Hello epribadiii, kembali lagi bersama cerita penulis yang begitu membosankan... Wkwkwkwk becanda, tapi keknya beneran gak sih 🙃🙃🙃
Gak tahu ini cerita ke berapa, tahu sendiri kan penulis buat banyak cerita tapi banyak yang gagal atau bisa dibilang (Hiatus) itu karena penulis selalu stuck sama ide cerita. Bingung mau nulis apa buat selanjutnya.
Akhirnya setelah banyak berfikir dan membuat banyak skema alur, penulis kembali dengan cerita ini. Gak tahu juga sih cerita ini bakal menarik atau enggak, tapi penulis berharap semoga para pembaca bisa suka dan terhibur.
Oh ya teman, kalau kalian baca cerita ini jangan lupa untuk tinggalin jejak ya dan beri dukungan ke penulis. Tapi gak maksa juga sih, seikhlasnya kalian aja 😁😁😁
Ingat satu hal lagi! Dilarang plagiat ya! Karena cerita ini murni dari ide penulis. Memikirkan sebuah cerita dan alur itu gak gampang teman. Tolong hargai penulis ya! Kalau terinspirasi boleh tapi jangan di copy paste 😄😄😄
Terakhir. Beneran dah ✌️ Cerita ini fiksi ya epribadii, apapun yang ada disini hanya buatan penulis. Tidak ada sangkut-pautnya dengan apapun.
Harapan penulis :
"Semoga ini cerita bisa sampai tamat. Amin paling serius 🙏🙏🙏"
Sebelum ke ceritanya, kita perkenalan ke tokohnya dulu ya epribadii....
...---ooOoo---...
• Allana Nathania Muren
• Reynold Sean Anderson
• Vayola Raina Muren
...---ooOoo---...
..."Aku memang mencintaimu tapi kalau karena cintaku membuatmu tak bahagia, buat apa juga. Jika perpisahan adalah jalan terbaik, aku akan melakukannya. Pergi bukan berarti rasa cinta sudah hilang tapi, pergi karena aku sangat mencintaimu."...
.......
.......
.......
Akun media sosial author :
Instagram : just.human___
^^^to be continued...^^^
...Bab Satu...
..."Kenangan tidak akan pernah mati. Mereka akan selalu ada dan tersimpan di dalam hati dan pikiran kita. Jika, kita merindukan kenangan itu cukup rasakan dan pikirkan saja. Kenangan akan terputar dengan sendiri layaknya sebuah film."...
.......
.......
.......
Jakarta, 2002
"Alana pengen pergi ke pantai," gadis cilik itu merengek kepada kedua orang tuanya setelah melihat sebuah iklan di televisi yang menunjukan keindahan pantai di sore hari.
Sang ayah, Antony yang sedari tadi duduk di sofa bersama sang istri — Amanda, pun mendekat ke arah putrinya. Tanpa ragu, ia mulai menggendong tubuh mungil seorang Alana.
"Alana mau ke pantai? Mau main air atau mau main pasir?" Tanya Antony dengan nada bicara yang begitu lembut.
"Mau main sama lihat matahari kayak di tv," Suara Alana kecil terdengar begitu menggemaskan dan berhasil membuat kedua orang tuanya tersenyum gemas.
Untuk anak berusia 5 tahun, Alana sudah begitu pintar. Ia sangat suka berbicara atau dalam artian agak sedikit cerewet dan tentu saja banyak memiliki pertanyaan. Rasa ingin tahunya begitu tinggi. Ia juga sangat suka penasaran dengan hal baru. Biasanya sih, kalau kecilnya sudah seperti ini pasti besarnya akan menjadi seseorang yang pintar.
Alana adalah anak satu-satunya sekaligus menjadi putri kesayangan sang ayah. Antony selalu mendidiknya dengan penuh kasih sayang. Tidak terlalu memanjakan, namun tidak terlalu keras juga. Antony adalah sosok ayah yang hebat. Iya, dia begitu hebat saat menjadi ayah, tapi anehnya terlihat cukup buruk saat menjadi seorang suami.
Pernikahan yang terjadi antara Antony dan Amanda sudah tidak baik-baik saja sejak setahun yang lalu. Semua karena keegoisan masing-masing. Mereka sangat ingin berpisah, tapi terhalang oleh Alana. Bisa dibilang Alana adalah alasan mereka bertahan pada hubungan yang telah rusak ini. Takut kalau misalkan putri kecilnya itu tak mendapatkan kasih sayang yang cukup dari kedua orang tuanya.
Antony dan Amanda begitu menyayangi Alana, mereka tidak mau melihat putrinya itu bersedih karena perpisahan. Maka dari itu, sebisa mungkin mereka berdua berpura-pura untuk terlihat baik antar satu sama lain. Meskipun aslinya kepura-puraan tidak akan pernah bertahan lama. Suatu saat pasti akan ada pihak yang merasa lelah.
Selagi masih bisa bertahan, mereka berusaha untuk membuat Alana bahagia. Alana harus merasakan keluarga yang lengkap dan bahagia. Usianya baru lima tahun, tidak mungkin kalau Antony dan Amanda memilih berpisah dan meninggalkannya.
Perpisahan hanya akan menyakitkan, takutnya dari perpisahan itu membuat sikap seorang Alana yang ceria bisa berubah. Mereka tidak mau anaknya menjadi pemurung. Kalau tidak bisa menjaga hubungan rumah tangga setidaknya mereka harus bisa menjadi orang tua utuh yang baik.
Mendengar permintaan kecil yang dilontarkan oleh putrinya itu, membuat Antony langsung menoleh ke arah sang istri — Amanda yang saat ini juga sedang menatap balik kepadanya sembari diikuti dengan sebuah senyuman kecil.
"Bagaimana? Alana yang meminta. Apa kamu mau pergi atau tidak?" Tanya Antony menanyakan persetujuan dari sang istri.
Itu adalah permintaan Alana. Sebagai seorang ibu, Amanda sama sekali tidak bisa ataupun memiliki alasan untuk menolak. Ya, walau dalam hati kecilnya ia tidak ingin pergi. Karena tahu hubungannya dengan sang suami masih belum baik-baik saja.
"Besok? Haruskah kita pergi ke pantai?" Ucap Amanda.
Amanda menyetujui permintaan sang putri. Bahagia, pastinya dirasakan oleh Alana. Akhirnya, setelah sekian lama tidak pergi jalan-jalan bersama kedua orang tuanya, besok ia bisa melakukannya lagi.
Sorakan kebahagian keluar begitu saja dari mulut kecil gadis itu. "Hore... Besok Alana pergi main ke pantai sama mama papa."
Melihat putrinya bahagia seperti ini membuat Antony dan Amanda ikut bahagia juga. Mereka berdua tidak bisa lagi menyembunyikan senyum kebahagiaan.
"Alana senang?" Tanya Antony sembari menatap lekat-lekat wajah putri semata wayangnya itu.
Alana mengangguk begitu keras. "Sangat senang..."
Antony tersenyum puas, sangat puas.
"Kalau begitu, sekarang Alana harus pergi tidur. Biar besok bisa main sepuasnya di pantai," pinta Antony.
Alana kembali mengangguk, lalu ia pun meminta turun dari gendongan sang ayah. Dengan langkah kecilnya, ia berlari menuju ke arah sang ibunda — Amanda.
"Ma, ayo kita tidur," Ajak Alana.
"Oke, mama temenin Alana tidur ya!" Ucap Amanda lalu menggendong tubuh mungil sang putri.
Alana selalu merasa gelisah dan tak bisa tidur kalau sang ibu tak ada disampingnya. Harus selalu ditemani saat akan pergi tidur.
Sebelum benar-benar pergi menuju kamar, Amanda meminta putrinya itu untuk berpamitan kepada Antony. Setidaknya ucapan selamat malam harus diucapkannya.
"Alana, putri cantiknya mama sebelum pergi tidur harus pamitan dulu sama papanya."
"Alana ingat kan harus bilang apa ?"
Alana tersenyum begitu lebar sampai gigi kelinci yang baru tumbuh terlihat. Begitu menggemaskan.
"Papa, Alana pamit mau bobok dulu. Good night papa ganteng," Pamit Alana.
"Good night, mimpi indah ya Alana sayang," balas sang ayah sembari melambaikan tangannya tanda perpisahan untuk malam ini.
Amanda pun melangkahkan kakinya menaiki anak tangga, membawa sang putri ter-cantiknya masuk ke kamar untuk tidur.
Keluarga ini memang terlihat baik-baik saja tapi nyatanya tidak ada yang baik-baik di antara hubungan suami istri itu.
...--ooOoo--...
Pemandangan pantai di sore ini begitu indah. Angin laut yang berhembus mengenai tubuh terasa begitu menyegarkan. Suara deburan ombak dan kicauan burung camar terdengar begitu merdu memasuki telinga. Pantai adalah tempat yang paling cocok untuk menghabiskan waktu bersama keluarga.
Alana tampak asyik bermain air, membuat dirinya basah tanpa takut pada datangnya gulungan ombak yang selalu berhasil membuatnya jatuh dan terseret.
"Alana sayang, jangan menghadang ombak seperti itu!" Larang Antony merasa khawatir dengan keselamatan sang putri kecilnya itu.
"Kalau kamu terseret dan masuk ke laut bagaimana?" Imbuh Antony sembari bergegas mengangkat tubuh mungil putrinya.
Alana menatap sang ayah. Dari sorot matanya terlihat tanda penyesalan. "Maaf papa. Bermain dengan ombak sangat menyenangkan."
Antony sama sekali tidak bermaksud untuk menghalangi kesenangan sang putri hanya saja sebagai seorang ayah, ia tak bisa membuat putrinya berada dalam bahaya.
"Alana main disini ya!" Ujar Antony sambil menurunkan tubuh putrinya.
"Jangan terlalu dekat dengan laut, berbahaya sayang," Lanjutnya memberi sedikit pengertian.
Alana adalah anak yang pintar dan mudah mengerti. Kalau ayahnya sudah berkata seperti itu, ia pasti tidak akan dekat-dekat dengan laut lagi. Baiklah, sekarang Alana akan bermain pasir di tepian pantai. Ia berhenti bermain dengan ombak.
"Papa?" Panggil Alana terdengar begitu ringan.
"Iya sayang?"
"Alana haus."
"Alana mau es kelapa," katanya lagi sembari jari mungilnya menunjuk ke arah pedagang kelapa muda.
"Baik, papa belikan. Kamu tunggu disini dulu, jangan pergi kemana-mana!" Kata Antony.
"Iya papa!"
Sembari menunggu Antony kembali dengan membawa es kelapa muda, Alana kembali bermain dengan pasir. Gadis itu tengah berusaha membuat rumah-rumahan dari pasir. Oh ya, Alana tidak bermain sendiri, ia tetap berada dalam pengawasan. Sang ibunda — Amanda, ada bersamanya.
Sedari tadi mencoba untuk membangun istana pasir, namun terus gagal. Ini semua karena ombak. Ombak begitu menyebalkan. Ombak yang membuat istana pasir buatan Alana rusak berantakan.
"Ma, ombaknya gak suka sama Alana ya?" Tanya gadis itu terdengar begitu polos.
Amanda hanya tersenyum mendengar pertanyaan itu. "Enggak sayang. Ombak sangat menyukaimu," jawab Amanda.
"Kalau begitu, kenapa ombak sukanya merusak istana pasir buatan Alana ? Apa ombak gak tahu kalau Alana buatnya susah?" Untuk kali ini, Alana membutuhkan sebuah jawaban pasti.
Jujur saja, Amanda sudah terlalu kesulitan unyuk menjawab pertanyaan dari sang putri. Cara dia memprotes soal ombak begitu lucu dan menggemaskan. Tak disangka kalau Tuhan mau berbaik hati menitipkan anak seperti Alana.
"Ombak itu suka banget sama kamu. Makanya, ombak sedari tadi datengin kamu," ucap Amanda terdengar sedikit sembarangan.
Alana menatap sang ibunda. Sorot matanya tampak begitu kosong. Entah apa lagi yang akan ditanyakan oleh gadis cilik itu.
Ternyata tidak ada lagi hal yang ingin ditanyakan Alana kepada ibunya. Gadis cilik itu pun kembali menatap ke arah lautan luas.
"Maafin aku ombak. Aku gak bisa main sama kamu. Papa gak bolehin, katanya bahaya," tutur Alana berteriak pada ombak.
Amanda yang sedari tadi ada di samping sang anak hanya bisa terkekeh gemas. Kelakuan sang putri, selalu tidak bisa ditebak. Tingkah random khas seperti seorang anak kecil, itulah yang berhasil memberikan kebahagiaan kepada Amanda sebagai sang ibunda.
Tak lama kemudian, Antony datang menghampiri mereka dengan membawa dua kelapa muda. Antony membelikan kelapa muda untuk Alana dan juga tak melupakan soal sang istri.
"Kelapa mudanya datang," ucap Antony memberitahu.
Alana pun berlari mendekati sang ayah. Gadis cilik itu hanya bermaksud untuk mengambil jatah kelapa muda yang ia minta.
"Punya Alana mana?" Tanyanya yang sudah meminta.
"Ini sayang."
Alana pun mengambil kelapa muda itu. Cukup berat untuk dibawa, tapi masih bisa dilakukan. Setelah mendapatkan kelapa muda, Alana pun tak sungkan untuk meminumnya. Rasanya begitu menyegarkan, bisa menghilangkan dahaga yang sedari tadi sudah menyapa kerongkongannya.
"Minumnya pelan-pelan ya, sayang!" Ucap Antony memberitahu.
Alana hanya mengangguk singkat. Ia tak bisa banyak merespon karena masih menikmati air kelapa muda.
Satu kelapa muda sudah berhasil diminum Alana sampai habis, kini tinggal sisa satu milik Amanda. Tanpa ingin terus membawa kelapa muda di tangan, Antony pun memberikan itu kepada sang istri yang tentu saja sudah merasa kehausan, sama seperti putrinya.
"Buat kamu. Aku tahu kalau kamu haus."
Amanda hanya tersenyum singkat, lalu menerima kelapa muda pemberian dari sang suami. Sama seperti sang putri, ia tak segan untuk langsung menikmati kesegaran air dari kelapa muda itu.
"Kamu gak beli juga?" Tanya Amanda yang melihat sang suami hanya duduk diam tanpa meminum apapun.
"Hanya sisa dua," jawab Antony singkat.
"Mau?"
"Kamu minum saja," tolak Antony mentah-mentah.
Amanda terdiam sejenak, lalu ia memberikan kelapa muda itu kembali pada Antony. Wanita itu hanya bermaksud untuk membiarkan Antony minum. Ia tahu pasti suaminya juga merasa haus. Apalagi cuacanya sekarang terbilang cukup terik dan terlampau panas.
"Aku sudah tidak haus lagi. Kamu bisa meminumnya," kata Amanda lalu beranjak pergi dari tempatnya bermaksud untuk mendekat ke arah sang putri.
...--ooOoo--...
Ini adalah saat yang paling ditunggu-tunggu. Tujuan mereka datang ke pantai adalah karena keinginan Alana. Iya, putri kecilnya itu mau main air laut, pasir dan melihat keindahan langit, tepat saat matahari terbenam.
Keluarga kecil itu pun berkumpul bersama. Mereka duduk saling berdekatan satu sama lain sambil pandangan terus berfokus menatap matahari yang perlahan-lahan mulai menyembunyikan dirinya dibalik sebuah pegunungan yang ada.
Semburat warna merah keemasan ketika matahari mulai perlahan-lahan menghilang dibawah cakrawala, di sebelah barat. Kenampakan keindahan pantai yang luar biasa sedang terjadi sekarang ini. Momen langka yang harus diabadikan dengan baik.
"Alana sayang, lihatlah mataharinya. Cantik bukan?" Tanya Amanda sembari jemari menunjuk ke arah matahari.
"Cantik."
"Alana suka?" Kali ini ayahnya yang bertanya.
"Suka."
Mereka bertiga terus menatap dengan kagum ke arah matahari. Keindahan seperti ini sangat langkah dan tak bisa dinikmati setiap hari. Jadi, mereka tak boleh menyia-nyiakan kesempatan ini.
"Senja selalu cantik," ucapan itu mendadak keluar begitu saja dari mulut seorang Amanda. Mungkin saja, wanita itu sedang mengingat momen pertama kali bertemu dengan Antony.
"Kita bertemu juga di saat seperti ini," timpa Antony tanpa ragu.
"Itu akan selalu menjadi kenangan terindah," tutur Amanda sembari menoleh ke arah sang suami.
"Terima kasih, sudah memberikan kenangan terindah seperti itu," pungkas Amanda, lalu kembali menikmati matahari terbenam.
Langit mulai menggelap dan matahari sekarang sudah tergantikan oleh bulan. Momen indah di pantai telah usai. Semua hal yang ingin dilakukan sudah dilakukan dengan baik.
"Sekarang, apa sudah waktunya kita untuk pulang?" Tanya Antony mengakhiri semuanya.
Kenangan ini pasti tidak akan dilupakan oleh mereka. Walaupun ingin untuk dilupakan tetap saja tak bisa. Kenangan indah akan selalu susah untuk dilupakan.
^^^to be continued...^^^
...Bab Dua...
..."Pengkhianatan begitu emosional. Pengkhianatan hanya dapat memunculkan luka terburuk. Pengkhianatan tidak pernah mudah untuk ditangani dan tak ada cara yang tepat untuk menerimanya."...
.......
.......
.......
"Kamu itu orang paling egois yang pernah aku kenal!" Teriak Antony ketika kesabarannya sudah mulai habis.
"Aku menyesal karena menikahi perempuan seperti kamu!" Imbuhnya dengan urat leher yang mulai menegang.
Ucapan itu terdengar begitu kasar dan cukup untuk membuat luka di hati. Antony menyadarinya, tapi semua kata itu keluar begitu saja dari mulut. Ia sangat marah dengan kelakuan sang istri. Sulit untuk mengendalikan semuanya ditengah amarah yang tengah meradang.
"Kalau begitu, kenapa kamu menikahi ku kalau akhirnya akan menyesal?" Tanya Amanda terdengar frustrasi.
Pertanyaan itu berhasil membuat Antony diam seribu bahasa. Dulu ia menikahi Amanda atas dasar cinta. Antony sangat menyayangi, mencintai dan mengagumi sosok Amanda. Menurutnya, Amanda itu perempuan yang begitu baik, penyayang, sabar dan mandiri. Sekarang, Amanda sudah berubah. Ia menjadi sosok perempuan yang sama sekali tidak Antony kenal. Begitu egois karena hanya mementingkan diri sendiri, melakukan apa yang dia mau tanpa melihat akibat.
Belakangan ini, pertengkaran sangat sering terjadi kepada mereka berdua. Awal mula permasalahan ini, tepat ketika Amanda menandatangani kontrak kerja dengan James Arthur Muren. Kontrak kerja yang terjalin diantara keduanya bukan sekedar hanya kontrak kerja biasa. Amanda melakukan hal yang tak seharusnya hanya untuk bisa mendapatkan kontrak kerjasama dengan pengusaha itu.
Kalau ditanya mengenai alasannya, maka Amanda hanya ingin membuat butik miliknya — peninggalan dari sang ibu, tetap bertahan dan bersinar. Untuk sekarang, butik yang sedang dikelolanya sudah berada di ujung tanduk dan mungkin sewaktu-waktu bisa mencapai kebangkrutan. Amanda yang tidak mengharapkan hal buruk seperti itu terjadi pun memutuskan untuk datang ke James dan meminta pertolongan darinya. Pilihan serta keputusan yang dibuat oleh Amanda ini sangat amat di tentang oleh Antony, selaku sang suami.
Bukan tanpa sebab, hanya saja Antony tidak ingin melihat istrinya berhubungan dengan James. Menurutnya, James itu bukanlah orang baik karena kerap bermasalah dan tersandung kasus hukum. Kalau tidak karena kekuasaan serta yang yang dimilikinya, mungkin James tidak akan terlihat seperti seseorang yang kebal terhadap hukum. James itu seseorang yang bisa melakukan apa saja. Menghalalkan segala cara hanya untuk mewujudkan keinginan.
Beberapa waktu lalu, Antony pernah berhadapan langsung dengan laki-laki itu. Tepatnya ketik kasus tentang penggusuran tanah yang ditinggali oleh masyarakat kecil. Sebagai seorang pengacara yang mengabdikan diri kepada masyarakat, Antony dengan sekuat tenaga mencoba memberikan pembelaan untuk mempertahankan tanah itu. James sangat menginginkan dan memerlukan tanahnya hanya untuk niat pengembangan bisnisnya pada bidang pariwisata. Ia ingin sekali membuat sebuah hotel di tanah itu.
Sebagai seorang pengusaha yang tentu saja tak ingin terlalu banyak mengambil rugi dibandingkan untung, James melihat adanya peluang besar dari tanah yang masih ditinggali oleh masyarakat kecil itu. James cuma berpikir untuk membeli tanah itu dalam harga murah, dan nanti setelah dikembangkan menjadi hotel ia akan membuat harganya menjadi melambung tinggi.
Setiap kepala keluarga yang tinggal di tanah itu akan mendapatkan kompensasi sebanyak seratus juta, bisa dibilang ini termasuk jumlah yang kecil, karena kalau pindah uang seratus juta juga belum tentu bisa membeli sebuah rumah lagi.
Selain memberikan jumlah kompensasi yang sedikit, cara James untuk meminta semua orang itu pindah juga terkesan begitu kasar. Ia membuat anak buahnya turun ke lapangan dan mengusir mereka semua dengan paksa. Belum sampai disitu, James juga tak memberikan banyak waktu bagi mereka untuk tinggal dan mencari tempat tinggal baru.
Dari masalah itulah, James dan Antony bertemu satu sama lain di meja hijau. James menggunakan segala cara untuk memenangkan kasus ini, sebisa mungkin mengambil secara paksa tanah itu. Tapi tenang saja, mau bagaimanapun berusaha James tetap tak bisa mengusir semua masyarakat itu, tanah yang selalu diidamkannya juga tak bisa didapatkan. Hukum masih selalu adil. Sebagai pengacara pembela, Antony berhasil memenangkan kasus ini.
Kalaupun James tetap ingin mengambil tanah itu, maka ia harus menyiapkan tempat tinggal baru dan juga kompensasi yang sesuai kepada masyarakat.
Tindakan semena-mena yang dimiliki oleh James adalah penyebab dari Antony melarang keras sang istri untuk terlibat dengan seorang manusia seperti James. Disini Antony hanya berusaha yang terbaik untuk melindungi orang yang disayanginya.
"Apa harus seperti ini caranya?"
"Apa harus meminta bantuan kepada orang itu?" Ucap Antony terdengar cukup frustrasi.
Amanda mengangguk dan menatap suaminya itu dengan begitu tajam. "Kalau bukan dia siapa lagi? Kamu? Kamu bisa apa? Kamu gak mungkin bisa pertahankan butik itu," ucap Amanda meremehkan. Sepertinya amarah dan rasa kesal sudah muncul dalam diri seorang Amanda.
"Butik itu perlu koneksi yang lebih tinggi untuk bisa bertahan," lanjut Amanda.
Mendengar itu membuat Antony langsung memijat dahinya cukup keras. Antony meninggikan suaranya kembali. Pria itu sangat tidak suka dengan tindakan serta keputusan yang diambil oleh sang istri. Menjalin hubungan kerjasama dengan seseorang seperti James, termasuk dalam sesuatu hal yang cukup memiliki akibat fatal.
"Tapi apa harus menjual harga dirimu juga?" Rahangnya menegang, ia mendelik. Antony begitu marah.
"Iya! Aku sudah sampai sejauh ini. Aku gak mungkin berhenti. Apapun akan aku lakukan untuk mendapatkan kontrak kerjasama dengan Tuan James!" Amanda mengatakan itu semua tanpa ragu. Ia tidak peduli dengan amarah sang suami.
Antony pun melangkahkan kakinya mendekat ke arah sang istri. Ia mengikis jarak. Antony menatap wajah istrinya. Sorot matanya begitu tajam dan dingin.
"Kalau bukan karena Alana," Antony menggelengkan kepalanya.
"Aku pasti sudah menceraikan mu."
"Kalau begitu ceraikan aku sekarang! Gak usah pakai alasan anak!" Tantang Amanda membuat Antony langsung mengambil sebuah berkas perceraian dari laci meja kerjanya.
Berkas perceraian itu dilemparkan begitu saja tepat di depan muka seorang Amanda. Wajah Amanda seketika berubah. Wanita itu tampak terkejut melihat berkas cerai. Bertanya-tanya kapan sang suami menyiapkan berkas itu?
"Semua sudah aku siapkan. Hanya perlu tanda tangan dari kamu," ucap Antony.
"Apa selama ini kamu sudah menyimpan berkas ini?" Tanya Amanda tampak penasaran.
"Iya. Ada sekitar satu tahun yang lalu, berkas itu tersimpan dengan baik di laci meja kerjaku," sudut mulut Antony muncul begitu saja.
"Jadi, sudah lama kamu berniat untuk menceraikan ku?" Mata Amanda terlihat sudah berkaca-kaca. Wanita itu seperti akan menangis sekarang.
"Iya, tapi niat itu selalu ku urungkan. Semua karena Alana. Aku memberikan kamu banyak kesempatan hanya untuk kebaikan Alana," ungkap Antony mengatakan hal sebenarnya.
Antony menghela nafas begitu saja, lalu ia berjalan menjauh menuju ke arah jendela. Ia harus menatap pemandangan untuk menenangkan diri yang saat ini sedang dipenuhi oleh emosi.
"Apa kamu sudah tidak mencintaiku lagi?" Tanya Amanda tiba-tiba.
Antony menoleh dan menatap wanita itu dengan serius.
"Apa kamu masih pantas untuk dicintai?" Balas Antony dengan penekanan di setiap katanya.
Amanda belum menjawab apapun. Ia masih terdiam begitu saja. Jika boleh mengakui, ini memang semua salahnya. Kalau cinta dari sang suami sudah memudar, maka itu terlihat sangat wajar.
Air mata Amanda menetes begitu saja. Hatinya terasa sangat sakit ketika mengambil semua berkas perceraian yang berantakan di lantai.
"Aku akan menandatangani surat cerai ini. Setelah itu kita akan berpisah!" Tutur Amanda lalu perlahan menyeka air mata yang mulai jatuh ke pipi.
Antony benar-benar membuang muka. Ia sama sekali tidak ingin menatap ke arah istrinya itu. Pikiran dan hatinya kacau. Kemarin, ia masih bisa mentoleransi semuanya, tapi kesabaran seseorang selalu ada batasnya. Antony sudah mencapai batas itu.
"Setelah berpisah, aku akan memperjuangkan hak asuh Alana. Tidak kubiarkan Alana dirawat oleh kamu dan juga pria bajingan itu!" Antony menyampaikan niat lanjutan, tapi Amanda tak menyetujui. Bagaimana bisa sang ibu dipisahkan dari sang putri?
"Tidak! Kamu tidak boleh bawa Alana."
"Kenapa tidak boleh?"
"Aku ibunya. Aku yang paling berhak bawa dia bukan kamu!"
Antony terkekeh kecil. Ia tidak percaya dengan apa yang sudah di dengarnya barusan.
"Ibu?" Ucapan Antony menggantung sebentar dan berhasil membuat Amanda penasaran akan lanjutan kalimat.
"Seorang perempuan yang meninggalkan anaknya, tidak bisa disebut seorang ibu!" Sambung Antony dengan penekanan di setiap kata.
Tak ada tanggapan apapun yang diberikan oleh Amanda. Semua perkataan yang diucapkan oleh Antony semua berdasarkan fakta. Amanda juga mengakui kalau semua yang terjadi adalah salahnya. Tapi, mau bagaimana lagi. Kalau tidak melakukan ini, ia bisa kehilangan butik peninggalan dari sang ibunda.
Amanda sudah tak bisa melanjutkan perdebatan ini lagi. Semakin diteruskan malah semakin sakit. Maka dari itu, ia pun bergegas untuk pergi dari ruang kerja ini. Namun, pada saat ia akan melangkah menuju pintu keluar, sosok Alana sudah terlihat berdiri diam di sudut ruangan sembari memeluk boneka kelinci. Kehadiran sang putri yang begitu tiba-tiba sangat mengejutkan seorang Amanda.
Kehadiran Alana di ruang kerja sang ayah ini bukan tanpa sebab. Iya, saat dirinya sedang asyik bermain di ruang tamu, suara kencang dari sang ayah terdengar jelas. Hal ini yang menyebabkan seorang Alana yang penasaran datang menghampiri ke asal suara untuk mencari tahu.
"Sayang, kamu kok disini? Kenapa belum tidur?" Tanya Amanda sedikit terbata-bata karena gugup. Mereka berdua berharap, kalau putrinya itu tidak melihat ataupun mendengar sesuatu tentang pertengkaran.
"Sejak kapan kamu berdiri di sana?" Kali ini Antony yang bertanya.
Alana memang baru saja datang, tapi suara pertengkaran itu terdengar sampai keluar. Alasan Alana datang juga karena mendengar tentang pertengkaran kedua orang tuanya.
"Mama dan papa bertengkar lagi, ya?" Tanya Alana, suaranya terdengar begitu ringan.
Antony langsung tersenyum hangat. Ia kembali berpura-pura dan sebisa mungkin menutupi segalanya. Alana tidak boleh tahu apapun.
"Enggak sayang," bohong Antony.
"Mama, papa gak bertengkar kok."
Alana menelisik karena tak percaya. Ia memang masih kecil, tapi sudah bisa cukup mengerti. Ia melihat dengan jelas kalau kedua orang tuanya sedang tak baik-baik saja. Mereka tampak tegang satu sama.
"Alana gak suka lihat mama papa bertengkar," ujar gadis itu mencoba untuk menengahi.
Alana melangkah mendekat ke arah sang ibu. Gadis kecil itu pun memegang erat tangan Amanda.
"Ma, ayo kita tidur! Alana udah ngantuk," ajak Alana.
"Iya, sayang. Ayo kita tidur. Mama temenin kamu ya!" Balas sang ibunda langsung menyetujui ajakan itu.
"Selamat malam papa. Alana mau tidur dulu," Pamitnya singkat.
Pertengkaran keduanya berakhir karena Alana. Gadis cilik itu yang meredakan semua emosi dan juga ketegangan diantara dua insan yang sama-sama saling egois.
.
.
.
Pada saat Amanda akan membawa putrinya itu masuk ke kamar, ponsel miliknya berbunyi. Ia mendapatkan sebuah pesan singkat dari James. Hari sudah sangat malam, waktu hampir menunjukan tengah malam dan pria bernama James masih sempat mengirimkan sebuah pesan.
James :
"Cepat datang ke hotel Fantasia. Kalau tidak, kontrak kerja kita akan batal."
Pesan singkat itu berhasil membuat Amanda melepaskan genggaman tangannya dari sang anak. Iya, Amanda lebih memilih untuk datang menghampiri James daripada menemani Alana tidur.
"Ma, kenapa?" Tanya Alana setelah merasakan lepasnya genggaman tangan sang ibu.
"Maaf sayang, sepertinya malam ini mama gak bisa nemenin kamu tidur," ucap Amanda terdengar mengecewakan.
"Kenapa? Mama mau pergi?" Tanya Alana lagi yang nampak bingung.
"Iya, mama ada urusan. Kamu tidur sama papa dulu ya," pungkas Amanda lalu meninggalkan Alana begitu saja.
Alana hanya berdiri diam sembari melihat sang ibu yang tergesa-gesa menaiki anak tangga menuju kamar. Amanda harus bersiap-siap. Dirinya harus dandan secantik mungkin, sebelum menemui James.
"Kenapa mama tinggalin Alana?" decak kesal Allana seorang diri.
...---ooOoo---...
Alana masih berdiri diam di tempat yang sama sembari tangannya memeluk boneka kelinci. Ia sengaja tidak pergi kemanapun karena sedang menunggu sang ibu. Alana bermaksud untuk mencegah sang ibu pergi.
Dibuat cukup lama menunggu, akhirnya Amanda keluar juga dari kamar. Ibunya itu tengah melangkah dengan hati-hati menuruni anak tangga.
Malam ini, Amanda terlihat begitu cantik. Ia mengenakan dress berwarna merah ketat menunjukan lekukan tubuhnya yang begitu ramping bagaikan gitar spanyol.
"Loh, Alana kok masih ada disini? Kenapa gak pergi tidur sama papa?" Tanya Amanda dengan raut wajah cukup kaget karena melihat anaknya masih berdiri di tempat yang sama.
"Alana nunggu mama."
"Nunggu mama?"
"Iya, Alana mau tidur sama mama," ucap Alana mengutarakan keinginan hati.
Amanda mengusap lembut puncak kepala sang putri, sambil mencoba untuk memberikan sebuah pengertian yang bisa diterima dengan baik.
"Maaf, tapi mama harus pergi. Mama ada urusan mendesak."
Raut wajah Alana berubah. Gadis cilik itu terlihat memanyunkan bibirnya. Iya, dia sedang merajuk kepada sang ibu.
"Ma, temenin Alana tidur," pinta Alana sambil menarik pelan baju ibunya.
"Gak bisa sayang."
"Mama udah gak sayang Alana ya?" Perkataan Alana ini berhasil membuat hati seorang Amanda mencelos.
"Bukan gitu sayang. Mama ini harus pergi, ada urusan. Mama harus cari uang buat kamu," ucap Amanda berusaha untuk memberi pengertian kepada sang putri.
"Alana gak butuh uang. Alana butuhnya mama," ujar Alana mencegah kepergian sang ibunda.
Amanda terus berusaha untuk memberi pengertian kepada putri kecilnya itu. Kalau Alana berperilaku seperti ini, ia juga pasti akan kesusahan untuk menemui James.
"Alana anak baik kan? Jangan seperti ini ya sayang, mama benar-benar harus pergi," tutur Amanda masih terus mencoba.
Alana terus merajuk. Ia tidak mau ditinggal pergi oleh sang ibu.
"Mama, temani Alana ya! Jangan pergi!" Rengek Alana dengan raut wajah sangat melas.
"Gak bisa sayang," tolak Amanda lagi.
Di saat yang bersamaan, Antony keluar dari ruang kerjanya. Ia keluar karena mendengar suara rengekan dari Alana. Antony hanya ingin tahu penyebab putrinya merengek seperti itu.
"Ada apa sayang?" Tanya Antony kepada putri kecilnya.
"Papa..." Alana memanyunkan bibirnya.
"Mama mau pergi. Mama gak mau nemenin Alana tidur," adu Alana tanpa ragu.
Antony menatap ke arah sang istri dengan begitu dingin. Hubungan antar keduanya sudah benar-benar rusak dan tak mungkin untuk diperbaiki.
Mendadak, Antony menghela nafas berat. Tanpa melemparkan pertanyaan apapun, Antony bisa tahu tujuan sang istri akan pergi — apalagi kalau bukan menemui James.
Menurut kalian apa yang bisa membuat James mau ada hubungan kontrak kerja dengan Amanda? James adalah pebisnis di bidang pariwisata. Ia banyak memiliki hotel dan resort. Jadi, kenapa ia mau bekerjasama dengan sebuah butik kecil yang jelas-jelas tidak ada hubungan dengan bisnisnya? Amanda wanita yang begitu cantik. Usianya juga masih kepala tiga, belum terlalu tua untuk dijadikan istri muda.
Kali ini, ia tidak berniat untuk menghentikan sang istri. Ia akan bersikap acuh dan tak peduli dengan apapun yang akan dilakukan oleh Amanda. Antony sudah sangat muak.
"Sayang, malam ini tidur sama papa dulu ya! Mama masih ada urusan," kata Antony ikut mencoba menjelaskan.
"Pa, kenapa sih mama harus ada urusan sekarang? Padahal kan, Alana pengen banget tidur sama mama," Protes Alana.
Antony tersenyum hangat dan berkata. "Malam ini enggak dulu ya sayang! Alana tidur sama papa, biarkan mama pergi. Kan papanya juga pengen nemenin Alana tidur," bujuk Antony.
Alana anak baik, ia selalu menurut dengan semua ucapan yang dilontarkan oleh sang ayah — Antony. Kalau ditanya, diantara mama dan papa siapa yang paling disukai? Pasti gadis cilik itu akan menjawab papanya. Anak perempuan selalu menyukai sang ayah. Bagi anak perempuan, sosok ayah adalah cinta pertama mereka.
"Ayo pa, kita tidur!" Ajak Alana yang saat ini juga ikut mengabaikan sang ibu.
^^^to be continued...^^^
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!