NovelToon NovelToon

I'M A Night Butterfly

Bab 1

"Mentari," panggil sang Ibu.

"Mentari!" ulang Sinta dengan berteriak.

Sinta masuk ke dalam kamar Mentari lalu menggoyangkan badannya. "Ini sudah siang Mentari. Kamu nggak mau sekolah? Kamu bangun atau Ibu siram air ya," ancam Sinta.

"Iya, Bu, iya." Mentari mengusap-usap matanya.

"Ayo, cepat berdiri!" Sinta meninggalkan Mentari sambil berteriak. "Anak gadis sekarang kalo suruh bangun susah banget," gerutu Sinta sambil berjalan keluar kamar Mentari.

Mentari turun dari ranjangnya, ia mencari handuknya lalu keluar kamar. "Aa!" teriak Mentari.

"Aduh, perutku sakit, Kak." Revalina terbahak-bahak.

"Ada apa lagi, Tar?" tanya Sinta.

"Sakit, Bu. Pinggangku." Mentari berdiri sambil mengusap-usap pinggangnya.

" Kamu, Reva." Sinta berkacak pinggang.

"Apa si, Ibuku yang cantik?" Revalina bergelayut manja di tangan Sinta.

"Kakakmu jatuh, bukannya kamu bantu, malam santai-santai saja," tegur Sinta.

"Biarkan saja, Bu. Salah siapa masuk kamar mandi matanya merem gitu. Wle." Revalina menjulurkan lidahnya.

"Sudah-sudah Mentari cepat mandi. Reva ikut Ibu sarapan."

Saat semua berkumpul di meja makan untuk sarapan pagi. Tiba-tiba sang ayah masuk ke dalam rumah dengan keadaan mabuk. Sambil mulutnya komat-kamit jalan sempoyongan, Sinta berlari mencoba membantu Leo berjalan.

"Lepaskan aku! Aku bisa sendiri. Dasar wanita pembawa sial!" teriak Leo sambil mendorong istrinya.

"Ayah!" teriak Mentari.

"Apa kamu anak tidak di untung. Cuma bisanya menyusahkan orang tua saja," ucap Leo dengan geram.

"Jangan sentuh Ibu, Ayah!" Mentari berteriak lagi sambil memeluk ibunya.

"Plak!" Terdengar suara keras dari pipi Mentari ditampar oleh Leo.

"Ayah!" teriak Sinta.

"Apa!" Tak kalah sengit Leo berteriak. "Kalian memang pembawa sial bagiku."

Leo meninggalkan mereka lalu memilih masuk kamar dan tidur. "Maafin Ibu ya, Tar. Kamu jadi terkena pukul Ayahmu." Sinta memeluk erat Mentari sambil menangis.

Revalina ikut memeluk dan ikut menangis. Mentari menghapus air mata sang ibu dan adiknya. "Kita pasti bisa, Bu. Kita harus kuat ya. Dek jangan lemah."

Akhirnya Mentari dan Revalina berangkat sekolah. Sinta membersihkan rumah dan melihat sang suami sudah tertidur pulas. Saat Sinta asik mencuci piring tiba-tiba Leo menarik kerah baju Sinta. "Ikuti aku!" titah Leo

Sinta sampai terseret-seret merasakan sakit bagian lehernya. Sinta berteriak minta tolong kepada tetangga, tetapi ia malu akan kondisi keluarganya hancur seperti ini. "Kamu tahu hari ini, aku dipecat dari kantorku. Aku sudah tidak sanggup menghidupi keluarga ini!" teriak Leo tepat di wajah Sinta.

Sinta bersimpuh di kaki Leo. "Jangan tinggalkan aku sendirian, Sayang." Suara Sinta mengiba.

"Tidak ada untungnya aku hidup bersamamu lagi. Kamu sekarang sudah miskin dan tidak cantik lagi. Aku akan mencari wanita lebih darimu," ucap Leo.

Sinta hanya bisa menangis sakit sekali rasanya mendengar suami ia cintai bisa berbicara begitu kasar kepadanya. Lalu Leo pergi meninggalkan Sinta sendirian diruang makan. Wajah Sinta penuh luka memar hasil perbuatan Leo.

****

Sampai di pintu gerbang sekolah Mentari tersenyum kepada kedua sahabatnya Rio dan Weni. "Ya Tuhan!" teriak Weni melihat wajah Mentari.

"Muka kamu kenapa, Tar? Merah gitu lagi. Kamu habis dipukuli Ayah kamu?" tanya Rio dengan geram.

"Kamu tahu 'lah nggak perlu aku cerita, Oke," jawab Mentari.

Mentari bukan sekali dipukuli sang ayah, tetapi sering kali dipukuli, karena sering membela sang ibu membuat ayahnya semakin geram. "Yuk, kita masuk kelas. Nggak usah dipikirin aku nggak kenapa-kenapa kok." Mentari menarik tangan kedua sahabatnya sambil tersenyum.

Saat belajar pun pikiran Mentari tidak di sekolah. Hanya sang ibu dibenaknya sedang apa di rumah. Pikiran Mentari sedang kacau balau, sampai Mentari ditegur oleh gurunya saja tidak mendengarkan.

"Mentari," panggil sang Guru.

"I-iya Bu," jawab Mentari dengan terbata.

"Kerjakan soal yang ada di papan tulis sekarang."

Mentari yang berjalan menuju ke depan untuk mengerjakan soal di papan tulis. Untung saja aku pintar, soal seperti ini saja gampang sekali. Mentari dengan santai mengerjakan soal.

***

Pulang sekolah Mentari melihat Revalina duduk di depan pintu sambil menangis sambil berteriak minta tolong kepada tetangga. Mentari panik langsung berlari menghampiri Revalina. "Ada apa Va?" tanya Mentari panik.

"Ibu Kak," ucap Revalina. "Ibu Kak," ulang Revalina.

"Iya kenapa!" teriak Mentari sambil memegang pundak Revalina agar dia bisa tenang.

"Ibu pingsan, Kak. Badannya penuh luka lebam. Sepertinya habis ayah pukuli."

"Lalu di mana Ayah sekarang? Biarku bunuh saja," sungut Mentari penuh emosi.

"Jangan pikirkan Ayah dulu, Kak. Kita urusi ibu dulu yang lagi pingsan." Revalina menarik tangan Mentari.

Para tetangga datang satu persatu melihat ke adaan Sinta. Membantu membawa Sinta ke atas ranjang. "Ibumu perlu dibawa ke rumah sakit, Tar," titah salah satu Tetangga.

Mentari hanya menundukkan kepala mulutnya sangat kelu untuk berbicara. Ingin rasanya berteriak jika Mentari tidak mempunyai uang. Apa para tetangga akan membantunya soal biaya rumah sakit? Tentu saja tidak. Mungkin hanya membantu tenaga saja karena lingkungannya lingkungan sederhana uang sangat berharga untuk mereka.

"I-iyaa Pak. Tunggu Ayah saya pulang dulu ya," jawab Mentari.

Akhirnya para tetangga pulang satu demi satu setelah memindahkan Sinta. Mentari menaruh tasnya di ranjang memandang ibunya sedang pingsan. Entah mengapa air mata Mentari jatuh juga mencoba kuat, tetapi tak sanggup rasanya. Menunggu beberapa menit kemudian Sinta mulai siuman.

"Ibu," panggil Mentari dan Revalina bersamaan.

"Ibu tidak apa-apa, Sayang." Sinta sambil memegangi tangan kedua anaknya.

"Ayah berbuat kasar lagi ya?" desak Mentari.

"Ayahmu sudah pulang?" tanya Sinta sambil mengelak.

"Ibu kenapa si. Perhatian banget sama Ayah! Ayah udah buat Ibu kaya gini." Air mata Mentari lolos mengaliri pipinya.

Sinta mengusap air mata Mentari lalu berucap. "Kamu harus jaga adikmu ya, Tar. Kamu harus jadi wanita yang kuat dan mandiri. Ibu tidak bisa memberimu apa-apa selain mengajarimu menjahit. Manfaatkanlah keahlianmu, Sayang."

"Ibu ini ngomong apa sih? Seolah-olah ibu mau pergi ninggalin aku sama Revalina," sungut Mentari.

Malam telah datang Mentari membantu ibunya membereskan pesanan pelanggan. Sinta hanya tukang jahit jika ada pesanan saja. Semenjak Sinta sakit-sakitan keuangan keluarga menurun drastis sampai makan pun susah.

"Tar, istirahatlah. Sudah malam besok sekolah," ucap Sinta menepuk pundak sang anak.

"Tanggung, Bu. Bentar lagi ya," rayu Mentari.

Sinta tak bisa membantah Mentari, karena ia memilih untuk tidak istirahat. "Ini harus selesai malam ini agar besok ibu dapet uang," batin Mentari.

Pukul menunjukkan 02.00 pagi Mentari baru saja menyelesaikan jahitannya. Mentari berdiri meregangkan otot-ototnya yang kaku. Memilih istirahat ke kamarnya merebahkan tubuhnya yang lelah.

"Ya Tuhan kuat aku. Dengan ujian telah kau berikan." Mentari bermonolog.

Bersambung....

Happy reading guys,

Jagan lupa memberi like,komentar,vote & hadiah.

Stay tune terus ya guys,jangan lupa tekan tanda favorit agar kalian tidak ketinggalan.

Terimakasih atas dukungan kalian.

1 like pun sangat berarti untuk ku ❤❤❤

Jangan lupa follow ig dewi_masitoh55

#salamhalu

revisi

"Kak, bangun Kak!" teriak Revalina sambil menggoyang-goyangkan badan Mentari.

"5 menit Va. 5 menit aja." Mentari menutup mukanya dengan bantal.

"Terserahlah Kak. Aku mau berangkat sekolah duluan, sekolahku jauh," sungut Revalina.

Revalina dan Mentari berjarak 3 tahun. Jika Revalina 15 tahun Mentari adalah 18 tahun yang sebentar lagi lulus SMA, sedangkan Revalina juga akan lulus dari Smp-nya.

Tiba-tiba Mentari tersadar dan membuka ponselnya dia melihat pukul 06.30. "Ya Tuhan, terlambat Aku!" gerutu Mentari cepat-cepat masuk ke dalam kamar mandi.

Hanya gosok gigi dan cuci muka yang Mentari lakukan takut terlambat ke sekolah. Mentari buru-buru ganti baju sekolah dan memasukkan bukunya ke tas. "Aau!" Kepala Mentari terbentur pintu saat membuka.

"Sialan," gerutu Mentari.

Berlari menghampiri ibunya mencium tangan sang ibu. "Kamu nggak sarapan dulu Tar?" tanya Sinta.

"Nggak Bu. Aku nanti beli roti aja di kantin." Mentari berlari mencari angkutan umum di depan komplek.

"Aishhh, mana lama banget lagi nunggu angkot lewat. Mau pesen taksi online mana ada uang." Mentari menepuk jidatnya berjalan sambil menunggu angkutan umum lewat.

Saat Mentari ingin menyebrang ke halte bus. "Aaaaaa!" teriak Mentari sambil berjongkok menutupi wajahnya.

Seseorang keluar dari mobilnya dan menghampiri Mentari. "Kamu gila ya! Kalo mau bunuh diri jangan di sini," sungut Nata.

Mentari melihat dari bawah ke atas dengan cengo. "Gila ganteng banget," batin Mentari masih tetap berjongkok sambil mendongak.

"Heh, anak kecil! Kamu nggak mau ke sekolah. Mau diem terus disitu?" tanya Nata dengan angkuh.

"Maaf Om. Jika saya ...." Mentari belum menyelesaikan bicaranya dengan Nata, ia sudah pergi masuk ke dalam mobil.

"Sialan itu Om-Om ganteng. Aku malah dicuekin," gerutu Mentari.

Di dalam angkutan umum Mentari kelihatan gelisah melihat jam tangan yang melekat di tangannya. Ternyata Mentari terlambat masuk sekolah dari jauh gerbang mulai mau ditutup oleh satpam.

"Pak jangan ditutup dulu!" teriak Mentari dari kejauhan sambil berlari-lari.

"Kamu itu terlalu sering terlambat. Bukan sekali atau dua kali. Kamu akan saya adukan ke guru BP. Tunggu di sini kamu jangan ke mana-mana," titah Satpam sekolah.

"Mati aku. Ini gimana coba? Mana bentar lagi ulangan," gerutu Mentari sambil mondar-mandir di depan gerbang.

Mentari mulai mengkerut melihat Guru BP dan satpam sekolah mulai mendekat. Tiba-tiba ada mobil berhenti di depan gerbang sekolah. Mentari lalu tersenyum mengetuk kaca mobil tersebut.

"Om ganteng," panggil Mentari kepada Nata.

Nata mendengar dipanggil om ganteng langsung mengernyitkan dahi. 'Apa-apaan ini? Berani sekali bocah itu panggil aku, dengan sebutan Om,' batin Nata.

Nata membuka kaca jendela mobil depan. "Apa?" sungut Nata.

"Om tolongin aku dong, buka pintu belakang. Aku bentar lagi ulangan. Aku nggak mau dihukum. Bantu aku sekali aja Om." Mentari merengek seperti anak kecil yang hampir menangis.

"Kamu itu nyusahin aja tahu nggak," jawab Nata.

Akhirnya Nata membuka pintu belakang dan Mentari cepat masuk ke dalam mobil lalu bersembuyi.

"Mana pak? katanya tadi ada terlambat." tanya Guru BP kepada satpam sekolah.

"Lo kok nggak ada ya pak. Tadi ada kok." sahut Satpam sekolah sambil melihat ke sekeliling dengan binggung.

Nata menyembunyikan klakson mobilnya agar cepat masuk ke dalam sekolah. Nata menyapa guru BP lalu masuk ke sekolah.

"Cepetan turun! udah diparkiran." desis Nata.

"Makasih ya, Om." Mentari membukukkan badannya lalu keluar dari mobil.

"Gadis yang sopan." gumam Nata pelan.

Nata adalah salah satu donatur disekolahan Mentari. Nata orang kaya yang dermawan itu hanya suruhan orang tua Nata saja. Sebernarnya orang tua Nata lah yang menjadi donatur tetap Nata hanya melanjutkan saja.

Mentari sampai didepan kelas ia mengintip dari jendela ada guru atau tidak.

"Huft, aman." gumam Mentari sambil masuk ke dalam kelas.

"Gila lo ya Tar. Jam segini baru sampek sekolahan. Untung pak Dimas belum masuk. Abis lo ketahuan terlambat." oceh Weni.

"Gue semalem lembur. Bantuin ibu buat gaun pesenan orang." jawab Mentari wajah terlihat muram.

"Ada masalah?" tanya Rio.

"Ayah gue mukulin lagi. Kacau rumah. Ayah pergi entah kemana. Ibu khawatir." ujar Mentari, guru pun datang.

*****

Dirumah Sinta bersyukur pesanan jahitan orang sudah diselesaikan oleh Mentari. Sinta membungkusnya dengan rapih agar pelangan tak kecewa. Mentari sudah lihai namanya menjahit atau mendesain gaun menjadi cantik.

"Besok adalah ulang tahun mentari. Pasti dia akan senang jika aku berikan hadiah." batin Sinta.

"Ibu lagi buat apa?" tanya Revalina.

"Kado untuk kakak mu sayang." jawab Sinta.

"Astaga besok ulang tahun si Rusuh." ujar Revalina sambil manggut-manggut."Kasih hadiah apa ya ma. Aku nggak cukup uang buat kasih hadiah. Buat sekolah aja kadang nipis." Revalina terkekeh.

"Maafin ibu ya Va. Nggak bisa buat kamu bahagia." wajah Sinta muram.

"Apaan si bu. Kok malah baper." Revalina memeluk sang ibu."Reva bahagia punya ibu sama kakak."

"Yaudh kamu bantuin ibu. Buat kado untuk kakak mu ya." pinta Sinta.

"Siap bos." Revalina hormat.

*****

Hari cepat berlalu dipagi hari Sinta sibuk membuat kue untuk anak gadisnya. Yang masih terlelap dikamarnya, Sinta dan Revalina masuk ke kamar Mentari.

"Surprise." teriak Sinta dan Revalina bersamaan.

Mentari mendengar Teriak Revalina dan Sinta langsung bangun lalu mengusap-usap matanya.

"Ada apa si kalian ribut bener." Mentari belum sadar dengan situasi sekitar.

Mentari membuka mata,"aaaa!" teriak Mentari sambil menanggis."Aku sangat terharu. Mana kadonya?" tanya Mentari sambil tersenyum dan mengulurkan tangannya.

"Ih nyebelin banget kamu kak." Revalina terkekeh.

"Ini kado buat kamu sayang." Sinta memberikan kado dan membelai rambut anaknya.

"Wah, ibu buat sendiri?" tanya Mentari dengan wajah berbinar.

"Enak aja! aku juga bantuin tau." sungut Revalina.

"Iya-iya bawel." Mentari terkekeh melihat kelakuan Revalina.

Keluarga Mentari terlihat bahagia walau pun mereka tidak bersama sang ayah entah pergi kemana.

******

"Mas kapan kamu bercerai dengan istri mu? aku tidak mau kamu terus bersamanya." tanya Jessica selingkuhan Leo.

"Tenang sayang. Hari ini aku akan kembali kerumah. Untuk menceraikan istri ku." Leo membelai rambut panjang Jessica.

Siang hari Leo kembali ke dalam rumah dengan wajah muram. Leo mendatangi Sinta melempar sebuah kertas di wajahnya.

"Kamu harus tanda tangan surat cerai ini. Saya tidak mau tau." titah Leo.

"Apa kamu benar-benar sudah tidak mencintai ku Leo." ujar Sinta sambil menangis.

"Cukup aku tidak butuh air mata mu! aku cuma butuh tanda tangan mu. Kamu tidak usah khawatir. Biarkan aku yang mengurus semua ini." lugas Leo.

Bersambung....

Happy reading guys,

Jagan lupa memberi like,komentar,vote & hadiah.

Stay tune terus ya guys,jangan lupa tekan tanda favorit agar kalian tidak ketinggalan.

Terimakasih atas dukungan kalian.

1 like pun sangat berarti untuk ku ❤❤❤

Jangan lupa follow ig dewi_masitoh55

#salamhalu

Hari Terakhir

"Aku tidak akan tanda tangan Leo!" teriak Sinta dengan histeris.

"Kamu!" teriak Leo sambil mendorong tubuh Sinta hingga terhuyung.

Kepala Sinta terbentur tembok hingga pingsan Leo mengetahui Sinta pingsan memilih pergi meninggalkannya.

"Buang-buang waktu saja! Mati saja lebih bagus kamu, Sinta!" teriak Leo menendang tubuh Sinta.

Sebenarnya Sinta hanya berpura-pura pingsan agar Leo iba melihat ia kesakitan. Bukannya kasian melihat Sinta malah emosi Leo menjadi-jadi. Sinta merasakan frustasi dan depresi akan ditinggal Leo bersama wanitanya. Walaupun Leo tidak mengatakan jika ada wanita lain di hidupnya. Tapi Sinta juga seorang wanita yang peka akan suaminya yang selingkuh. Sinta pernah nemukan bekas lipstik dikemeja Leo dan bau parfum wanita. Selama ini Sinta hanya berpura-pura bodoh saja. Karena sinta masih sangat mencintai Leo walau pun sudah menyakitinya.

Sinta bangun dari lantai karena pikirannya berkecambuk sudah tak jernih lagi. Sinta mengambil sebuah kertas menulis sesuatu untuk ke dua anaknya. Sinta melihat kotak obat diatas meja riasnya lalu Sinta berpikir untuk mati saja. Sinta meminum semua obat di dalam kotak obat.

*******

Di depan pintu gerbang sekolah Rio sudah menunggu Mentari.

"Lama banget si lo. Gue udah nunggu dari tadi." sugut Rio dengan lemah gemulainya.

"Nggak ada yang nyuruh lo nunggu gue Banci!" teriak Mentari ditelinga Rio lalu terkekeh.

Mentari dan Rio masuk ke dalam kelas, saat di depan pintu teman-teman sekalas Mentari. Semua menyanyikan lagu selamat ulang tahun pakai bahasa korea dengan bahagia.

saeng-il chughahamnida! saeng-il chughahamnida!

jigueseo ujueseo jeil saranghamnida!

kkochboda deo gobge byeolboda deo balg-ge

sajaboda yong-gamhage Happy Birthday to You

Saeng-il chughahamnida! saeng-il chughahamnida!

Kkochdaun nae chinguya gulg-go gilge sar-ayo

Saeng-il chughahamnida! saeng-il chughahamnida!

Jigueseo ujueseo jeil saranghamnida!

Kkochboda deo gobge byeolboda deo balg-ge

Sajaboda yong-gamhage Happy Birthday to You

Saeng-il chughahamnida! saeng-il chughahamnida!

Kal gat-eun nae chinguya pom nage saseyo

byeol gat-eun nae chinguya tog ssomyeo sar-ayo

Chughahaeyo chughahae

saeng-il chughahae!

Weni mendekati Mentari sambil membawa kue tart dan Mentari meniup lilinnya semua bersorak gembira.

"Tar, make a wish lo tadi apa?" teriak salah satu teman sekelas Mentari.

"Gue pengen kaya. Kalo gue kaya, gue akan beli mulut-mulut orang yang udah hina keluarga gue." teriak Mentari terkekeh.

"Emang udah gila Mentari. Bubar-bubar tu pak ihsan udah dateng." ujar Rio dengan gayanya sok anggun.

"Huuuu!" teriak satu kelas.

Semua siswa kembali ke tempat duduknya masing-masing kecuali Mentari dan Weni keluar izin ke toilet.

"kuenya titipin ke ibu kantin aja ya. Istirahat kita makan sama-sama." ujar Weni.

"Oke." sahut Mentari."Eh parah lo ya."

"Kenapa?" Weni binggung.

"Bisa-bisa anak-anak lo suruh nyanyi bahasa korea." Mentari sambil menggelengkan kepala.

"Loh kenapa? emangnya nggak boleh? lagian juga di sekolah kita belajar."

"Iya juga si." Mentari tetap merasa aneh.

****

Tak sengaja Mentari dan Revina berpas-pasan di depan komplek rumah mereka. Mereka berdua pulang bersama menuju rumah. Sampai di pelataran rumah Mentari berlari masuk ke dalam mencari ibunya. Karena Mentari bahagia semua teman sekelasnya telah memberi surprise ulang tahun untuk-Nya. Saat mentari membuka kamar ibunya Mentari berteriak histeris.

"Ibu!!" teriak Mentari sambil bergetar suaranya.

Revalina mendengar teriakan sang kakak langsung berlari cepat untuk menghampirinya.

"Ibu!" teriak Revalina, badannya langsung lemas dan pingsan.

Mentari binggung harus membantu siapa lebih dahulu. Akhirnya Mentari pergi ke depan pelataran rumah dan berteriak minta tolong kepada tetangga agar ada yang menolong.

"Ya tuhan, cobaan apa lagi yang kau berikan dalam hidup ku ini. Di hari bahagia ku ibu tak berdaya seperti ini." Mentari bersimbuh di lantai rumah.

Tetangga Mentari berdatangan satu demi satu,"Tar, kamu kenapa?" tanya salah satu tengga Mentari.

"Om bantu Mentari om. Ibu om." badan Mentari bergetar tak sanggup untuk berdiri karena syok.

"Iya, ibu kenapa?" tanya lagi.

Mentari hanya menunjuk ke dalam rumah semua tetangga Masuk ke rumah. Para tetangga Mentari syok melihat Revalina tergeletak didepan pintu kamar orang tuanya. Ditambah melihat Sinta mengeluarkan busa dimulutnya wajahnya mulai membiru. Akhirnya Sinta di bawa ke rumah sakit dan Revalina di baringkan di dalam kamar di tunggui beberapa ibu komplek.

"Kamu mau ikut ke rumah sakit nggak Tar?" tanya pak Rt.

Mentari hanya mengangguk dan mencoba bagun dari lantai,"aku harus kuat aku harus bisa." batin Mentari lalu mengikuti pak Rt ke dalam mobil ambulance.

Di rumah sakit Mentari duduk di ruang tunggu di temani pak Rt dengan warga lainnya. Tiba - tiba perawat memberi kabar duka tentang meninggalkan Sinta.

"Maaf, ada keluarga ibu Sinta?" tanya Perawat.

"Iya saya bu. Saya anaknya." jawab Mentari tangannya sambil bergetar."Bagaimana ke adaan ibu saya." tanya Mentari sambil menangis.

"Maaf, dek ibu anda sudah tidak tertolong. Karena telat membawa ke rumah sakit. Ibu anda meninggal karena over dosis obat." lugas Perawat meninggalkan Mentari.

"Sabar ya Tar. Doa kan ibu mu tenang disurga." ujar pak Rt.

"Tar kasus ibu mau di laporkan di laporkan polisi atau tidak?" tanya salah satu tetangga Mentari.

"Boleh, mohon bantuannya. Tapi." Mentari terhenti bicara.

"Kamu tidak usah khawatir Tar. Soal biaya ibu mu di rumah sakit dan lainnya. Nanti bapak akan minta bantuan warga untuk membantu mu." sahut pak Rt.

"Terimakasih pak. Atas semua bantuannya." Mentari hanya bisa meneteskan air mata.

"Ayah mu perlu dihubungi Tar. Kalo ibu mu sudah tiada." pak Rt sambil menepuk bahu Mentari.

Mentari hanya terdiam tak menjawab pertanyaan pak Rt. Warga sudah ada yang melapor ke polisi soal kejadian Sinta bunuh diri. Polisi bergegas ke TKP untuk memeriksa kejadian. Ternyata polisi tidak menemukan kejanggalan di rumah mentari hanya menemukan sepucuk surat. Sekarang tinggal menunggu hasil visum dari rumah sakit.

Di rumah Mentari duduk termenung di atas ranjangnya rasanya Mentari ingin menyusul Sinta. Perasaan berkecambuk Mentari memikirkan ulang. Jika Mentari bunuh diri, Revalina bersama siapa? pikiran Mentari sudah melayang-layang tak jelas.

"Kak makan." ujar Revalina mendorkan sendok.

"Kamu aja yang makan." titah Mentari.

"Besok pemakaman ibu kak. Kakak nggak boleh sakit. Kalo kakak nggak mau makan biarin aku juga nggak makan." ancam Revalina.

Bersambung....

Happy reading guys,

Jagan lupa memberi like,komentar,vote & hadiah.

Stay tune terus ya guys,jangan lupa tekan tanda favorit agar kalian tidak ketinggalan.

Terimakasih atas dukungan kalian.

1 like pun sangat berarti untuk ku ❤❤❤

Jangan lupa follow ig dewi_masitoh55

#salamhalu

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!