Menjadi pimpinan tertinggi sebuah bisnis perhotelan adalah cita-cita dan impian bagi seorang Raffael Saputra. Di usianya yang baru menginjak 29 tahun, tetapi kiprahnya di bisnis perhotelan tidak bisa dipandang sebelah mata. Ia begitu jeli melihat peluang yang ada dan mengembangkannya ke berbagai bidang yang menguntungkan untuk perusahaan keluarganya, Saputra Corp.
Kejeliannya dalam bisnis tidak kalah jauh dari Papanya, Wijaya Saputra yang sudah malang melintang di dunia perhotelan. Kegigihan dan perjuangan mengantarkan Saputra Corp menjadi salah satu bisnis perhotelan yang berkembang di Ibu Kota dan beberapa kota besar lainnya di Indonesia.
Kemampuan Raffael dalam mengelola bisnisnya didukung oleh pendidikan yang ia dapatkan secara khusus untuk mempelajari bisnis perhotelan di Cornell University School of Hotel Administration, New York, Amerika Serikat. Cornell University adalah salah satu lembaga perhotelan yang terbaik di Amerika Serikat, bahkan di dunia. Keunggulan Universitas ini adalah mahasiswa tidak hanya mendapatkan teori saja, tetapi mereka akan langsung terjun di lapangan melakukan praktik secara nyata di Stalker Hotel. Selain itu, Cornell University juga memiliki 200 perusahaan yang siap merekrut lulusan terbaik dan unggulan. Di Stalker Hotel, semua mahasiswa dapat merasakan secara langsung bagaimana kerja di perhotelan dan mendapatkan konsep nyata menjalankan bisnis dan administrasi perhotelan. Maka dari itu, kemampuan Raffael tidak perlu diragukan lagi karena selama menempuh pendidikan di sana, ia sudah merasakan sendiri bagaimana caranya menjalankan bisnis keluarganya, berbekal pengalaman yang didapatkan ketika mengikuti praktik di Stalker Hotel.
Sekembalinya dari Amerika Serikat, Raffael dipercaya oleh Papanya untuk mengelola salah satu hotel yang berada di Jakarta.
***
5 tahun lalu
“Selamat datang kembali ke Indonesia, Raffa. Papa dan Mama sangat bangga padamu. Kamu bisa menyelesaikan kuliahmu dengan baik dan pengalamanmu di Cornell University dan tentunya praktik lapangan di Hotel Stalker itu sangat bermanfaat untuk bisnis perhotelan kita.” Sambut kedua orang tua Raffa ketika menyambut kepulangan anaknya setelah selesai wisuda dari Cornell University.
“Terima kasih Papa dan Mama. Aku bisa sejauh ini karena Papa dan Mama yang juga selalu mendukungku untuk belajar sebaik mungkin di sana.”
Tampak rasa bangga sekaligus bahagia di wajah kedua orang tua Raffael. Ketika mereka mengikhlaskan anak bungsunya yang telah lulus SMA di Jakarta untuk melanjutkan pendidikan di luar negeri adalah waktu yang berat. Terlebih bagi Ratna, yang merupakan Mama dari Raffael. Dia mengalami kesedihan berminggu-minggu karena rindu dengan bungsunya yang kini harus belajar sebaik mungkin dan hidup jauh di luar negeri sebagai orang asing. Bayang-bayang bagaimana bungsunya itu akan kesepian, beradaptasi dengan makanan di sana, mencari teman baru, benar-benar menjadi kesedihan yang teramat sangat bagi Ratna. Apalagi selama ini, anak bungsunya adalah tipe anak yang cukup dingin, temannya di Jakarta saja hanya segelintir, bagaimana ketika di Amerika nanti, bisakah Raffa menjalin pertemanan selama di sana dan tidak merasa kesepian selama jauh dari keluarganya.
Kepribadian Raffael memang bertolak belakang dengan Kakaknya, Marcell Saputra yang merupakan pribadi yang ceria, mudah bergaul, dan hangat. Sementara, Raffael justru memiliki kepribadian yang dingin dan tertutup, tidak mudah bagi Raffael untuk menjalin pertemanan dengan orang lain. Karena itulah, Mama Ratna begitu sedih setiap kali mengingat Raffael yang masih muda harus sekolah di luar negeri.
“Selamat Raffa, Mama bangga padamu. Kamu sudah berhasil menyelesaikan pendidikanmu. Rasanya baru kemarin Mama bersedih karena kamu ingin kuliah di luar negeri, dan kini kamu kembali dengan hasil yang memuaskan. Kamu memang kebanggaan Mama.” Ucap Ratna dengan memeluk dengan penuh rasa bangga kepada anaknya itu.
Tidak berselang lama, pasca kepulangan Raffael ke Indonesia, Papa nya yakni Wijaya Saputra langsung memberikan kepercayaan kepada Raffa untuk menjadi Pemimpin Tertinggi di Paradise Hotel, hotel yang baru saja dibangun oleh Saputra Corps di Jakarta.
Dan, dalam jangka waktu 5 tahun kariernya di bisnis perhotelan telah menunjukkan hasil, ia telah menjadi salah satu pemimpin muda yang begitu segani. Beberapa kali wajahnya menghiasi sampul majalah bisnis di Indonesia. Kepandaian, kejelian, dan kerja kerasnya tidak perlu diragukan lagi. Dia bekerja penuh dedikasi, tidak hanya sebatas menumpang nama besar Papanya. Raffael benar-benar membuktikan bahwa ia adalah orang yang memiliki kompetensi untuk bisa membawa bisnisnya semakin maju dan meraih keuntungan.
Tentu keberhasilan yang Raffael dapatkan tidak hanya karena kerja kerasnya sendiri, tapi juga kerja sama tim yang sama-sama memiliki tujuan untuk meraih kesuksesan bersama. Dalam kepemimpinannya, Raffael dibantu oleh sekretarisnya yang siap bekerja tanpa kenal lelah yaitu Clara Ariella. Dia juga menempatkan Rino Mahendra, teman sekuliahnya di Cornell University sebagai Executive Assistance Manager. Selain itu, terdapat kepala-kepala divisi yang bekerja dengan penuh dedikasi untuk kemajuan Paradise Hotel itu.
Maka memang benarlah orang berkata, “the rights man in the rights place” itu benar-benar hal yang luar biasa berdampak. Sekalipun Raffael masih muda, tapi dengan menempatkan orang-orang yang tepat di posisi kepemimpinan yang tepat justru membawa kemajuan yang sangat baik untuk hotel yang dikelolanya.
“teeettt.... “ sambungan interkom berbunyi.
“Clara, tolong bawakan agendaku untuk kegiatan selama seminggu ini. Tambahkan pengingat juga di kalender digitalku untuk kegiatan penting dalam satu minggu ini ya.” Ucap Raffael dengan memencet tombol interkom di meja kerjanya kepada sekretarisnya yang duduk di depan pintu ruangannya yang terlihat melalui kaca pembatas di ruangan itu.
Tanpa menunggu lama, Clara Ariella yang merupakan sekretaris Raffael itu membawa tablet di tangannya dan bergegas masuk ke ruangan Boss-nya itu.
“Permisi Pak, ini adalah jadwal Bapak untuk seminggu ke depan.” Ucap Clara sembari menyerahkan tablet di tangannya kepada Raffael yang duduk di meja kerjanya.
“Dalam satu minggu ini tidak ada pertemuan penting, Pak. Hanya akan ada pertemuan dengan Papa Anda di Bogor hari Jumat depan.” Sambung Clara menambahkan informasi kepada Raffael.
“Ah, iya. Saya sampai lupa kalau minggu depan harus menemui Papa. Tolong sebelum hari jumat, kamu ingatkan saya lagi ya Clara, Terima kasih.” Sahut Raffael yang benar-benar lupa untuk menemui Papanya, minggu depan di Bogor.
“Baik Pak, saya akan mengingatkan Bapak kembali. Jika sudah, saya mohon permisi ya Pak.”
Kemudian Clara meninggalkan ruangan Bossnya dan kembali ke meja kerjanya untuk memasukkan agenda si Boss di kalender digitalnya. Tidak lupa, Clara mengatur fitur pengingat di kalender digital itu supaya Raffael tidak akan terlupa.
Bagi Clara kerja dengan dedikasi tinggi adalah tujuan hidupnya. Sebisa mungkin ia akan membantu atasannya dengan segenap jiwa dan raga. Bahkan lembur di akhir pekan, seringkali menjadi kegiatan yang cukup sering Clara lakukan untuk mengerjakan tugas-tugas yang berhubungan langsung dengan atasannya, Raffael Saputra. Selain itu, sebagai sekretaris sering kali Clara juga harus menemani atasannya untuk menghadiri acara-acara penting. Clara benar-benar wanita karier yang sibuk dan juga sangat kompeten. Gadis berusia 26 tahun ini, seakan lupa bahwa ia juga memiliki kehidupan pribadi, hampir selama 5 tahun, dia mendedikasikan hidupnya tanpa lelah untuk bekerja.
**
Hai Readers,
Ketemu lagi di karya selanjutnya.
Kali ini tentang menyadari perasaan dalam waktu yang lama.
Jangan lupa Love nya ya..
Like & Vote juga..
Happy Reading🥰🧡🧡
Ikon di Paradise Hotel tidak hanya Raffael Saputra, pemimpin tertinggi hotel itu yang memang jeli dan selalu bekerja keras, ada pula Clara Ariella yang sudah seperti bayangan Raffael. Bagaimana tidak, selama 5 tahun, di mana Raffael berada, sekretarisnya itu selalu ada di sana. Clara Ariella seperti bayangan bagi Raffael.
Bahkan, Sekretarisnya tidak akan segan-segan untuk bekerja lembur hingga bekerja di akhir pekan bagi Raffael. Dedikasi yang tinggi adalah sudah menjadi image bagi Clara Ariella.
Tidak seperti Raffael yang memang lulusan luar negeri dari Cornell University, Clara hanyalah mahasiswa lulusan salah satu Universitas di Jakarta. Akan tetapi, Clara selalu berusaha supaya Raffael tidak mengalami masalah yang berarti dengan pekerjaannya, karena Clara lah semua pekerjaan Raffael terasa mudah, bahkan ringan.
***
5 tahun seleksi Sekretaris Pemimpin Tertinggi Paradise Hotel
Sebagai hotel yang baru, Paradise Hotel merekrut beberapa karyawan, salah satunya Sekretaris Pemimpin Tertinggi. Setelah tes tertulis, dipilihlah 5 orang yang akan mengikuti tes wawancara dengan Atasannya secara langsung. Dan, Clara adalah salah satu calon sekretaris yang mengikuti wawancara siang itu.
Jam 10 pagi, Clara yang memang fresh graduated memutuskan untuk datang ke Paradise Hotel untuk mengikuti tes wawancara. Di atas kertas, nilai Clara memang cukup memuaskan, tetapi sebagai mahasiswa yang baru saja lulus, pengalamannya memang tidak begitu banyak. Bahkan pengalaman Clara hanya ia dapatkan saat ia melakukan praktik lapangan di Semester 7 waktu kuliahnya dulu. Dengan mengenakan celana hitam, kemeja putih, dan sebuah blazer hitam Clara dengan penuh percaya diri mengikuti wawancara itu.
Wawancara itu berlangsung di ruangan yang terbiasa digunakan untuk meeting. Nampak Pemimpin Tertinggi yaitu Raffael menjadi salah satu pewawancara untuk seleksi akhir Sekretarisnya.
Kelima orang yang mengikuti wawancara ini dapat dipastikan semuanya gugup. Walaupun Paradise Hotel adalah hotel yang baru saja dibangun, tetapi nama Saputra Corps tidak boleh dipandang sebelah mata. Pun demikian dengan Clara, beberapa kali keningnya berkeringat menandakan betapa gugupnya dia memikirkan pertanyaan seperti apa yang akan diberikan kepadanya. Setelah menunggu, akhirnya tibalah giliran bagi Clara.
“Nona Clara Ariella silakan masuk.” Suara dari dalam ruangan mempersilakan Clara untuk masuk.
Clara pun berdiri dari duduknya, membenahi pakaiannya dan segera masuk ke ruangan wawancara.
“Selamat siang Bapak dan Ibu semuanya, Saya Clara Ariella.” Sapa Clara kepada tiga orang pewawancara yang sedang duduk di depannya.
“Selamat siang Nona Clara Ariella, sebagai pertanyaan pertama bisakah Anda menceritakan kekurangan dan kelebihan Anda?” Tanya Rino Mahendra yang merupakan Executive Assistance Manager, sekaligus sahabat Raffael itu.
“Selamat siang Pak. Saya adalah pribadi yang bersemangat, dapat diandalkan, disiplin dan tepat waktu. Saya rasa itu akan menjadi kelebihan bagi saya saat saya memulai bekerja di tempat ini. Sementara kekurangan saya, saya memang baru saja lulus dari universitas, Pak. Jadi, saya rasa saya kurang memiliki pengalaman. Tapi pengalaman itu dapat kita dapatkan seiring berjalannya waktu. Apabila ada kesempatan yang diberikan, tentu itu akan menjadi pengalaman bagi saya. Dan, kesempatan itu akan saya gunakan sebaik mungkin.” Jawab Clara dengan penuh keyakinan di dalam hatinya.
“Baik Nona Clara, bagaimana Anda melihat diri Anda dalam 5 tahun ke depan?” Kali ini giliran Raffael yang mengajukan pertanyaan kepada Clara.
“Saya berharap 5 tahun dari sekarang saya bisa menjadi sekretaris di tempat ini dan menjadi seseorang yang dapat diandalkan, Pak.” Kali ini pun Clara menjawab dengan penuh percaya diri.
Raffael cukup terkejut mendengar jawaban Clara, baginya jawabannya ini tidak detail dan spesifik. Bahkan impian gadis yang sedang diwawancarai di depannya ini hanya mau menjadi sekretaris di tempat Paradise Hotel dan menjadi seseorang yang dapat diandalkan. Merasa belum puas dengan jawaban yang diterima, Raffael kembali memberikan pertanyaan. “Sebagai seorang sekretaris nantinya, orang yang bisa diandalkan itu yang seperti apa?”
“Untuk saya sendiri, orang yang diandalkan tentunya dapat membantu atasannya sebaik mungkin Pak. Memastikan atasan saya bekerja tanpa kesulitan, ini menjadi prioritas saya. Walaupun sebagaimana yang saya katakan bahwa pengalaman saya belum banyak, tapi saya akan belajar dan berusaha untuk selalu mendukung dan membantu atasan saya.” Tidak ada keraguan di wajah Clara ketika menjawab pertanyaan dari Raffael ini.
Sementara bagi Raffael, jawaban Clara seakan menggugah hatinya untuk menerima gadis ini sebagai Sekretarisnya, walaupun pengalamannya tidak seperti kandidat lainnya. Untuk lebih memantapkan Raffael kembalilah ia mengajukan pertanyaan kepada Clara. “Apabila Saputra Corp akan mengembangkan bisnis perhotelan di daerah di luar Jakarta apakah Anda bersedia untuk turut dipindahkan ke kota tersebut?” Raffael memberikan pertanyaan ini karena ia ingin mengetahui apakah calon sekretarisnya nanti siap keluar dari zona nyaman dan mau bersama-sama mengembangkan bisnis perhotelan Saputra Corp.
Bagi Clara, ini adalah pertanyaan yang cukup berat. Karena sebelumnya, dia belum pernah merasakan hidup lama di kota selain Jakarta. Sejak kecil hingga sekarang, dia selalu berada di Ibu Kota, walaupun setelah kuliah dia memutuskan untuk menyewa apartemen, untuk belajar hidup mandiri, tapi Clara benar-benar tidak memiliki pengalaman untuk hidup di kota lain.
“Apabila itu untuk kemajuan Saputra Corp, saya akan bersedia Pak. Saya akan belajar beradaptasi tinggal di tempat yang baru untuk membantu atasan saya sekaligus Saputra Corp untuk terus maju.” Ya, itulah jawaban Clara. Dia hanya berpikir bahwa tidak ada salahnya, dia mencoba keluar dari zona nyaman. Di mana pun itu asalkan dia bisa bekerja, tidak menjadi masalah besar untuknya.
“Apakah Anda yakin Nona Clara Ariella?” Sambung Raffael sembari melihat gadis yang tengah duduk di depannya itu.
“Ya Pak, saya yakin.” Jawab Clara dengan penuh keyakinan.
Usai wawancara itu, semua kandidat sekretaris dipersilakan pulang. Dalam waktu sepekan, perusahaan akan menghubungi secara langsung siapa sekretaris yang akan diterima.
Clara pun pulang kembali ke apartemennya dengan perasaan penuh harap, ia berharap bisa mendapatkan pekerjaan ini walaupun pengalamannya belum seberapa, tapi Clara tetap akan berusaha untuk bekerja sebaik mungkin dan meminimalisir terjadinya kesalahan.
Hari berganti hari, belum ada telepon atau email dari Paradise Hotel. Clara berpikir, mungkin dirinya memang belum beruntung untuk diterima di sana.
“Ah sudahlah, mungkin memang aku belum diterima di sana. Aku akan mencoba mencari pekerjaan baru minggu depan.” Gumam Ara sambil mengecek aplikasi emailnya. Lagipula nama sekelas Saputra Corp agaknya tidak akan mungkin merekrut orang yang baru saja lulus dari bangku kuliah tanpa pengalaman yang kurang memadai.
Clara kini mulai fokus duduk di depan laptopnya, ia berencana membuat surat lamaran pekerjaan di hotel lainnya. Ia menyiapkan kembali surat lamaran dan Curriculum Vitae nya (CV). Baru saja ia akan mencetak surat itu, sebuah telepon masuk ke handphonenya.
Dreeetttt Drettttt suara getaran telepon milik Clara.
“Selamat siang benarkah ini dengan Nona Clara Ariella.”
“Iya, benar. Saya sendiri. Ini nomor siapa ya?”
“Saya Tina Mariana, Kepala HRD Paradise Hotel. Setelah mempertimbangkan hasil ujian tertulis dan hasil wawancara, Anda diterima sebagai Sekretaris di Paradise Hotel. Anda akan menjadi Sekretaris Bapak Raffael selaku Pemimpin Tertinggi Paradise Hotel. Saya akan mengirimkan surat resminya ke email Anda dan besok Senin, Anda bisa langsung ke Paradise Hotel jam 8 pagi, akan ada masa orientasi untuk Anda selama 2 pekan. Baik Nona, Selamat bergabung menjadi bagian dari Paradise Hotel.” Tutup Tina Mariana, yang merupakan Kepala HRD di Paradise Hotel.
Hari pertama bekerja di Paradise Hotel menjadi pengalaman yang tak terlupakan oleh Clara. Dia bersiap mengikuti masa orientasi sebagai Sekretaris Pimpinan. Baru hari pertama dia masuk, beberapa orang di bagian HRD membicarakan bagaimana sosok Raffael yang dingin, tidak banyak bicara, dan suka lembur hingga malam. Bahkan beberapa orang di sana berkata kepada Clara bahwa dia harus juga siap lembur kapanpun, bahkan termasuk weekend. Walaupun begitu perusahaan tetap akan memberikan bonus tersendiri bagi karyawan yang lembur dan juga bekerja di akhir pekan.
“Hmm, semoga aku bisa bertahan bekerja dengan Pak Raffael. Aku harap aku bisa belajar sebaik mungkin di sini, tapi bagaimana dengan lembur? Apakah pegawai baru juga harus lembur? Mungkin memang takdirku untuk siap kerja keras bagai kuda.” Gumam Clara di hari pertamanya kerja.
***
Proses penempaan bagaimana seorang Clara bisa menjadi profesional. Waktu 5 tahun, membentuknya menjadi seseorang yang disiplin, rajin, dan dapat diandalkan. Dia benar-benar membuktikan perkataan saat diwawancara untuk bisa membantu atasannya sebaik mungkin.
Semua agenda untuk Atasannya tidak ada yang terlewat, laporan bulanan, surat menyurat, hingga berbagai laporan dari divisi dapat dikerjakan Clara dengan sebaik mungkin. Sekalipun di awal dia menyadari bahwa dia memang kurang pengalaman, kini Clara membuktikan bahwa dia berhasil melewati tantangan, dia berhasil memanfaatkan kesempatan yang datang padanya untuk belajar sebaik mungkin dan juga bekerja sebaik mungkin.
Dengan memanfaatkan kesempatan sebaik mungkin, dapat memproses kita menjadi seseorang yang profesional dan bertanggung jawab dalam bekerja. Begitu pula Clara, dia langsung bekerja di bawah arahan Raffael, sosok pemimpin muda yang disiplin, kompeten, jeli, dan gigih. Pun demikian dengan Clara, perlahan tapi pasti, dia menjadi gadis yang dewasa, teliti, disiplin, rajin, dan selalu bisa diandalkan oleh atasannya dan rekan kerjanya.
Perjuangan Clara untuk bisa di tahap ini benar-benar perjuangan dengan air mata. Ia belajar mencatat dan mengingat apa saja tugas sekretaris, bagaimana bisa membantu Raffael semaksimal mungkin, bagaimana mengorganisir tugas-tugasnya, juga bagaimana menjalin komunikasi dengan rekan kerja. Semua itu dipelajari Clara setiap harinya dan dia memang tipe orang yang mau belajar. Dengan belajar, dia yakin pasti bisa. Setelah belajar, sedikit demi sedikit akan diaplikasikan langsung saat ia bekerja.
Bulan-bulan pertamanya bekerja terasa bagaikan ia berada dalam Kawah Candradimuka. Apabila dalam dunia pewayangan, diceritakan Gatotkaca saat berusia 1 tahun diceburkan ke dalam kawah ini untuk memutuskan tali pusarnya, hingga akhirnya Gatotkaca keluar dari kawah ini menjadi seorang yang sakti mandraguna. Begitu pula dengan Clara, Paradise Hotel menjadi tempat di mana ia ditempa, diproses, dibentuk, untuk bisa bekerja dengan baik dan penuh tanggung jawab. Walaupun bulan-bulan pertama ia bekerja terasa sangat berat, rupanya tidak menyurutkan semangatnya untuk belajar dan bekerja sebaik mungkin.
Clara menjadi sosok yang bekerja keras karena ia harus membantu keluarganya yang tinggal di Bekasi. Clara sudah tidak memiliki Ibu, karena saat ia masih duduk di sekolah dasar, Ibunya menderita kanker, setelah sekian lama menjalani Kemoterapi, akhirnya Ibunya kembali menghadap Sang Pencipta. Ayahnya, Harsa Sanjaya hanya seorang karyawan biasa, sementara Clara juga memiliki dua orang kakak perempuan. Sejak kecil, Clara memang memiliki cita-cita untuk membantu keluarganya. Meringankan kebutuhan keluarganya.
Keluarga Clara adalah keluarga yang sederhana. Hingga kini, Ayahnya masih bekerja, dan kedua kakaknya yaitu Rania dan Maria sudah menikah. Rania bersama suaminya tinggal di Bandung, sedangkan Maria bersama suaminya menetap di Jakarta. Melihat Ayahnya yang bekerja keras membanting tulang untuk bisa menyekolahkan dan memenuhi kebutuhan keluarga, Clara dari kecil berusaha menjadi juara kelas hingga ia berhasil mendapatkan beasiswa. Ia menempuh pendidikan sarjananya, juga karena mendapatkan beasiswa. Ayahnya menjadi contoh baginya untuk terus bekerja keras dan tidak mengenal lelah.
Aku sangat ingin di hari tuanya, Ayah dapat hidup bahagia tanpa memikirkan kebutuhan hidup sehari-hari.
Perkataan ini selalu Clara tanamkan dalam hatinya. Oleh karena itulah, Clara bekerja keras dari waktu ke waktu, menyisihkan gajinya yang sudah ia rencanakan akan ia berikan kepada Ayahnya, saat Ayahnya pensiun nanti. Jadi Ayahnya tidak akan kesulitan di hari tuanya. Ahh, sungguh mulianya cita-cita Clara.
Saat Clara memasuki sekolah menengah, Ayahnya menikah lagi dengan perempuan bernama Erawati, seorang guru kesenian di salah satu SMP di Bekasi. Dari pernikahannya ini, tidak mendapatkan anak. Cerita dari Erawati, saat ia masih muda, ia pernah mengalami kista, entah setelah itu Dokter memvonis bahwa ia tidak bisa hamil. Jadi, Erawati menganggap Clara dan kakak-kakaknya sudah seperti anaknya sendiri. Erawati pun menyayangi mereka dengan tulus. Bagi Clara, dia justru bersyukur karena Ayahnya telah menikah kembali karena Ayahnya tidak akan merasa kesepian, dan ada teman untuk berbagi untuk Ayahnya. Dan, bersyukurnya Ibu sambung Clara ini adalah perempuan yang baik, sosok yang mengasihi Clara dan kakak-kakaknya dengan sepenuh hati. Jauh dari dongeng Ibu tiri yang kejam. Erawati justru merawat dan menyayangi anak-anak suaminya ini dengan tulus.
Sebuah pesan masuk ke handphone Clara.
[Ayah: Nak, kapan kamu akan berkunjung ke rumah? Ayah dan Ibumu sudah kangen padamu, beberapa bulan kamu tidak mengunjungi kami.]
Membaca pesan ini, Clara tersadar bahwa dia sudah cukup lama tidak mengunjungi kedua orang tuanya yang pasti sangat merindukannya.
[Clara: Ah, iya Ayah. Maafkan Clara. Clara sangat sibuk saat ini, begitu senggang, Clara akan pulang Yah.]
[Ayah: Tak masalah, Nak. Bekerjalah, tapi jangan lupa untuk menjaga kesehatan, dan sesekali kunjungi Ayah dan Ibu, karena kami rindu padamu.]
[Ayah: Oh, iya Ibumu berpesan kalau mau datang kabarin dulu ya Nak, Ibu akan memasak makanan kesukaanmu. Jangan lupa jaga kesehatan. Ayah dan Ibu sayang padamu.]
[Clara: Maafkan Clara, Yah. Ayah dan Ibu juga sehat selalu ya. Clara sayang Ayah dan Ibu.]
Clara sesungguhnya sedih karena ia selalu tidak punya waktu untuk mengunjungi Ayah dan Ibunya yang berada di Bekasi. Lagipula, Bekasi tidaklah jauh dari Jakarta, tapi karena dia memang benar-benar sibuk, maka dia jarang mengunjungi kedua orang tuanya itu.
“Kali ini, bila aku ingin mengambil cuti apakah Boss akan mengizinkanku? Lagipula dalam satu tahun terakhir aku belum cuti sama sekali. Aku akan mencoba untuk meminta cuti.” Gumam Clara dan ia berniat mengambil cuti untuk sekadar pulang ke Bekasi.
Baru saja dia memikirkan cuti, kalinya Atasannya sudah menyalakan interkom dan memanggil Clara untuk masuk ke ruangannya.
“Clara, tolong masuk ke ruangan saya.” Panggil Raffael kepada sekretarisnya itu.
Tidak menunggu lama, Clara pun mengetuk pintu dan menemui atasannya itu.
“Permisi Pak, apa ada yang perlu saya bantu, Pak?” Perkataan yang selalu saja Clara ucapkan setiap interkom di mejanya menyala dan ia harus bergegas masuk ke ruangan atasannya itu.
“Kalau tidak salah, jumat akhir minggu ini aku harus menemui Papaku di Bogor kan, bisakah kamu menemaniku ke Bogor?” Pintar Raffael dengan wajah dinginnya seperti biasa.
Pupus sudah keinginan Clara untuk mengambil cuti, padahal dia berniat mengambil cuti akhir pekan ini setidaknya dia bisa tidak bekerja di akhir pekan. Tapi, keliatannya kali ini rencananya harus gagal. Namun, Clara tetap akan mencoba meminta cutinya untuk mengunjungi orang tuanya yang hampir 2 bulan tidak ia kunjungi.
“Hmm, sebenarnya saya ingin meminta izin ataupun cuti untuk tidak bekerja di akhir pekan, Pak.” Ucap Clara perlahan.
“Kenapa kamu mendadak ingin cuti Clara?” Raffael meletakkan berkas yang tengah dipegangnya dan menatap sekretarisnya itu.
“Barusan orang tua saya mengirimkan pesan Pak, mereka kangen sama saya. Lagipula sudah 2 bulan terakhir saya tidak mengunjungi mereka.” Jawab Clara dengan jujur.
Raffael pun mulai memijat pelipisnya, ia ingin sekretarisnya menemaninya ke Bogor bertemu orang tuanya, karena keluarga Raffael sudah dekat dengan Clara. Akan baik, apalagi Sekretarisnya bisa ikut ke sana. Tapi, di satu sisi kelihatannya Clara juga merindukan orang tuanya.
“Hmm, bagaimana kalau kamu menemani saya ke Bogor terlebih dahulu. Nanti Sabtu, saya akan mengantar kamu ke Bekasi.” Jawab Raffael dengan nada serius.
“Ahh, jangan Pak. Nanti justru saya merepotkan Bapak. Saya bisa naik KRL dari Bogor ke Bekasi, Pak. Saya rasa, itu jauh lebih baik.” Clara menolak tawaran atasannya itu karena takut merepotkan.
“Tidak Clara, lagipula ada Pak Hermawan yang akan menyetir mobilnya. Jadi kamu tidak usah sungkan. Jadi, bagaimana kamu mau menemani saya ke Bogor hari jumat ini?” Raffael kembali memastikan apakah sekretarisnya ini bersedia.
“Ya Pak, saya akan ke Bogor dengan Bapak.”
“Kita berangkat siang langsung dari hotel saja Clara, pastikan kamu sudah siap dengan barang-barangmu, jadi tidak perlu bolak-balik ke Jakarta lagi, karena akan menghemat waktu.” Perintah Raffael kepada sekretarisnya untuk siap di kantor dengan kopernya.
“Baik Pak Raffa, Siap.” Clara pun segera undur diri dari ruangannya atasannya dan memulai bekerja kembali. Ia sedikit lega karena ia bisa pulang sebentar untuk mengunjungi orang tuanya. Segeralah ia mengambil handphone untuk mengirimi pesan kepada kedua orang tuanya bahwa ia akan pulang hari Sabtu nanti.
[Clara: Ayah, aku akan pulang hari Sabtu ini. Tapi, kemungkinan minggu sore aku harus balik ke Jakarta lagi untuk bekerja.]
Pesan yang dikirimkan Clara tentulah kabar menyenangkan bagi kedua orang tuanya, akhirnya anaknya bisa mengunjungi mereka dan sesuai janjinya Ibunya akan memasak makanan kesukaan Clara.
[Ayah: Kabar baik, Nak. Kami akan menunggumu di rumah.]
[Ayah: Ibu akan memasak menu favoritmu, cumi-cumi asam manis, kangkung blacan, dan mendoan. Kami tunggu hari Sabtu nanti, Nak.]
[Clara: Iya Ayah, tunggu aku di rumah ya.]
Melihat jawaban pesan dari Ayahnya membuat Clara tersenyum bahagia. Ia membayangkan bagaimana wajah kedua orang tuanya yang bahagia setiap menyambutnya pulang.
Dari balik kaca pembatas ruangan itupun, Boss yang dingin dan terkesan kaku itu pun akhirnya tersenyum tipis di bibirnya melihat wajah penuh bahagia sekretarisnya yang sedang melihat handphonenya.
“Ada baiknya juga bagi Clara mengunjungi orang tuanya, tentu dia akan kembali bekerja dengan lebih semangat setelah mengunjungi orang tua.”
Perkataan itu terlintas dalam benak Raffael, sembari mengutas senyuman di wajahnya dan mengalihkan sedikit pandangan matanya kepada wajah sekretarisnya yang terlihat dari tempatnya bekerja.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!