NovelToon NovelToon

Cinderela Modern

Alissa Ramadhani

Duk,

Duk,

Duk,

Itu merupakan suara pintu yang digedor dengan menggunakan seluruh tenaga dalam, suara berisik itu sudah sangat pasti akan membangunkan seluruh seisi rumah, tapi gadis yang menggendor pintu dengan bar-bar tersebut sudah tau kalau pemilik rumah tersebut tengah pada pergi dan hanya menyisakan anak bungsu dari keluarga tersebut yang tertidur lelap dibalik pintu kamar yang digedor oleh gadis bar-bar tersebut, gadis itu tidak lain dan tidak bukan adalah Alissa Ramadhani yang akrab dipanggil Icha.

Dengan suara teriakan yang kenceng Icha mengancam, "Aslan, lo bukain gak nieh pintu, kalau gak gue dobrak." tetap tidak ada respon.

Iya, pintu kamar yang saat ini digedor adalah pintu kamar milik Aslan Purnama Atmaja yang merupakan sahabat Icha.

"Aslannnn." makin kenceng teriakannya, "Bukain donk woii." disertai dengan gedoran, tapi sepertinya Aslan bener-bener tertidur lelap sehingga gempa bumi sekalipun dia tidak bakalan terbangun, "Wah, lo bener-bener bikin gue naik darah Lan, jangan salahin gue kalau pintu lo gue dobrak."

Icha mengambil ancang-ancang untuk mendobrak pintu kamar Aslan, dia mulai menghitung, "Satu, dua, tiga." diakhir hitungannya, Icha berlari kearah pintu untuk melaksanakan niatnya mendobrak pintu kamar Aslan, tapi naas, disaat sudah dekat dengan pintu yang akan jadi korban, pintu tersebut terbuka dari dalam, sehingga Icha tidak bisa mengontrol larinya dan jatuh terjerembab kelantai kamar, dia mengaduh.

"Aduhhh, bokong gue." Icha meringis kesakitan sambil memegang bokongnya.

Sang pemilik kamar yaitu Aslan yang awalnya kesel dan berniat menyemprot Icha karna telah mengganggu tidur nyenyaknya tertawa melihat sahabatnya tersebut mengaduh kesakitan.

"Jahat lo ya, tertawa diatas penderitaan gue." rengut Icha berusaha berdiri.

"Rasain tuh, itu balasan buat lo karna gangguin tidur gue."

"Ishhh." Icha merengut dan langsung membanting tubuhnya diatas tempat tidur Aslan yang super empuk, saking empuknya tubuh Icha terpental keatas.

"Ngapain lo."

"Tidur." Icha menjawab polos, tangannya menjangkau guling dan memeluknya.

"Lagi."

"Hmmm, habisnya gimana, listrik dirumah gue mati, lo taukan gue takut gelap."

"Kenapa bisa mati."

"Belum bayar tagihan kali sik Rubah." yang dimaksud Rubah adalah mama tirinya.

Icha adalah gadis pemberani, dia jago teowkondo dan hobi tauran, suka ngelawan guru, pokoknya Icha definisi wanita badung gitu deh, tidak ada yang ditakuti didunia ini, kecuali tiga hal, yang pertama sudah pasti Tuhan, kedua hantu, dan yang ketiga gelap, menurut Icha, gelap dan hantu adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan, gelap merupakan tempat kondusif untuk hantu menampakkan diri.

"Gadis bar-bar kayak lo takutnya sama gelap, bener-bener gak elit." ledek Aslan.

"Udah deh, lo jangan ledek gue, mending tidur dibawah ya lo."

"Gue tidur dikamar tamu saja."

Icha yang tengah berbaring langsung terbangun, "Eh, eh, jangan berani-baraninya ya lo, pokoknya gue tidak mau, lo harus tidur disini." Icha maksa.

"Badan gue bisa sakit kalau tidur dilantai."

"Bodo amet, pokoknya lo harus tidur disini, ntar kalau hantu tiba-tiba nongol dari tembok gimana." ini merupakan pengaruh dari film horor yang ditontonnya.

"Percaya sama gue, kamar gue gak ada hantunya, kan lo udah sering banget tidur disini."

"Gak peduli, lo harus tidur disini." bener-bener gadis pemaksakan.

"Heran gue, lo dengan gagah berani melawan preman pasar, sama hantu doank takut."

" Bisa gak lo berhenti ngabsen daftar yang gue takutin, mending tidur aja sana, biar besok gak telat."

Aslan menghela nafas berat, dia terpaksa berjalan ke arah lemari, mengeluarkan selimut dan karpet lantai lalu menggelarnya, dia memang tidak pernah bisa mengatakan tidak pada Icha.

Tempat tidur Aslan selain empuk juga nyaman, sehingga tidak heran hanya butuh lima menit buat icha terlelap, sedangkan Aslan tidak bisa memejamkan matanya sedikitpun, apalagi dengan suara ngorok Icha yang mirip dengkuran kuda. Aslan sampai menutup telinganya dengan bantal, "Ya Tuhan, kenapa gue bisa bersahabat dengan cewek bar-bar ini seih." keluhnya ditengah usahanya untuk berdamai dengan keadaannya.

Jangan heran, hal ini sudah terbiasa terjadi, Icha sering numpang tidur dikamar Aslan dikarnakan beberapa faktor. Faktor yang pertama yaitu, jika Icha sendirian dirumah, dia sudah pasti akan mengungsi ke rumah Aslan, seperti saat ini, ketika ibu dan kedua saudara tirinya belum balik liburan, mana berani dia sendirian dirumahnya, bukannya maling atau perampok yang dia takutkan, tapi hantu yang mungkin saja tiba-tiba tembus dari tembok kamarnya, memang sieh imajinasinya tinggi banget ini karna pengaruh film horor yang sering ditontonnya. Faktor kedua, ketika dia stres atau lagi banyak masalah sehingga dia butuh tidur untuk sedikit menghilangkan stresnya, dia akan memilih kamar Aslan, karna kamar Aslan adalah tempat ternyaman baginya, sehingga begitu kepalanya menyentuh bantal dia langsung ngorok.

Icha dan Aslan sudah bersahabat sejak mereka dalam kandungan, dalam artian ibu kedua remaja tersebut mengandung bersamaan dan melahirkan dihari yang sama, sehingga tanggal ulang tahun Icha dan Aslan sama dan mereka sering merayakannya bersama. Kedua ibu remaja tersebut berjanji jika anak mereka lahir dan berlainan jenis kelamin, maka mereka akan menjodohkan anak-anak mereka, dan keinginan mereka terwujud.

Tapi sayang, Aurel mama Icha meninggal disaat Icha masih berusia dua tahun, hal tersebut tentu menimbulkan duka terdalam buat keluarga, sahabat dan terutama buat Ayah Icha, Icha yang masih balita belum mengerti apa-apa waktu itu.

Ayah Icha memutuskan menikah ketika Icha berusia dua belas tahun dengan menikahi janda yang memiliki dua anak perempuan, dan saat itu Icha resmi memiliki Anggota keluarga baru. Seperti kebanyakan ibu tiri pada umumnya yang selalu jahat pada anak tirinya, ibu tiri Icha juga jahat, ibunya tirinya semakin semena-mena setelah ayah Icha meninggal diusianya yang 14 tahun, Icha dijadikan pembantu dirumah sendiri, kehidupannya persis seperti cinderela dalam dongeng disney, seperti yang telah dijelaskan diawal, Icha bukanlah gadis lemah, yang nerima begitu saja jika diperlakukan tidak adil, biasanya dia akan membalas perlakuan ibu dan kedua saudara tirinya diam-diam, sehingga mereka impaskan.

************

Pintu kamar Aslan terbuka dengan kasar, cowok yang membuka pintu tersebut adalah Gibran kakak Aslan yang masih kuliah semester III, dia baru pulang, semalam dia nginep dirumah temannya, ngerjain tugas katanya, padahal mah cuma main game doank.

"Astagfirullahalajim." Gibran langsung beristigfar melihat pemandangan didepannya, "Heh, bangun lo berdua, udah siang gini, gak sholat shubuh lo."

Bukannya malah bangun, Icha malah menarik selimut menutupi kepalanya untuk meredam ocehan Gibran.

Sedangkan Aslan, dia langsung terlonjak, dan menepuk keningnya, hal yang pertama dicari adalah jam wekernya, jarum jam sudah menunjukkan angka 06.30, "Sial, telat." umpatnya, padahal dia sudah menyeting alrm dijam 05.00, tapi berhubung dia baru bisa tidur jam tiga, jadinya dia tidak mendengar suara deringan alrmnya.

Aslan heboh, "Cha, bangun, udah telat ini."

"Lima menit lagi, ngantuk banget gue." mirip suara orang kumur-kumur.

"Bangun gak lo, atau gak gue siram nieh."

Icha langsung terbangun, pasalnya Aslan memang tidak segan-segan melaksanakan ancamannya, Icha pernah merasakan kena siram gara-gara dia malas bangun, dan sekarang, dia tidak mau hal itu terulang kembali. Sama seperti Aslan, Icha mengarahkan matanya kearah jam, dan langsung kaget.

"Astagaaa, telat kita, kenapa lo gak bangunin gue sieh." omelnya.

"Tanya sama diri lo sendiri, kalau udah tidur kayak orang mati." tandas Aslan ngacir kekamar mandi.

Gibran menggeleng melihat kelakuan dua orang tersebut, "Gue heran, kenapa lo berdua gak dinikahin aja sieh, ntar lo berdua gak kuat nahan hawa *****."

Icha dan Aslan bersamaan membalas, "Tutup mulut."

Gibran langsung menarik garis lurus didepan bibirnya, seolah-olah bibirnya memiliki resleting.

************

Balapan Dadakan

Buat Icha tidak butuh waktu lama untuk bersiap-siap, mandi lima menit, pakai seragam sekolah dan tanpa pakai perawatan apa-apa diwajahnya dia langsung ngacir.

Ketika Aslan akan memasuki pintu pengemudi, Icha langsung nyelonong duluan, "Lan, gue yang mengemudi ya."

Aslan sudah siap untuk protes, "Pliss, kondisi darurat soalnya, emang lo mau dihari pertama denger omelan bu Dewi." bu Dewi adalah guru BP mereka, salah satu guru kiler di SMA PERTIWI, sekolah tempat mereka menuntut ilmu.

Mendengar nama bu Dewi disebut, dengan terpaksa Aslan membiarkan Icha mengemudi, "Tapi lo harus bersumpah, kita bakalan sampai disekolah tanpa kurang satu apapun."

"Oke bos."

Setelah mendengar janji Icha, Aslan berjalan mengitari mobil dan terpaksa duduk dikursi penumpang.

Aslan menggeleng begitu mendudukkan bokongnya, matanya terarah pada paha Icha yang terekspos bebas, hal ini disebabkan karna rok abu-abu Icha sudah sampai dengkul hingga memamerkan pahanya.

"Heh, lo gak nafsuankan lihat gue." Icha langsung menaruh tas ranselnya dipangkuan guna menutup pahanya yang terpampang.

Jika ditanya apa isi tas ranselnya, orang tidak akan percaya kalau Icha menjawab buku, atau keperluan sekolah lainnya, orang akan lebih percaya jika Icha menjawab isinya adalah batu, balok kayu atau apalah namanya yang dijadikan senjata saat tauran.

"*****." nada Aslan meremehkan, "Ya gaklah, mang lo cewek."

"Ishhh, dasar lo ya."

"Tuh rok dan baju udah kekecilan, udah saatnya diganti, lo mau apa dijadiin fantasi porno cowok-cowok mesum disekolah."

"Jangan bisanya ngomentarin gue doank, lo beliin kek."

"Ntar kalau gue punya rezeki."

"Gue doain supaya lo dikasih rezeki berlimpah sama Allah." doa Icha.

"Hmmmm."

Icha memasukkan kunci dilubang kunci, Aslan kembali berpesan sebelum mobil bener-bener dijalankan.

"Inget Cha, jangan angan ugal-ugalan." pesan Aslan.

"Siap pak bos." Icha meletakkan tangan dikening, "Sekarang saudara Aslan yang terhormat, silahkan pasang sabuk pengaman anda."

Baru saja Aslan meraih sabuk pengaman, Icha menginjak pedal gas dengan kenceng, alhasil Arman terhempas kedepan, untung jidatnya tidak terbentur.

"Ichaaa, apa-apaan sieh lo." Aslan jelas marah, belum apa-apa nieh anak udah membahayakan nyawanya.

"Slow donk Lan, gak usah ngegas gitu kali."

"Slow dengkul lo." omel Aslan.

Awalnya Icha melajukan mobil dengan kecepatan yang bisa dibilang normal, tapi itu cuma lima menit awal, setelahnya, dia melarikan mobil dengan kecepatan penuh, dia menyalip setiap mobil yang menurutnya menjadi penghalang.

"Gak seru banget sieh tanpa musik, kayak kuburan aja."

Sebelah tangannya difungsikan untuk menyalakan radio, di acara musik pagi terdengar suara penyanyi dangdut kesukaannya yaitu Siti Badriah.

"Anjirrr, Siti Badriah artis kedemenan gue nieh."

Udah deh, dengan tangan disetir, kepala digoyangkan dengan heboh.

Aslan sangat-sangat menyesal membiarkan Icha menyetir, anak ini memang tidak peduli dengan keselamatan, "Chaa." tegur Aslan, "Perhatiin jalan."

"Iya, ini juga gue perhatiin kok, tenang aja, gue kan udah janji tuh bakalan bawa lo tanpa kurang satu apapun plus tanpa terlambat sampai sekolah."

Belum cukup sampai disana, ponsel disaku rok abu-abunya bergetar, "Duh, siapa sieh yang nelpon, pagi-pagi udah kangen."

Ketika dia akan mengambil ponselnya, Aslan kembali memperingatkan, "Bisa gak, gak usah diangkat dulu, bahaya nelpon sambil nyetir."

"Cuma sebentar doank kok, siapa tahu ini penting."

Dilayar tertera "Anak Manja Calling." itu adalah sahabatnya Lea.

"Pagi-pagi udah nelpon, kangen lo sama gue Le." Icha mengaktifkan pembesar suara ponselnya.

"Apa, lo bilang apa Cha." jelas saja Lea tidak bisa mendengar suara Icha dengan jelas disebabkan karna volume musik yang cukup besar.

Aslan yang mematikan radio, "Makanya kalau nelpon tuh musiknya dimatikan dulu." ujarnya sinis.

"Hehehe, lupa." Icha cengengesan.

"Kenapa lo nelpon gue Le." Icha mengulangi pertanyaannya.

Jawab Lea, "Cha, dimana lo, bentar lagi masuk ini."

"Ini gue ada dijalan, tenang aja deh pokoknya gue gak akan membiarkan Dewi kiler itu punya alasan buat hukum gue dihari pertama." yang dimaksud Dewi kiler adalah guru BPnya.

"Lo lagi sama Aslankan." tanya Lea.

"Hmm, siapa lagi."

Lea sebenarnya ingin mengatakan "Jaga calon pacar gue dengan baik." tapi tidak dilakukan, malu donk dia mengatakan hal itu secara terang-terangan didepan Aslan, Lea sejak dulu menyukai Aslan secara diam-diam, hanya Icha yang tahu.

"Cha, tau gak lo."

"Apaan."

"Kita sekelas lagi." antusias Lea, "Gue suruh tante gue untuk membujuk om supaya gue ditempatkan satu kelas dengan lo." kebetulan istri kepala sekolah adalah tantenya.

"Wah, itu namanya nepotisme, lo memanfaatkan kekuasaan om lo untuk kepentingan lo."

"Bodo ametlah, kekuasaan itu ada untuk dimanfaatkan."

"Gimana dengan Ari, sekelas lagi gak kita." Ari adalah geng Icha, murid terbadung di SMA PERTIWI.

"Gak."

"Kenapa gak lo minta sama om lo supaya nempatin kita satu kelas dengan Ari."

"Ngapain juga, malas gue satu kelas dengan biang rusuh model Ari begitu, belum lagi dua kacungnya itu suka ngisengin gue"

"Awas lo ya gua aduin ke Ari."

"Eh, jangan donk, bisa ngamuk dia."

"Biar aja, biar tahu rasa lo."

"Ih, jahat lo."

"Le, gue tutup dulu deh, dari tadi sorot laser terus merhatiin gue nieh, lima menit lagi bisa-bisa gue jadi debu." yang dimaksud adalah Aslan yang terus menatapnya tajam.

"Tunggu sebentar Cha."

"Apalagi sieh."

"Kita satu kelas dengan Aslan lho."

"Apa." Icha terkejut.

Sumpah demi Tuhan dia tidak mau sekelas dengan Aslan, pasalnya, Aslan sudah pasti bakalan ngatur-ngatur dia, selain itu juga, Icha jelas saja heran, setaunya Aslan kan ingin mengikuti jejak kedua orang tuanya menjadi dokter dan seharusnya untuk mewujudkan mimpinya dia harusnya masuk penjurusan IPA, dan Aslan sejak kelas sepuluh juga berniat mengambil jurusan IPA, kenapa tiba-tiba dia masuk dijurusan IPS.

Sementara itu Aslan yang mendengar nada terkejut Icha, menatap Icha tajam, "Kenapa kaget gitu gue masuk IPS."

"Eh, hehehe, kaget aja, gue fikir lo bakalan masuk jurusan IPA, secara gitu lo kan ingin jadi dokter."

"Apa salahnya masuk jurusan IPS, lagian masuk IPS bukan berarti gak bisa jadi dokter."

Dumel Icha dalam hati, "Memang gak salah, salahnya adalah kita sekelas dan pasti lo bakalan ngekang gue."

"Cha, cha, lo masih disanakan." panggil Lea yang masih terhubung.

"Le, gue tutup dulu deh."

"Oke, cepat ya, ntar lo telat lagi."

Mobil melaju bersama dengan mobil lainnya, dan tiba-tiba sebuah motor sport menyalip mobil yang tengah dikendarai Icha, hal ini membuat Icha murka.

"Sialan, berani-beraninya dia nyalip gue, gak tau dia siapa gue." Icha paling tidak suka kalau disalip, padahal dia santai aja tuh nyalip kendaraan lainnya.

Icha kembali melajukan mobil dengan kekuatan penuh untuk mengejar pengendara motor yang menyalipnya barusan. Berhasil terkejar, namun sepertinya pengndara motor itu juga sama egoisnya dengan Icha, tidak suka disalip, pengendara motor itu mengegas motornya dan mengejar ketertinggalannya.

"Brengsek, main-main dia dengan gue."

"Cha, jangan diladenin, fokus saja supaya kita gak telat." sekarang Aslan bener-bener menyesal membiarkan Icha mengemudi, pasalnya nyawanya yang jadi taruhan.

"Mana bisa Lan dibiarkan." Icha kembali mendahului motor tersebut.

Jalan raya dijadikan ajang balapan oleh mobil dan motor tersebut, pengendra lainnya jelas marah dan mengumpat, tapi umpatan mereka hanya angin lalu yang tidak dihiraukan.

Aslan tegang, dia berjanji dalam hati ini adalah terakhir kalinya dia mengizinkan Icha mengendarai mobilnya.

Pada akhirnya aksi kejar-kejaran itu dimenangkan oleh pengendara motor tanpa identitas tersebut, Icha tertinggal jauh tidak bisa mengejarnya.

Icha memukul stir, "Brengsek." umpatnya, "Dasar mobil sialan gak berguna." yang disalahkan mobil.

"Jangan salahkan mobil gue." Aslan tidak terima.

*********

Icha menepati janjinya, mereka tidak telat, dua detik sebelum bel berbunyi mobil memasuki gerbang dengan selamat.

"Tuhkan, gue bilang apa, kalau gue yang nyetir gak bakalan telat." ujar Icha bangga setelah memarkir mobil.

Aslan hanya menampilkan wajah datar sebagai sebuah pertanda kalau dia masih kesal dengan sahabatnya ini.

"Eh." Icha berhenti, dia memperhatikan sebuah motor yang terparkir dibarisan parkir khusus motor, "Inikan motor yang tadi Lan."

"Yang punya motor begituan banyak kali Cha."

"Gak, gak, gue yakin ini motor yang barusan, helmnya juga sama."

"Kalau ini motor yang tadi, terus, lo mau apa."

Icha tersenyum licik, dia menarik resleting tasnya, dari sana dia mengeluarkan obeng, tuhkan bener isinya bukannya buku, ini malah obeng, bener-bener gak bisa dipridiksi.

Icha berjongkok, dan menusukkan obeng tersebut diban motor itu, Icha menepuk tangannya seakan-akan membersihkannya dari debu setelah melakukan misi balas dendamnya.

"Apa-apaan sieh lo."

Aslan langsung menarik Icha menjauh dari parkiran, dia gak mau aja ada yang melihat kelakuan sahabatnya ini dan melaporkannya ke ibu Dewi, bisa berabe urusannya, bisa-bisa di ikut terseret masalah karna ulah Icha.

"Gila lo ya, cari masalah aja." omel Aslan masih menarik Icha dikoridor.

"Yeelah, tuh orang pantas mendapatkannya." ujar Icha santai.

************

Murid Baru

Dari jendela Icha mengintip, dia langsung mendesah begitu melihat siapa yang berada didepan kelas, "Ya Tuhanku." sambil memegang kepalanya frustasi, "Kenapa dari semua guru yang ngajar di SMA Pertiwi, bu Yuni yang jadi wali kelas kita sieh."

Bu Yuni adalah guru sosiologinya ketika kelas 10, dan kini bu Yuni yang masuk dalam jajaran guru kiler menjadi wali kelasnya, Icha gak bisa membayangkan bagaimana dia bisa bertahan melewati masa-masa SMAnya dikelas XI, harus satu kelas dengan Aslan saja dia pasti akan dikekang, ditambah lagi sekarang bu Yuni yang jadi wali kelasnya, bener-bener sebuah kombinasi yang yang pas untuk membuat masa-masa SMAnya tidak happy.

"Udah jangan ngeluh mulu, lebih baik kita masuk sebelum didamprat ibu Yuni." peringat Aslan.

Dengan langkah gontai Icha mengikuti Aslan.

"Tok, tok." Aslan mengetuk pintu.

Terdengar sahutan dari dalam, "Masuk."

Aslan menarik gagang pintu, begitu pintu terbuka semua mata tertuju ke arah pintu.

Terdengar cletukan dari barisan anak-anak cewek.

"Wiehh, asyikk, kita sekelas dengan Aslan."

"Iya, makin ganteng banget doi tiap hari, bikin gue gimana gitu."

Disaat banyak cewek yang bersyukur satu kelas dengan Aslan, Icha malah gak ingin satu kelas dengan sahabatnya itu.

"Maaf bu kami terlambat." ujar Aslan sopan.

Karna Aslan merupakan murid teladan dan banyak disukai guru termasuk bu Yuni , maka bu Yuni berkata, "Gak apa-apa Aslan, lagipula ibu juga baru mulai lima menit."

Tuhkan, kalau Aslan selalu tidak apa-apa, bahkan kalau telat 30 menit sekalipun pasti tidak apa-apa, coba kalau Icha, telat satu detikpun pasti akan kena omel atau bahkan kena hukum, bener-bener gak adilkan.

"Terimakasih bu."

"Kamu duduk di bangku yang masih kosong ya Aslan." bu Yuni menunjuk kursi kosong dimeja paling depan, tempat yang biasanya dihindari oleh mahluk bernama murid.

Icha mengekor dibelakang, Icha melihat Lea melambaikan tangan dan menunjuk kursi kosong yang berada disampingnya, kursi yang memang Lea sediakan untuknya.

Namun baru saja Icha melangkahkan kakinya, sebuah pukulan mendarat dipahanya, "Aww, sakit bu." keluhnya sambil memegang pahanya.

Ibu Yuni yang memukulnya dengan penggaris kayu yang ada ditangannya, "Lain kali kalau kamu tidak mau penggaris ini mendarat dipaha kamu lagi, jangan pakai rok sedengkul begitu."

Ya memang, itu merupakan rok Icha sejak kelas sepuluh, agak kependekan, bajunya juga sudah kekecilan, tapi mau bagaimana lagi, ibu tirinya yang jahat itu ogah mengeluarkan uang untuk membelikannya seragam baru.

"Baik bu." jawabnya, hanya supaya lolos dari bu Yuni.

"Ya sudah sana duduk kamu."

"Anjirr ya, bu Yuni itu selalu nyari-nyari alasan supaya bisa ngasih gue hukuman, awas saja kalau gue jadi guru dan ngajar anaknya nanti, akan gue balas perlakuannya ke anaknya." ujar Icha dalam hati, padahalkan sedikitpun dia tidak pernah berniat jadi guru, gimana mau jadi guru kalau belajar aja malas.

"Kenapa telat." tanya Lea berbisik.

"Telat bangun gue."

"Guekan udah ngasih lo jam weker, kenapa gak lo seting alarmnya 05.00."

"Udah rusak tuh jam karna gue banting, habisnya brisik."

"Dasar ya lo, gak menghargai pemberian sahabat lo sendiri."

"Salah sendiri lo ngasihnya jam weker, coba kalau lo ngasih gue sepatu guci, bakalan gue elus-elus tuh."

"Lo itu, dikasih hati malah minta jantung."

Plak, penghapus mendarat tepat dimeja mereka, hal tersebut tentu membuat Icha dan Lea kaget, "Duh kaget gue." Lea mengelus dadanya.

"Ini waktunya belajar, bukan buat acara gosip." bentak bu Yuni.

"Eh, iya bu maaf." lisan Lea.

"Sekali lagi saya denger kalian bisik-bisik, saya keluarkan kalian." ancam bu Yuni.

"Iya bu, kami minta maaf." Icha dan Lea kompak.

"Baiklah anak-anak kalian buka buku paket kalian...." bu Yuni belum menyelsaikan kalimatnya terdengar keluh kesah dari murid-muridnya.

"Yahhh...ibu masak dihari pertama udah belajar sieh." keluh Marhan yang duduk dibelakang.

"Iya bu, kerajinan banget sieh ibu, guru-guru yang lain dihari pertama gak ada yang ngasih materi." timpal Gita.

"Diem." bentak bu Yuni, "Waktu itu sangat berharga, kalau kalian hanya datang ke sekolah hanya untuk bersantai lebih baik jangan sekolah, kasihan orang tua kalian capek cari uang buat nyekolahin kalian." Kalimat yang untuk kesejuta satu kalinya yang sering dikeluarkan bu Yuni untuk mengomeli murid-muridnya.

Anak-anak tersebut dengan sangat terpaksa mengeluarkan buku mereka dan membukanya dengan malas-malasan.

Sementara ibu Yuni menuliskan sesuatu dipapan, Lea lebih memilih memandang punggung Aslan dengan mata penuh cinta, dia senyum-senyum sendiri kayak orang gila.

Melihat kelakuan sahabatnya tersebut Icha menjentikkan jari tangannya didepan mata Lea, "Bu Yuni nyuruh lo buka buku paket, bukan mandangin punggungnya Aslan."

"Lebih menarik punggung Aslan kali Cha daripada buku paket."

"Sinting, itukan cuma punggung, dimana letak menariknya coba." dengan suara berbisik.

"Biarpun cuma punggung tapi punggungnya Aslan tuh seksi banget."

"Mana ada punggung seksi, cinta sieh cinta tapi gak usah berlebihan gitu kali Le."

"Ih, kalau lo gak pernah ngerasain yang namanya jatuh cinta mending tutup deh tuh mulut."

"Susah memang ngomong sama orang yang udah cinta buta, lagian inget donk, Aslan kan udah punya pacar."

"Sebelum janur kuning melengkung, gue masih ada harapan donk buat dapetin Aslan."

Icha hanya menggeleng, gak habis fikir dia dengan sahabatnya ini, sejak mos menyukai Aslan, tapi sampai saat ini jangankan nyatain perasaannya, berhadapan dengan Aslan saja dia langsung kabur.

"Tok, tok."

Terdengar suara ketukan dari luar, bu Yuni kembali berkata, "Iya, silahkan masuk."

Ternyata itu adalah bu Dewi sik guru BP, biasanya kedatangan bu Dewi mengindikasikan adanya sesuatu hal yang buruk, anak-anak dikelas XI IPS 5 tersebut saling lirik satu sama lain, berfikir siapa yang membuat bu Dewi terdampar dikelas mereka, dan pada akhirnya hampir semua pasang mata mengarah pada Icha, karna Icha salah satu siswi yang sering membuat masalah dan menjadi langganan yang sering mendatangi ruang BP, Icha menyadari dirinya telah melakukan kesalahan yaitu mengempiskan ban motor salah satu siswa yang membuatnya jengkel, tapi yang dia heran siapa yang melaporkannya, saat itu kan gak ada yang melihatnya diparkiran kecuali Aslan, tapi gak mungkin Aslan donk yang melaporkannya, dia dan Aslankan barengan datang kekelas.

"Maaf bu saya mengganggu waktunya."

"Oh, ibu Dewi, gak apa-apa kok bu, ada apa ya bu."

Fikir anak-anak yang ada dikelas itu, dua guru killer ini ternyata bisa juga tersenyum dan bersikap ramah.

"Begini bu, ada siswa pindahan, dan siswa itu akan ditempatkan dikelas ibu."

Informasi tersebut membuat Icha mendesah lega, "Gue fikir bu Dewi nyari gue."

"Oh, ada murid baru." komen yang lainnya.

"Cowok atau cewek bu." yang lain pada ricuh bertanya.

Bu Yuni mengangkat tangannya sebagai intruksi meminta anak didiknya untuk tutup mulut, anak-anak itu tutup mulut untuk sesaat.

"Nak mari sini." panggil bu Dewi pada seseorang.

Sosok laki-laki berseragam putih abu-abu, tinggi dengan kulit sawo matang, hidung mancung, alis tebal, rahang kokoh mendekati bu Dewi, sontak tanpa bisa ditahan siswi-siswi tersebut pada menjerit kegirangan termasuk Lea.

"Masyallah, sumpah ganteng banget ini cowok." kompak anak-anak itu berbarengan.

"Mirip sik itu ya, Jacob Black itu lho di film Twilaight."

"Kayaknya masa-masa SMA gue bakalan indah." ujar yang lainnya lebay.

"Ganteng banget ya Cha." puji Lea sambil tersenyum.

Icha mengakui kalau nieh cowok ganteng, tapi dia gak seheboh dan senorak yang lainnya, "Iya ganteng, tapi katanya lo cinta mati sama Aslan, kenapa lo kepincut juga sama nieh cowok, bener-bener labil lo ya."

"Cinta mati gue ya tetap Aslan lah Cha, tapi kan gak ada salahnya menikmati pemandangan indah didepan." balas Lea berdalih.

"Kalau begitu saya tinggal dulu bu Yuni." pamit bu Dewi.

Bu Yuni mengangguk, " "Baiklah nak, tolong perkenalkan dirimu terlebih dahulu." pinta bu Yuni.

Sik murid baru berdiri didepan kelas dengan percaya diri, tersenyum manis, manis banget sampai membuat anak-anak cewek dikelas itu pada meleleh.

"Eh, sayang jangan mandangnya gitu." Marhan yang merupakan pacarnya Gita menutup mata pacarnya itu dengan tangannya.

Gita menepis tangan Marhan, "Ih, apaan sieh beb, gak ada salahnya donk menikmati ciptaannTuhan."

Marhan merengut dan menyalahkan murid baru tersebut "Heh lo, bisa gak lo gak senyum, tebar pesona aja kerjaan lo."

"Oh, sorry, sorry." ujar sik murid baru menormalkan wajahnya.

"Lha, biarin aja dia senyum, orang senyumnya manis, enak dipandang, bikin hati adem, emang kayak senyum lo, pait kayak pare." komen Nana yang gak terima dengan ucapan Marhan.

Sontak anak-anak dikelas tersebut pada tertawa mendengar ucapan Nana.

Bu Yuni yang tidak terima suasana kelasnya gaduh kembali membentak, "Diem, kapan temen kalian memperkenalkan diri kalau kalian ribut melulu."

Anak-anak itu langsung pada bungkam dan membiarkan sik murid baru memperkenalkan dirinya, karna tidak bisa dipungkiri kalau mereka juga penasaran. "Baik, perkenalkan dirimu nak."

Sik murid baru memulai perkenalannya, "Baiklah temen-temen semua, perkenalkan nama Gue Laskar Perwira Wardana, lo bisa panggil gue Laskar, dan gue pindahan dari Bandung." sebuah perkenalan yang singkat, padat dan jelas.

Nana mengangkat tangannya sebagai sebuah pertanda kalau ada sesuatu yang akan dia tanyakan, "Lo udah punya pacar belum Las, kalau belum tipe lo yang kayak gimana."

"Huhuhu." anak-anak cowok pada menyoraki.

"Jangan mau sama dia bro, dia mah playgirls." timpal Rama.

Nana yang tidak terima dengan kata-kata Rama langsung menimpuk Rama dengan bukunya, "Anjirr lo ya, jangan buka kartu donk."

Sedangkan Laskar hanya menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, salah tingkah dia mendengar pertanyaan Nana. Sedangkan bu Yuni hanya menggeleng melihat kelakuan murid-muridnya, karna gak mau membuat kelasnya menjadi semakin ribut, dia meminta Laskar untuk duduk.

"Laskar, sebaiknya kamu duduk saja." bu Yuni menyuruh Laskar duduk dibangku belakang yang masih kosong.

"Baik bu."

"Yahh, gak asyik banget sieh, masak perkenalannya hanya segitu doank." protes anak-anak cewek lainnya.

"Nanti kalian bisa kenalan setelah istirahat."

************

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!