NovelToon NovelToon

NOURA VAN KEMMERS

Mimpi yang sama

Mimpi yang sama. Selalu terulang dan terulang lagi. Sudah hampir seminggu ini, aku dibuat tertegun dengan mimpi yang kualami setiap malam. Tentang sosok perempuan cantik berambut pirang yang sedang duduk di sudut taman belakang.

Wajahnya seperti melukiskan kesedihan yang teramat dalam. Perempuan itu teramat sangat cantik. Tampangnya seperti artis-artis hollywood. Gaya busananya seperti kaum wanita zaman eropa kuno. Sangat klasik dan juga estetik.

Di mimpi itu, aku sedang berjalan menuju arah belakang rumahku. Nampak sinar yang teramat menyilaukan. Sinar yang membuatku penasaran dan membawaku menuju pelataran luas yang penuh dengan bunga berwarna-warni. Indah sekali.

Di pojok sana terdapat air mancur dan juga tiang ayunan berwarna perak berkilauan. Dan di situlah aku melihat sosok cantik itu. Anehnya, tak ada rasa takut dalam diriku. Aku ingin mendekatinya, tapi lagi-lagi aku selalu terbangun tiap kali aku ingin mendekatinya.

...****************...

Tepat dua bulan lalu, kami pindah ke rumah ini. Dari Palembang menuju Jakarta. Ayah mendapat promosi jabatan dari kantornya dan diminta untuk pindah ke kantor pusat yang ada di Jakarta.

Dan tentu saja, kami semua harus ikut pindah. Di Jakarta, kami berencana untuk mengontrak rumah dulu. Alhamdulilah, berkat bantuan dari Pak Atmo, rekan kerja Ayah, kami mendapatkan rumah yang cukup bagus dan layak di kawasan Depok lama.

Bangunannya sangat artistik bergaya model rumah Eropa zaman dulu. Halamannya sangat luas. Begitu juga bagian dalamnya. Bentuk rumah itu memanjang. Tidak bertingkat. Tidak ada lantai dua. Di dalamnya terdapat enam kamar tidur, empat kamar mandi, dua dapur.

Agak jauh di bagian belakang terdapat bangunan kecil semacam paviliun bergaya rumah Belanda. Jaraknya kira-kira 200 meter dari rumah utama. Sepertinya bangunan itu juga sudah beberapa kali direnovasi. Bangunan aslinya mungkin seperti itu. Proses renovasinya tetap tidak berubah, mengikuti model asli bentuk paviliun itu.

Kata pemiliknya, paviliun itu dulunya merupakan tempat tinggal para asisten rumah tangga yang bekerja di rumahnya. Si Pemilik pernah menempati rumah ini pada saat dia masih anak-anak. Rumah ini merupakan warisan dari kakeknya. Sang Kakek membelinya dari temannya yang juga sesama pejuang kemerdekaan sekitar tahun 1940 an.

Kalau dilihat dari bentuk bangunannya, sudah pasti pemilik pertamanya adalah Keluarga Belanda. Yang jelas, usia rumah ini sudah sangat-sangat tua. Meskipun sudah melewati beberapa kali proses renovasi, tapi tetap saja terlihat elegan. Menarik dan sangat artistik. Pemilik rumah mengatakan dia sengaja mempertahankan keaslian bentuk dan model bangunan sesuai dengan amanat Sang Kakek.

Model rumah yang artistik itulah yang membuat Ayah langsung tertarik. Bangunannya yang sangat klasik memberi kesan prestise yang megah.

Kata pemiliknya, bentuk rumah ini tidak mengalami perubahan total, sama seperti bangunan yang menyerupai paviliun di halaman belakang, hanya sedikit dipoles tapi bentuk bangunannya masih mengikuti model rumah Belanda tempo dulu.

...****************...

"Semoga betah ya Pak! sampaikan salam saya untuk Pak Atmo, saya pamit dulu!" pemilik rumah pun pergi.

"Bagaimana rumahnya? bagus kan?" tanya Ayah.

"Bagus sih, cuma kok kayaknya, gimana gitu, ya Yah? hawa rumah ini terlalu dingin. Dan terlalu luas juga," jawab Mama.

Dari awal memang Mama kurang setuju dengan rumah ini. Rumah ini terlalu luas. Pasti butuh tenaga ekstra untuk membersihkannya. Mama benar, juga sih. Tapi tidak ada yang bisa membantah keputusan Ayah. Meskipun, Mama dan anak-anak menolak, Ayah akan tetap memaksa sampai mereka semua akhirnya terpaksa setuju.

Menurut Sang Pemilik, rumah itu terakhir disewakan sekitar enam tahun yang lalu. Penyewa rumah kemudian pindah ke luar negeri. Mereka adalah pasangan muda dengan dua orang anak yang masih balita. Mereka berprofesi sebagai seniman. Istrinya adalah seorang guru tari dan suaminya seorang musisi. Rumah ini juga dulunya dijadikan sebagai sanggar tari.

Sebelum disewakan oleh pasangan seniman, rumah ini hanyalah bangunan kosong yang dulunya sempat dijadikan gudang tempat penyimpanan bahan baku untuk industri tekstil yang ada di kawasan Jabodetabek.

Pemilik pabrik tekstil menyewa rumah ini selama puluhan tahun. Sebelumnya lagi rumah ini hanyalah rumah kosong biasa yang sudah lama tidak dihuni. Bahkan, sudah bobrok di sana sini. Kesan angker sangat terasa, menurut penuturan warga sekitar yang sudah berpuluh-puluh tahun mengenal rumah ini.

Barulah setelah pemilik rumah pulang dari luar negeri, dia merenovasi ulang rumah ini secara besar-besaran dan kemudian menyewakannya pada pemilik pabrik.

Si pemilik juga berkata pada Ayah tidak akan menjual rumah ini, dia sudah mewasiatkan kepada anak-anaknya jika mereka tidak mau mengurus rumah ini, kelak dia akan menyerahkan rumah ini kepada pemerintah setempat untuk dijadikan cagar budaya atau museum, atau diwakafkan sebagai yayasan sosial.

Aku ingat sekali, betapa antusiasnya Ayah saat menanyakan berapa harga rumah ini jika Si Pemilik berkenan ingin menjual. Dan seketika. Ayah langsung kecewa begitu mendengar jawaban Si Pemilik rumah. Ayah sangat berharap kelak bisa membeli rumah ini.

Ayahku memang pecinta benda-benda klasik. Sedari muda, sudah gemar mengoleksi barang-barang antik. Baginya ada kepuasan tersendiri jika melihat benda-benda bercirikan unsur vintage. Kadang tak peduli berapapun harganya, pasti akan dibeli.

Maka betapa senangnya Ayah ketika bisa mengontrak rumah ini. Apalagi harga sewanya yang tidak begitu mahal, membuat Ayah begitu antusias. Meski istri dan anak-anaknya menolak, Ayah tetap pantang mundur.

Jujur saja, aku sendiri menyukai rumah ini. Bukan karena gaya klasiknya yang begitu kental, atau ornamen bangunannya yang seolah membawa kami pada atmosfer kehidupan zaman kolonial, tapi seperti ada sesuatu dari rumah ini yang membuatku tertarik dan betah. Entah apa itu...Aku tidak tahu.

Bersambung.

Visualiasasi rumah Belanda

Bayu Aries

Oh ya, namaku Bayu Aries Anugrah. Biasa dipanggil Bayu. Aku anak pertama dari tiga bersaudara. Menurut cerita dari Mama dan Ayah, sewaktu Mama sedang berjuang untuk melahirkanku, tiba-tiba berhembus angin kencang dari arah jendela. Dan pada saat itu pula, mereka sepakat untuk menamaiku Bayu, yang artinya angin. Dan Aries adalah nama dokter yang menangani proses kelahiran. Sedangkan nama Anugrah, tentu saja karena kehadiranku adalah anugrah buat Ayah dan Mama yang sudah menantikan buah hati selama lima tahun.

Aku punya dua adik. Laki-laki dan perempuan, Adik lelakiku bernama Galih, dia masih berstatus sebagai Mahasiswa semester satu di Universitas Indonesia, dan juga, adik perempuan bernama Ratna yang masih duduk di bangku SMA.

Ayahku bekerja di Bank Pemerintah. Karena prestasinya yang terus meroket, ayah mendapat promosi jabatan sebagai wakil kepala cabang di Jakarta. Karena tidak bisa jauh dengan keluarga, Ayah pun memboyong kami semua.

Meski berat meninggalkan kota kelahiran, tak ada pilihan lain bagiku selain ikut pindah, apalagi kuliahku sudah selesai, siapa tahu di sana, aku bisa mendapatkan peluang yang lebih baik untuk masa depanku.

Adikku Galih yang paling senang ketika mendengar kami akan pindah ke Jakarta. Saat itu, Galih baru saja lulus dari ujian SPMB dan dia diterima di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Bagi Galih yang sedari kecil manja dan tidak bisa jauh dari orangtua, tentu saja dia sangat senang. Dia bisa kuliah dan bisa tetap dekat dengan Mama dan Ayah. Apalagi tempat tinggal kami di sana sangat dekat dengan kampusnya.

Sementara Ratna sebaliknya, dia sedih saat kami akan pindah ke Jakarta. Dia merasa berat harus berpisah dengan teman-teman dan sekolahnya. Dia sampai stress dan jatuh sakit. Dua minggu sebelum kami pindah ke Jakarta, dia sempat dirawat di rumah sakit karena serangan asam lambung.

Rumah yang berada di kawasan Depok lama itu memang paling menonjol dibandingkan rumah-rumah lain yang ada dia sekitarnya. Tentu saja karena bentuk bangunannya yang unik. Aku ingat, waktu pertama kali kami memasuki rumah itu, beberapa orang termasuk ketua RT menyapa kami dan mengatakan turut senang melihat rumah itu akan dihuni kembali.

"Wah, alhamdulilah deh, ni rumah antik ada yang nempatin. Kurang lebih udah tujuh tahun kosong." Ujar Pak RT.

Rumah ini meskipun tua memang tampak sangat terawat. Menurut penuturan tetangga, Si Pemilik rumah rajin mengontrol rumah ini bahkan merekrut beberapa tetangga untuk membersihkan rumah ini. Mulai dari halaman depan, bagian dalam rumah dan belakang rumah.

Saat memasuki rumah, kami tertegun melihat ada beberapa perabotan tua dan hiasan dinding yang masih menempel di beberapa sudut rumah. Perabotan dan dekorasi khas zaman kolonial, begitu kata Mang Udin, tetangga sebelah yang sering dimintai bantuan untuk membersihkan rumah ini.

Tentu saja Ayah makin berdecak kagum melihat semua itu. Fantastis, begitu komentar Ayah. Seolah kami seperti memasuki kehidupan abad lampau. Model dari tiap-tiap sekat ruangan benar-benar mirip dengan yang pernah kulihat di film-film klasik, begitu pula ornamen-ornamennya. Di Dekat dapur terdapat hiasan dinding berupa pahatan dari lempengan besi berupa ukiran bertuliskan tulisan "Van Kemmers".

Kata Mang Udin, itu nama dari orang Belanda yang menghuni rumah ini untuk pertama kalinya. Hebat sekali, ukiran dari lempengan besi itu tidak luntur meskipun sudah berusia puluhan tahun.

"Seperti tinggal di mesium ya Yah?" ucap Ratna datar.

"Gimana, kamu suka enggak?" tanya Ayah.

Ratna cemberut. Pandangannya terus diarahkan ke sekeliling rumah ini. Mulai dari atap rumah hingga sudut-sudut ruangan.

"Rumah ini seram gak Mang?" tanya Ratna pada Mang Udin.

"Kalau seram sih enggak Neng. Belum pernah saya denger ada kejadian aneh-aneh sama ni rumah. Kalau Malam ni rumah gak pernah gelap, Neng. Listriknya selalu nyala. Saya kan yang rajin ngecek. Kalau malam-malam, ngelewatin ni rumah gak pernah berasa iseng, Neng. Karena lampunya nyala terus."

"Kalau soal ada yang nunggu atau enggak ya pasti ada. Di mana-mana ya pasti ada, Neng. Di pohon mangga depan rumah saya aja ada kok. Yang penting mah, enggak mengganggu."

"Mang Udin, gak pernah melihat penampakan atau mendengar suara-suara gitu?" tanya Ratna lagi. Ratna mulai kelihatan pucat. Kasian, pasti dia sudah mulai ketakutan.

"Alhamdulillah, belum pernah Neng. Selama saya di sini, belum pernah melihat yang aneh- aneh. Ya, mungkin ada tipe-tipe orang yang sensitif yang bisa melihat penampakan. Tapi kan gak semua, Neng." Jawab Mang Udin.

"Dulu waktu ditempati sama penyewa yang sebelumnya, gak pernah tuh ada cerita yang aneh-aneh. Waktu ditempatin sama pasangan seniman, hampir gak pernah denger yang serem-serem. Biasa aja."

"Udah, tenang aja Neng. Kalaupun ada. Insya Allah, gak bakal ganggu. Pasangan seniman yang menghuni rumah ini sebelumnya gak pernah cerita yang aneh-aneh. Pembantu rumah tangganya sampai Baby sitter anaknya, gak pernah diganggu. Yang penting mah, masing-masing aja. Kita gak ganggu mereka, mereka gak ganggu kita." Jelas Mang Udin lagi.

"Mang Udin gak bohong kan?" Ratna memastikan lagi.

"Ya Allah, Neng. Saya udah tua, Neng. Ngapain juga bohong. Gak ada untungnya buat saya."

Mama muncul dari arah teras depan, nampaknya Mama baru selesai mengobrol dengan ibu-ibu tetangga. Mama mendekati Ratna dan merangkulnya. Mama juga kelihatannya sependapat dengan Ratna. Berusaha menenangkan Ratna yang begitu penasaran dengan rumah ini.

"Rumah ini hawanya dingin. Mama juga kurang sreg dengan rumah ini. Lihat saja, kalau sampai ada kejadian yang aneh-aneh, kita langsung angkat kaki dari

sini!" bisik Mama.

"Selama kita tinggal di sini, kita jangan sampai bengong ya. Rajin baca Quran dan zikir. Jangan putus sholat lima waktu," ucap Mama tegas.

Mama memang agak sensitif dengan hal- hal yang berbau astral. Meski tidak pernah melihat langsung, tapi Mama seperti punya insting yang kuat tentang keberadaan makhluk tak kasat mata.

"Pokoknya Ratna gak mau tidur sendiri. Ratna mau tidur sama Mama!"

Bersambung.

Pindah ke Rumah Baru

Minggu-minggu yang melelahkan. Rasanya tenaga kami benar-benar terkuras habis, mulai dari membereskan perabotan, menata barang-barang, mempersiapkan acara selamatan hingga bersosialisasi dengan lingkungan tetangga sekitar.

Kebetulan rumah yang kami tempati ini letaknya berada di ujung jalan. Posisinya benar-benar mojok, agak menjorok ke sudut jalan dari rumah tetangga sebelah kanan dan kiri. Jadi kesannya benar-benar eksklusif. Mau tidak mau sebagai pendatang baru, kami harus segera berbaur dengan tetangga sekitar, biar bisa lebih kenal dan akrab.

Besok, aku juga harus mengantar Mama mencari sekolah baru buat Ratna. Kami sudah bertanya ke tetangga tentang referensi SMA yang bagus untuk Ratna. Sementara Galih, dia sangat antusias mengurus persiapan kuliahnya sendiri. Saking semangatnya, dalam sehari, dia bisa bolak balik ke kampus sampai dua kali hanya untuk mengurus administrasi, hehehehe.

Semua berjalan baik. Tak ada keanehan pada rumah ini. Bahkan Ratna berkata padaku, kalau dia bisa tidur pulas tiap malam. Begitu pula Galih. Berarti benar yang dikatakan Mang Udin, rumah ini tidak seram. Kalaupun ada penghuninya, tidak akan mengganggu.

Sekarang pukul setengah satu malam. Aku belum juga bisa memejamkan mata. Dari luar jendela, terdengar sayup-sayup lagu dangdut dari arah poskamling. Kamar yang kutempati ini memang bersebelahan dengan pelataran samping yang bersebrangan dengan poskamling. Pelataran samping yang sangat luas dan dipenuhi dengan pohon-pohon kecil dan aneka bunga.

Aku benar-benar kagum dengan pemilik rumah ini. Bagaimana rumah kuno yang sudah seharusnya sudah lapuk dimakan usia tetap terlihat kokoh dan terawat. Pemilik rumah ini benar-benar menghargai pemberian leluhurnya.

Nilai estetika dan sejarah dari rumah ini masih sangat melekat kuat dan anggun. Pantas saja, Ayah jatuh cinta dengan rumah ini. Kalau dijual, kira-kira bakal dilepas dengan harga berapa ya? hehehehe, tapi pemiliknya kan sudah mengatakan tidak akan menjual rumah ini.

Menurut cerita Mang Udin, rumah ini sempat beberapa kali dijadikan sebagai lokasi syuting film dan sinetron, tapi entah kenapa Sang Pemilik tidak mengizinkannya lagi sekarang. Kekagumanku makin bertambah saat aku menata perabotan kemarin.

Saat menelusuri ruang demi ruang dan meneliti satu persatu tiap-tiap bagian, ada begitu banyak ornamen dan detail dari rumah ini yang seolah membawa siapa saja untuk memasuki kehidupan tempo dulu. Luar biasa.

Seperti yang kulakukan saat ini. Aku membayangkan kehidupan pemilik rumah ini pada zaman dulu. Seperti apakah keluarga Van Kemmers? apakah mereka keluarga Belanda biasa yang mencari kehidupan di bumi Indonesia? ataukah mereka dari kalangan penjajah yang bertindak kasar dan semena-mena seperti Van Mook?

Bagaimana tentang sejarah kehidupan mereka selanjutnya? apakah mereka sudah kembali ke Negeri Belanda sebelum Indonesia merdeka? aku begitu penasaran ingin mengetahui lebih dalam.

Hmmm, kira-kira masih adakah petunjuk yang tersisa yang tertinggal di rumah ini? mungkin, masih ada bukti peninggalan keluarga Van Kemmers yang tersembunyi baik berupa foto atau seperti hiasan dari lempengan besi yang terdapat di dinding dapur yang bertuliskan nama keluarga mereka, atau bukti lain yang menyiratkan jejak kehidupan mereka di masa lampau.

Jujur, pada dasarnya aku kurang menyukai sejarah. Waktu sekolah dulu, nilai sejarahku selalu pas-pasan. Tapi entah kenapa ya? aku jadi tertarik untuk mengurai sejarah tentang rumah ini, terutama kehidupan penghuni pertamanya, yaitu keluarga VAN KEMMERS.

Hmmm, aroma apa ini ya? seketika hidungku mencium bau semerbak yang menyegarkan. Aroma parfum apakah ini? seperti perpaduan antara citrus dan golden rose, atau apa ya? mendadak aku teringat Friska, sosok yang pernah ada di hatiku selama sekian tahun. Aroma parfum ini begitu mirip seperti yang sering dipakai Friska. Aroma golden rose. Tapi beda, aroma yang kucium ini, seperti ada perpaduan antara golden rose, citrus atau strawberry ya? ah, tapi seperti ada campuran aroma plum dan sandalwood..Duh, bau apa sih ini? aku sulit untuk menebak. Yang jelas baunya sangat enak, aku seperti dibuai dalam aroma semerbak yang memabukkan dan membawaku melesat menuju alam mimpi.

Bersambung.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!