NovelToon NovelToon

Hot Duda: Cinta Untuk Rangga

Season 1 (Kepalsuan)

...♡♡♡...

...MOHON BIJAK DALAM MEMBACA....

...¤ CERITA INI BERGENRE ROMANSA HOT 21...

...¤ TERDAPAT UNSUR *EKSUAL DAN KEKERASAN...

...¤ BUKAN UNTUK ANAK DI BAWAH UMUR...

...PLEASE, BERI LIKE JIKA KAU MENYUKAI TULISANKU....

...HAPPY READING!...

...♡♡♡...

Aku selalu memperhatikan setiap kali Rhea berkemas sebelum melakukan perjalanan. Aku menyandarkan tubuhku yang setinggi seratus delapan puluh tiga senti ke kusen pintu kamar tidur dengan kedua tangan di dalam saku-saku celana boxer dan wajahku yang cemberut. Aku benci harus berpisah dengan Rhea.

Tapi biasanya aku tidak mengatakan apa-apa. Aku hanya berdiri membisu sementara Rhea mengisi kopernya sambil sesekali mereguk soft drink rasa jeruk kesukaannya. Tapi sore itu aku tak mampu menahan diri.

"Jangan pergi," kataku dengan suara berat.

Rhea berpaling sambil tersenyum mesra. "Kamu tahu aku harus pergi. Kamu tahu aku juga tidak suka."

"Tapi belum apa-apa aku sudah merindukanmu. Tolak saja, Sayang. Please, jangan pergi. Persetan dengan mereka."

Sejak pertama aku menyadari betapa rapuhnya aku bila tak ada Rhea bersamaku. Benar-benar berlawanan dengan penampilanku di depan publik -- pemilik salah satu hotel terbesar di Indonesia dan usaha property dengan kantor cabang di berbagai kota, seorang lelaki pekerja keras dan kaya raya. Sikapku yang dingin pada orang-orang di sekitarku, tidak berlaku di depan Rhea. Aku menjadi sosok pribadi yang berbeda tiga ratus enam puluh derajat dari biasanya. Kepadanya -- hanya padanya, aku bisa bersikap hangat, dan menjadi sosok pria yang romantis.

Memang, di usia tiga puluh dua tahun yang termasuk relatif sangat muda, boleh dikata aku menguasai semua yang kuamati. Dalam diri Rhea, dua puluh sembilan, aku menemukan ratuku, pasangan hidupku yang sempurna. Dia berparas cantik, manis, lucu, dan rambutnya yang panjang membuatnya selalu tampak anggun. Begitu juga dengan kulitnya: putih, bersih, dan mulus. Semua yang ada pada dirinya membuatku sangat tergila-gila. Menanam saham di perusahaan tempatnya bekerja membuatku merasa beruntung bisa mengenal sosoknya. Lalu, dengan alasan berinvestasi di perusahaan ayahnya, aku bisa melancarkan aksiku untuk mendapatkan hatinya. Akhirnya, dia pun bersedia menerima lamaranku. Well, kami sudah menikah selama lima tahun, dan memiliki hubungan yang harmonis, kendati kami sering terpisah karena kesibukan pekerjaan masing-masing.

"Kamu tahu, aku bisa mengikat dan menghalangimu pergi," kataku bercanda.

Rhea tersenyum geli. "Kedengarannya asyik juga," sahutnya, tak mau kalah. Ia mengangkat tutup kopernya yang terbuka di atas ranjang. Ia tengah mencari-cari sesuatu, lalu ia pun masuk ke lemari yang bagaikan ruangan tersendiri itu. Sewaktu ia kembali sambil membawa hodie putih di tangannya, aku sudah berpindah ke kaki ranjang, menatapnya sambil tersenyum dengan mata yang berbinar.

"Uh-oh," katanya. "Aku tahu arti pandangan itu."

"Pandangan apa?"

"Pandangan yang mengatakan bahwa kamu menginginkan hadiah perpisahan. Benar, kan?"

Rhea nampak berpikir sejenak sebelum tersenyum. Ia menjatuhkan hodie itu di kursi dan perlahan-lahan berjalan menghampiriku, dan sengaja berhenti hanya beberapa senti dari tubuhku.

"Dariku, untukmu," bisiknya ke telingaku sambil mencondongkan tubuh. Ia hanya mengenakan bra dan *elana dalam. Begitu seksi.

Memang, tidak banyak yang perlu dibuka, tapi aku tetap saja berlama-lama. Dengan lembut mencium lehernya, lalu bahunya. Bibirku menelusuri garis imajiner yang mengarah ke lekuk sahara-nya yang kecil. Di sana aku bertahan sejenak. Satu tangan membelai lengannya, tangan yang lain melingkar ke belakang untuk menanggalkan bra-nya.

Rhea menggigil, tubuhnya merinding. Manis, lucu, dan sangat piawai di ranjang. Sungguh, aku merasa dia adalah sosok wanita yang sangat sempurna. Mengagumkan.

Waktunya....

Well, aku berlutut dan mencium perutnya, mengitari pusarnya dengan lidahku. Lalu, dengan ibu jari menempel pada pinggulnya, aku mulai menurunkan dan melepas kain penutupnya yang terakhir.

Sekarang tiba gilirannya. Dia *enelanjangiku dengan cepat, sigap, dan sensual. Aku dengan tubuh kekar dan berotot berdiri di depannya.

Untuk beberapa saat kami tidak bergerak. Saling menatap, meresapi detail masing-masing.

Hmm? Apa lagi yang lebih nikmat dari ini?

Tiba-tiba Rhea tertawa. Ia mendorongku dengan main-main, aku pun terlentang di ranjang.

Rhea menjangkau kopernya yang terbuka dan mengambil sabuk hitam dan merentangkannya dengan kencang.

Plak!

"Nah, apa katamu tadi soal mengikat orang?" ia bertanya.

Aku merebut sabuknya, menyergap tubuh mungilnya dengan cepat dan menindihnya dengan tubuhku yang kekar. "Kamu memang perlu diikat." Dan tak perlu waktu lama, aku berhasil dan tangannya sudah terikat. "You are mine, Baby."

"Baiklah. Lakukanlah sepuasmu, tapi setelah ini -- izinkan aku pergi, oke? Aku mohon...?"

Aku pura-pura tuli dan sama sekali tidak merespons kata-katanya. Kurenggangkan kaki istriku itu dan menakalinya dengan bibir dan lidahku. Aku pun masuk dengan gagah, menikmati surga milikku -- hanya milikku, hingga puas....

Yap. Ada kepuasan tersendiri di dalam diriku setiap kali berhasil membuatnya mengeran* penuh kenikmatan, seolah aku sosok suami terhebat dan benar-benar membuatnya menjadi wanita paling beruntung di dunia -- karena dicintai oleh lelaki sepertiku -- lelaki yang mencintainya dengan segala kesempurnaan.

Sesempurna baku hantam terus berlanjut hingga tiga puluh menit kemudian sampai kami sama-sama terkapar dengan napas terengah. Dalam pertempuran panas itu aku sengaja meninggalkan jejak-jejak merah di sekujur leher dan dadanya, stempel kepemilikan yang tak pernah lupa kujejakkan, supaya setiap kali dia jauh, dia akan teringat padaku, merindukanku dan ingin cepat-cepat pulang ke pelukanku. Yeah, Rhea Sanjaya, satu-satunya wanita yang membuatku tergila-gila.

"Puas?"

Aku mengangguk sekali. "Yeah. Tapi tetap saja aku tidak rela kalau kamu pergi. Please, jangan pergi, ya?"

"Sebelum kita menikah kamu sudah berjanji akan bersikap sebagai suami yang baik, tidak akan posesif dan memperlakukanku sebagai tawanan cinta."

Aku angkat tangan. Salahku dulu aku berjanji seperti itu, tapi kalau tidak berjanji, sudah pasti Rhea tidak akan pernah mau menerima lamaranku.

"Oke, baiklah. Jangan molor. Kamu harus pulang tepat waktu. Begitu urusanmu selesai, langsung beli tiket pulang, ya?"

Rhea tersenyum dan melingkarkan ibu jari dan telunjuknya, sebuah tanda oke. "Kamu berkata seperti itu seolah aku ini pernah pulang terlambat."

"Memang tidak. Kamu istri terbaik. Aku benar-benar mencintaimu."

Rhea menatap mata cokelatku. "Aku juga mencintaimu."

Aku balas menatap matanya dengan tatapan memelas. "Jangan pergi, ya?" pintaku, mencoba membujuknya lagi.

"Hei... ayolah, aku susah payah meniti karirku sejak dulu. Jangan jadikan pernikahan kita sebagai penghalang untukku, ya? Please?"

Lagi. Aku mengangkat kedua telapak tangan. "Baiklah." Kuraih dan kugenggam tangannya. "Aku akan merindukanmu."

"Aku juga."

Kami pun berpelukan dan berciuman. Tapi tidak lama kemudian kemesraan itu disela bunyi klakson dari arah jalan masuk. Layanan antar jemput Rhea telah tiba. Dia cepat-cepat melesat ke kamar mandi untuk bersih-bersih, lalu berpakaian dan merapikan diri. Begitu juga aku yang langsung mengenakan kembali celana dan kausku. Waktunya berpisah.

Perubahan Rencana

Beberapa saat kemudian Rhea sudah siap, cantik dan anggun. Lalu ia menarik kopernya.

"Sini, biar kubantu."

Aku mengantarnya ke depan, memeluknya lagi untuk sesaat dan mengecup keningnya. "Hati-hati. Kabari aku begitu kamu sampai. Dan segera telepon aku kalau ada apa-apa. Jangan telat makan, dan jangan tidur terlalu larut."

"Iya, pasti. Aku istri paling beruntung sedunia, karena aku memilikimu, suami yang sangat perhatian. Terima kasih, ya."

Lalu aku membukakan pintu mobil dan membiarkannya masuk. "Hati-hati, dan cepat pulang."

Dia mengangguk sambil tersenyum. Sementara mobilnya melaju, Rhea berseru kepadaku melalui jendela pintu belakang yang terbuka, "I love you...."

Sampai jumpa. Aku akan sangat merindukanmu.

Dan kami terpisah. Dan...

Alam semesta benar-benar mendukung perpisahan itu, sebagaimana keesokan harinya cerita itu berubah....

Yap, Rhesmi Yunita, ibunya Rhea. Pagi-pagi sekali ia sudah berkunjung untuk menemui anaknya. Tapi bukan hal yang aneh jika dia tidak tahu tentang kesibukan anaknya, ke mana dan sedang apa. Yang ia tahu hanyalah merongrong kami untuk segera memberinya cucu.

"Sabar, Ma," kataku sambil terus menikmati sarapanku. "Tahun depan kami akan mulai program hamil. Rhea kan sudah berjanji, dia tidak akan minum pil-nya lagi setelah akhir tahun ini. Dan kalau Tuhan sudah berkehendak, harapan kita akan segera menjadi kenyataan."

Ibu mertuaku hanya menggeleng-gelengkan kepala mendengar jawabanku. Mau bagaimana lagi?

Yeah, jujur saja, aku pun sama kepinginnya seperti ibu mertuaku itu. Aku sangat ingin segera memiliki anak, buah cinta penerus darahku, supaya kehidupanku lebih hangat, lebih berarti, dan lebih berwarna. Bagiku, kehidupanku bersama Rhea -- sejak kami menikah sampai hari ini, memang sudah sangat sempurna, tapi tentu saja akan lebih sempurna lagi jika dilengkapi dengan suara riang dan tingkah polos anak-anak -- sosok kecil yang sudah lama kunanti-nantikan. Tapi sayangnya Rhea masih ingin fokus meniti karirnya, dan ia berjanji bahwa dia akan memikirkan soal anak di usia tiga puluhnya nanti.

"Mudah-mudahan Rhea menepati janjinya, ya, Ma. Rangga juga sudah sangat ingin memiliki anak."

Kali ini ibu mertuaku mengangguk, tetapi ia tetap diam. Mungkin sekarang kau berpikir kalau aku ini sosok lelaki yang payah dan tidak bisa mengatur istri. Tapi mau bagaimana lagi? Itu satu-satunya solusi yang menjadi jalan tengah dalam hubungan kami, untuk menjaga keharmonisan rumah tangga kami. Dan, yap, aku bukanlah seorang lelaki yang bertindak semaunya terhadap istri, aku tidak ingin melakukan kekerasan padanya, apalagi dengan mudahnya memutuskan hubungan begitu saja ketika kami tidak seiya sekata. Dan terpenting, aku lelaki setia dan sehat -- aku tidak pernah bermain-bermain dengan perempuan lain, apalagi jajan. Sama sekali tidak pernah. Aku sosok yang sepenuhnya menghargai arti dan kesucian sebuah pernikahan.

"Nak."

"Emm? Kenapa, Ma?"

"Kamu susul Rhea ke Bali, gih. Diam-diam, berikan kejutan untuk Rhea, sekalian kalian bulan madu lagi. Siapa tahu, mungkin nanti dia akan berubah pikiran."

Tidak akan ada yang berubah. Aku tahu itu. Tapi perihal memberinya kejutan? Kupikir itu ide yang bagus. Dan memang bagus.

Aku pun mengiyakan ide yang dicetuskan oleh ibu mertuaku itu, dan segera meminta kepada asistenku, Billy, untuk mencarikan informasi mengenai hotel tempat Rhea menginap selama di Bali.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!