Di tengah hiruk pikuk suara malam kota, dan lalu lalangnya kendaraan disana-sini, serta aktivitas orang-orang yang tak dapat dihitung jumlahnya, cukup membuat Rasyandra Alita minder pergi ke Super Market sendirian. Namun apa boleh buat, demi tak terjebak dalam kelaparan, semuanya pasti akan ia pertaruhkan.
Mungkin sebuah perjalanan menjadi masalah baginya, namun saat sudah memasuki toko, matanya langsung berbinar memandang makanan dan juga minuman yang sudah tertata rapi di dalamnya. Ia pun tak segan-segan untuk memasukkan cemilan-cemilan atau makanan instan ke dalam keranjang.
"Rasya?"
Yang dipanggil pun mulai kebingungan mendengar suara yang memanggilnya seperti orang yang ia kenal atau bahkan sudah akrab dengannya, tanpa perintah rasya langsung menoleh ke arah orang tersebut. Bukan mengetahui siapa orangnya, namun rasya malah semakin bingung melihat orang tersebut. Rambut pendek ujungnya di cat agak pink, make up agak tebal, baju kemeja agak langsing, kuku di cat hitam, celana ketat bermotif macan, sepatu sport berwarna pink, dengan tas merk Hermes Matte Crocodile yang harganya di atas rata-rata sudah cukup membuat rasya tau siapa orang itu.
"Kx Riza!"
"Aduuuhhh eyyyy ayang beb gue,,,masih,,,aja sama, gak panjang-panjang lagi lu kayakny ya!" kata gue waktu itu sambil peluk dia.
"Kok gitu sih kak,,, baru ketemu bukannya disanjung tapi malah di bahas masa lalu" rengek rasya.
"Iya,,, maaf deh,,, "
"Aduk kak, jangan lama banget ya meluknya, soalnya rasya udah punya suami" ucap rasya agak sedikit menekankan pada kata suami.
"Eeehhh,,, ASTAGHFIRULLAH,,, kok nggak bilang-bilang sih lu, bikin eke anusan aja" saat itu aku reflek dan langsung melepas pelukannya, maklum lah kuy, gentleman gitu lho....
"Jhhhhhhh, jantungan kak, bukan anusan! "
"Iya deh,,, tapi Alhamdulillah eke ketemu you, soalnya eke lagi butuh inspirasi nih buat karya eke selanjutnya, gimana?"
Saat itu gue langsung merasa kalo rasya itu udah paham maksu gue, soalnya,,, sombonk dikit gak papa kan gays,,,, soalnya gue memang udah jadi penulis novel yang terkenal.
"Aduuh, mau cerita yang gimana ya kak, soalnya kalo mau nanyak cerita yang ada dipikiran aku, aku juga gak tau, terus kalo masalah cerita kehidupan aku,,, ya,,, biasa-biasa aja sih"
"Biasa gimana, eke tau kok rasya kalo you itu sekretarisnya perusahaan GVM Group" aku bisa melihat pada saat itu matanya langsung terbelalak.
"Sebernarnya juga tau kalau you itu mau menikah, cuma kelupaan aja tadi, hehehe, jadi gimana? " tanyaku meyakinkan dia.
"tapi gimana ya kak,,, "
"Alaaaaahhhhh,,,, nggak usah banyak mikir deh lu, eke dah kenal you sejak SMA bray,,,, kito selalu bersame dulu sama si ica barbar satu lagi,,, ayolah pleaseee beb,,, gue nggak tau harus gimana lagi niiihhh"
"Oke deh"
Sehabis berbelanja kebutuhan keroncongan, kami langsung saja pergi ke sebuah kafe terdekat, disana kami duduk di kursi yang letaknya dekat dengan jendela, soalnya gue tau kalo si rasya itu suka banget melihat melihat pemandangan dengan aktivitas orang yang berlalu lalang.
"Jadi ceritanya gimana? , you mau judulnya gimana? , mau dipikirin sekarang atau pas habis ceritanya?, atau aku aja yang mikirin?, tapi sebenarnya kita harus pertimbangin ceritanya jg" rasya tampak berpikir keras setelah aku menanyakan hal tersebut.
"untuk judul sih aku pengennya Memulai Ulang Kehidupan, meskipun awal ceritanya itu Broken Life"
"Hah,,, gimana sih lu, gak nyambung banget,,, tapi terserah deh,,, gw catet dulu ya! "
"Tapi betewe, gue pengen tau dong gimana sejarahnya lu tu bisa jadi sekretaris setia di GVM itu? "
"Iya deh, nanti gue juga nyelipin ceritanya"
"Bisa nggak langsung dimulai aja, perasaan dari tadi gue udah bosen sama percakapan kita aja"
"Jhhhhh,,, sabarrrr,,, " kata rasya sambil menarik nafas panjang
Lima tahun lalu...
"Assalamu'alaikum,,,, " ucap rasya ketika udah sampai di rumah.
"Waalaikum salam" sontak jawab ibunya dari dalam yang ia yakini sedang menonton TV.
Jam sudah menunjukkan jam dua belas malam, rasya terpaksa pulang terlambat karena tugas berkelompok yang memakan waktu banyak, namun ia masih bisa bersyukur karena ibunya masih memakluminya.
"Makan dulu sana, ada tumis kangkung kesukaan kamu, nanti kalo udah siap makan jangan lupa dimasukin dalam kulkas, soalnya besok masih bisa dipanasin" kata ibuku.
Di semester kelima kuliahnya ini, rasya semakin hari semakin merasa tertekan, apalagi dengan tugas yang semakin hari semakin menumpuk itu, ingin rasanya ia putus sekolah saja, daripada harus menderita. mungkin itulah yang selalu dipikirkannya selama ini, namun karena pertimbangan Beasiswa ia mengurungkan hal tersebut.
Setelah selesai dengan semua aktivitasnya, rasya langsung menuju ke kamarnya, disana dia menemukan adiknya Alena sudah tertidur pulas.
-Kira-kira saat itu ia masih duduk di bangku kelas tiga SD- rasya.
Baru saja ia merebahkan dirinya di kasur, tiba-tiba...
PLAAAAKKKKK
Memang sudah menjadi kebiasaan saat ayah rasya pulang, selalu ibunya yang membuka pintu dan menutupnya kembali seolah-olah seperti pasangan harmonis, tapi kenapa kali ini tutupan pintunya keras sekali ya,,,itulah yang timbul di benakmu rasya.
"Ayah menikah lagi ya,,, " suara ibunya pelan.
DDDOOOORRRRR
Entah cuma ilusi atau telinga rasya yang kurang jelas, bisa-bisanya ibunya mempertanyakan hal seperti itu, tapi rasanya,,, hatinya mulai tercekik hanya dengan satu telinga tersebut.
"Aaarrrggghhh... memangnya kenapa sih? hah? " sahut ayahnya agak kesal dan merasa tak peduli.
"Jadi ini alasan ayah sudah setahun tidak menafkahi kami? "
Sudah lebih dari setahun ayahnya tidak pernah memberikan nafkah bagi mereka lagi dengan alasan bisnisnya bangkrut, itulah yang membuat ibunya harus banting tulang kerja disana-sini. Bahkan rasya sendiri harus kerja paruh waktu untuk membiayai kuliahnya sendiri tanpa sepengetahuan siapa pun kecuali temannya, meskipun mendapatkan beasiswa tapi tetap saja kan buat ngeprint tugas itu diperlukan yang namanya uang, belum lagi tugas-tugas yang lain.
"memangnya dalam agama kita tidak itu dilarang menikah lebih dari dari satu orang, HAH? " bentak ayahnya dengan suara mulai kasar.
Ternyata yang rasya dengar itu bukan ilusi, langsung saja ia menatap adiknya yang berada di sampingnya masih tertidur pulas karena ia khawatir jika adiknya mendengar hal tersebut. Tak sampai disitu, hatinya juga mulai berderu kencang seolah-olah sesuatu yang buruk akan terjadi. Ia pun bangun dan berjalan pelan ke arah pintu penghubung antara kamarnya dengan kamar adik laki-lakinya selain pintu masuk tadi.
"Ya jelas haramlah kalo satu keluarga aja papa nggak sanggup nafkahin, apalagi papa cari yang lain" suara ibunya juga mulai mengeras.
Rasya akhirnya membuka pintu tersebut dengan pelan supaya tidak terdengar oleh orang tuanya. Devan, adik laki keduanya yang pertama masih sibuk dengan buku-bukunya di meja belajar, dengan headset di telingnya, rasya yakin kalau ia tidak dapat mendengar percakapan orang tuanya.
Sedangkan David, adik laki ketiganya sudah duduk mematung di ranjang atasnya dengan tablet masih ditangannya, rasya yakin kalau tadi David pasti sedang melihat update-tan dari dunia olahraga yang tak boleh terlewatkan satupun.
Pada saat yang bersamaan juga david melihat rasya sedang menatapnya panik, dengan cepat rasya memberikan aba-aba pada David untuk menyadarkan si devan tentang apa yang terjadi.
Bukan David namanya kalo tak kurang ajar, langsung saja ia menarik headset di telinga kakaknya itu. Bukannya terkejut tapi malah pelototan yang dilemparkan devan pada david.
"MAMA JANGAN IKUT CAMPUR, INI PAPA JUGA LAGI BERUSAHA BUAT BANGUN LAGI BISNIS PAPA... "
Akhirnya sebuah tamparan lembut nan manja namun ekspresi bergejolak diberikan david pada devan sebagai bentuk penyadaran untuk orang yang tak mengerti suasana.
***
"Trus pada saat itu si Radika, adik pertama kamu itu dimana? " tanyaku sambil menyeruput kopi pesanan yang baru aja datang tadi.
"pada saat itu dia masih di pelatihan kemiliteran"
"trus dia tau atau nggak soal kejadian di rumah? " tanyaku memastikan.
***
PLLLLAAAKKKKK
PLLLAAAAKKKK
Terdengar suara isakan di luar sana, keadaan seketika menjadi hening, bingung, atau bahkan kacau selepas tutupan pintu kasar, siapa lagi pelakunya kalo bukan ayahnya itu. Sesaat kemudian terdengar suara seperti sesuatu terjatuh. Dengan cepat rasya berlari keluar kamar adik laki-lakinya itu karena ia suara jatuh itu berasal dari ibunya.
"Mama nggak apa-apa" tanya rasya dengan panik menghampiri ibunya yang terduduk di lantai.
"Iya, mama nggak apa-apa sayang, kamu jangan khawatir y" ucap ibunya dengan lembut lalu mengelus-ngelus kepala anak pertamanya itu sambil sesekali menghapus air matanya.
"Tapi-" ucapan rasya terpotong.
"Kan mama udah bilang nggak apa-apa, kamu ini gimana sih, yaudah mama mau ke dapur dulu y, mau makan, soalnya lagi laper,,," sambil tersenyum, dengan sigap ibunya langsung berdiri, keadaannya sudah seperti tak ada yang terjadi, tidak kaku... tidak juga lemah.
Terima kasih ya Allah karena telah menguatkan hati mamanya rasya - rasya
"Gimana kak, keadaan ibu? " tanya devan dengan sendu yang baru keluar dari kamarnya bersama david, sedangkan ibunya sudah berlalu ke dapur.
"Baik-baik aja, tapi kakak juga nggak yakin"
"Kok ayah jadi gitu ya, rasa ingin gua santet aja" ucap david ketus.
Tanpa ba-bi-bu ca-ci-cu, rasya langsung berdiri dari dari jongkoknya sedari tadi dan langsung mencubit pipi adiknya yang terlalu baik itu.
"Orang tuamu itu,,, ngomong yang sopan boleh gak hah?! " bentak rasya kesal.
"Nggak hehehe,,, " jawab david sambil mencubit sekilas pipinya kakaknya itu dengan ekspresi manis manja yang dibuat-buatnya itu lalu melepaskan tanggan kakaknya dan berlari kabur menuju kamarnya.
Tinggi badan rasya dan david tidak jauh berbeda, david hanya sedikit lebih pendek dari rasya sehingga ia tidak terlalu kesusahan untuk mencubit pipi kakaknya itu. Sedangkan devan berbanding terbalik dengan david alias sedikit lebih panjang dari rasya, sehingga sewaktu-waktu devan mengantar kakaknya ke kampus, tak sedikit orang berfikir kalo mereka itu pacarnya rasya. Duuuhhhh, jadi iri yaaaa^_^. kalo panjangnya si ridho tu apalagi....
"Awas kamu ya, sini KAMU... " rasya berlari mengejar adiknya itu, namun yah... pintunya duluan ditutup dan dikunci.
Gue pikir, yang jadi Tom and Jerry itu cuma tikus dan kucing doang, ternyata berbentuk manusia juga ada... - devan.
Malam sudah sangat larut, sudah waktunya bagi semua orang untuk tidur, termasuk rasya. Ia sudah merebahkan tubuhnya diatas kasur selama dua puluh menit yang lalu, namun ia tidak bisa tidur karena kejadian yang baru saja terjadi. Namun ia tak boleh terbuai oleh lamunan semata, ia harus tetap positif thinking, tak lupa pula dia juga berharap dan berdo'a bahwa hari esok akan lebih baik dari malam ini. Hingga akhirnya matanya sedikit demi sedikit mulai menyipit dan tertutup hingga sepenuhnya.
***
"Rasya, rasya, bangun rasya, yuk kita pergi dari rumah ini"
Itulah kata-kata yang ia dengar barusan, namun ia belum tau apa maksud sebenarnya karena kesadarannya belum sepenuhnya terbuka, hingga akhirnya ia sadar, kalo itu suara ibunya.
Jam masih menunjukkan pukul tiga malam, namun kenapa hal tersebut terjadi dadakan. Pandangan rasya masih remang-remang, kesadarannya juga masih belum bisa dikatakan stabil, namun terpaksa membuka matanya untuk memastikan apa yang terjadi.
Ibunya rasya sedang memasukkan baju adik perempuan satu-satunya kedalam koper, itulah yang dilihat rasya saat ini.
"Ibu ngapain? " tanya rasya panik ketika merasa bahwa hal yang dilakukan ibunya tidak benar.
"Kita akan pergi meninggalkan rumah ini malam ini, cepatlah bersiap-siap, jangan lupa untuk membangun devan dan david" jawab ibunya cepat.
"Tapi kenapa bu? kemana kita akan pergi? " tanya rasya dengan perasaan yang sudah menggebu dan masih dengan posisi duduknya di atas kadur.
Ibunya rasya langsung menghentikan pekerjaannya dan langsung menatap rasya dengan sendu sambil menarik nafas panjang.
"Rasya,,," panggil ibunya lembut.
"Maafin mama ya sayang, mungkin ada banyak sekali yang harus dipertimbangkan tentang keputusan mama, tapi mama benar-benar nggak tahan lagi dengan sikap ayahmu itu, mungkin sekarang tujuan kita hanyalah pergi sejauh-jauhnya, supaya tidak terlalu terpuruk dan terbebani dalam sebuah keadaan, tolonglah,,, kali ini,,, saja kamu turuti perkataan mama ya sayang,,, "
"Lalu bagaimana dengan sekolah kami bu? " kepanikan rasya sudah sampai di stadium tingkat akhir.
"Nanti biar ibu yang uruskan, kamu tenang saja" lalu ibunya mulai berjalan kearah kamar adik laki-lakinya, tentu saja maksudnya untuk membangunkan mereka.
Bagaimana rasya bisa tenang, semua kenangan bahagia dan pahitnya dari kecil hingga sekarang ada di rumah ini, rumah tempat dia beristirahat kala lelah menghampirinya, rumah yang sudah membuat dia berkumpul bersama keluarga, lalu teman-teman yang selalu ada untuk dia, sekolah yang sudah mengubahnya menjadi orang yang lebih berarti untuk menggapai cita-citanya, terpaksa pada akhirnya harus ia tinggalkan, "mustahil" itulah yang ada di benaknya.
"Nggak mungkin ma, besok aku akan dilantik menjadi ketua ekskul basket, ekskul terpopuler di sekolah aku, dan semua persiapannya juga sudah diatur" terdengar suara david yang menentang rencana ibunya.
Tak berapa lama kemudian, pintu kamar rasya terbuka, memperlihatkan sesosok adiknya yang sudah rapi dengan setelah baju selutut kesukaannya dan beberapa makanan cemilan yang sedang di peluknya.
"Mama dimana kak? " tanya adiknya yang baru saja masuk itu.
Tanpa memedulikan pertanyaan adiknya, rasya langsung pergi ke kamar adik laki-lakinya, disusul dengan langkah adik perempuannya itu.
"Tapi kan david itu bisa ditunda kan?! " tanya ibunya memastikan.
"Tidak bisa ditunda ma, kalo emang david nggak datang besok, maka akan dilantik orang lain, sedangkan posisi tersebut adalah posisi yang selama ini david incar" jawab david agak panik.
"Devan juga nggak bisa ma, besok devan ada lomba sains tingkat nasional keluar kota, dan devan nggak mau mengecewakan sekolah kalo devan nggak ikut, bahkan persiapannya udah devan lakuin sejak dua yang lalu bersama bimbingan para guru" jawab devan dengan nada rendah.
Ibunya rasya mulai memijit-mijit kepala memikirkan apa yang akan ia lakukan, ia tidak ingin terus menanggung beban dirumah ini untuk selamanya, tetapi ia juga tidak ingin pendidikan anaknya jatuh begitu saja, yang ia lakukan sekarang hanyalah terus memikirkan apa yang harus ia lakukan selanjutnya.
"Ma ayo, kita pergi, aku nggak mau liat mama sedih... Huhuhu" pinta adiknya alena sambil menggoyang-goyangkan tubuh ibunya dan menangis.
Rasya, devan, dan david terkejut mendengar perkataan alena, mungkin di satu sisi mereka juga ingin pergi karena tak ingin ibunya menanggung beban yang sangat berat karena ayahnya, namun disini lain ada hal-hal yang mereka impikan atau pertanggungjawabkan untuk diselesaikan.
Air mata ibunya pun mulai jatuh beserta suara isakan menahan tangis, devan yang duduk disamping ibunya pun mulai mengelus-ngelus punggung ibunya mencoba meredakan suasana sedangkan matanya sudah mulai berkaca-kaca. David, air matanya sudah keluar meski hanya beberapa tetes. Rasya, air matanya sudah mulai mengalir tanpa henti yang sejak tadi berada di ambang pintu pendengar percakapan orang-orang yang di sayanginya.
"Ma-ma pergi... aja bersama al-lena"
"ma,,,ma pergi... aja bersama al,,,lena" suara rasya terbata- bata.
ibunya, alena, devan, dan david secara bersamaan langsung menatap rasya. Entah dari mana keberanian rasya untuk mengatakanya sedangkan resikonya terlalu besar. Namun dari raut wajah rasya yang sekarang, ia tampak yakin dengan perkataannya.
"iya ma, devan setuju"
Sekarang semua mata langsung tertuju ke arah devan, dan devan langsung menatap David.
"davin juga setuju ma"
"tapi-" suara ibunya terpotong.
"lagian kami udah gedek kok ma, jadi nggak usah khawatir lagi" sambung david, meskipun agak tidak sopan memotong perkataan orang tua, namun david tidak ingin ibunya cemas tentang keputusan tersebut.
"nggak boleh, alena nggak hal itu terjadi, alena nggak mau pisah sama kakak-kakak alena" alena kembali menangis.
"nggak, nggak boleh, mama juga nggak setuju dengan hal tersebut, lebih baik kita tetap tinggal aja disini" sahut ibunya tetapi dengan raut yang lebih menyedihkan seolah-olah keputusan tersebut juga memberinya beban.
"MAMA..." bentak devan.
"Mama harus pergi bersama alena, kami juga nggak setuju mama menderita jika terus berada di sini, pokoknya mama harus PERGI" sambung devan yang sudah tak tahan lagi dengan emosinya dengan cepat ia berjalan ke kamar rasya tepatnya ingin mengemasi koper alena yang tadi sempat tertunda. Rasya ikut datang membantu devan.
Kini ibunya malah semakin menangis diikuti alena yang memeluknya.
"ibu,,, alena,,, jangan menangis lagi, kami akan baik-baik aja kok" ucap david sambil mengelus-ngelus punggung ibunya sambil duduk disisinya di atas ranjang.
"tapi nanti alena jadi sendiri...nggak da yang nemenin...huhuhu" alena tampak pucat sekarang karena menangis dari tadi.
Alih-alih mendengar tangisan ibu dan adiknya, david ingin meluapkan segala emosinya yang kini sedang ditahannya, ia ingin sekali menghancurkan apapun yang ada disana, termasuk meja belajar kakaknya, tapi ia tau hal itu sangatlah tidak baik untuk saat ini, ia juga tahu konsekuensi jika hal itu benar terjadi, pasti devan akan melakban mulutnya, memasukkannya ke dalam karung, lalumengikatnya dengan rantai pengikat gajah dari kebun binatang di menara monas sana, memikirkannya saja sudah membuatnya merinding.
"kok nggak da yang nemenin sih? kan kita masih bisa telepon dek,,, " kata davin dengan senyum yang dipaksakannya. Barulah setelah itu ibunya dan adiknya sudah mulai tenang, tidak menangis lagi seperti tadi.
"Semua persiapannya sudah siap bu" kata rasya menghampiri mereka.
Akhirnya ibunya mulai bangkit, dan keluar rumah atau keteras. Karena mereka hanya punya satu motor saja, sedangkan yang satunya lagi dibawa ayahnya, terpaksa davin dan rasya tidak bisa ikut karena devan yang akan mengantarkan mereka ke stasiun MRT jakarta.
"kamu tolong memasaklah untuk adik-adik kamu, mungkin ayah kamu kadang tidak akan membawa pulang kebutuhannya, mama akan mencoba untuk mengirimu uang ya,,," ucap ibunya sambil tersenyum dan memeluk rasya.
Air mata rasya kembali jatuh, bagaimana bisa ibunya mengatakan hal seperti itu, dengan keadaannya nanti saja ia tidak tau,dimana ibunya akan tinggal? apa yang akan mereka makan? bagaimana dengan alena? apakah ia akan bersekolah? apakah mereka akan bahagia setelah hal ini terjadi? atau malah sebaliknya? apakah mereka nanti akan diterima di lingkungan disana? atau malah lebih buruk lagi kemana mereka akan pergi sekarang? itulah semua yang timbul dalam pemikiran rasya. Ingin sekali rasya untuk menghentikan ibunya, tapi apalah daya, ia tidak ibunya tersiksa oleh kelakuan ayahnya.
"iya mama,,, rasya pasti akan melakukannya" jawab rasya membalas pelukan ibunya.
Kini ibunya menghampiri david, tak ingin mendengar ucapan ibunya lagi takut air matanya akan jatuh lebih parah lagi, akhirnya rasya menghampiri alena, tak lupa juga ia menghapus air mata diwajahnya meskipun air mata yang lain keluar lagi.
"Alena,,, " panggil alena lembut sambil menyeka air mata alena disamping devan. Yang dipanggil pun langsung memeluk rasya.
"kak,,, huhuhu, aku nggak mau pergi,,,huhuhu" ucap rasya diiringi dengan tangisan lagi.
"Alena jangan sedih, ya, suatu saat nanti kami pasti akan menyusul kamu kok ya, nanti kita bisa ke mall bareng,,, ke supermarket market bareng,,, makan di restoran bareng,,, jadi alena jangan sedih ya" ucap rasya meyakinkan alena, meskipun ia sendiri masih ragu dengan perkataannya, tapi saat ini yang penting baginya adalah ia ingin melihat wajah alena yang tersenyum, bukan menangis.
Akhirnya ibunya dan adiknya berangkat, rasya dan david hanya bisa menatap kepergian mereka dengan lambaian tangan yang selalu ada meskipun mereka sudah tidak terlihat lagi, dengan senyum yang dipaksa supaya apa yang terjadi saat ini tidak akan pernah mereka sesali. Sudah saatnya bagi rasya untuk masuk dan melanjutkan tidurnya berharap hari esok akan menjadi lebih baik, disusul dengan david dibelakangnya.
Rasya pun mulai merebahkan tubuhnya ke kasur, lalu membenamkan mata ke bantal dan berteriak sekencang-kencangnya melepas semua kekesalan yang ia pendam dari tadi, hingga satu tangan mengelus lembut rambutnya itu. Rasya pun menoleh.
"Kakak kalo mau teriak, ya teriak aja, jangan dipendam, kalo nggak aku aja yang mewakili" ucap david lembut lalu mulai berteriak.
AAAAAAAARRGGHHH
Terlihat david juga melepas kekesalannya, tapi bukan itu yang rasya inginkan, bukan teriakan kekesalan, tapi yang ingin ia dengarkan dari david adalah tawa yang selalu keluar darinya selama ini.
"Aahhhh, udah cukup, suara mu jelek, lebih baik kamu diam aja daripada kuping kakak putus" ucap sinis rasya sambil menutup wajah david dengan bantal secara kasar.
"Kakak bilang apa???, kok tadi kayaknya aku denger suara kecoak ya??? " ledek david.
"pantat mu itu yang bersuara, mana ada orang yang ngedenger suara kecoak Oiiii" balas rasya sambil mengancang-ancang bantal ingin ingin menabok kepala adiknya itu yang sudah bengkok.
" Hhhhhhhh " ekspresi kekesalan kakaknya memang cukup menarik untuk dilihat baginya, pikir david.
***
Matanya terlihat sembab, tetapi rasya tetap memaksakan diri ke kampus karena ia harus presentasi hari ini yang telah lama disiapkannya itu. Ia terus berjalan memakai topi dan melihat kebawah supaya tak menjadi pusat perhatian mata sembabnya itu, namun saat sedang berjalan ke kelasnya, ia melihat orang sedang berkerumun di tengah-tengah jalan.
"HAALOOO SEMUANYA, SAYA REHAN, HARI INI MENYATAKAN BAHWA SAYA SUDAH BERPACARAN DENGAN ORANG YANG SANGAT SAYA CINTAI SELAMA INI, YAITUUUU DISA"
Rasya pun terkejut melihat hal tersebut. Tampak teriakan dari seseorang yang sangat dikenalnya disana, bahkan lebih dari kenalan. Ia makin terkejut dengan tingkah yang dilakukan oleh orang tersebut beberapa saat kemudian, yaitu mencium kening si balet tersebut dan memeberikan seikat bunga, diiringi dengan tepuk tangan dari orang-orang yang menyaksikan hal tersebut.
"Arrrgggghhh"
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!