini lebih pelan dan berhati-hati. Dan akhirnya, dia bisa menghirup nafas bersih, dan ...

Bisa melihatnya.

Warna putih bagai bercak diantara warna hitam---atau malah sebaliknya? Wajah itu terlihat berbeda dengan pemuda tadi. Dingin bagai salju, setiap lirikan membuat beku. Namun, jika dicermati lebih dalam setidaknya mereka sekilas mirip.

Dia berdiri, dengan telapak tangan dibasahi peluh. Meski rautnya datar tak bergelombang, tetapi dalam benaknya tengah terjadi gemuruh badai. Matanya mencerminkan itu.

Hening merajai detik untuk sejenak. Suara nafas dan dada yang naik turun dari seseorang yang terbaring menjadi pusat atensi. Tenang, tak tergoyahkan, sedikit nyaman untuk dijadikan pusat atensi.

Pemuda tadi mengalihkan pandangan. Terpaku pada jarum yang memaku sosok di sampingnya. Melamun. Tanpa sadar dia membuka mulut. "Apa ini benar dia?"

"Apa itu benar dia?"

Bagai pinang dibelah dua, hanya beda kata petunjuk. Pemuda tadi dan gadis imut berkata bersamaan, dan menutup mulut secara bersamaan juga.

"Harus dia."

Sunyi seketika hancur.

Pemuda tadi menghela nafas, kata bingung terlukis jelas di wajahnya. "Kakak ... Tadi dia mengumpat, nadanya sama, membuatku yakin itu dia, tapi ada banyak kata yang tidak kumengerti juga diucapkannya ... Aiyaa ...."

Gadis imut menanggapi, "Kenapa kau terkesan heran? Bukankah seharusnya aneh jika dia berkata sesuatu yang tidak aneh?"

Pemuda itu menoleh dan menatap si gadis. "Benar juga, tapi rasanya tidak pernah seaneh ini."

Salju semakin menyelimuti wajah sang kakak. Sosok itu memilih mengalihkan pandangan sejenak. Sedikit menyesal karna tidak seperti adiknya.

Tanpa di sadari, satu nafas sudah bercampur dengan udara ruangan ini.

Suaranya dingin, tegas, dan terkesan mengintimidasi. Membawa angin yang menegakkan bulu badan. "Bai Xiang."

Semua kepala yang sadar sontak menoleh. Rasa terkejut ditampilkan di setiap wajah, hanya berbeda seberapa jelas.

Pemuda tadi menjawab lirih. "R-ratu .... "

"Yang kupanggil adalah anakku." Bibir wanita itu dihiasi gemetar yang samar. Dia memejamkan mata sejenak. Tampak seperti menenangkan diri, hanya saja yang keluar malah kebalikan dari kata tenang.

"BAI XUE! ANAK BODOH! KEMARI!"

Bibir pucat Bai Xiang bergerak lambat. Lengan hanfu yang longgar menyembunyikan kepalan tangan yang mengetat. Tertunduk sejenak dan akhirnya bisa menjawab, "I-ib---"

"KUBILANG KEMARI!"

2. WTF!!! 凸( •̀_•́ )凸

Malam tiba, Bulan menggantung indah di atas sana. Shena akhirnya sadar. Matanya menyapu penjuru ruangan ini. Ya, namanya Shena. Sosok yang kebelet bertemu sutradara

Sungguh, ini seperti asli.

Ruangan itu menguarkan atmosfer dingin, namun disisi lain juga menguarkan rasa nyaman yang dapat membuat orang kehilangan jiwa dengan ikhlas.

Dia menatap kesal pada dua sosok yang tertidur di pojok kanan ruangan ini.

Ide jail muncul. Sekalian balas dendam tentu saja.

Dia beranjak, mengambil cangkir di nakas. Kemudian tanpa terselip rasa iba di hatinya, Shena mengguyur dua sosok itu. Sialnya hanya satu yang terkena.

"Bangun!"

Dua sosok itu terlonjak. Pemuda tadi yang memeluk lengannya, mengusap wajahnya yang di penuhi air.

Seusai mengucek mata, gadis yang di sisinya mengerang. Saat matanya terbuka sempurna, dia melotot.

Tanpa menunda kesempatan, Shena bertanya, "Kalian! Katakan dimana ini?"

Keduanya kompak menjawab, "Istana Bai. Kediaman Klan Bai."

Shena menguak dan menggali memori tentang kata-kata itu. Agaknya seperti familiar. Klan Bai, Klan Bai, Klan Bai ... Klan---A-apa?!

"WHAT THE F*CK!!!"

Teriakan bermakna umpatan itu melengking tajam, memecah suasana damai di ruangan itu.

Shena terjungkal saking kagetnya. Bibirnya berkedut, tak terima akan kenyataan ini.

Terheran heran, Pemuda tadi bertanya, "Ada apa, kenapa kau sekaget itu?" Tapi ada sedikit keganjalan dalam jawabannya itu.

Shena menoleh dengan kecepatan cahaya. Tatapannya setajam silet. "Sekaget itu, sekaget itu ... Sekaget itu!"

Intonasinya sarat akan ketidak terimaan. Awalan lirih, akhirannya ... sungguh membuat orang ingin mencopot kuping milik dirinya sendiri.

Lagi-lagi mereka terlonjak, gadis imut tadi mengerutkan keningnya. "Apa kau benar Li Qiao?"

"Apa? Jangan semb--- a-apa? Namaku Li Qiao?"

Nada gugup serta pertanyaan ambigu itu membuat dua sosok tadi semakin bingung, sekaligus senang(?) Raut dungu terlukis jelas di wajah tanpa cela mereka.

Pemuda tadi menjawab, "Tentu saja. Nama umummu Li Qiao, nama lahir mu Li Yue."

Apa-apaan ini?! Apa salah dan dosaku ... jika memang aku ditakdirkan menyebrang, setidaknya jangan perankan aku sebagai sampah busuk seperi Li Yue ini! Mama .... Saat ini benaknya dipenuhi gunung api amarah yang meledak berurutan.

Dirinya masih tidak mengerti akan kenyataan ini. Demi dia yang masih belum menikah, dia mengutuk penulis novel ini!

A-apa-apaan? T-tapi bagaimana bisa? Bukankah itu hanya novel? Arghhh s**l*n, lihat saja setelah aku kembali, kupastikan karir pengarangnya tidak akan semulus mukaku.

"A-Yue, ada apa?"

"T-tidak, tidak ada. Siapa namamu, dan n-namanya?"

"A-apa kau melupakanku?"

Kening Shena terlipat. Melihat reaksi berlebihan dari pria tampan dihadapannya membuat perutnya sedikit terkocok. Dari kata-kata itu dia menyimpulkan kalau Li Yue ini memang sangat dekat dengan sosok itu.

Bibirnya berkedut sebelum menyanggah, "B-bukan lupa... Tapi aku tidak ingat."

Alasan macam apa itu? Apa dia mendapatkannya dari lututnya? Oh, pantas saja.

Bibir Pemuda itu masih melengkung ke bawah, dengan hempasan nafas yang mendahului dia berucap, "Namaku Bai XingFu, dan ini," dia menyenggol pundak wanita di sampingnya, "kakak sepupuku, Jia Li."

Keheningan mengisi waktu sebentar, suara pintu dibuka menghancurkannya.

Shena sontak membalikan badan, seketika setelah netranya menangkap seseorang yang masuk itu. Kebingungan yang mendera dalam pikiranya tergantikan oleh rasa takut dan ketidakpercayaan.

Gelap lagi. Dia pingsan lagi.

Sebelum tubuh Shena bersilaturahmi dengan tanah seutuhnya, sosok di seberang dengan cekatan menangkap pergelangan tanganya. Menangkap, kemudian menarik. Shena jatuh sepenuhnya dalam dekapan lelaki itu.

Meski cahaya sudah tenggelam seutuhnya, tapi telinganya tidak rapat!

Shena masih mendengar kata penuh kekhawatiran dari sosok itu.

"Tidak!"

...•||||||•...

Cahaya menyengat mengusik kenyamanannya. Shena membuka mata, hal pertama yang memenuhi mata ialah atap yang lusuh, dan jelek tapi tentu saja tidak sejelek wajah mantannya.

Saat kesadarannya masih belum sepenuhnya menyatu, tendangan lebih dulu menghancurkannya. Dia dipaksa bangun, kedua lengannya ditarik secara kasar.

Lutut yang masih loading tentu saja tidak bereaksi sebagaimanaharusnya, alhasil kini dirinya diseret dengan sebagian tubuh yang terus menyapa debu tanah.

Dua pria tinggi kekar yang memeganginya tampak geram, salah satu dari mereka meninju pinggangnya dan berteriak, "Bangun! Jangan menyusahkan kami!"

Shena mengerang sakit, siapa saja yang bisa tahan akan pukulan itu Shena berjanji akan menjadi gadis baik untuknya. Itu sangat sakit!

Perlahan dia menegakkan tubuh, dia menyadari tubuh ini sudah memiliki banyak luka dalam. Luka itu tertekan saat dia berdiri, apalagi di perut. Uh! Itu menyakitkan.

Dia memutar otak, mencari cara agar dapat meloloskan diri dari besi yang memeganginya dengan kokoh itu. Opsi satu, melawan. Ah! Itu tentu saja langsung tercoreng! Saat ini tubuhnya sangat lembek seperti jelly--- eh bukan, lebih tepatnya ingus!

Huh, pemilihan kata yang menjijikan.

Mulutnya ia buka, tapi tak ada tanggapan verbal maupun fisik untuk perkataanya.

Dia berteriak sekali lagi. "Hey! Lepaskan, apa kalian ingin sekali bersentuhan dengan giok? Berkacalah! Kalian tidak pantas menyentuh kulit mulusku! Lepaskan, b*j*ng*n!"

Tetap tak ada riak sedikitpun pada wajah di bawah rata-rata dua sosok itu. Kali ini dia mencoba menyentak tangannya.

Matanya melotot saat tanganya mengganda. Pergelangan tangannya jadi empat! Yang satu sudah terlepas dan menggantung di satu sisi. Dia menatapnya, masih tidak percaya.

Pantas saja mereka seperti tidak punya panca indra, ternyata aku yang bodoh! Dia menyadari ini bukan nyata, ini mimpi--- ralat memori karakter novel yang ia perankan. Menurut cerita, ini adalah penggalan dari---- d*mn! Bab kematian! Ini buruk! Lebih buruk, jauuh lebih buruk dari rasa kue yang ia buat!

Ini benar-benar hal yang membuat dia ingin memakan otaknya sendiri. Bagaimana ini? Tidak! Tidak mau!

Shena hanya bisa berharap rasa sakitnya tidak akan menular pada dirinya. Membayangkan bilah mengkilat nan tajam dari pedang pemeran utama pria mencium lehernya ... Tidakk!!!

Setelah sepersekian detik berlalu, Shena benar-benar merasa bahwa otaknya sudah kadaluwarsa. Bukankah tadi dia juga merasa sakit saat algojo itu menggaplok pinggangnya? Itu berarti tidak ada pengecualian! Semuanya disamaratakan!

Dia menggeliat mencoba lepas, keempat organ geraknya serta kepala memang bisa digerakan, tapi bagian tengah tubuhnya sama sekali tidak bergeser setitikpun! Tubuhnya seperti di pin!

Shena membatin, Ramai sekali, berapa banyak anjing yang menonton sih?

Cahaya matahari benar-benar memperjelas keberadaannya. Shena mengeluh akan betapa tajam sinar itu menusuk pupil kepunyaanya.

Teriakan, tawa, serta sorakan kegirangan semakin menggila seiring terkikisnya jarak antara dirinya dengan tempat eksekusi. Ludah muncrat dari berbagai arah.

Dia bisa membayangkan sosok Li Yue yang tersenyum meremehkan saat ini. Orang itu benar-benar gila.

Shena menggelengkan kepala saat dia menangkap tempat itu. Berusaha memberontak, tapi tentu saja tidak berguna!

Dia tidak menangis! Itu merupakan suatu keunggulan yang harus dibanggakan. Itu cukup untuk membuatnya tertawa di alam baka selama tujuh hari. Namun, walau semua mantanya memujanya seperti dewi, dia tetap tidak ingin mati!

Memberontak memang tidak berguna di momen ini. Dia tidak ingin kehabisan ide, dia terus memeras otaknya.

Eh, tunggu ... Bukankah dia bisa menggerakan lehernya? Kenapa pemikiran ini tidak bergulir di otaknya yang tumpul itu?

Dia tertawa puas. Dia bahkan tersenyum miring saat pemeran utama pria sudah menyelesaikan dialognya. Senyumnya membeku saat bilah pedang itu menyentuh ringan kulitnya.

Bodoh! Dasar otak telur! Apa kepuasan sesaat tadi benar-benar mengambil alih seluruh atensinya? Dia lupa mengelak, ini bagaimana?!

Teriakan lolos dengan brutal keluar dari mulutnya. "Tidaaak!!!"

Entah karna keberuntungan atau memang takdir, saat dia membuka mata dia sudah bangun dari mimpi.

Tanganya buru-buru meraba lehernya. Masih utuh! Tidak lecet sedikitpun! Dia tertawa terbahak-bahak akan ini! Mimpi itu benar br*ngs*k tapi juga sangat menantang! Adrenalinya benar-benar terpacu akan itu.

Tawa itu hancur saat dia menoleh kearah kanan. Dia ... Luruh lagi, pingsan lagi.

Binar kebingungan menerawang di netra terang Bia Xiang. Yaah, walaupun wajahnya masih setenang biasanya tapi mata memberitahukan segalanya.

"Sebentar, apa dia ... Maaf A-Yue, Apa A-Yue, dia ... Gila?" Bai XingFu memadamkan keheningan yang mendera.

"Dia berteriak lalu tertawa, aku khawatir dia terlalu terpukul akan kejadian itu ...." Perkataannya belum rampung, tapi tenggorokannya tercekat saat matanya mendapati komuk kakaknya.

Cengkeraman pada Hanfunya mengetat, menandakan emosi yang ia tahan sangat kuat. Bai XingFu menelan ludahnya susah payah.

Matanya bergulir kearah lain. Dia menatap Jia Li penuh pertanyaan. Jia Li menoleh, dia menjawab dengan helaan nafas.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!