Delapan Bulan kemudian.
Rehaan sedang mendengarkan detak jantung bayinya dengan menempelkan telinganya di perut Nayla,
la begitu antusias dengan pergerakan bayinya di dalam perut Nayla,
Nayla tersenyum sembari mengusap kepala Rehaan dengan lembut.
"Apa kau sudah tidak sabar melihatnya?" tanya Nayla.
"Ya... Aku sudah benar-benar tidak sabar lagi menyambut kelahirannya,"
"Bersabarlah Rehaan, perkiraan bayi kita akan lahir satu minggu lagi,"
"Baiklah Aku akan sabar menunggu tapi sebelum itu..." Rhaan menatap Nayla dengan nakal.
"Apa?" tanya Nayla tertawa.
"Ayolah sayang... Kita sudah lama tidak menghabiskan malam bersama... Jika tidak sekarang Aku harus menunggu lebih lama lagi jika bayi kita sudah lahir," bujuk Rehaan.
Nayla tersenyum dan tidak bisa menolaknya.
Rehaan menangkup kedua pipi Nayla dan mengecup keningnya dengan mesra,
kemudian mengecup kedua matanya, kedua pipinya dan mengecup lembut bibir nya.
Rehaan melepaskan kecupannya dan kembali memagut bibir Nayla dengan penuh gairah.
Setelah puas ******* bibir Nayla Rehaan menurunkan kecupannya kelehernya,
Nayla mulai menggeliat geli, Rehaan tersenyum dan menurunkan kecupannya ke perut Nayla.
Dengan penuh kasih sayang Rehaan mengusap perut Nayla dan menciumnya beberapa kali.
Rehaan pun melepaskan pakaiannya dan melucuti pakaian yang Nayla kenakan,
dengan sangat hati-hati Rehaan menyatukan bagian intimnya.
******* kecil yang keluar dari mulut Nayla membuat Rehaan semakin bergairah,
Rehaan pun mempercepat tempo permainannya hingga akhirnya Rehaan menjatuhkan di samping Nayla.
Setelah nafas keduanya stabil, Rehaan tersenyum menatap Nayla dan memintanya tidur di lengannya.
Nayla pun menuruti dengan tidur di lengan Rehaan.
Mereka saling memeluk dengan penuh cinta.
"Rehaan..."
"Hem..."
"Jika bayi kita lahir nanti.. kamu harus menyayanginya melebihi rasa sayangmu pada ku,"
"Aku akan menyayanginya sama seperti Aku menyayangimu, Aku tidak bisa menyayangi siapapun melebihi rasa sayangku padamu,"
"Aku ingin anak kita menjadi pribadi yang kuat, mandiri dan sukses sepertimu.. bimbinglah anak kita menjadi pribadi yang baik seperti mu Rehaan,"
"Nayla kenapa kamu mengatakan ini, Kita akan merawat dan membimbing bayi kita bersama-sama," Rehaan membuat Nayla duduk.
Nayla hanya tersenyum tipis.
"Jangan membuatku takut Nay,"
"Kamu tidak perlu takut Rehaan... karena Aku akan selalu ada di saat kamu merindukan ku," ucap Nayla tersenyum.
Rehaan masih merasa aneh dengan apa yang Nayla ucapkan.
"Relax Rehaan..." Nayla kembali membuat Rehaan berbaring.
"Nay... "Rehaan masih merasa tegang dengan apa yang Nayla ucapkan.
Nayla langsung mengecup leher Rehaan.
"Nayyyy....." Rehaan yang kembali bergairah mencoba bangkit namun Nayla kembali mendorongnya.
"Aku ingin menjadikan malam ini malam yang tak terlupakan untukmu," ucap Nayla yang terus bersikap agresif.
"Aku tidak akan pernah melupakannya," Rehaan memejamkan matanya menikmati setiap kecupan yang Nayla berikan di semua area sensitifnya.
Setelah puas bermain-main Mereka pun kembali menuntaskan hasratnya.
°°°
Pagi Hari.
Rehaan membuka matanya dan tidak mendapati Nayla disisinya.
"Nayyy.... Nayyy..." Rehaan langsung panik mencari Nayla di kamar mandi, namun tidak menemukannya.
Rehaan pun turun dan melihat Nayla sedang menyiapkan sarapan untuknya.
"Hey... Kamu sudah bangun...? Lihatlah Aku masak semua makanan favorit mu," ucap Nayla tersenyum.
Rehaan menuruni anak tangga dan merasa ada yang aneh dengan Nayla.
Rehaan memeluk Nayla dari belakang dan membenamkan dagunya di pundak Nayla.
"Apa kamu baik-baik saja?" tanya Rehaan.
"Apa Aku terlihat sakit?"
"Sejak beberapa hari ini Kamu terlihat berbeda?" tanya Rehaan khawatir.
"Apanya yang beda Rehaan, Aku melakukan ini seperti biasanya tidak ada yang beda,"
"Kamu beda Nay... apa lagi semalam, kamu beda banget," Rehaan memutar tubuh Nayla agar menatapnya.
"Sayang... Bayi kita akan segera lahir dan kamu bilang kita akan menunggu waktu yang lama untuk bisa menghabiskan malam bersama.. jadi Aku membuatnya berbeda," jelas Nayla.
"Tapi ini akan membuatku semakin merindukan kenikmatannya, bahkan sekarang aku ingin lagi," Rehaan mencium tengkuk Nayla.
Nayla menyikut perut Rehaan.
"Awwwhhhh...." Rehaan tertawa memegangi perutnya.
"Pergilah mandi, Aku sudah merasa sangat lapar,"
"Aku akan makan dulu," ucap Rehaan.
"Rehaan... Bahkan kamu belum gosok gigi, pergilah..." Nayla mendorong Rehaan agar segera mandi.
Rehaan pun menuruti perintah Nayla dan naik keatas.
Beberapa saat kemudian Nayla mendengar bel pintu berbunyi.
Ia berjalan menuju pintu, namun tidak melihat siapapun.
Nayla pun kembali masuk.
Pintu kembali berbunyi, Nayla kembali membuka pintu dan Ia kembali tidak melihat siapapun, Nayla mengingat saat Surya menculiknya dan menjadi ketakutan.
"Rehaan...." Nayla berlari menaiki tangga hingga membuatnya tergelincir.
"Rehaaaaaaannnn...." triak Nayla.
Rehaan yang baru selesai memakai pakaiannya langsung berlari keluar
Rehaan sangat terkejut melihat Nayla sudah tergeletak di lantai.
"Naylaaaaaa...." triak Rehaan menuruni anak tangga.
Rehaan juga hampir tergelincir namun ia tidak peduli dan tetap berlari ke bawah.
"Naylaaa..." Rehaan terkejut melihat Nayla mengalami pendarahan.
"Nayla... Nayla.. buka matamu..." ucap Rehaan menepuk-nepuk pipi Nayla.
"Se... la...matikan bayi kita Rehaan." ucap Nayla lemah.
"Aku akan menyelamatkan nya sayang, tapi kamu janji kamu juga harus selamat," tangis Rehaan.
Nayla mulai memejamkan matanya.
Rehaan langsung menggendong tubuh Nayla kemobilnya.
Dengan penuh kecepatan tinggi Rehaan membawa mobilnya ke rumah sakit,
"Bertahan lah Nay... Kalian harus selamat,"
Nayla sudah begitu lemah, hingga tak menyahut kekhawatiran Rehaan.
°°°
Beberapa saat kemudian Rehaan sampai dirumah sakit, para perawat langsung membawa Nayla ke ruang operasi.
Rehaan terus menangis mengingat kondisi Nayla.
"Sayang kenapa ini terjadi." tangis Rehaan.
Rehaan terus mondar-mandir kesana kemari sambil menyesali kenapa ia meninggalkan Nayla sendirian.
"Harusnya Aku bangun lebih awal dan tidak membuat Nayla menunggu." ucap Rehaan terus menangis.
"Rehaan..." Hema dan Ruslaan datang ke rumah sakit.
"Om.. Tante... Kalian sudah datang?" ucap Rehaan.
"Ya... Kami langsung kesini begitu kamu menelfon, Sekarang bagaimana keadaan Nayla? tanya Hema
"Nayla masih di tangani Dokter." ucap Rehaan sedih.
"Tenanglah Rehaan, Berdoalah semoga Nayla dan bayinya selamat." ucap Heman menenangkan Rehaan.
Rehaan mengangguk pelan.
"Oweee... Oweee... Oweee..." terdengar tangis bayi dari ruang operasi.
Rehaan sedikit tersenyum mendengar tangis bayinya.
"Rehaan... Bayimu sudah lahir," ucap Hema tersenyum.
"Aku sudah menjadi seorang Ayah." Rehaan memeluk Om dan Tante nya dengan bahagia.
""Dokter...." Rehaan langsung mendekati Dokter dan perawat yang keluar menggendong bayinya.
"Selamat Tuan, bayi anda telah lahir dengan selamat melalui operasi Caesar," ucap Dokter.
"Apa boleh Aku menggendongnya?" tanya Rehaan.
"Tapi sebentar saja ya Pak" ucap perawat sembari memberikan bayinya.
Rehaan tersenyum mengambil bayinya,
Rehaan pun mengadzankan bayinya dengan khusyuk.
"Apa jenis kelamin cucu kami?" tanya Hema.
"Cucu anda berjenis kelamin perempuan." ucap Dokter.
Semua tersenyum bahagia melihat bayi mungil yang baru selesai di Adzanni oleh Rehaan.
"Lihatlah Rehaan... Dia begitu cantik seperti Ibunya." ucap Hema
"Dan matanya sangat indah seperti matamu Rehaan." sambung Ruslaan.
"Ya, Om dan Tante benar, Bayi ini benar-benar melambangkan cinta kami," ucap Rehaan mencium bayinya.
"Ee... Dokter... lalu bagaimana istri Saya Dok?" tanya Rehaan cemas.
"Istri Anda mengalami pendarahan yang cukup hebat, Dia juga masih dalam pengaruh obat bius, jadi Dia belum sadarkan diri," jelas Dokter.
Rehaan yang mendengarnya sangat merasa sedih
"Sabarlah Rehaan... Nayla pasti akan baik-baik saja," ucap Hema.
"Baiklah Tuan, kalian bisa melihatnya tapi harus bergantian." jelas Dokter.
"Baik dokter... Terimakasih," ucap Rehaan.
"Berikan bayinya Tuan, Kami harus membawanya keruangan khusus bayi," ucap perawat meminta bayinya.
Rehaan pun memberikan bayinya.
Dokter dan perawat meninggalkan mereka dengan membawa bayinya.
"Masuklah Rehaan... Kamu pasti sangat mencemaskan Nayla."
Rehaan mengangguk dan masuk ke ruangan Nayla.
Dengan langkah yang lemah Rehaan mendekati istrinya,
Ia begitu sedih melihat kondisi istri yang sangat ia cintai berbaring tak berdaya.
Rehaan pun duduk di samping Nayla dan menggenggam tanganya dengan erat.
"Hey gorgeous.... Apa kamu tidak ingin membuka matamu? Apa kamu tidak ingin melihat Putri cantik kita?
Bangunlah Sayang... Aku tidak bisa melihatmu seperti ini," tangis Rehaan sembari menundukkan kepalanya di tepi ranjang.
Bersambung...
Buat yang Belum baca Pesona Pengasuh'ku baca dulu ya 🤗
Perlahan Naya membuka matanya,
Ia tersenyum melihat Rehaan tidur menggenggam erat tangannya.
"Rehaan..." lirih Nayla
"Rehaan..." lirihnya lagi.
Rehaan terkejut dan mengangkat kepalanya.
"Sayang...." Rehaan berdiri dan mengusap pipi Nayla.
Nayla tersenyum lemah.
"Kamu sudah sadar," ucap Rehaan bahagia.
Nayla mengangguk kecil.
"Aku akan memanggil dokter,"
Nayla langsung meraih tangan Rehaan untuk menghentikannya.
"Aku tidak memerlukan Dokter,"
"Tapi Nay?"
"Aku hanya ingin bersamamu Rehaan," ucap Nayla yang masih begitu lemah.
"Baiklah," Rehaan menyingkab rambut Nayla ke belakang telinganya.
"Bayi kita telah lahir dengan selamat," bisik Rehaan.
"Hah!" Nayla memegang perutnya yang telah rata.
Rehaan mengangguk dengan senyumannya.
"Dimana Rehaan, dimana bayi kita, bayi laki-laki atau perempuan?" tanya Nayla bersemangat.
"Bayi perempuan sayang, Dia sangat cantik sepertimu," ucap Rehaan sembari mengusap lembut pipi Nayla.
"Aku ingin melihatnya Rehaan,"
"Tunggulah disini Sayang... Aku akan meminta perawat untuk membawa bayi kita,"
Nayla mengangguk, sementara Rehaan keluar mengambil bayinya.
Rehaan meninggalkan ruangan Nayla dan melihat Ruslaan dan Hema tidak ada di ruang tunggu.
"Kemana Tante Hema dan Om Ruslaan?" ucap Rehaan yang tidak menemukan mereka.
Rehaan pun kembali melangkahkan kakinya untuk mengambil bayinya.
Nayla tersenyum begitu melihat pintu dibuka.
Tapi senyum Nayla terhenti begitu ia melihat Surya yang datang bukannya Rehaan.
Nayla begitu ketakutan melihat Surya mulai mendekatinya.
"Surya... Mau apa kau datang kemari?"
"Apa kamu merasa takut?" Surya duduk di depan Nayla.
"Pergilah dari sini, jangan pernah menganggu hidup kami lagi,"
"Aku tidak akan pergi sebelum membalas perbuatan Rehaan padaku, Dia telah membuat hidupku begitu menderita sementara Dia hidup bahagia bersama mu," Surya menjeda ucapanya.
"Selama Aku masih hidup, Aku tidak akan membiarkan Dia hidup dengan tenang." ucap Surya mengeraskan rahangnya.
"Kau tidak akan bisa menyakiti Rehaan selama Aku masih hidup," tantang Nayla.
"Benarkah? Kalau begitu Aku akan menghabisimu terlebih dahulu," Surya langsung menancapkan pisaunya di perut Nayla.
"Aaaaa...." Nayla menahan kesakitannya.
Rehaan yang sedang menuju ruangan Nayla tiba-tiba merasa jantungnya berhenti berdetak.
Bayi mereka langsung menangis begitu kencangnya di gendongan perawat.
Rehaan langsung mengingat sikap aneh Nayla beberapa hari ini.
"Naylaaaaa...." Rehaan langsung berlari ke kamar dimana Nayla di rawat.
Rahaan begitu shock melihat Nayla tergeletak di ranjangnya bersimbah darah.
"Naylaaaaaaa...!" jerit Rehaan.
Hema dan Ruslaan datang keruangan dan begitu terkejut melihat keadaan Nayla.
Surya langsung membuang pisaunya dan mencoba lari dengan mendorong Rehaan.
Rehaan mengejar Surya dan langsung menghajarnya tanpa Ampun.
Kemarahan Rehaan benar-benar memuncak melihat orang yang paling ia cintai terkapar tak berdaya.
Surya yang sudah babak belur masih bisa tersenyum puas melihat kesedihannya Rehaan.
"Kalian sungguh bodoh, Apa kalian fikir Aku akan melepaskan kalian begitu saja setelah apa yang kalian lakukan padaku?
Aku selalu mengintai kalian tapi kalian tidak juga menyadari kehadiranku diantara kalian,
Apa kau tau... Aku lah yang menuang minyak di tangga dan membunyikan bel berkali-kali hingga istrimu ketakutan dan jatuh dari tangg?"
Rehaan begitu terkejut mendengar nya.
"Tapi sayang sekali Aku gagal membunuh anak mu," decak Surya.
"Dasar pengecutttt " Rehaan kembali menghajarnya tanpa ampun
"Pukul Aku Rehaan, pukul...
Meskipun kau membunuh ku sekalipun, Aku tidak akan pernah menyesal, karena Aku sudah berhasil membalaskan dendamku, Aku telah berhasil mengambil orang yang paling Kau cintai, hahahaha.. ya... setelah ku fikir-fikir hal yang paling menyakitkan buatmu adalah kehilangan istri tercintamu, jadi Aku memutuskan untuk menghabisi Nayla, Maka dengan itu Kau juga akan mati perlahan Rehaan." pekik Surya yang kembali tertawa jahat.
"Bajingan..... Bhuk bhuk bhuk...." Rehaan menghajar Surya tanpa ampun hingga Ia tersungkur tak berdaya.
"Itu dia penjahatnya Pak," ucap Ruslaan membawa polisi.
Polisi langsung mengangkat tubuh Surya yang hampir tidak sadarkan diri.
"Kami akan membawanya ke kantor polisi, salah satu dari kalian mohon ke kantor polisi untuk membuat laporan secara resmi," ucap polisi nembawa Surya.
Rehaan sudah begitu lemas dan hampir terjatuh.
"Rehaan maafkan Tante, Tante dan Om tadi sedang makan siang, Kami benar-benar menyesal Rehaan," ucap Hema menangis.
"Naylaaa...." Rehaan langsung berlari keruangan Nayla tanpa menghiraukan ucapan Tantenya.
"Rehaan..." Nayla mengulurkan tangannya yang penuh dengan darah.
"Apa saja yang kalian kakukan, kenapa kalian hanya menatap istriku?" tiak Rehaan kepada Dokter dan perawat yang baru akan menangani Nayla.
"Rehaan... Aku tidak memiliki banyak waktu," ucap Nayla lemah.
"Sayang jangan katakan itu, Kamu harus bertahan demi Aku dan bayi kita," ucap Rehaan sembari mengangkat Nayla ke pangkuannya.
"Dokter apa lagi yang kalian tunggu? Cepat tangani istriku," triak Rehaan lagi.
"Tidak Rehaan Aku tidak ingin membuang waktu ku, Aku ingin menghabiskan detik detik terakhir ku bersama mu dan bayi kita," ucap Nayla meminta bayinya.
Tante Hema pun memberikan bayinya kepada Nayla.
"Lihatlah Rehaan bayi kita begitu cantik, dan matamu ada dalam matanya,
Matanya begitu indah Rehaan," ucap Nayla dengan nafas yang sudah ter putus putus.
Rehaan yang mendengarnya hanya bisa menangis sambil menciumi Nayla.
"Kumohon Nayla biarkan Dokter menanganimu," tangis Rehaaan
"Rehaan... Aku sudah tak sanggup lagi, Aku hanya ingin menghembuskan nafas terakhir ku di pelukan mu," ucap Nayla yang semakin sulit bicara.
Tante Hema dan Om Ruslaan menangis melihat ini semua.
"Tidak Sayang... kamu tidak akan meninggalkan kami, dulu kamu hadir untuk merawat ku, Kamu tidak mungkin meninggalkan bayimu sendirian, siapa yang akan merawat bayi kita nanti?" tangis Rehaan.
"Kau akan menjaganya Rehaan, Kau adalah suami yang sangat baik, Aku yakin Kau juga pasti akan menjadi Ayah yang terbaik untuk putri kita," Nayla semakin melemah.
"Aku tidak akan bisa hidup tanpamu Nayla..." Rehaan terus menangis sembari menciumi wajah Nayla berkali-kali.
"Kau harus hidup untuk bayi kita, berjanjilah Rehaan, Kamu tidak akan terpuruk sedih atas kepergian ku, Kau tidak akan mengabaikan bayi kita karna kesedihanmu, Kau harus tetap bahagia demi putri kita, demi Aku Rehaan... Kumohon berjanji lah," Nayla mulai menutup mata nya.
Rehaan mengangguk dengan deraian air matanya.
Nayla tersenyum lega,
"Rehaan..." Nayla mengusap air mata Rehaan.
"Aku... Merasa sangat kedinginan," ucap Nayla yang sudah di ujung Nafas.
"Sayang... Rehaan mendekapnya erat dan menciumnya berkali-kali.
"Rehaan A... ku... Sangat mencintai mu... ja ga put ri kita de ngan ba ik..." Nayla menghembuskan nafas terakhirnya.
"Naylaaaaaa......." triak Rehaan memeluk Naylaa dan bayinya.
Hema menangis di pelukan Ruslaan.
"Nayla jangan tinggalkan Aku, bangunlah... buka matamu, Kamu tidak bisa meninggalkan ku seperti ini, Kamu sudah berjanji akan terus bersamaku..." tangis Rehaan yang diiringi dengan tangis bayinya.
Hema pun nengambil bayi dari pangkuan Nayla.
Sementara Ruslaan memegangi Rehaan, karena dokter akan memastikan keadaan Nayla.
"Lepaskan Aku Om... lepaskan Aku... Kalian tidak bisa memisahkanku dari Nayla," Rehaan terus meronta-ronta.
Namun Dokter tetap membawa Nayla ke ruang otopsi.
Ruslaan memeluk Rehaan dan menenangkannya.
"Naylaaaaaa.... Naylaaaaaa..." tangis Rehaan pecah mengisi seluruh ruangan itu.
Bersambung...
Rehaan menggendong bayinya di depan jenazah Nayla yang yang akan di bawa ke peristirahatan terakhirnya.
Matanya bengkak karena tak henti-hentinya Rehaan menangisi kepergian Nayla,
Ia mengingat semua kenangannya bersama Nayla,
Kenangan sejak Ia masih di asuh Nayla hingga kecupan terakhirnya.
"Tidak akan ku biarkan hal buruk terjadi padamu Rehaan," ucapa Nayla kala itu kembali terngiang-ngiang di telinga Rehaan.
"Aku sudah memenuhi janjiku, Sekarang putri kita yang akan menemani hari-harimu,"
ucap Nayla lalu menghilang di balik pekatnya asap
"Nayla... Nayla... Naylaaaaaa..." triak Rehaan terbangun dari tidurnya.
"Ada apa Dad, Apa yang terjadi?" tanya Pari yang kini telah berusia enam tahun.
Rehaan menghelai Nafas panjang dan menatap Pari.
"Handsome Dad? Apa Daddy bermimpi Mommy Nayla lagi?"
"Ya... " ucap Rehaan meraih tubuh mungil Pari ke pangkuannya.
"Kenapa Daddy selalu memimpikan Mommy Nayla? Sedangkan Aku tidak pernah bermimpi sama sekali?"
"Sudah enam tahun setelah kepergian Nayla, tapi rasa sakit kehilangannya tidak berkurang sedikitpun, Aku selalu saja memimpikannya," batin Rehaan.
"Daddy..." ucapan Pari mengagetkan Rehaan.
"Ee... Itu karena Daddy selalu merindukam Mommy Nayla," ucap Rehaan sembari mencubit lembut pipi Pari.
"Aku juga selalu merindukannya, bahkan aku ingin sekali Mommy Nayla datang memelukku, tapi Mommy tidak juga datang,"
Rehaan yang mendengarnya merasa sangat sedih dan langsung memeluk Pari.
"Berdoalah sebelum kamu tidur, Mommy Nayla pasti akan datang dalam mimpi mu," ucap Rehaan menahan tangisnya.
"Aku tidak menyangka putriku akan mengalami nasib sepertiku, bahkan putriku harus kehilangan ibunya di hari pertama ia lahir," ucap Rehaan yang tak kuasa menahan air matanya.
"Pariiii.... Pariiii.." terdengar suara seseorang memanggil Pari.
Rehaan mengusap air matanya dan menurunkan Pari dari pangkuannya.
"Lihatlah siapa yang datang,"
Pari mengangguk dan berlari membuka pintu.
Seseorang bersembunyi di balik boneka Teddy Bear.
"Kau tidak perlu bersembunyi di balik boneka Teddy itu, karena aku sudah mengetahui siapa dirimu..." ucap Pari yakin.
Rehaan hanya tersenyum melihatnya.
"Benarkah? Memangnya siapa yang ada di belakangku?" ucap orang itu menirukan suara kartun.
"Siapa lagi kalau bukan Buddy Handsome," ucap Pari tertawa gemes.
Orang itu pun menurunkan boneka Teddy'nya dan berjongkok di depan Pari.
Pari tersenyum bahagia menatapnya.
"Bagaimana kamu bisa tau padahal boneka ini begitu besar dan menutupi wajahku?"
tanya orang itu.
"Karna kau adalah My Buddy, sahabat terbaik ku," ucap Pari yang langsung mencium pipi orang itu.
"Dan kau adalah My angel," orang itu membalas dengan mengecup kening Pari.
"Ini Ambillah untukmu," ucap orang itu memberikan boneka Teddy'nya.
Pari begitu senang menerima boneka itu dan langsung bermain dengan bonekanya.
Orang itu berdiri dan mendekati Rehaan.
"Hai Rehaan, apa kamu masih bermimpi hal yang sama?"
Rehaan menganggukan kepalanya.
"Aku akan selalu memimpikannya karena aku selalu merindukannya," ucap Rehaan sedih.
Orang itu pun ikut sedih melihat Rehaan yang masih belum mau keluar dari kenangannya bersama Nayla.
"Bang Ravi... Terimakasih karerna sejak Nayla tiada Bang Ravi selalu ada bersamaku,
Bang Ravi rela meninggalkan pekerjaan di Swiss dan menetap di Jakarta untuk membantu ku mengurus perusahaan dan Putri ku, aku tidak tau bagaimana aku mengurus putriku tanpa bantuan mu" ucap Rehaan
"Tidak masalah Rehaan, Kamu begitu terpukul kehilangan Nayla, sementara kedua orang tuaku sudah begitu tua, aku hanya mengurus Pari semampuku, kamu lah yang mengurus putrimu dengan baik," ucap Ranveer tersenyum.
Rehaan kembali merasa bersedih.
"Hidup ku hanya ada Nayla, kehilangannya membuat diri ku kehilangan separuh nyawaku, Nayla bukan hanya istriku, tapi dia juga seperti sahabatku, seperti malaikat pelindungku, Dia segalanya bagiku Bang," uucap Rehaan menangis.
Ravi menenangkan Rehaan di pundaknya.
"Aku tau perasaanmu Rehaan, bahkan Aku juga belum bisa melupakan saat pertama kali aku mendengar kabar kematian Nayla" batin Ravi yang mengingat hari itu.
#flasbackOn
Ravi langsung membatalkan temu janjinya dan langsung mengemasi pakaiannya.
Ia pun langsung terbang ke Jakarta saat itu juga, begitu Ia sampai, Ravi langsung berlari ke rumah ke dalam.
Rumah Rehaan sudah dipenuhi para pelayad.
Kaki Ravi perlahan melangkah masuk, dengan gemetar, Ia langsung berurai air mata ketika melihat jasad Nayla terbujur kaku di tengah-tengah kerumunan para pelayad yang mendoakannya.
Ravi melihat Rehaan terus menangis disisi jenazah Nayla.
Ravi begitu lemas melihat orang yang ia cintai pergi untuk selamanya.
Ravi pun terduduk di samping jasad Nayla dan meratapi kepergian nya.
Rehaan menyadari kedatangan Ravi yang sudah duduk di sisinya.
"Bang Ravi..." ucap Rehaan dalam tangisnya.
"Rehaan..." Ravi mengusap air matanya dan langsung memeluknya.
Mereka menangis bersama dalam pelukan satu sama lain.
Pek Kiyai dan semua jamaah bersiap membawa jenazah Nayla setelah sebelumnya menyolatkan nya
"Tidak.. kalian tidak bisa membawa istriku! Kalian tidak bisa melakukan itu padanya! Dia akan segera bangun, percayalah!" ucap Rehaan histeris melihat jasad Nayla di bawa.
"Rehaan tenanglah, Nayla tidak akan bangun kembali, Nayla telah benar-benar meninggalkan kita Rehaan," uap Ravi yang menenangkan Rehaan meskipun dirinya juga merasakan kesedihan yang sama.
"Tidak Bang... Aku tidak ingin berpisah selamanya dari Nayla, mereka tidak boleh membawa Nayla pergi," Rehaan terus meronta-ronta minta di lepaskan.
"Rehaan... Rehaan... Tenangkan dirimu!"
"Oweee... Oweee ... Oweee..." Suara tangis Pari menghentikan tangisan Rehaan.
Rehaan pun melepaskan pelukan Ravi dan berjalan mengambil bayinya yang ada di gendongan Tante Hema.
Rehaan menenangkan putri kecilnya dan melupakan kesedihannya.
"Pak Rehaan... Apa Anda tidak ingin ikut ke peristirahatan terakhirnya?" tanya Pak Kiyai.
Rehaan pun bersama bayinya bersiap ikut.
"Rehaan biarkan Pari bersama Tante," ucap Hema.
Rehaan pun kembali memberikan bayinya dan ikut ke peristirahatan terakhir Nayla
Dengan deraian air matanya Rehaan melepas kepergian Nayla untuk selama-lamanya.
#flashbackOff
Ravi mengusap air matanya mengingat hari itu.
Bersambung....
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!