Mohon tinggalkan like koment setelah membaca 🙏🙏🙏
-
Aster Jung memandang peti ayah dan ibunya dengan pandangan kosong. Ia tak hiraukan ucapan bela sungkawa dari para pelayat yang datang untuk memberikan penghormatan terakhirnya.
Gadis kecil itu lebih memilih memandang ayah dan ibunya sebelum diberangkatkan ke pamakaman.
Rasanya Aster masih tidak percaya jika dia telah kehilangan mereka berdua. Betapa waktu berlalu begitu cepat, saat tiba di rumah sakit ayah dan ibunya telah dinyatakan meninggal dunia.
Sungguh hal itu membuat hati Aster terpukul hebat. Ia tidak memiliki siapa pun lagi di dunia ini. Hanya ayah dan ibunya yang dia miliki.
Dan mulai saat ini, dia mau tinggal bersama siapa? Dia tidak mempunyai kerabat di kota ini. Dan dia juga tidak ingin merepotkan kerabat ibunya, alasan lainnya juga bahwa ia tidak begitu mengenal atau akrab dengan keluarganya yang lain.
"Aster? Apa benar kau, Aster Jung?" Aster menoleh dan mendapati seorang pemuda tampan memandanganya dengan tatapan sedih.
Aster tak kenal dengan pemuda itu, ia baru pertama kali melihatnya. Apalah dia kerabat ayah atau ibunya? Tapi dia tak yakin jika mereka memiliki kerabat berwajah setampan dan secantik laki-laki yang berdiri dihadapannya ini.
"Aku, Nathan Xiao," Aster mulai menunjukkan sedikit pergerakan.
Nathan Xiao? Sepertinya nama itu tidak asing di telinganya? Nama itu sama persis dengan nama mahasiswa yang sering datang ke rumahnya untuk bertemu sang ayah. Tapi sayangnya Aster tak pernah melihat seperti apa rupanya.
"Ya, aku Aster …" ucap gadis kecil itu dengan pelan. Suaranya telah habis karena terisak begitu lama. Tanpa aba-aba, pemuda bernama Nathan tersebut segera memeluk Aster.
"Jangan bersedih lagi. Mulai sekarang, aku yang akan menjaga dan merawatmu, aku janji." Nah, bagus. Sekarang Aster tahu di mana ia akan tinggal. Tapi bisakah dia mempercayai pemuda asing ini?
Aster melepaskan pelukan Nathan. "T-tapi, aku tidak mengenal, Paman," ucap Aster sedikit mempertahankan sifat tsundere-nya.
"Tenang, aku adalah mahasiswa ayahmu. Kau bisa percaya padaku, karena ayahmu sendiri yang menitipkan mu padaku."
"Dan mulai sekarang aku yang akan merawat dan menjagamu. Aku akan mengangkatmu sebagai putriku." Nathan tersenyum lembut.
"Kenapa harus menjadi ayah angkatku? Bahkan, Paman terlalu muda untuk menjadi seorang Ayah,"
"Tidak masalah. Mari kita perbincangkan hal ini setelah pemakaman kedua orang tuamu." Aster memandang pemuda itu dan kemudian mengangguk.
"Baiklah."
.
.
.
Setelah menempuh perjalanan kurang dari satu jam. Mereka tiba di kediaman keluarga Xiao. Nathan terlihat turun dari mobilnya di ikuti oleh Aster yang berdiri beberapa langkah di belakangnya.
Nathan menghentikan langkahnya dan menoleh ke belakang. Pemuda itu menghampiri Aster kemudian berlutut di depannya. "Ada apa?" tanya Nathan sambil mengunci manik hazel Aster.
"Apa aku tidak akan merepotkan, Paman? Bagaimana dengan keluarga, Paman? Apa mereka akan menerimaku?"
"Kau tidak perlu mencemaskan hal itu. Aku hanya tinggal dengan beberapa pelayan ku, kedua orang tuaku meninggal tujuh tahun yang lalu dalam kecelakaan pesawat. Keluargaku yang lain ada di China,"
"Tapi bagaimana jika aku menjadi beban untuk, Paman?" Aster menundukkan wajahnya. "Lebih baik aku tinggal bersama kerabat dari ibuku, saja. Memang kami tidak begitu akrab, tapi itu lebih baik."
"Aster, dengarkan Paman!! Ayahmu sendiri yang menitipkan mu pada, Paman. Dan Paman telah berjanji akan menjaga dan merawat mu. Kau adalah tanggung jawab, Paman sekarang. Jadi jangan memikirkan apapun lagi, mengerti!!"
Aster menundukkan kepalanya. Dia bingung harus bagaimana sekarang. Apakah dia harus ikut tinggal bersama Nathan atau tidak, Aster sungguh tidak ingin merepotkan nya. Gadis kecil bertubuh mungil itu kini benar-benar di lemah.
"Apa yang sedang kau pikirkan?" tegur Nathan melihat kediaman Aster.
"Aku bimbang,"
"Kau tidak perlu berpikir lagi. Ayo masuk," Nathan meraih tangan Aster dan menuntun gadis kecil itu untuk masuk ke dalam rumahnya.
Kedatangan mereka di sambut oleh seorang pria yang telah berumur. Pria itu terlihat membungkuk pada Nathan dan tersenyum hangat pada Aster.
"Paman Kim, tolong antarkan Aster ke kamarnya dan biarkan dia istirahat."
"Baik, Tuan Muda. Nona, mari."
Aster menatap Nathan yang terlihat menganggukkan kepala. Aster menundukkan wajahnya, dengan ragu dia mengikuti pria yang di panggil 'Paman Kim' tersebut. Sedangkan Nathan pergi ke kamarnya. Dia merasa lelah dan tubuhnya terasa lengket semua.
.
.
.
Aster menatap kagum kagum pada kamar yang kemungkinan besar mulai malam ini akan menjadi kamarnya. Kamar itu dua kali lebih besar dari kamar miliknya, kamar itu terlihat begitu mewah dengan perpaduan gold dan silver yang begitu elegan.
"Nona, mari masuk. Mulai malam ini, kamar ini akan menjadi kamar Anda. Tuan Muda ingin Anda menempati kamar ini dengan nyaman, Tuan Muda juga sudah menyiapkan semua keperluan Anda."
"Apakah semua ini sudah terencanakan?"
Pria itu menggeleng. "Tidak. Tuan Muda menghubungi saya beberapa jam yang lalu, dia meminta kami menyiapkan kamar karena menurutnya akan ada tamu istimewa yang akan datang."
"Paman, apakah Paman Nathan adalah orang yang baik? Dia terlihat dingin dan misterius,"
"Tuan Muda memang seperti itu. Dia dingin di luar, tapi sebenarnya dia sangat hangat. Nona sudah tertipu dengan cangkang luarnya,"
Apa yang di katakan pria itu memang ada benarnya. Selama bersama dirinya, Nathan selalu menunjukkan sisi hangatnya, meskipun terkadang sikap dinginnya lebih kental dan mendominasi. Dia juga tak banyak bicara apalagi berbasa-basi.
Dan apakah dia akan nyaman tinggal bersama pria seperti itu?
"Nona kecil, Anda melamun?" tegur Kim Derry.
Aster menggeleng. "Tidak, Paman." Gadis kecil itu tersenyum lebar.
"Baiklah, sebaiknya Nona kecil istirahat saja. Saya akan keluar sekarang."
Selepas kepergian Derry, di dalam ruangan itu hanya menyisahkan Aster seorang diri. Aster membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur dengan posisi terlentang. Kedua matanya menatap lurus pada langit-langit kamarnya dengan pandangan hampa.
Rasanya Aster masih tidak percaya jika dia telah kehilangan kedua orang tuanya. Sangat menyakitkan memang, namun dia harus merelakan kepergian mereka meskipun itu terasa berat untuk di lakukan.
"Kau sudah tidur!" Aster terlonjak kaget. Gadis kecil itu segera bangkit dari posisinya dan mendapati Nathan berjalan menghampirinya
Melihat ketampanan pemuda itu membuat Aster tak berkedip. Meskipun dia masih anak-anak, tapi dia bisa membedakan mana berlian dan mana batu kali. Dan jika diibaratkan, Nathan adalah berlian karena ketampanannya.
Aster menggeleng. Menepis semua pemikiran kotornya. Dia masih anak-anak, tidak seharusnya memikirkan hal yang tak seharusnya dia pikirkan.
"Kenapa kau terus menatapku? Apakah ada yang salah di wajahku?" Aster menggeleng. "Lantas?"
"Tidak apa-apa."
"Makan malam sudah siap. Ayo kita turun dan makan malam bersama. Kau pasti sudah sangat lapar karena belum makan sejak pagi. Setelah ini kau bisa istirahat lagi." Aster menatap Nathan, dan kemudian mengangguk.
"Baiklah."
-
Bersambung.
Detik berganti menit, menit berganti jam, jam berganti hari, hari berganti minggu, minggu berganti bulan, bulan berganti tahun. Betapa waktu berjalan dengan cepat. Kini usia Aster sudah 20 tahun.
Gadis kecil yang telah kehilangan kedua orang tuanya di usianya yang baru 10 tahun ini sekarang telah tumbuh menjadi seorang gadis dewasa yang sangat cantik, mandiri dan sedikit bar-bar.
Keluarga Aster sudah berubah. Marganya pun juga. Dari Jung, berubah menjadi Xiao. Sejak diangkat putri oleh Nathan, marganya pun berubah.
Saat ini Aster sedang menempuh pendidikannya di Oxford University, London. Dan ini adalah tahun ke 3 Aster kuliah di sana, dan rencananya dia akan kembali ke negeri asalnya dan melanjutkan kuliahnya di sana.
"ASTER!!! KAMI DATANG!!"
Nyaris saja Aster jatuh terjengkang karena ulah kedua sahabatnya yang tiba-tiba datang sambil berteriak seperti orang gila. Siapa lagi mereka jika bukan Ella dan Erica. Sama seperti Aster, mereka juga berasal dari Korea Selatan.
"Yakkk!! Tidak bisakah kalian tidak berteriak seperti di hutan?! Dasar menyebalkan!!"
"Maaf, kami terlalu bersemangat."
"Ini malam Minggu, bagaimana kalau kita pergi keluar dan bersenang-senang?" Usul Ella sambil memeluk lengan kanan Aster.
"Kalian saja, aku sedang malas. Lagipula aku harus bersiap-siap. Aku bisa ketinggalan pesawat jika ikut clubbing bersama kalian."
"Justru karena ini malam terakhirmu di sini. Kita harus menciptakan sebuah moment indah dan berkesan. Tidak lebih dari jam 12 malam, kami berjanji."
Aster melepaskan pelukan Ella dan menggeleng. "Tidak!!" Aster tetap pada pendiriannya. Dia tidak ingin sampai terlambat bangun dan ketinggalan pesawat.
Ella dan Erica mencerutkan bibinya. "Kau sangat tidak asik. Baiklah, kami tidak akan memaksamu. Kalau begitu kami pergi dulu,pasti Mike dan James sudah menunggu kita. Bye-bye...." Aster melambaikan tangannya pada kedua sahabatnya.
Gadis itu beranjak dan berjalan menuju kamarnya yang berada di lantai dua. Rasanya Aster sudah tidak sabar menunggu hari esok tiba.
Setelah tiga tahun, akhirnya dia bisa kembali ke Korea. Tapi bukan itu yang membuatnya sangat senang dan begitu bersemangat, tapi karena dia bisa bertemu dan berkumpul kembali dengan ayah angkatnya yang super tampan itu.
"Paman, akhirnya kita berkumpul lagi. Aku sangat merindukanmu, dan aku sudah tidak sabar untuk bertemu denganmu." Aster menutup matanya, dan dalam hitungan detik saja gadis itu sudah pergi berlayar menuju alam mimpi.
-
Nathan baru saja menyelesaikan pekerjaannya. CEO muda itu terlihat bangkit dari duduknya dan berjalan menuju ke arah toilet yang bersebelahan dengan ruang pribadinya. Ruangan yang biasa Nathan gunakan ketika dia harus lembur atau ketika dia malas untuk pulang ke rumah.
Ketukan terdengar menggema di penjuru ruangan. Namun tak ada sahutan dari dalam sana. Orang yang berdiri di depan pintu itu memutuskan untuk masuk dan mendapati ruangan itu legang.
"Kemana perginya dia?" Gumam orang itu sedikit kebingungan.
"Amanda Im, apa yang sedang kau lakukan di ruangan ku?"
Wanita yang di panggil Amanda itu pun segera menoleh pada asal suara. Wanita itu tersenyum melihat orang yang sedang dia cari dan dia tunggu baru saja keluar dari toilet.
"Nathan, aku merindukanmu." Amanda berhambur ke dalam pelukan Nathan. "Papa menunggumu semalam, tapi kenapa kau tidak datang?" Ucap Amanda sambil menatap langsung manik coklat milik Nathan.
Nathan melepaskan pelukan Amanda dan kemudian beranjak dari hadapannya. "Aku sibuk."
"Sesibuk apapun dirimu, seharusnya kau bisa meluangkan waktumu sebentar untuk menemuinya. Papa, sangat kecewa pada sikapmu."
"Hn, aku tidak peduli."
"Nathan,kenapa kau sangat jahat sekali padaku dan papa? Padahal selama ini dia sudah sangat baik padamu,"
"Aku tidak memintanya!!" Nathan menyela cepat. "Sebaiknya kau keluar, aku masih banyak kerjaan!!"
Amanda mendengus berat. Dengan menahan rasa dongkol di hatinya. Wanita itu berlalu begitu saja dari ruangan Nathan. Sementara Nathan kembali fokus pada pekerjaannya.
Amanda sendiri adalah orang yang di jodohkan dengan Nathan. Terjadi kesepakatan antara mendiang orang tua Nathan dan Amanda jika mereka berdua di jodohkan.
Nathan sendiri tidak tahu menahu perihal masalah perjodohan itu dan dia tak terlalu memusingkannya. Bahkan dia mengetahui hal tersebut dari ayah Amanda sendiri.
Nathan meraih ponselnya yang ada di atas meja kerjanya. Setelah menemukan kontak nama Aster, Nathan mencoba menghubunginya. Tapi ponsel putri angkatnya tersebut malah tidak aktif.
Pria itu mendesah berat. Ia tidak tau apa yang sedang di lakukan oleh aster saat ini sampai-sampai dia harus mematikan ponselnya.
Sepertinya CEO muda nan tampan itu masih belum tau jika putri angkatnya tersebut sedang dalam perjalanan pulang menuju Korea.
Ya, Aster memang tidak memberitahu Nathan perihal kepulangannya hari ini. Dia ingin memberikan kejutan pada pria yang telah merawatnya selama ini.
Tokk...
Tokk...
Tokk...
Suara ketukan sebanyak tiga kali mengalihkan perhatian Nathan dari dokumennya. Pria itu berseru kencang dan mempersilahkan orang itu untuk masuk.
Pintu terbuka dan menampilkan sosok jelita dalam balutan dress selutut berlengan dan bermotif bunga. Sosok itu berjalan menghampiri Nathan yang tidak menghiraukan kedatangannya. Sampai akhirnya...
"Paman..." Sebuah suara yang begitu familiar masuk dan berkaur di dalam telinganya.
Kedua mata Nathan membelalak. Sontak dia mengangkat wajahnya dan mendapati Aster berdiri di depannya sambil mengurai senyum lebar.
"Aster?!" Seru Nathan dengan nada sedikit meninggi.
Aster memutari meja dan langsung berhambur ke dalam pelukan ayah angkatnya itu. "Paman, aku merindukanmu." Ucap Aster sambil mengeratkan pelukannya.
Nathan sempat bingung memang. Tapi tetap saja dia mengangkat kedua tangannya dan membalas pelukan Aster. "Aku merindukan, Paman. Sangat-sangat merindukan, Paman."
Nathan melepaskan pelukan Aster dan menatapnya penasaran. "Kapan kau datang? Dan kenapa kau tidak memberitahuku terlebih dulu?"
"Karena aku ingin memberikan kejutan padamu. Dan aku sangat bahagia karena bisa berada di negeri ini lagi." Tuturnya.
Aster beranjak dari hadapan Nathan. Gadis itu lantas berdiri di depan dinding kaca yang ada di balik meja kerja ayah angkatnya. Sepasang manik hazelnya menatap takjub pada pemandangan Kota Seoul.
Lampu-lampu kota telah di nyalakan, pertanda jika malam akan segera tiba. Dan kota Seoul terlihat lebih hidup saat malam hari.
Nathan meninggalkan meja kerjanya dan kemudian berjalan menghampiri Aster. Keduanya berdiri bersebelahan memandang kota yang tampak sangat indah.
"Rasanya aku masih tidak percaya jika akhirnya aku tiba di sini lagi. Sudah tiga tahun, dan banyak sekali yang berubah pada kota ini."
"Kenapa kau kembali dengan tiba-tiba? Lalu bagaimana dengan kuliahmu di sana?"
"Ini sudah hampir memasuki liburan musim semi, dan rencananya aku akan melanjutkan kuliahku di sini. Aku tidak ingin jauh lagi dari, Paman. Jauh dari, Paman sungguh membuatku tersiksa."
Nathan memicingkan matanya. "Kenapa?"
"Karena terlalu jauh jika aku merindukan, Paman." Jawabnya tersenyum.
Nathan meraih bahu Aster dan kemudian membawa gadis itu ke dalam pelukannya."Paman, juga sangat merindukanmu. Rumah terasa sangat sepi dan sunyi sejak kau memutuskan untuk pergi."
"Untuk itu aku tidak akan pergi lagi, Paman."
Aster menutup matanya dan semakin mengeratkan pelukannya pada tubuh Nathan. Aster terlalu merindukan Nathan, sampai-sampai dia ingin menangis sekarang.
Nathan melepaskan pelukannya dan memandang Aster dengan senyum hangatnya.
"Kau pasti sudah sangat lapar. Aku selesaikan pekerjaanku dulu. Setelah ini kita makan malam bersama." Ucap Nathan yang segera di balas anggukan oleh Aster. Kebetulan dia memang sangat kelaparan sekarang.
-
Bersambung.
Tidak ada gadis yang tak betah dalam suasana seperti ini, duduk di sebuah restoran elit nan mewah bersama seorang lelaki tampan, diatapi oleh taburan bintang-bintang di langit, dan dimanjakan dengan simfoni musik klasik yang mengalun syahdu.
Gadis itu, Aster Xiao. Sangat menyukai moment seperti ini, apalagi yang bersamanya adalah pria yang telah lama menjadi cinta pertamanya.
Wajahnya yang merah berseri itu terlihat sangat manis dengan rambut coklat keemasannya yang jatuh tergerai di atas punggungnya.
Tubuhnya yang ramping terbalut mini dress berlengan dan bermotif bunga, menampilkan kesan cantik yang elegan bagi setiap mata yang memandangnya.
"Sudah lama sekali aku tidak datang ke tempat ini. Paman, terimakasih sudah membawaku makan malam di restoran penuh dengan kenangan ini." Ucap Aster sembari tersenyum lebar.
"Aku hanya melakukan apa yang seharusnya aku lakukan. Bukankah setiap Ayah selalu menginginkan yang terbaik untuk putrinya?!"
Aster berdecak sebal. "Ck, berhentilah mengatakan omong kosong itu lagi. Kita bukan Ayah dan anak, lagipula kau terlalu muda untuk menjadi Ayahku. Bahkan kau lebih pantas menjadi pendamping hidupku." Ujar Aster yang langsung di hadiahi sebuah jitakan oleh Nathan .
"Jangan ngaco!! Dan sebaiknya mulai sekarang berhenti mengatakan kalimat menggelikan itu lagi."
Aster memutar jengah matanya. "Paman, tidak asik sama sekali. Dasar menyebalkan!!" Nathan mendengus geli. Tidak ada yang berubah pada diri putri angkatnya tersebut, Aster tetap seperti yang selama ini Nathan kenal.
"Sebaiknya habiskan makan malam mu, dan setelah ini kita pulang." Aster tak memberikan jawaban apa-apa, sebagai gantinya gadis itu hanya menganggukkan kepala.
.
.
.
Nathan menghentikan mobil mewahnya di halaman luas sebuah mansion mewah yang memiliki tiga lantai. Pria itu terlihat turun dari mobilnya begitu pula dengan Aster.
Aster tak bisa menyembunyikan kebahagiaannya karena pada akhirnya dia bisa kembali ke tempat di mana dia dibesarkan selama ini. Dan jika boleh jujur, Aster sangat menyesali keputusannya malam itu, keputusannya untuk berkuliah di luar negeri.
Tanpa menghiraukan Nathan, Aster berlari masuk sambil berteriak kencang, memanggil salah seorang pelayan di mansion mewah tersebut.
"Bibi, Ahn ... Aku pulang!!"
Ahn Sora yang sedang sibuk dengan pekerjaannya, sontak menoleh setelah ia mendengar suara yang begitu familiar masuk dan berkaur di dalam telinganya. Wanita itu bergegas keluar dan matanya membelalak melihat siapa yang datang.
"Nona Muda!!" serunya histeris.
Keduanya pun langsung berpelukan. "Bibi, aku sangat merindukan, Bibi." Ucap Aster sambil mengeratkan pelukannya.
Sora menyeka air matanya. "Bibi juga sangat merindukan, Nona." Jawabnya.
Nathan tak bisa menahan dirinya untuk tidak tersenyum melihat pemandangan yang mengharukan tersebut.
Aster sangat dekat dengan Sora, Sora adalah orang yang merawatnya dari kecil. Sora menjadi ibu kedua bagi Aster setelah kepergian ibunya, Sora memperlakukan Aster seperti putrinya sendiri dan dia begitu menyayanginya. Jadi tidak salah bila mereka begitu dekat
"Tiga tahun tidak bertemu, kenapa Bibi semakin tua saja. Lihatlah kerutan di wajah, Bibi." Ujar Aster sambil menunjuk beberapa kerutan di wajah Sora. Lalu pandangan Aster bergulir pada Nathan.
"Paman, pasti kau sangat kejam pada Bibi Sora? Seharusnya Paman lebih banyak memberinya waktu cuti, dia butuh perawatan dan sebagainya. Masa Paman tidak mengerti juga!"
Nathan hanya membuat matanya jengah. Bagaimana bisa putri angkatnya itu malah menyalahkan dirinya atas beberapa keriput di wajah Sora. Lagipula wajar jika Sora memiliki banyak keriput di wajahnya, mengingat jika dia tidak muda lagi.
Sora meringis ngilu. Bagaimana bisa Aster malah menyalahkan Nathan atas beberapa keriput di wajahnya.
Tapi Sora tidak merasa heran lagi, karena itu adalah Aster, dan Nathan juga tidak mungkin memarahinya mengingat betapa sayangnya dia pada putri angkatnya tersebut.
Mendengar suara ribut-ribut di luar. Membuat sepasang ibu dan anak menjadi sangat penasaran. Keduanya keluar untuk melihat apa yang sedang terjadi. Dan tatapan tidak suka begitu ketara mereka tunjukkan ketika melihat keberadaan Aster di sana.
"Kau!!" tunjuk perempuan berambut sebahu tepat di depan wajah Aster. "Kenapa kau pulang lagi ke rumah ini?" tanya perempuan itu sinis.
"Maya, apa-apaan kau ini? Kenapa kau bersikap dan berkata sekasar itu pada, Aster. Seharusnya kau lebih sopan dan bersikap baik padanya." Ujar Ella sambil mencubit lengan Maya.
Ella mendekatkan bibirnya pada telinga Maya dan berbisik penuh penekanan. "Jaga sikapmu, apa kau mau terusir dari rumah ini dan menjadi gelandangan lagi? Kau tau sendiri jika Pamanmu itu sangat menyayangi putri angkatnya,"
Maya mendecih tidak suka. Tanpa mengatakan apapun lagi, perempuan itu beranjak dan pergi begitu saja. Sedangkan Aster mendecih sinis, dia tidak merasa tersanjung apalagi terharu dengan pembelaan Ella. Karena Aster mengenal betul mereka orang seperti apa.
"Paman, aku sangat lelah. Aku masuk dulu." Ucap Aster yang kemudian di balas anggukan oleh Nathan.
Nathan menghampiri Ella dan menatapnya dengan tatapan tajam penuh intimidasi. "Suruh putrimu menjaga sikapnya jika kalian masih ingin tinggal di sini lebih lama lagi." Nathan melangkahkan kedua kakinya dan pergi begitu saja.
Rasanya Ella ingin sekali mengutuk Maya. Karena dirinya mereka berdua hampir saja terkena masalah. Dan akan panjang ceritanya bila Nathan sudah bertindak.
.
.
.
Bukan tanpa alasan Nathan masih melajang hingga usia tiga puluh tahun. Dia hanya ingin fokus dalam merawat dan menjaga Aster. Aster memang bukan anak kecil lagi, tapi dia tetap membutuhkan perhatian dan kasih sayang darinya.
Nathan tidak ingin membagi kasih sayangnya untuk orang lain. Dan lagi pula Aster akan merasa tidak nyaman jika dia sampai memiliki istri.
Itulah kenapa Nathan memilih tetap melajang di usianya yang sudah matang. Dan untuk saat ini dia hanya ingin fokus pada putri angkatnya tersebut.
Nathan baru saja selesai mandi saat pintu kamarnya tiba-tiba di buka dari luar, dan sosok Aster terlihat nyelonong masuk tanpa permisi terlebih dulu. Bahkan Aster tak merasa risih melihat Nathan yang sedang bertelanja** dada.
Aster berjalan kearah tempat tidur kemudian merebahkan tubuhnya pada kasur king size milik ayah angkatnya tersebut. "Paman, bisakah kau membelikan mobil baru untukku?"
"Memangnya ada apa dengan mobil lamamu?" Tanya Nathan tanpa menatap lawan bicaranya. Nathan mengeluarkan sehelai kemeja putih lengan terbuka dari dalam lemari lalu memakainya.
"Sudah ketinggalan jaman. Aku ingin mobil baru. Kau bisa menjual mobil lamaku. Ya, kali ini saja." Rengek Aster memohon.
"Kau bisa memilih salah satu dari mobil-mobil, Paman. Jika ada yang kau sukai, kau bisa memilikinya."
Aster menggeleng. "Tidak mau, aku maunya mobil baru. Aster tetap ngotot ingin mobil baru.
Nathan mendesah berat. Menghadapi Aster terkadang memang membutuhkan kesabaran ekstra.
Jika sudah kambuh penyakit merajuknya pasti akan seperti ini, dan jika dia sudah menginginkan sesuatu, dia tidak akan berhenti merengek sampai Aster mendapatkan apa yang dia inginkan itu. Aster memang sangat keras kepala.
"Besok saja kita bicarakan. Sebaiknya kau kembali ke kamarmu dan tidur. Ini sudah larut malam." Lagi-lagi Aster menggeleng. "Apalagi sekarang?"
"Aku ingin tidur di sini. Dan aku tidak mau mendengar penolakan!! Dulu saja saat aku masih kecil kau selalu mengijinkan aku tidur di kamar ini. Masa sekarang tidak?" Aster mencerutkan bibirnya.
"Sudah beda lagi ceritanya. Dan kau bukan lagi bocah. Kembali ke kamarmu atau kau tidak akan mendapatkan mobil baru?!"
Aster mendengus berat. "Ancamanmu terlalu mengerikan, Paman. Huft, dasar menyebalkan." Gadis itu bangkit dari berbaringnya dan pergi begitu saja.
Sedangkan Nathan hanya bisa mendengus dan menggelengkan kepala, melihat sikap dan tingkah kekanakan putri angkatnya tersebut. Aster memang unik dan selalu terlihat menggemaskan dimatanya.
-
Bersambung.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!