NovelToon NovelToon

[Drop] Life In Another World

The Gate

¥¥ Book 2. Ada System Di Smarphone: Life In Another World. ¥¥¥

Chapter 00. The Gate

Di siang hari yang cerah di kota metropolitan Jakarta, Indonesia dikejut dengan munculnya sebuah gerbang yang berbentuk seperti museum di eropa dengan pilar-pilar disisi-sisinya. Bangunan itu tepat di Bundaran HI yang membuat patung disana hancur dan tergantikan oleh gerbang tersebut.

Semua warga melihat nya dengan heran dan juga hampir setiap warga mengabadikan hal itu melalui ponsel dan menaruhnya di website. President Indonesia memberikan perintah untuk meneliti namun semua hal itu sia-sia karena seseorang yang meneliti gerbang itu berakhir dengan tidak bernyawa. Hal ini disebabkan oleh tegangan listrik yang tinggi di depan gerbang tersebut. Maka dari itu, satu kilometer area gerbang itu di ungsikan.

Tiga hari berlalu, tidak ada reaksi apapun digerbang itu. Namun, kekhawatiran masih menyelimuti Indonesia. Maka, pihak PBB termasuk Jepang membuat tim gabungan khusus untuk meneliti hal tersebut.

Salah satu peneliti dari gerbang itu ialah diriku, Rendy Purnomo. Selain aku sebagai Agen Oracle namun, Indonesia adalah tanah lahirku dan membuatku turut serta meski nyawa taruhannya.

Dan, saat ini aku, Ryutaro dan Alice sedang menaiki pesawat Jet dari Tokyo ke Jakarta. Didalam pesawat, kami hanya berdiam diri dan Ryutaro sendiri terlihat gugup dan Alice sibuk dengan laptopnya sepertinya dia sedang meneliti sesuatu sedangkan aku hanya melamun melihat langit senja.

Saat melihat langit, pikiranku teralih di rumah Paman dan Tante. Sejak pelatihan selesai, aku dan Ryutaro hanya diberikan waktu dua hari untuk pulang maka dari itu, kami tidak ingin melewatkan kesempatan itu.

Kami pun pulang dan disambut meriah oleh Tante Kouri dan Paman Andika bahkan mereka membuat pesta kecil untuk merayakan keberhasilan kami. Darisana lah juga aku mendapatkan informasi tentang kepulangan Gita dan Soo Hee melihat bahaya yang mungkin menerjang negaranya terutama keluarga Gita yang memang dia asli orang Indonesia. Jadi, perayaan itu hanyalah kami berempat.

Makanan yang mewah serta bir memenuhi meja panjang di halaman. Canda dan tawa mengisi heningnya malam serta kami berdua bisa melupakan sejenak tentang gerbang yang misterius tersebut. Aku dan Ryutaro menikmati hal tersebut.

Suasana pun berubah, saat aku dan Ryutaro mengatakan bahwa kami berdua terpilih sebagai tim gabungan khusus. Dari canda tawa menjadi tangisan yang membasahi pipi Tante Kouri.

“Apakah harus kalian? Kalian kan masih muda, masa depan kalian masihlah panjang!” tanya Tante Kouri.

“Benar, kata ibu dan Tantemu. Padahal, kita baru saja bertemu kembali,” sambung Paman Andika.

Aku berdiri lalu, membungkukan badan, “Maaf kan aku, Paman, Tante!” aku mengembalikan posisi badan, “Tidak ada orang lagi yang bisa meneliti gerbang aneh itu dan Indonesia merupakan tanah lahir yang ingin aku lindungi.”

“Aku mengerti. Kami juga tidak akan bisa menghentikan keputusanmu tapi kami memiliki syarat kepadamu, Rendy!” ucap paman Andika.

“Baik. Katakan saja, paman!”

“Rendy, Ryutaro. Kalian harus pulang dengan selamat!” ucap paman Andika.

Seusai paman Andika mengatakan itu, Tante Kouri mengusapkan air matanya dan menyambung ucapan Paman Andika, “Rendy, Ryutaro. Kalian harus saling menjaga dan melindungi! Kami tidak ingin kehilangan satu pun dari kalian. Kalian mengerti!” seru tegas Tante Kouri.

“Hai, Tante, Paman!” jawabku.

“Hai, Otosan, Okasan!” jawab Ryutaro.

Setelah menjawab itu, aku dan Ryutaro memeluk paman Andika dan Tante Kouri. Kalian pun saling berpelukan berempat. Dan, keesokan harinya. Kami pun berangkat ke Indonesia.

“Rendy -kun,” suara Morisaka yang menyapaku.

Lamunanku pun hilang dan melihat kearah Morisaka. Lalu, aku pun berdiri serta menundukan kepala, “Morisaka -san.”

Morisaka tersenyum, “Tidak perlu formalitas. Ada sesuatu yang ingin aku katakan kepadamu!”

“Hai, silahkan duduk!”

Morisaka duduk di kursi sebelahku dan aku pun juga duduk disebelahnya.

“Morisaka -san, ada apa?” tanya ku.

“Aku ingin kamu membuat laporan setiap harinya berupa diary. Lalu, kirimkan kepadaku!” seru Morisaka.

“Aku mengerti. Tapi, kenapa?” tanya ku yang penasaran.

“Ada kemungkinan, pemerintah akan mengirimkan dirimu ke dalam gerbang itu dan aku pun mungkin tidak akan bisa menghentikan jika memang keputusannya seperti itu,” ucap Morisaka.

Mendengar itu membuatku menghela nafas, “Ahuffu … jujur aku tidak kaget. Tapi, satu hal yang aku minta dari anda.”

“Apa itu?” tanya Morisaka.

“Tolong jaga Adine!”

“Serahkan kepadaku!” jawab Morisaka sambil tersenyum.

Tidak lama kemudian, kami pun tiba di bandara Soeharto-hatta, Tangerang, Indonesia. Kedatangan kami disambut oleh pihak militer dan kepolisian Indonesia. Lalu, kami langsung diantarkan ke lokasi gerbang tersebut.

Setibanya disana, aku melihat sebuah gerbang yang sangat besar meski dari jauhan dan setibanya di radius satu kilometer. Mobil kami diperiksa oleh tentara bule bahkan ada juga yang negro. Hal ini karena tim gabungan khusus sudah pada berkumpul.

Setelah pemeriksaan usai, kami pun masuk ke area isolasi yang dimana terbentang banyak tenda dan gedung serta ruko juga menjadi tempat tinggal menurut berita, Tim Gabungan Khusus ini berjumlah ratusan orang dan mereka terbaik dibidangnya.

Laju mobil kami pun terhenti di salah satu restaurant dan pria militer membuka kan kami pintu serta memberikan hormat, “Selamat datang para peneliti!”

Kami tidak menjawabnya dan hanya memberikan senyuman. Lalu, kami diarahkan masuk kedalam restaurant yang dimana restaurant itu sudah dipenuhi oleh banyak orang beserta komputernya dan salah satu pria yang berdiri diantara komputer itu menghampiri kami.

Pria berwajah korea dengan baju jas dan rambutnya yang ditata rapih memberikan tangannya.

“Selamat datang, Morisaka -san, Rendy -san, Xiao -san dan Ryutaro -san. Saya Lee Joo Ki. Kepala pengawas dari the Gate!”

“Terima kasih,” jawab Morisaka yang menerima tangan Lee Joo Ki.

“The Gate?” tanyaku.

Joo Ki melepaskan tangannya dan melihat kearahku, “Oh, itu nama yang kami buat untuk gerbang itu.”

“Pemikiran yang sederhana,” ucap dingin Alice.

“Begitulah,” jawab Joo Ki.

“Joo Ki -san, katakan kepada kami berkembangannya!” seru ku.

“Silahkan ikut denganku!” seru Joo Ki.

Lalu, kami pun diarahkan ke ruang rapat dan Joo Ki memulai menjelaskan situasi yang terjadi. Gerbang yang muncul tiga hari ini tidak ada reaksi tapi, di seluruh gerbang itu diselimuti oleh aliran gelombang elektromanetik bahkan sampai menghentikan jantung manusia. Hal ini berbeda dengan apa yang dikabarkan? Karena menurut media, gerbang itu diselimuti oleh tegangan listrik.

“Lalu, kenapa disini masih bisa mengunakan listrik?” tanyaku.

“Radius EMP hanya mencapai 600 meter. Selebihnya, listik sudah kembali normal,” jawab Joo Ki.

“Yang berarti sudah banyak korban oleh serangan EMP itu?!” ucap Alice.

“Benar sekali. Korban dari serangan itu berjumlah 230 orang namun media menutupinya,” jawab Joo Ki.

“Aku menduga, gerbang itu akan menyerangkan kembali yang lebih besar,” jawab Morisaka.

“Maka dari itu, kami ingin meminta bantuan kalian dengan mengunakan aplikasi khusus!” ucap Joo Ki.

Aku terkejut mendengar ucapan dari Joo Ki, “Bagaimana kamu tahu?”

“Karena aku salah satunya,” jawab Joo Ki.

Aku, Ryutaro dan Alice melihat kearah Morisaka dan dia pun hanya memberikan senyuman lebar yang menandakan bahwa dia mengetahui Joo Ki seorang Agen Oracle.

Dan, penelitian kami dimulai.

€€€

Ilustrasi Rendy:

Masuk ke Gerbang

Chapter 01. Masuk ke Gerbang

Sepuluh hari berlalu, aku dan Alice berusaha keras untuk mencari cara mendekati gerbang namun belum juga mendapatkan hasil.

“AAA … aku menyerah!” ucap Ryutaro yang menaruh kepalanya di meja dan menghentikan ketikannya.

Tidak hanya Ryutaro yang kelelahan, aku menyandarkan badan di kursi dan menghela nafas panjang. Benar, yang dikatakan oleh Ryutaro. Kami belum bisa juga menciptakan aplikasi yang cocok. Tapi, Alice masih berjuang meski lingkaran hitam sudah terlihat dibawah kelopak matanya.

“Dia memang seorang jenius sejati.”

Beberapa saat kemudian, Morisaka meneleponku dan tanpa ragu aku pun mengangkatnya.

“Moshi-moshi, Rendy -desu!”

“Rendy -san, ada sesuatu yang ingin aku sampaikan kepadamu!” ucap panik Morisaka.

“Ada apa?” tanyaku.

“Tubuh Adine telah diambil oleh sosok yang bukan manusia!” ucap Morisaka.

Aku yang mendengar itu sontak terkejut, “Apa maksudnya? Bukan manusia?”

Mungkin melihat aku yang panik, Ryutaro dan Alice menghampiriku, “Ada apa?” tanya Ryutaro.

Melihat itu, aku pun meletakan ponsel dan mengaktifkan loudspeaker. Lalu, kami mendengar penjelasan dari Morisaka bahwasannya semalam Ocean Turtle di serang oleh manusia yang tidak memiliki kepala namun penganti kepalanya ialah lebah yang membentuk kepala dan membunuh semua personil Ocean Turtle. Setelah itu, dia mengambil tubuh Adine dari capsule Nano Medicine.

Mendengar itu membuatku menjadi kesal hingga hatiku sakit, “Sial!” ucapku sambil mengebrak meja.

“Pada akhirnya, makhluk sihir datang ke sini!” ucap Alice.

“Kejamnya! Aku pikir kejadian ini hanya ada di anime saja,” ucap Ryutaro.

Setelah mendapatkan kabar itu, tiba-tiba sirene berbunyi dan Joo Ki datang ke ruangan secara tergesah-gesah.

“Rendy -san, Alice -san. Ada seseorang yang mendekati gerbang!” seru Joo Ki.

Mendengar hal itu, kami tidak membuang-buang waktu dan bergegas pergi ke ruang pengawas. Setibanya disana, kami melihat sosok yang dikatakan oleh Morisaka sedang berjalan kearah gerbang.

“Lihat! dia mengendong Adine!” seru Ryutaro yang menunjuk kearah layar.

Aku pun memusatkan pandangan kearah yang ditunjuk oleh Ryutaro dan itu memanglah Adine.

“Adine?!” gumamku.

Aku yang melihat itu tanpa pikir panjang langsung berlari meninggalkan ruangan pengawas.

“Ren, berhenti!” seru Ryutaro.

Aku tidak mempedulikan seruan Ryutaro karena aku hanya memikirkan untuk menyelamatkan Adine. Aku pun berlari dengan cepat menerobos beberapa penjaga bahkan ada penjaga yang menghalangi namun aku tetap berlari dan menghajar penjaga tersebut.

“Ren, Berhenti! Bahaya!” seru suara Ryutaro.

Aku melirik kebelakang dan terlihat Ryutaro bersama dengan Alice sedang mengejarku. Aku pun mempercepat langkah lariku. Dihadapanku sudah ada peringkatan dilarang masuk dan tertulis 600 meter. Aku tidak mempedulikannya dan terus menerobos meski saat melaluinya ada tekanan udara yang menghambat lariku. Aku tidak menyerang karena Adine dan Makhluk itu sudah ada didepanku tapi, langkah ku sangat lambat untuk mengejarnya meski aku sudah sekuat tenaga untuk berlari.

Tanpa mengenal lelah dan rintangan, aku terus berlari dan sampailah aku didepan gerbang. Saat Makhluk itu sudah dekat di gerbang, dia meluruskan tangannya untuk memunculkan pusaran udara yang berwarna biru dan hitam. Saat pusaran itu semakin jelas, makhluk itu berhenti dan menoleh kearahku. Dia menatapku dengan dingin lalu, dia pun masuk kedalam gerbang.

Aku tidak bisa berbuat apa-apa hanya bisa meneriakinya, “ADINEEEE!”

Makhluk itu pun masuk bersama dengan Adine. Aku pun semakin kesal melihatnya, “Kesoooooo!” teriaku sambil mempercepat lari.

“Ren, Jangan masukk!” teriakan Ryutaro dari belakangku.

Aku pun sudah tiba didekat pusaran biru itu dan menoleh kebelakang, “Maafkan aku, Ryutaro!” seusai mengatakan itu, aku pun masuk kedalam pusaran.

ΩΩΩ

Ilustrasi Alice dan Ryutaro:

Dewa dan Reinkarnasi

Chapter 02. Dewa dan Reinkarnasi.

Saat masuk kedalam pusaran biru, pandanganku berubah menjadi putih dan aku merasa melayang diantara cahaya putih namun tidak lama cahaya putih berubah menjadi gambaran ingatan saat aku bersama dengan Ayah, Ibu dan adik ku disebuah mobil. Hari itu, kami ingin bertamasya ke kota Bandung, Indonesia. Saat melihat momen itu, aku jadi ingin mengulangnya andai saja aku bisa menghentikan perjalanan kami. Mungkin, aku bisa menghentikan kecelakaan yang menimpah kepada kami.

Suara musik dari mobil dan nyanyian bersama mengiringi perjalanan kami namun, tiba-tiba truk didepan kami berhenti mendadak yang membuat mobil kami hancur dan masuk kedalam mesin truk dan disisi belakang mobil yang lain juga menabrak kami. Karena itulah yang membuat kedua orang tua dan adik ku meninggal dunia.

“Rendy, aku senang kamu menjadi pria yang sukses,” suara ibuku yang berada di cahaya putih tempatku melayang.

“Gunakan kekuatan dan kemampuanmu untuk membantu orang lain,” suara ayahku ditempat yang sama.

Mendengar suara beliau berdua membuatku tersenyum senang, “Ayah, Ibu. Aku sangat merindukan kalian.”

“Hihihi … kami juga merindukanmu dan sekarang, bukalah matamu!” suara Ayahku.

“Ganbatte untuk petualanganmu, Aku dan Ayahmu akan selalu menemanimu!” suara ibuku.

“Aku mengerti. Terima kasih, Ayah, Ibu!”

Seusai mengatakan menjawab itu, pandangan putih berubah menjadi hitam pekan dengan drastis. Lalu, samar-samar aku mendengar suara seseorang dan hal itu membuatku tersadar dan membuka mata.

Saat membuka mata, pandangan pertama yang kulihat ialah ruangan tradisional jepang namun ruangan itu tidak memiliki dinding dan atap melainkan sebuah langit yang cerah sebagai dinding dan atapnya.

“Aku dimana?”

“Kamu sudah bangun anak muda.”

Suara pria paruh baya menyapa, aku pun menoleh kearahnya.

“Kamu siapa? Dan, dimana ini?”

Sosok pria paruh baya itu memiliki postur tubuh yang besar, jangut putih panjang dan dia mengenakan jubah putih seperti layaknya penyihir.

“Aku adalah Dewa dan ini tempat tinggalku,” jawab yang mengatakan dirinya Dewa.

“Dewa? Bagaimana bisa aku bertemu Dewa? Tunggu …”

Aku menghentikan ucapanku dan mengingat penyebab ku berada di tempat ini bahwasannya aku sedang mengejar penculik yang membawa Adine. Lalu, aku memasuki gerbang.

“Hmm … permisi,” sapa Dewa disertai batuk yang disengaja.

Sapa Dewa itu pun menyadarkanku, “Oh, iya. Maaf! Tapi, kalau boleh tahu kenapa aku berada disini? Lalu, bagaimana caranya keluar dari sini? Aku ingin menyelamatkan Adine yang telah diculik kedalam gerbang.”

Dewa itu mengambil gelas yang sudah berisikan teh hijau dan setelah meminum beberapa teguk, dia menjawabku sambil membawa gelas itu dengan kedua tangannya, “Aku mengerti. Kamu sedang bergegas tapi sebelum itu, aku akan memberitahumu sesuatu.”

“Apa itu?”

Dewa meletakan kembali gelas yang dibawanya itu keatas meja dan menghela nafasnya. Setelah itu, dia melihatku dengan tajam.

“Kamu telah meninggal dunia.”

Aku yang mendengar itu sedikit terkejut dan tidak percaya, “Eh? meninggal. Bagaimana bisa? Bukan, aku hanya memasuki gerbang aneh?!”

“Sulit untuk dijelaskan dan mungkin karena efek pemindahan dimensi jadi kamu kehilangan ingatan. Karena itu, aku akan membantumu.”

Seusai mengatakan itu, Dewa menunjukan jari kearahku dan tidak lama, ujung jari itu menjadi bercahaya lurus kearah dahiku. Pandanganku yang berawal dari ruang santai menjadi putih dan aku terbayang sesuatu.

Bayangan itu ialah bayangan disaat aku mengejar penculik dan memasuki gerbang. Saat aku masuk tiba-tiba gerbang itu pun runtuh meski saat itu tahu penyebab runtuhnya gerbang karena aku yang masuk gerbang. Aku sama sekali tidak peduli dan terus mengejar hingga cahaya putih menelanku.

Cahaya putih kembali menutup ingatan dan pandanganku kembali kepada sosok Dewa yang ada dihadapanku.

“Jadi, begitu. Lalu, apakah penculik dan Adine masih hidup?”

“Mereka hidup tapi tidak di Bumi melainkan di dunia lain. Penculik itu juga bahkan bukan makhluk Bumi,” ucap Dewa.

“Eh? bagaimana bisa?”

“Nanti kamu akan menemukan jawabannya,” ucap Dewa.

“Tunggu. Apakah aku masih bisa menyelamatkan Adine?

“Bisa saja. Selain sosok wanita yang kamu sebutkan ada dua orang lain yang terjebak di dunia lain namun mereka berbeda darimu. Raga dan Jiwa mereka masuk kedalam dunia lain sedangkan, dirimu hanya ada jiwa saja,” ucap penjelasan.

“Lalu, aku harus bagaimana?”

“Apa kamu masih ingin menyelamatkan mereka meski mereka tidak mengenalimu?” tanya Dewa.

Aku menjawabnya dengan senyuman lebar, “Tentu saja. Mereka masih hidup sedangkan, aku sudah meninggal dunia. Maka dari itu, Aku ingin membantu mereka kembali pulang ketempat keluarga mereka.”

“Aku memang tidak salah memilihmu. Baiklah, aku akan memberikanmu tubuh. Dia seorang penyihir namun karena kondisinya yang lemah jadi dia tidak memiliki umur yang panjang. Jika tidak keberatan, maukah kamu mengisi jiwanya dan menjalani riwayat hidupnya,” ucap Dewa.

Aku sempat terheran dengan ucapan Dewa, “Tunggu, sosok penyihir?”

“Benar, dunia yang akan kamu kunjungi ialah dunia pedang dan penyihir. Bahkan berbagai ras ada disana termasuk Elf lho … Hahahaha. Bagaimana kamu setuju?” ucap senang Dewa.

Aku masih belum percaya dengan ucapannya, “Jadi, mereka ada di dunia seperti itu!”

“Hm, mereka memang berada disana,” jawab Dewa sambil menganggukan kepalanya.

“Baiklah, aku akan menerimanya.”

“Syukurlah aku mendengarnya. Terima kasih. Lalu, apakah kamu memiliki permintaan?”

“Aku boleh meminta apapun.”

“Tentu saja apapun itu,” jawab Dewa.

“Meski egois sekalipun?”

“Kenapa tidak jika sekali-kali Dewa egois?!” ucap Dewa dengan senyuman lebar.

“Baiklah,” Lalu, aku mengambil ponsel dari saku ku, “Aku ingin membawa ini ke dunia lain. Boleh kah?”

Dewa itu pun terdiam dan dia mengusap-ngusap dagunya.

“Tidak bisa kah. Sudah aku duga.”

“Tidak seperti itu, tenang saja! aku bisa mengabulkan tapi mungkin tidak bisa semuanya fungsi di ponsel itu berjalan. Bagaimana menurutmu?” ucap penawaran Dewa.

“Baiklah, tidak masalah. Setidaknya aku ingin hidup dengan santai di dunia baruku.”

“Lalu, kamu punya permintaan lain?”

Saat Dewa menawarkan permintaan lainnya, aku pun berpikir sesuatu maka dari itu, aku mengajukan permintaan yang mungkin sulit untuk dikabulkan oleh Dewa namun aku tetap ingin mencobanya.

“Dewa, jika aku mengajukan permintaan yang mustahil apakah dikabulkan?”

“Tergantung. Katakan saja, apa itu?” tanya Dewa.

Lalu, aku pun memberanikan diri mengajukan permintaanku. “Aku ingin tidak bisa mati karena tidak tahu butuh berapa tahun aku bisa menemukan teman-temanku.”

“Tidak masalah,” jawab santai Dewa sambil menyeruput teh nya.

“Eh? semudah itu?”

“Kenapa sulit? Lagian satu hal lagi, kamu akan terus awet muda karena mana terus mengalir didalam tubuhmu.”

“Terima kasih.”

“Apakah ada yang lain?” tanya Dewa.

Disaat aku menerima anugrah yang besar dari Dewa. Aku ingin sekali membalas budi kepadanya dan aku juga tidak ingin berhutang budi kepadanya maka dari itu, aku mengajukan pertanyaan kepada Dewa.

“Dewa, aku merasa anda telah memberikanku banyak anugrah namun izinkan aku untuk bertanya kepada Anda?”

“Apa?” tanya Dewa.

“Apakah permintaan Dewa kepadaku untuk dunia lain yang akan menjadi tempat tinggalku?”

Saat aku mengajukan pertanyaan itu, Dewa tersenyum lebar bahkan matanya berkaca-kaca, “Nak, kamu memang berbeda dari yang lain. Setiap Reincarnator yang aku temui baru kali ini ada yang mengatakan permintaanku.”

“Begitukah, jadi aku yang pertama. Lalu, apa permintaan anda, Dewa?”

“Aku ingin kamu menciptakan dunia yang dimana semuanya bisa tersenyum hanya itu yang aku pinta,” ucap senang Dewa sambil tersenyum lebar hingga kedua matanya tertutup disertai air matanya yang membasahi pipinya.

“Baiklah, aku akan berusaha sebaik mungkin untuk memenuhi keinginan anda.”

“Terima kasih, Rendy -“ ucap Dewa yang mungkin lupa dengan namaku. Lalu, aku pun menyambungnya, “Aku Rendy Purnomo.

“Terima kasih, Rendy Purnomo,” jawab Dewa.

“Sama-sama.”

“Rendy, kamu sudah siap untuk pergi?” tanya Dewa.

“Iya, aku sudah siap.”

“Oiya, sebelum itu. Silahkan minum teh yang telah aku sajikan!” ucap Dewa yang mempersilahkanku.

“Hai.”

Aku pun mengambil gelas yang ada diatas meja dan menghabiskan teh didalam gelas. Selain itu, ada sesuatu yang unik didalam teh itu ialah batang teh yang bisa berdiri meski dipermukaan air teh. Hal itu membuatku sadar bahwa sihir memanglah ada.

Lalu, aku pun tidak mempedulikannya dan meminum teh itu serta batang tehnya. Selain ada keanehan itu, teh itu memanglah sangat enak.

“Teh ini enak sekali!”

“Hahaha … itu teh buatanku. Terima kasih Rendy,” ucap bangga Dewa.

Setelah aku menghabiskan teh dan meletakan gelas diatas meja, Dewa melihat kearahku dengan tatapan tajam.

“Sudah waktu, Rendy!” ucap Dewa.

“Baiklah.”

Seusai itu, Dewa meluruskan tangan kearahku lalu, dia berpamitan denganku, “Rendy, sampai bertemu kembali!”

“Iya.”

Tidak lama kemudian, cahaya keemasan muncul dari tangan Dewa dan cahaya itu mengelilingiku. Aku mengerti cahaya ini adalah cahaya untuk mengirimkanku ke dunia lain.

“Selamat jalan!” ucap Dewa.

“Hai, aku pergi.”

Pandanganku berlahan menjadi cahaya keemasan dan itu menandakan bahwa aku sedang berpindah tempat ke dunia lain.

Aku Rendy Purnomo, seorang pelajar yang biasa-biasa saja telah meninggal dunia lalu, ber reinkarnasi ke dunia lain.

€€€

Ilustrasi Dewa:

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!