...🐰 Hai aku serigala🐰...
"Mana duit lo?!"
"Ng-nggak a-ada Ka-kak."
"Duit lo anjing!"
Dengan gemetaran, siswi itu merogoh saku bajunya. Uang jajan sekolahnya hanya 10 ribu saja dan kini ia di palak sama kakak kelas yang memang terkenal nakal.
Merampas kasar dengan berdesis pelan. Ngeluarin uang aja lama banget! Akh---menarik kunciran rambut adik kelasnya dengan kencang hingga menjerit.
Ia tidak peduli dan malah mengusir adik kelas itu. Koridor yang ada gadis pemalak ini sepi. Mereka mencari aman dengan lewat di lapangan.
Lumayan 10 ribu buat beli bakso di Mang Ujang, kantin langganannya.
Mengipas-kipas uang itu di depan wajah dengan perasaan senangnya.
"Woy preman!" teriak dua orang perempuan yang menghampiri gadis pemalak itu.
"Pagi-pagi kerjaan lo malak adik kelas ya," tegur Riantika menggeleng pelan.
"Guna lo dikasi uang jajan sama Mama lo apa?" tanya Anindya.
Senyuman itu luntur dalam sekejap. Berjalan menuju kelas, meninggalkan kedua temannya.
Anindya dan Riantika pun berinisiatif berjalan di samping Siska.
"Papa keluar kota udah sebulan. Uang jajan gue habis," jawab Siska.
Anindya menepuk keningnya pelan. Ia meringis, lupa kalo hubungan Siska dan Mamanya sedang tidak baik.
Saat tidak ada Papanya, Siska tidak akan pernah mendapatkan uang jajan dari Mamanya sendiri. Bahkan jika ada Papanya juga hal akan sama.
"Eh ada anak baru lho katanya---" ucapan Riantika terpotong saat tiga orang cewek menghampiri mereka.
Siska menatap kedua temannya bergantian. Bertujuan untuk menyuruh pergi ke kelas duluan. Mereka tentunya mengerti.
"Nih." Shella menyodorkan uang bewarna biru pada Siska.
Shella dan Siska adalah kembar. Wajah keduanya identik dengan Papa mereka. Namun kasih sayang seorang Ibu hanya untuk Shella saja.
Menatap datar uang bewarna biru itu. Tangannya selalu tak ingin mengambil apapun dari Shella. Mereka hanya beda 5 menit. Ya seperti Upin dan Ipin saja.
"Ambil." Shella menarik telapak tangan Siska, meletakkan uang itu di atas telapak tangan Siska.
Dengan sengaja Siska menjatuhkan uang itu.
"Siska, niat Shella baik untuk adiknya," ucap Rahayu, teman Shella.
"Gue nggak mau!" tolak Siska dan melangkah pergi. Ia sengaja menabrak bahu Shella dengan keras.
Sifat keduanya tentu berbeda. Siska yang tomboy dan Shella yang anggun. Jika Shella berprestasi dalam bidang akademik, maka Siska berprestasi dalam bidang membuat masalah.
Shella berbalik, menatap punggung sang adik yang kian menjauh dari pandangan matanya.
Kakak mana yang tidak sayang sama adiknya. Bahkan kasih sayang Shella melebihi seorang Kakak, dia seperti pengganti Ibu.
Siska menghapus jejak air matanya. Ia tidak se-menyedihkan itu di mata Shella.
...🐰 Hai saya serigala 🐰...
Derap langkah sepatu menggema di koridor sekolah yang sepi. Pak Budi membawa murid baru di belakangnya menuju ke kelas ia mengajar.
Sorot mata yang hitam pekat, hidung mancung, dan bibir bewarna merah muda alami.
Saat Pak Budi membawa murid itu masuk kelas. Semua tercengang, menjerit tertahan, dan juga bahagia melihat ketampanan lelaki ini yang nyaris dibilang sempurna.
Kelas yang semulanya ribut menjadi diam dan berbisik.
"TOLONG TENANG DULU!! TELINGA SAYA SAKIT DENGAR KALIAN BISIK-BISIK. SAYA GURU PALING TAMPAN DISINI. DIA MASIH DIBAWAH SAYA!!" bisa diakui selain galak dan killer, Pak Budi bisa dibilang guru paling pede se-SMA Raksa. Jadi tidak usah heran.
"Pak Budi, ripiuw dong murid gantengnya," ucap Selma dengan nada genit.
"Ripiaw ripiuw, ripiaw ripiuw." Pak Budi mulai nyerocos kayak emak-emak. "Ayo perkenalkan diri kamu." Pak Budi pun duduk di kursinya sembari menatap murid baru.
"Perkenalkan nama saya---"
"Tornado Natakusuma. Dia murid dari singapura yang pindah ke indonesia. Teman kita Pak," bangga Iwak mengedipkan matanya pada Tornado.
Pak Budi berdiri, berkacak pinggang menatap Iwak. "Sejak kapan saya nyuruh kamu bersuara dengan lantang!! Beban sekolah diam ya!"
"Beban mana kita sama Siska?" tanya Stevanno membandingkan.
Shella yang duduk di depan langsung menoleh ke samping bangkunya nomor urut 3 dari pandangan. Ia tak suka jika lelucon ini membawa nama adiknya. Memang kenyataan Siska nakal.
"Ampun primadona." Stevanno pun berlagak sungkeman dari kejauhan, menggaruk kepalanya yang tak gatal.
Murid kelas kembali riuh meneriaki nama Iwak dan Stevanno yang memang tidak jelas.
Pak Budi melerai anak kelasnya yang memang ribut. Menyuruh Tornado untuk memperkenalkan ulang.
"Tornado Natakusuma. Anak paling baik, pinter, ganteng, rajin menabung, murah senyum, incaran ciwi-ciwi, tidak nakal, anak kebanggaan bangsa, kembaran sama---"
"Eits, banyak amat!! Nama bukan ripiuw diri kamu!! Jangan bilang kamu sejinak sama Iwak dan Stevan?" potong Pak Budi saat Tornado mengatakan hal tak penting.
"Lagi," celetuk Iwak dan Stevanno barengan.
Anak murid yang mendengarnya terkekeh pelan. Tornado pun ikut nyengir, mengedipkan matanya pada perempuan yang duduk di depan.
"Pak saya merasa dia bukan manusia deh Pak," tunjuk Tornado pada Shella yang kini mengerutkan keningnya.
"Lha kalo dia bukan manusia. Terus apa?"
"Iya Pak dia bukan manusia. Dia bidadari, cantik amat," goda Tornado. Seisi kelas menjadi riuh karena tertawa.
Shella hanya tersenyum pelan saja. Paj Budi menyuruh Tornado duduk di sebelah Shella yang memang duduk sendiri seminggu ini. Karena teman sebangkunya pindah sekolah.
Di sekolah SMA Raksa ini, cara mereka duduk sesama teman agak berbeda. Bukan cewek dan cewek, ataupun cowok dan cowok. Melainkan cewek-cowok. Biar saat jam pelajaran mereka tidak bergosip.
Pak Budi mulai mengajar. Tornado pun mengeluarkan buku dari dalam tas. Ekor matanya menangkap Shella yang sedang tertawa saat Pak Budi memulai lelucon garing.
"Gue ada hadiah buat lo sebagai teman sebangku gue. Kita buat buku aja, gimana?" tawar Tornado dengan nada gombalnya.
Tornado badboy? Sangar? Ditakuti? Berwajah datar? Dingin? Anak geng motor? TIDAK MUNGKIN FERGUSO!! Tornado itu penakluk hati perempuan. Dalam setahun ia bisa memacari seangkatannya secara bergantian.
Gombalan maut Tornado memang terkenal dari dulu. Dari jaman ia SMP bersama Iwak dan Stevanno.
Saat SMA ketiganya malah pisah karena Tornado harus ikut orangtuanya yang kerja pindah-pindah dan akhirnya harus pindah lagi ke Jakarta.
Bahkan Tornado saat sekolah di Singapura, ia berhasil memacari guru magang. Gimana, mau jadi pacar Tornado. Sok mangga, daftar heula atuh lewat aplikasi Torchat.
"Buku? Buku apaan?" tanya Shella tak mengerti.
"Buku nikah."
"JIAAAHHH BUKU NIKAHH!!" Iwak heboh saat mendengar gombalan dari Tornado.
Jangan ragukan telinga Iwak. Telinga lelaki itu sangat jeli sekali, kadang pandai peka dadakan. Peka nya berbeda.
Seisi kelas kembali riuh. Tornado malah mengompori teman barunya untuk tertawa lebih keras.
Tornado menyatukan jempol dan jari telunjuknya membentuk love untuk diberikan pada Shella.
"Ambil, Shel. Cinta gue berlebihan."
"EEEAAAA!!"
Murid baru modelan apa ini. Dalam sekejap kelas ribut. Padahal dulunya murid kelas paling takut ribut di jam pelajarannya sendiri. Kini? Ah sudahlah, Tornado berbeda.
Mungkin karena nama lelaki itu Tornado. Angin Tornado memang selalu membuat masalah.
Shella tersenyum malu saat di ledek teman kelas.
"TORNADOOO!!" teriak Pak Budi menggeram marah.
"Ada sayang ada."
...🐓 Hai aku angsa 🐓...
Bagi Siska, Abeb teman sebangkunya itu bermasalah. Untuk logika otak kepintaran Siska yang tiada tara, tidak ada yang menandingi. Bahkan albert einstein saja masih rata-rata bagi Siska.
Perdebatan di antara keduanya selalu terjadi. Guru-guru pun hanya bisa menggeleng, marah, ngamuk, menghukum, dan menjewer saja. Sifat keras kepala keduanya menjadi ciri khas.
Saat ini permasalahan terletak pada meja. Sudah sangat jelas, di sekolah SMA Raksa tidak boleh mencoret meja.
Tapi ada satu murid, ah tidak, dua murid dalam satu bangku yang kini mejanya penuh dengan coretan.
Nama, tanda tangan, contekan, garis pembatas. Permasalahan terletak pada Abeb yang melewati garis saat meletakkan bukunya.
"Enggak bisa! Seenaknya lo melewati batas yang paling suci ini!" teriak Siska tidak terima.
Tidak ingin mengalah. Anak kelas semakin gencar mengompori. Mengeluarkan bekal makanan mereka sembari mendengar perdebatan harian ini.
Sudah jadwal Abeb dan Siska berkelahi di jam segini.
Dengan berkacak pinggang, Abeb menatap tajam penuh dengan ilmu pembelajaran yang afdhol.
"Buku gue cuman melewati sedikit garis jahanam ini. Tapi amukan lo semakin bikin jantung dan isi dalam perut gue melambung tinggi!"
Tak mau kalah. Siska berdiri juga, ikut berkacak pinggang dan meletakkan kaki kanannya di atas kursi.
"Sejak jaman Nenek gue di invite Tuhan. Nih batas paling suci, langsung dari kesucian abadi."
"Suci?" Abeb meremahkan.
"Wah, Sis. Nggak bisa nih, kirim dia ke jerman sama Jubri aja. Biar bahagia," kompor Izur dengan semangat membara.
Kelas mereka sedang tidak ada guru. Hanya diberikan tugas dari guru piket saja.
"Jerman negara?" tanya Jubri dengan tampang polosnya. "Kenapa aku sama Abeb bisa bahagia di jerman. Ada apa disana?"
Satu kelas di bikin kesal. Selain polos, Jubri juga penakluk hati Parida. Berkali-kali di tolak dengan sarkas. Jubri tidak pernah meloloskan begitu saja. Ya, namanya Jubriyadi, dia anak culun yang berada di kelas nakal ini.
"Lo meremehkan meja gue! Mau gue belah dua nih meja! Biar lo tau kekuatan supranatural gue!"
Kehebohan terjadi. Anak kelas mulai bersorak kencang. Terhalang oleh bel istirahat yang berbunyi. Abeb mengangkat tangannya, menunjuk kedua matanya. Pertengkaran mereka belum usai.
Perang dunia ke sepuluh ini akan berlanjut hingga bom atom dinyatakan kritis.
"YAAHH KITA KECOWAAA!!" teriak anak kelas dengan nada memelasnya.
"Hobi banget sih berantem hal sepele sama Abeb?" ujar Riantika yang hanya menjadi penonton saja.
"Ih seru tauk! Cara mereka berantem mengalahi perang. Biarpun biasa aja," bela Anindya.
Siska masih kesal. Melempar buku Abeb ke sembarang arah. Tidak peduli jika abis ini akan terjadi perang lagi.
Pak Mulyadi memanggil Siska. Gadis itu segera pergi dan melambaikan tangannya. Kepergian Siska bertepatan dengan kedatangan Iwak dan teman-temannya.
"Ayang Anin, mau ke kantin bareng gak?" tawar Iwak dengan nada menggoda.
Anindya tersenyum malu-malu. "Iwak, jangan gitu. Malu."
Riantika menatap keduanya dengan jijik. Kapan Iwak dan Anindya menjadi pasangan yang tidak menggelikan ini. Seluruh bulunya terasa merinding hebat. Ah sudahlah...
"Cinta Ayang Anin ke Iwak makin besar kan? Mungkin sekarang udah sedalam palung mariana."
"Jijik gue dengarnya. Sedalam palung mariana. Sedalam palung markoah kali!" sinis Riantika dan pergi.
Anindya mengerjapkan matanya lucu. Memang semenjak pacaran dengan Iwak. Ke-alay-an keduanya mendarah didih.
"Ini siapa?" tanya Anindya.
"Tornado Natakusuma, teman aku."
Iwak pun memperkenalkan Anindya pada Tornado. Gadis itu tersenyum hangat saja.
"Panggilan kepada seluruh pasukan pramuka untuk segera ke lapangan. Regu meteor, regu angkasa, regu lembu, dan juga regu angin. Harap berbaris dengan rapi. Sekian terimakasih. BARIS YA WOYY!! GAK BARIS GUE JITAK ATU-ATU!!"
Siapa lagi yang berulah di ruang pemberitahuan selain Siska. Gadis itu pemimpin pramuka dengan empat pasukan sekaligus.
Lomba akan diadakan secepatnya. Sebelum 17 agustus. Siska berprestasi dalam bidang ekstrakulikuler, tapi tidak pernah di pandang oleh orangtuanya.
Karena Shella itu spesial. Pakai telor tiga ya, nggak usah pedas. Kecapnya banyakin. Kerupuknya 20 biji. Martabok satu pakai daging halal.
Anindya pun berpamitan pergi saat mendapatkan panggilan. Segera berbaris di lapangan.
Lapangan yang sepi kini perlahan terisi. Satu regu diisi 8 orang dengan satu danton.
Dan kini empat regu itu digabungkan dan Siska lah pemimpinnya sebagai danton.
"Udah kelas tiga masih ikut lomba?" tanya Tornado.
Ketiganya kompak duduk di koridor melihat anak pramuka yang bergurau sambil membagikan tongkat.
"Lomba terakhir. Siska danton favorit saat lomba. Nada suaranya itu punya ciri khas tersendiri," jawab Stevanno.
Tak lama Siska pun keluar dari ruang guru bersama Pak Mulyadi. Mereka yang berada di kantin memilih makan di koridor saja.
Tentunya setiap latihan seperti ini, tepi lapangan akan sedikit penuh dengan anak gabut menurut Siska.
"Noh, Siska Anne Tamara. Adiknya Shella Anna Tamira, cewek yang duduk di sebelah lo. Kalo Shella bidang akademik, maka Siska bidang eskul. Shella lebih ke perempuan tulen dan Siska itu tomboy. Dia...." Stevanno menjeda ucapannya saat melihat Tornado tak lepas menatap Siska.
Tornado menoleh karena penasaran saat Stevanno menjeda ucapannya. "Dewi perang handal, pemimpin pasukan geng motor di kota. Dia dipercaya oleh geng motor Ragupati untuk memimpin segala perang. Peperangan yang diketuai Siska tak pernah kalah."
Tornado pun kembali menatap Siska. Sepertinya gadis ini lebih spesial, Tornado ingin tahu Siska lebih dalam. Kenapa gadis ini disebut 'dewi perang handal' di hadapan Tornado, di gedung yang berbeda. Shella berada menyemangati Siska.
"SIAP GERAK!!" tidak diragukan lagi suara Siska dalam memimpin.
Ciri khas suara serak basah dan nada tegasnya, panas-panasan sudah biasa. 32 anggota berbaris rapi saat danton mengintrupsi.
Latihan pramuka ini cukup lama. Tak bosan Tornado mendengarnya. Saat sudah selesai, Siska segera menepi. Memisahkan dirinya dengan anggota.
Iwak yang baru saja dari kantin membawa sebotol air mineral yang masih bersegel pun dirampas paksa oleh Tornado.
"Monyet minuman gue!" teriak Iwak yang tak diindahkan oleh Tornado.
Tornado pun segera menghampiri Siska. Menyodorkan air minum itu padanya. Siska yang tak pernah melihat lelaki ini sebelumnya heran dan bertanya pada dirinya sendiri.
"Suara lo bagus. Haus kan? Nih minuman."
"Nggak usah repot!" tolak Siska dengan wajah datar.
"Nggak ngerepotin kok. Bidadari langka kayak lo harus dilindungi."
Siska tersenyum miring. Menerima minuman itu dan membukanya sendiri. Meneguk hingga tandas dan mengembalikan secara kasar.
"Ini pertemuan pertama dan terakhir. Jaga diri lo, kalo gak mau jadi korban gue." menepuk bahu Tornado dengan pelan namun menusuk.
"Eits, apa salahnya jika ini pertemuan terakhir. Kenalan dulu bisa 'kan?"
Apa yang ada di otak lelaki ini. Siska pun memperhatikan dari atas sampai bawah. Lumayan juga, ganteng sih. Namun Siska tidak tertarik.
"Tanya sama anak sekolah disini. Siapa gue, oke." Siska pun melangkah pergi. Namun Tornado kembali menghalangi dengan senyuman yang manis.
"Oke, gue tau nama lo. Setidaknya lo harus tau nama gue." Tornado mengulurkan tangannya. "Tornado Natakusuma, teman baik Siska Anne Tamara. Sebentar lagi nama lo dan nama gue berada di satu kartu. Lebih tepatnya kartu keluarga." Tornado menyugarkan rambutnya ke belakang saat merasakan panas matahari.
"Gue murid baru yang pertama akan masuk kedalam kehidupan lo."
"Gue kasi tau sama lo. Jangan pernah ingin tau kehidupan gue."
Siska pun pergi dari hadapan Tornado. Setiap kali Siska berbicara yang Tornado lihat adalah mata gadis itu.
Banyak kekecewaan disana dan penderitaan yang Siska tutupi. Tornado semakin penasaran, dan ingin tau siapa Siska.
Baru kali ini ia melihat lelaki seperti Tornado yang memiliki tekad besar. Tidak akan biarkan satu orangpun berhasil masuk kedalam kehidupannya. Cukup ia dan Tuhan yang tau takdir selanjutnya.
...🐓 Rembo pamit yaa 🐓...
...Tubuhku terluka parah. Hatiku jauh lebih terluka, ternyata. Apa salahku?...
...-GOODBYE SISKA...
Sudah berulang kali mencoba untuk melukai diri sendiri. Benteng ini terlalu kuat menahan rasa sakit.
Lantai yang berlumuran darah sama sekali tidak dipedulikan lagi. Ia melukai tangan sendiri dengan menggores menggunakan pisau kecil.
Kamarnya sangat berantakan setelah mengamuk. Bagi Siska rumah adalah neraka. Diluar adalah kehidupan nyata.
Usai bertengkar dengan Mamanya. Siska merusak kamar dan melukai diri. Perkataan Mamanya selalu menusuk relung hatinya.
"APA PANTAS ADIK SEPERTI KAMU DISAYANG SAMA SHELLA?!"
"LEBIH BAIK KAMU TERLANTAR DISANA!!"
"TERLANTAR BERSAMA ANJING JALANAN!!"
Shella belum pulang. Ada kegiatan OSIS di sekolah.
Matanya cukup sembab. Hal sepele untuk di perdebatkan, hanya karena Siska menolak uang pemberian Shella.
Shella yang memberitahu Mamanya lewat telepon. Jika Siska tidak menerima uang jajanya.
Disatu sisi Shella menyayangi Siska. Disisi lain, Shella manja dan selalu mengadu hal apa saja. Bahkan hal yang tak penting sekali pun.
"Anak Mama siapa, sih? Siska atau Shella?" lirihnya bertanya pada diri sendiri.
Diana masuk ke dalam kamar anaknya. Siska memang tidak mengunci pintu. Gadis itu terduduk di dekat kasur.
Berjalan mendekat dan menginjak dengan keras luka yang sengaja Siska gores.
Siska tidak bereaksi. Namun hatinya cukup sakit. Bibirnya bergetar hebat menahan rasa sakit.
"Mau melukai diri sendiri? Biar Papa peduli sama kamu? Lebih baik kamu mati nggak berguna juga kamu hidup!" sarkas Diana menyudahi menginjak luka Siska.
"Iya, Ma," jawab Siska pelan.
"Awas jika kamu ngadu ke Shella. Cukup jadi beban Shella! Kamu memang pantas terluka!"
Diana pun pergi, menutup kasar pintu kamar Siska. Bulir air mata turun membasahi pipinya.
Sebuah notifikasi masuk di ponsel. Siska pun mengecek ponsel saat ada pesan masuk.
Roni wakil ketua ragupati
Sis, lo dimana? Malam ada perang sama geng tetangga
Dengan tangan sedikit perih. Siska mengetik ponsel perlahan.
Me
Atur serangan. Gue kesana
Siska perlahan bangkit. Mencuci tangannya yang berdarah dengan air dingin. Tidak mempedulikan perihnya luka. Luka di dalam hatinya jauh lebih perih.
Menyambar jaket dan kunci motor. Ia keluar rumah dengan santai. Tidak menyahut panggilan Mamanya.
...🏃 Tolong aku dikejar harimau 🐎...
Tornado merasa sepi. Rumah sebesar ini terasa tak berpenghuni. Padahal saat ini ia menonton televisi di temani 20 pelayan rumahnya.
Tornado adalah anak konglomerat. Beberapa perusahaan keluarga berdiri di indonesia dengan megah dan mewah.
"Gue bosan!" teriak Tornado menggema di rumah.
"Tuan muda, ada yang bisa saya bantu?" tanya pelayan pria dengan sopan.
"Saya bosan, beliin helikopter ya. Besok harus sudah datang."
Kedua puluh pelayan itu saling pandang. Pelayan pria mengangguk, mengambil ipad milik Tornado.
"Mau model yang gimana?" ujar pelayan pelan.
Tornado pun mulai berpikir. Mengetuk-ngetuk jari telunjuknya di atas dagu.
"Model gajah nungging, atau angsa terbang. Oh ini saja, model katak bersalin, atau model semut mandi. Ide bagus itu, mau model semut mandi ya, tapi mandinya pakai air berlian."
Pelayan itu tersenyum paksa. Dimana mencari helikopter model semut mandi. Mana ada, jangankan semut mandi. Perempuan yang suka sama dia aja nggak ada. Pelayan sad.
"Tuan muda, saatnya mutusin pacar," ucap pelayan perempuan.
Tornado baru ingat. Ia akan memutuskan Wulan dan akan berpacaran dengan Bulan saja, adiknya Wulan.
Biar saja Wulan bahagia dengan Joko. Takutnya nanti kalo kelamaan sama Wulan. Joko malah ngehamili anak orang.
"Oh iya pelayan. Mobil sport gue yang warna merah itu lecet di bagian belakang, cuman goresan semut doang. Ini sangat merusak pemandangan. Buang aja, gus udah nggak suka." Tornado memerintahkan pelayan.
"Saya mau makan siang."
Dalam sekejap. Tornado sudah berada di meja makan. Meja makan ini muat untuk dua belas orang dan kini hanya penuh dengan makanan saja.
Semua koki mulai membuka hidangannya. Menghidangkan makanan terbaik buatan mereka. Tak ingin Tuan muda menolak lagi.
Wajah Tornado tidak meyakinkan untuk saat ini. Berbagai masakan dari berbagai negara di hadapan Tornado.
Ia malah melirik ke dapur. "Bikinin saya mie goreng sama telur ceplok," pinta Tornado.
Menaikkan kedua kakinya di atas meja dan memainkan game online. Para koki kecewa saat sudah susah payah memasak. Namun Tornado memilih makan mie instan.
Konglomerat bebas....
...🏃Tolong aku dikejar harimau🐎🐎...
Kini geng Ragupati jadi bahan tertawaan musuhnya, Lemonilo. Karena di pimpin oleh perempuan.
Nggak di iklani mie hijau ya guys
Siska berdiri di depan bersama Roni. Memegang balok kayu yang berada di tangannya.
"Ini dewi perang?" tanya Bagas dengan nada meledek dan tawanya kembali pecah lagi.
Wajah Siska hanya datar saja, sudah biasa diremehkan karena dia perempuan. Bukan berarti kita sebagai perempuan itu lemah.
Bagas berjalan maju di hadapan Siska. Tatapannya masih dengan meremehkan.
"Perempuan itu lemah, cuih." Bagas meludahi sepatu Siska.
Jijik melihat air liur yang bertengger manis di sepatunya.
"Bersihkan," titah Siska dengan wajah sangar.
"Gue? Cuih, nggak sudi!" Bagas malah meludah lagi. Menoyor kepala Siska dengan jari telunjuknya.
Ia terlihat songong sekali. "Ingat ini! Semua perempuan itu lemah!"
Bugh
Siska melayangkan pukulan kayu balok pada kepala Bagas. Menyebabkan kepala lelaki itu berdarah.
Perang pun dimulai. Kedua geng menyerang, memberontak satu sama lain. Layangan kayu balok menghantam terus menerus.
Beberapa orang terluka. Persetan dengan luka, intinya mereka harus menang ini.
Siska menarik baju kaos Bagas. Sekali tarikan saja lelaki itu langsung berdiri tegak. Meringis menahan sakit di kepalanya.
"Lo boleh bilang perempuan lemah. Gue kasi tau arti lemahnya perempuan."
Siska menghajar habis-habisan wajah Bagas tanpa ampun. Bahkan ia menendang benda pusaka lelaki itu.
Bagas melawan. Melayangkan bogemannya namun dengan cepat Siska mengelak. Kembali menghantam balok kayu itu tepat di kepala Siska.
Mata Siska memerah tajam. Ia tak suka jika dibilang perempuan lemah. Apalagi Bagas sudah sangat menghina perempuan.
"Siapa yang lo bilang lemah HAH?!"
"Tanpa perempuan hebat! Lo nggak akan hadir di dunia ini!"
"Mempertaruhkan nyawanya hanya untuk melahirkan bajingan kayak lo!"
"Perempuan yang melahirkan lo, rela bergadang demi jaga lo yang rewel!"
"Dan sekarang lo menghina perempuan! ANJING!!"
"GUE AKAN KASI TAU SAMA LO MEWAKILKAN SEMUA PEREMPUAN YANG LO BILANG LEMAH!!"
Amarah Siska membeludak. Ia tidak bisa menahan amarahnya lagi. Kali ini keterlaluan, sangat keterlaluan.
Bahkan Siska saja ingin merasakan kasih sayang seorang Ibu, perempuan hebat yang mempertaruhkan nyawa untuk melahirkannya. Tapi, itu hanya mimpi.
Siska menyudahi memukul Bagas yang kini terkapar di jalanan. "Lo tinggal pilih, mau rumah sakit atau kuburan. Urusan tindak pidana belakangan. Disini gue bela hak perempuan dari mulut bajingan kayak lo!"
Bagas salah lawan. Bagas memang tipikal lelaki kasar yang selalu main tangan dengan pacarnya, apalagi ibunya sendiri.
Setelah Bagas terkapar dan tak bisa bangkit lagi. Siska memukul semua anggota Bagas dengan balok kayunya. Mereka melangkah mundur.
Memilih menyudahi perang ini. Napas Siska menggebu-gebu. Ia berbalik menatap Roni dan mengangguk.
"Siska! Awas!" teriak Roni.
Dari belakang, seorang lelaki dari anggota Bagas mengayunkan samurai-nya ingin melukai Siska.
Gadis itu segera mengelak. Merelakan punggung belakangnya sebelah kanannya terkena goresan samurai.
Lelaki itu segera pergi bersama geng motor yang lain.
Terasa sangat perih, wajah Siska juga sedikit bonyok karena terkena serangan lawan. Hal ini biasa.
"Siska, punggung kamu," ujar Mole.
"Ayok ke basecamp. Obati luka kalian!"
Roni dan Mole memapah Siska untuk berjalan. Luka ditangannya saja belum diobati, kini datang lagi luka di punggung belakangnya.
Roni dan Mole sudah tau bagaimana Siska dirumah. Gadis ini bringas karena sudah sering mendapatkan rasa sakit dari Mamanya. Saat Papanya tak berada dirumah.
Jika Papanya berada dirumah. Siska hanya disiksa ringan saja. Entah apa yang membuat Mamanya begitu membenci dirinya.
...🐎 Pasukan kejar dia 🏃🏃🏃🏃...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!