NovelToon NovelToon

Menikahi Musuh

Prolog

Shazia 

Wanita berambut cokelat gelombang berusia 25 tahun yang rela menikah dengan pria bisu dan cacat. Semua demi harta? Tidak. Wanita cantik yang selalu ceria itu ternyata bukan wanita sembarangan. Dia wanita tangguh yang bisa menghabisi 10 pria hanya dengan satu trik gerakan. Penembak jitu serta pengguna pedang samurai yang handal. Senyumnya yang manis terkadang hanya sebuah tipuan saja untuk musuhnya.

Tingkahnya yang terkadang konyol membuat semua orang percaya kalau dia wanita lemah. Tidak bisa berbuat hal lain selain menangis jika disakiti. Banyak orang yang membullynya karena penampilan yang terbilang kuno. Padahal penampilan yang ia tunjukkan di depan masyarakat hanya sebuah samaran agar tidak ada yang berhasil mengenalinya.

Shazia adalah ratu mafia. Queen Mafia dari The Felix. Geng mafia yang di anggap selalu beruntung itu ternyata di pimpin oleh seorang wanita cantik yang sangat jago menyamar.

Suatu saat Shazia dan gengnya mengalami kerugian besar karena bisnis narkotikanya di gagalkan oleh geng mafia lain. Sayangnya ia tidak berhasil membunuh ketua geng mafia musuhnya itu. Mereka semua berhasil kabur dan menghilang tanpa jejak.

Dendam Shazia tidak hilang. Ia terus mencari informasi mengenai musuhnya. Hingga suatu ketika ia mendapat kabar kalau orang yang bisa membantunya ada di kota yang sama dengannya.

Pria itu bernama David. 

David adalah pria cacat yang tidak bisa berbicara. Bahkan untuk menggerakkan seluruh anggota tubuhnya ia kesulitan. Ia hanya bisa berbaring di atas tempat tidur sambil mengedipkan matanya jika butuh sesuatu.

David mencari seorang istri untuk mengurus dirinya. Dia tidak bisa mengandalkan para pelayan yang setiap harinya berganti. David pria yang keras dan tidak suka miliknya di sentuh dan di lihat oleh orang lain.

Awalnya semua berjalan normal ketika wanita paruh baya bernama Santi mengurusnya. Bisa di bilang Santi adalah ibu angkatnya sejak lahir. Namun, semua berubah sejak Santi sakit-sakitan.

Tidak ada satu wanita pun yang mau menjadi istri David karena dia cacat. Walaupun harta David berlimpah dan bisa di bilang tujuh turunan juga tidak akan habis walau ia hanya berbaring di atas ranjang.

Maka dari itu, para pengawal dan orang kepercayaan David mencari calon istri dari kalangan orang miskin. Di sana mereka bertemu dengan Shazia. Tanpa banyak syarat Shazia mau menjadi istri David. Pernikahanpun terlaksana dengan cepat setelah Shazia setuju.

Mereka semua tidak tahu kalau ada suatu benda yang diincar Shazia. Benda itu menjadi tujuan utamanya menikahi David agar Shazia bisa mendapat petunjuk tentang musuh masa lalunya itu. Shazia tidak tulus menjadi istri David. Bagaimanapun juga menikah dengan pria cacat dan bisu memang pilihan yang baik karena dia bisa tetap menjaga kehormatannya. 

***

Shazia turun dari mobil hitam yang mewah dengan gaun pengantin yang membalut di tubuhnya. High heelsnya yang dihiasi berlian membuat lekuk kakinya terlihat sempurna. Riasan di wajah Shazia membuat dirinya terlihat seperti wanita bangsawan. Ia tersenyum melihat gedung bertingkat dan luas yang akan menjadi tempat tinggalnya.

"Nona, silahkan masuk. Tuan sudah menunggu di dalam," ucap seorang pelayan wanita yang sejak tadi mendampingi Shazia.

"Apa gedung ini sebuah rumah? Kelihatannya seperti sebuah hotel," celetuk Shazia dengan wajah polosnya.

Pelayan itu tersenyum sedikit menghina. Tingkah laku Shazia memang terlihat seperti wanita kampungan.

"Ini rumah Tuan David, Nona. Rumah suami Anda," jawabnya lagi dengan ekspresi wajah sewajarnya agar Shazia tidak tersinggung.

"Wah. Benarkah. Rumah ini akan jadi rumahku?" teriak Shazia histeris hingga membuat semua pelayan dan pengawal yang ada di depan memandangnya. Shazia mengangkat gaun pengantinnya yang menyeret lantai dan berlari masuk ke dalam. Ia terlihat tidak sabar untuk meresmikan statusnya sebagai istri David agar bisa menikmati fasilitas mewah yang ada di rumah tersebut.

"Dasar wanita kampung. Dia pikir dia akan menjadi putri di rumah ini. Padahal dia dinikahi kan untuk menjadi babu," ketus salah satu pelayan wanita yang sempat dilewati Shazia.

"Sssttt. Pelankan suaramu. Jika ada pengawal yang dengar kau akan di penggal," bisik rekan di sampingnya.

"Bukankah itu kenyataan?" jawabnya membenarkan masih dengan kepala menunduk.

"Iya memang benar. Tapi kau tidak harus memperjelasnya sekarang juga. Bagaimana kalau wanita itu mendengarnya dan tidak mau menikah dengan Tuan David?"

Wanita penggosip itu membisu ketika tiba-tiba saja pengawal berbadan kekar berdiri di hadapan mereka. Dengan tatapan yang sangat tajam, pria itu memainkan pistolnya untuk menakut-nakuti dua pelayan wanita dihadapannya.

"Apa semua yang aku perintahkan sudah dipersiapkan?"

"Su … sudah, Tuan," jawab dua wanita itu bersamaan dengan tubuh gemetar. Mereka benar-benar ketakutan dan berharap kalau pria dihadapannya tidak mendengar pembicaraan mereka sebelumnya.

"Bagus. Aku tidak mau ada kesalahan sedikitpun," ketus pria itu sambil berlalu pergi. Hingga membuat dua wanita itu bisa kembali bernapas lega.

Di dalam gedung, Shazia masih tetap berlari didampingi pelayan yang menjaganya.

"Nona, hati-hati. Anda bisa terjatuh nanti," ucap wanita itu dengan napas ngos-ngosan.

"Dimana pernikahannya?" tanya Shazia ketika melihat sebuah ruangan sunyi didepannya.

"Di sini, Nona."

"Di sini?" tanya Shazia tidak percaya. Bagaimana tidak. Ruangannya tidak di hias apapun. Tidak seperti yang Shazia bayangkan sebelumnya.

"Benar, Nona."

"Dimana tamu undangan dan … calon suamiku?" Shazia mengitari ruangan sunyi itu dengan saksama.

"Tuan sudah menunggu anda di dalam kamar, Nona."

"Menunggu? Kami belum menikah," protes Shazia. Ia kesal karena belum sempat melangsungkan akad dan melihat calon suaminya. Tetapi sudah di suruh masuk ke kamar.

"Pernikahan anda dan Tuan David sudah terlaksana dan sah secara hukum sejak anda tanda tangan surat kemarin, Nona."

"APA?!" Shazia melebarkan kedua matanya tidak percaya.

"Ya, Nona. Semua dikarenakan Tuan David tidak dapat berbicara dan juga tidak dapat menggerakkan seluruh anggota tubuhnya."

Shazia membisu beberapa menit hingga membuat pelayan itu bingung. Mereka semua tentu saja mengkhawatirkan hal yang sama. Tidak mau pengantin wanita kabur setelah mengetahui keadaan tuan mereka yang sebenarnya.

"Separah itu?" ucap Shazia dengan ekspresi wajah yang sangat serius.

"Be … benar, Nona."

"Baiklah. Karena aku sudah resmi menjadi istrinya, sekarang aku ingin bertemu suamiku. Di mana dia? Tunjukkan kamarnya kepadaku." Shazia terlihat bersemangat.

"Mari Nona. Biar saya antar ke kamar Tuan David."

Shazia mengikuti pelayan wanita itu dengan kepala yang tidak berhenti mengitari seluruh ruangan. Sepanjang jalan menuju ke kamar David ia mengoceh layaknya burung di pagi hari.

Sedangkan pelayan di hadapannya semakin khawatir ketika langkah mereka semakin mendekati kamar yang di tuju.

"Semoga saja Nona Shazia tidak kabur setelah melihat keadaan Tuan David."

Pertemuan Pertama

Sazhia mendorong pintu berukuran besar berwarna putih yang terbilang cukup berat dengan penuh semangat. Bahkan pelayan yang ingin melakukannya saja tidak ia beri kesempatan. Saat pelayan wanita itu susah bernapas karena terlalu jauh berlari, Shazia justru bertingkah biasa saja. Berlari dan melompat ke gedung satu ke gedung lain memang sudah permainannya setiap hari.

Setibanya di dalam kamar Shazia melihat dua orang  pria berdiri membelakanginya. Dua pria itu memakai pakaian serba hitam dan menghadap ke jendela. Namun, ketika mengetahui kehadiran Shazia. Dua pria itu memutar tubuh mereka agar bisa melihat Shazia dengan jelas dan menyingkir hingga memperlihatkan seorang pria duduk di kursi roda. Pria di kursi roda itu menatap Shazia dengan tatapan sendu. Shazia tertegun untuk beberapa saat. Ia membisu dan tidak mengatakan satu katapun. Batinnya mulai menjelaskan kalau pria di kursi roda itu adalah suaminya.

Pelayan wanita dan dua pengawal yang ada di kamar itu memandang Shazia dengan bingung. Mereka takut jika setelah ini Shazia akan memutar tubuhnya dan berlari pergi. David bukan pria pemaksa. Dia tidak akan menangkap Shazia jika pada akhirnya wanita itu memutuskan untuk kabur.

Satu hal yang tidak di sangka. Secara perlahan kaki Shazia melangkah maju. Wanita itu masih menatap wajah suaminya yang kini duduk di kursi roda seperti orang tidak berdaya. Dua pria yang ada di dekat pria itu menyingkir untuk memberi jalan kepada Shazia. Pelayan wanita tadi juga lebih memutuskan diam di tempat dan menyaksikan apa sebenarnya yang ingin dilakukan Shazia. 

Kedua tangan Shazia yang semula menggenggam gaun pengantin itu terlepas hingga membuat gaunnya yang indah menyeret di lantai. Shazia terlihat sangat anggun bak seorang bidadari yang turun dari kayangan.

“Tuan David ….” Bibir Shazia mulai berbicara. Namun, sosok yang ia ajak bicara sama sekali tidak menjawab. Hanya tatapannya saja ke arah Shazia yang seolah sedang mengajak Shazia berbicara.

“Nona, Anda pasti sudah tahu kalau Tuan David tidak bisa bergerak, berjalan dan berbicara. Mungkin sesekali Tuan David akan menggerakkan jarinya. Tapi, itu tidak sering terjadi,” ujar pria di sisi kanan Shazia.

“Tapi, dia seorang pria kan?”  celetuk Shazia dengan wajah polosnya.

Semua orang tertegun. Di tambah lagi ketika Shazia duduk di atas pangkuan David yang tidak berdaya. “Aku butuh seorang pria,” goda Shazia sambil mengusap wajah David yang dipenuhi bulu. Ingin sekali detik ini juga Shazia membersihkan bulu-bulu itu agar ia bisa melihat jelas wajah sang suami.

“Maaf, Nona. Tuan David tidak suka jika Anda-”

Ucapan pria itu tertahan ketika tiba-tiba David menggerakkan jarinya. Hal itu menandakan kalau mereka harus pergi. Setelah memberi hormat kepada David dan Shazia, dua pengawal itu berjalan pergi. Mereka juga membawa pelayan wanita yang semula menemani Shazia.

“Saya permisi dulu, Nona. Jika Anda perlu sesuatu, Anda bisa memanggil saya,” ucap pelayan wanita sebelum menghilang di balik pintu.

“Kau tidak marah aku duduk di sini? Suamiku,” ledek Shazia dengan satu kedipan mata. David masih tetap diam sambil menatapnya. Shazia melingkarkan kedua tangannya di leher David.

“Kau sangat wangi. Pasti Parfum orang kaya sangat mahal,” sambung Shazia lagi. Ia tidak segan-segan menghirup aroma parfum yang ada di leher David. Memang pria itu walau terlihat tidak berdaya, tapi ia sangat rapi dan wangi. Apa lagi pakaian yang ia kenakan. Walau sekedar kaos, tapi terlihat nyaman dikenakan di tubuh David.

“Bisa-bisanya di hari pernikahan kita kau menggunakan pakaian santai seperti ini. Sedangkan aku, harus memakai gaun pengantin. Tapi, tidak masalah. Gaun ini sangat cantik dan aku sangat menyukainya,” protes Shazia.

Shazia beranjak dari pangkuan David. Ia mengitari sekeliling kamar mewah yang kini ada di depannya. Semua tertata rapi pada posisinya. Shazia melipat kedua tangannya di depan dada. Sorot matanya sangat tajam. Ketika ia menatap tempat tidur ukuran besar, Shazia kembali ingat dengan statusnya. Setiap malam ia akan tidur di atas tempat tidur itu bersama David. Ya, walaupun David tidak akan melakukan hal buruk padanya. Tapi, tetap saja ini pengalaman pertama Shazia tidur satu ranjang dengan seorang pria.

“Apa buku itu ada di kamar ini? Jika memang benar, bagaimana caranya aku bisa mendapatkannya. Apa aku pura-pura beres kamar saja ya. Tidak! Aku tidak boleh gegabah. Aku baru satu hari di sini. Aku tidak bisa memperlihatkan siapa aku sebenarnya. Ya, walaupun pria ini tidak akan berbuat apa-apa setelah mengetahuinya, tapi aku tetap harus waspada,” gumam Shazia di dalam hati.

Ketika Shazia hendak melangkah, tiba-tiba kakinya tersandung kaki David. Wanita itu menahan langkah kakinya dan memandang David dengan dahi mengeryit. “Ada apa? Apa kau membutuhkan sesuatu?”

David mengedipkan matanya. Jemarinya menunjuk ke arah meja. Shazia juga mengikuti arah pandang jari David. Ketika ia melihat minum di sana. Shazia langsung mengerti dan segera mengambilkannya. Shazia menuang air minum ke dalam gelas dengan wajah yang tenang setelah itu membawanya dan meletakkannya di depan mulut David agar pria itu bisa dengan mudah meminumnya.

“Aku tidak tahu bagaimana caranya kita berkomunikasi. Ini pengalaman pertamaku. Aku belum pernah bertemu dengan paket komplit sepertimu,” ujar Shazia tanpa memikirkan perasaan David. Ia kembali meletakkan gelas tersebut setelah isinya kosong. Shazia membawa kursi roda David ke arah sofa. Wanita itu duduk dan menghadap ke David. Ia memandang David dengan saksama lagi.

Kepala Shazia miring kanan miring kiri seperti sedang memastikan kalau David benar-benar cacat. Bukan sekedar pura-pura. Bahkan dengan sengaja Shazia menepuk kedua tangannya di depan wajah David. Ketika melihat David mengedipkan matanya, justru Shazia tertawa. David sudah seperti boneka mainan bagi Shazia saat ini.

“Maafkan aku. Hahahaha.” Walau begitu tawanya belum selesai. Ia masih tetap saja menjahili David yang tidak bisa apa-apa.

“Oke, begini. Aku hanya ingin kerja samanya. Anda bisa mengedipkan kedua mata dan menggerakkan jari. Jadi, setiap kali aku bertanya jika Anda mengedipkan mata itu tandanya setuju. Jika Anda menggerakkan jari berarti Anda tidak setuju. Bagaimana?” Shazia menatap kedua mata David dan jarinya dengan saksama. Berharap pria itu memberikan respon atas ide yang ia berikan.

“Ayolah. Jawab,” lirih Shazia frustasi. Ia mengambil bantal kursi dan membaringkan kepalanya di sana. “Aku lelah. Apa aku boleh tidur?” Secara perlahan Shazia memejamkan matanya. Walau dengan posisi duduk, tapi wanita itu sangat mudah untuk terlelap. Dalam waktu lima menit saja Shazia sudah menghembuskan napas yang tenang layaknya orang yang sedang tidur nyenyak dan bermimpi.

David masih memandang wajah Shazia yang kini tertidur dengan lelapnya. Secara perlahan pria itu menyunggingkan senyuman tipis. “Menarik!”

Makan Malam

Malam harinya. Shazia terbangun dengan mata yang masih berat. Wanita itu meregangkan kedua tangannya. Otot-otot tubuhnya terasa sangat kaku karena sudah berjam-jam tertidur. Sejenak ia melupakan dimana kini dirinya berada. Wanita itu justru melanjutkan tidurnya lagi karena mengantuk. Hingga tidak lama kemudian, ia melebarkan kedua matanya dan duduk di atas tempat tidur. Ya, kini Shazia telah ada di atas tempat tidur dengan pakaian yang telah terganti.

“Apa yang terjadi? Ini di mana?” Shazia seperti orang amnesia ketika ia bangun tidur melihat kamarnya sangat asing. Kepalanya miring ke kanan dan menemukan David yang masih duduk di kursi roda kini memandang wajahnya. Shazia langsung sadar kalau kini dirinya telah menjadi istri David.

“Kenapa bajuku bisa terganti? Siapa yang mengganti pakaianku?” tanya Shazia kepada David. Namun, tidak ada jawaban di sana selain tatapan David yang tidak tahu apa maksudnya.

“Astaga. Aku lupa kalau kau tidak bisa berbicara. Lupakan saja.” Shazia menyingkirkan selimut di atas tubuhnya dan turun dari tempat tidur. Ia berjalan pelan ke arah David dan duduk di pinggiran tempat tidur dengan posisi menghadap ke David. “Apa kau sudah mandi?” 

Shazia memperhatikan penampilan David dari ujung kaki hingga ujung kepala. Pakaian pria itu sudah terganti dan sangat rapi. Padahal tadinya ia pikir setelah menikah dengan David dirinya lah yang akan memandikan pria cacat tersebut.

“Siapa yang membersihkan tubuhmu?” tanya Shazia lagi. Wanita itu seperti tidak ada capeknya bertanya. Padahal jelas-jelas lawan bicaranya juga tidak akan menjawab satu katapun.

“Sudahlah. Lupakan. Aku lapar. Aku mau makan.” Shazia beranjak dari posisinya. Ia berdiri di belakang kursi roda David dan mendorong kursi roda tersebut ke arah pintu. Ia sudah tidak sabar untuk berada di meja makan dan menyantap makanan di sana.

“Tidak mungkin juga pria ini yang membersihkan tubuhku. Pasti ada pelayan wanita yang melakukan semuanya,” gumam Shazia sembari mempercepat langkah kakinya.

Setelah keluar dari dalam kamar, Shazia dan David di sambut beberapa pengawal yang memang bertugas untuk jaga malam di depan kamar David. Melihat Shazia membawa David bersamanya, mereka segera menghadang Shazia.

“Selamat malam, Nona. Apa yang akan Anda lakukan? Kenapa Anda membawa Tuan David keluar kamar? Ini sudah malam,” ujar salah satu pengawal yang kini berdiri di depan Shazia.

“Aku lapar,” jawab Shazia sembari meninggalkan dua pengawal itu begitu saja.

Salah satu pengawal menahan kursi roda David agar tidak pergi lebih jauh lagi. “Tapi Tuan David tidak pernah keluar kamar jika tidak ada keperluan yang mendesak.”

Shazia menatap satu persatu pengawal yang menghalanginya. “Apa hak kalian melarangku membawa suamiku turun ke bawah! Aku lapar dan aku ingin makan malam. Aku juga tahu kalau suamiku ini belum makan. Jadi, jangan halangi langkahku lagi!” teriak Shazia tidak terima.

“Tapi, Nona. Akan ada pelayan yang mengantarkan makan malam untuk Anda di kamar nanti.”

“AKU TIDAk CACAT! Jadi, berhentilah memperlakukanku seperti wanita yang tidak bisa apa-apa.” Shazia tetap bersih keras untuk turun ke lantai bawah.

“Maaf, Nona. Tapi.”

Shazia melepas kursi roda David yang sejak tadi ada di genggamannya. Ia melangkah ke depan David dan menatap wajah pria itu dengan saksama. “Suamiku. Aku mau makan di bawah. Boleh ya,” bujuk Shazia dengan senyum manis di bibirnya.

David hanya diam menatap wajah Shazia. Hingga tidak lama kemudian, Shazia menepuk kedua tangannya di depan mata David hingga membuat pria itu berkedip. “Lihatlah. Dia berkedip. Itu tandanya suamiku setuju. Sebaiknya kalian menyingkir saja,” ucap Shazia kegirangan.

Dua pengawal itu hanya bisa menggarung kepala mereka yang tidak gatal. Ini pertama kalinya mereka melihat ada orang yang berani melakukan hal konyol seperti itu di depan David. Dan anehnya David tidak marah. Bahkan tidak mau menggerakkan jemarinya untuk memberi perintah apapun. Melihat pengawal itu telah kalah, Shazia kembali mendorong kursi roda David. Senyum indah mengembang di bibirnya.

“Ini  masih hari pertama. Hari selanjutnya akan banyak kejutan yang akan aku berikan kepada kalian semua. Bersiap-siaplah untuk menerima kejutan yang akan aku berikan,” gumam Shazia di dalam hati.

Shazia turun ke lantai bawah dengan menggunakan lift yang ada di rumah itu. Ia merasa sangat kesal karena tadi siang harus menjejaki tangga yang panjang. Jika saja ia tahu ada lift di sudut ruangan, mungkin ia akan naik lift saja daripada harus capek-capek naik tangga.

Setibanya di meja makan, Shazia berdiri mematung memandang ke depan. Tidak ada makan malam di sini. Tidak sama seperti yang ia bayangkan. Tadinya ia berpikir akan ada banyak makanan yang mengugah selera di meja makan. Namun, semua zonk. Hanya meja kosong yang terdapat pot bunga di atasnya. Tidak ada satu makananpun yang bisa ia santap.

“Nona, apa yang Anda lakukan?” Seseorang menyapa Shazia. 

“Aku mau makan,” jawab Shazia dengan wajah polosnya.

“Makan? Maafkan kami, Nona. Kami mau mengantar makan malam sejak beberapa menit yang lalu. Tapi Nona masih tidur dan kami takut mengganggu tidur Nona,” jawab pelayan itu apa adanya. Shazia memiringkan kepalanya dan memandang wajah pelayan yang berbicara di dekatnya. Pelayan wanita itu adalah pelayan yang sama dengan pelayan yang tadi siang menemaninya.

“Tapi aku mau makan di sini. Aku tidak suka makan di kamar,” rengek Shazia. Ia duduk di salah satu kursi yang ada di sana.

“Makan di sini?” Pelayan itu terlihat bingung. Semua sudah di tata dengan rapi tapi kini Shazia ingin makan di meja makan.

“Apa tidak sebaiknya makan di kamar saja Nona,” bujuk pelayan wanita itu lagi.

“Tidak. Aku mau makan di sini.” Shazia memandang David beberapa detik sebelum menjatuhkan kepalanya di atas meja makan. “Aku tidak suka makan di kamar.”

Pelayan itu menghela napas. “Baiklah Nona. Saya akan mempersiapkan makan malam Anda di meja makan.”

Shazia mengangkat kepalanya dan tersenyum bahagia. “Benarkah? Baiklah. Cepar persiapkan. Aku yakin, suamiku juga sudah sangat lapar. Bukankah begitu suamiku?”

“Iya … istriku” jawab Shazia sendiri dengan suara kecil. 

“Kalian dengarkan? Suamiku sangat lapar. Ayo cepat persiapkan makan malamnya!”

Mungkin hal itu terdengar seperti meledek. Tapi bagi David. Pria itu ingin tertawa karena melihat tingkah konyol istrinya. Pelayan wanita yang mendengar perkataan Shazia saja sampai menggeleng kepala. Dia ingin tertawa tapi takut kena hukuman karena terkesan meledek.

“Nona Shazia seperti pelangi. Dia mulai memberi warna di rumah ini. Sudah lama aku tidak mendengar keramaian yang seperti ini. Walau hanya Nona Shazia yang tertawa, tapi seperti ada kebahagiaan di wajah Tuan David,” gumam pelayan itu di dalam hati.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!