NovelToon NovelToon

LINDAN

Prolog

tes tes tes...
darah menetes dari tubuh seorang pria yang terhuyung-huyung membawa dirinya menjauh dari penjahat yang terus mengejarnya
Siapa saja
Siapa saja
gila! dasar orang-orang gila!
Siapa saja
Siapa saja
ugh!
Siapa saja
Siapa saja
agh!
Siapa saja
Siapa saja
[menutupi luka tusuk di perutnya]
Siapa saja
Siapa saja
(gue harus sembunyi agar tidak tertangkap mereka)[lirik kanan kiri]
Siapa saja
Siapa saja
[menutupi luka, menanggalkan seluruh pakaian di tubuh]
Siapa saja
Siapa saja
[mengambil pakaian orang lain]
Siapa saja
Siapa saja
[segera menjauh]
Siapa saja
Siapa saja
***
kota Palembang
[bangunan kota Palembang]
[stasiun kereta api]
Rivan
Rivan
[melangkah keluar kreta api]
Rivan
Rivan
[melihat sekitar]
[sosok Rivan yang ceria]
Rivan
Rivan
[berdiri di tepi jalan]
Rivan
Rivan
[lambai tangan memanggil taksi]
[taksi berhenti]
[naik taksi]
paman aku telah tiba di kota Palembang
Rivan
Rivan
luar biasa
Rivan
Rivan
kota yang indah
Rivan
Rivan
[melihat luar jendela]
Rivan
Rivan
paman aku sudah sampai di Palembang [memotret pemandangan dan kirim ke pamannya]
Rivan
Rivan
[keluar taksi, berjalan melewati jalan menanjak, masuk lorong kelak kelok cari alamat tanya sana sini, tibalah di tempat tujuan]
kost lima lantai berdiri di depan rivan
Rivan
Rivan
ini tempatnya ya, pemilik kost mana ya? [cari pemilik kost]
***
Siapa saja
Siapa saja
ini kamar kamu ya, udah saya beresin.
Siapa saja
Siapa saja
saya kira kamu pegawai ternyata anak SMA toh, yah beginilah kondisinya
masuk kost
situasi kost sepi, kek kuburan
Rivan
Rivan
iya paman ini lagi beres-beres...
Rivan mengemas barang sambil telponan dengan pamannya

Perjalanan jauh

kriiiiiiingggg....
lonceng berbunyi Para guru keluar dari ruang majelis guru dan murid yang berkeliaran bergegas masuk ke kelas, kecuali Zian and dua manusia purba masih duduk santai di kantin menikmati sarapan.
Iron
Iron
"eh udah masuk nih, cabut yuk," kata Iron selaku teman Zian.
Rizal
Rizal
"Zian belum bergerak jangan harap bisa cabut," sahut Rizal yang duduk di hadapan Iron.
Iron
Iron
"nanti kita kena marah guru."
Rizal
Rizal
"Alah kau ni, kita sudah sering lambat. Biasalah."
Iron
Iron
"iya aku tau, tapi ini jam pertama jamnya buk Laila, kau tak ingat kata buk Laila. Ehem 'kalau lambat lagi jangan harap bisa masuk kelas ibu lagi'," kata Iron meniru buk Laila lengkap dengan gerak tubuh.
Rizal
Rizal
"Hadeh. Bagaimana kita mau bergerak kalau Zian belum bergerak." Rizal melirik Zian dari sudut matanya, "Tak mungkin kita tak bisa tinggalkan."
Zian
Zian
"Pergilah. Tinggalkan aku sendiri." Zian berkata tanpa menoleh ke belakang.
Iron dan Rizal salah tingkah saat pembicaraan mereka terdengar, gimana tidak terdengar toh jarak meja mereka hanya lima langkah.
Iron
Iron
"ya udah kalau gitu kita ke kelas dulu, yuk." iron
Rizal mendengus kesal menatap Iron seakan matanya berkata 'apa apaan sih kau'
Zian
Zian
"Kalian ingin balik ke kelas pergi saja gak usah ngajak. aku masih betah disini."
Rizal meneguk ludah, sudah jelas Zian ingin mereka pergi atau lebih tepatnya mengusir mereka. Rizal buru-buru membungkam mulut Iron ketika dia ingin bicara.
Rizal
Rizal
"ya udah, kami ke kelas dulu ya," kata Rizal menarik Iron ikut bersamanya, dengan rasa tak enak hati meninggalkan Zian sendirian di kantin. Ia paham betul sifat temannya itu, jika mereka tak pergi sebelum lima menit, bisa-bisa kata mutiara hitam keluar dari mulutnya.
Zian melirik mereka dari ujung matanya lantas kembali fokus pada sarapannya.
Iron
Iron
"Tu anak kek ada masalah wajahnya kusut terus cuek abis." Iron berkata setelah mereka jauh dari kantin.
Rizal
Rizal
"Ais, kau macam tak kenal Zian. Dari dulu tampangnya emang gitu." Rizal menyahut.
Iron
Iron
"kali ini beda lah, terlihat jelas dari wajahnya kusut parah kayak kayak kayak... kayak mayat hidup." Iron menjelaskan sampai ia sendiri bingung.
Rizal
Rizal
"perasaanmu aja kali." Rizal melirik ke sembarang arah menghindari tatapan Iron, pemuda bermulut ember itu. Hati kecilnya mengatakan sesuatu tentang Zian.
Mereka melewati lorong yang sudah sepi, kegiatan ajar mengajar sudah dimulai sejak lima menit yang lalu. Wajah mereka mendadak suram bahkan Iron yang dari tadi tersenyum gembira sekarang tersenyum kecut ketika berhadapan dengan Laila, salah satu guru killer di sekolah.
Siapa saja
Siapa saja
"Terlambat lagi, sudah berapa kali saya bilang jangan terlambat di jam mengajar saya. Ini bukan pertama kalinya lagi kalian terlambat, sudah berkali-kali..." Laila berkata tegas di depan pintu kelas. Semua murid memperhatikan mereka, "Saya sudah beri teguran dari kemarin, masih ingat kan?"
Mereka mengangguk.
Siapa saja
Siapa saja
"Kalau sudah tau kenapa kalian mengulanginya lagi?"
Rizal
Rizal
"Anu-"
perkataan Reza di potong Iron
Iron
Iron
"Tadi Zian sakit. Kepala pusing dan kami mengantarnya ke UKS, jadinya kami terlambat buk."
Mata Rizal sebesar jengkol menatap Iron tak percaya, jelas-jelas tadi Zian masih di kantin. Bocah itu berani berbohong, sudah terlambat berbohong lagi, yang dibohongi gurunya lagi, kualat!
Rizal meneguk ludah, khawatir Laila tak percaya dengan kata Iron. bisa gawat sempat Iron ketahuan berbohong bisa-bisa dicap sebagai murid pembohong dan jangan harap dapat nilai bagus. Beh susah urusannya kalau begitu.
Siapa saja
Siapa saja
"Bohong. sudah terlambat bohong lagi. Kamu kira kebohongan kecilmu itu bisa dipercayai." Laila berkacak pinggang, "Zian itu jarang sakit. jikapun dia sakit pastinya dia gak masuk sekolah."
Nah kan, khawatiran Rizal benar. Tatapan rizan semakin datar rasanya ingin menghilang saat itu juga. Iron terdiam, memutar otak cepat.
Iron
Iron
"Zian juga manusia kan buk? pastinya bisa sakit bahkan sakit mendadak seperti tadi." sungguh keahlian bersilat lidahnya luar biasa, Laila sampai berpikir berulang kali lalu mengangguk, mereka dibolehkan masuk mengikuti pelajaran.
Rizal hanya bengong melihat keahlian Iron dalam berbohong, buk Laila ditipu dua kali dan percaya. Gak tau harus bilang apa Rizal hanya diam sampai dia duduk di kursinya, selama pelajaran pikirannya tak tenang. rupanya setelah menjelaskan buk Laila izin keluar, degup jantung Rizal semakin besar ia tebak buk Laila pasti pergi ngecek Zian ke UKS
Aduh, anak itu kan gak ada di sana, gawat nih, hati Rizal berkata. dilihatnya Iron enteng enteng saja kayak gak merasa ada beban, aslinya Iron lebih tegang dari Rizal.
Tak lama kemudian Laila kembali ke kelas menatap tajam mereka berdua. Habis lah sudah, mereka ketahuan berbohong hukumannya pasti lebih besar. Selama pelajaran berlangsung mereka berdua tidak tenang.
Tiba jam istirahat. Iron dan Rizal bergegas menuju UKS sebab tadi Laila memuji Iron berkata jujur berati Zian ada di UKS.
Iron
Iron
"Zian!" Iron muncul di ambang pintu UKS.
huuus... siswa yang ada disana berdesis menyuruh Iron diam.
UPS, Iron menutup mulut lalu masuk mencari Zian disusul Rizal dari belakang. Zian berbaring paling pojok matanya terbuka saat dirasa ada dua mahluk astral di sebalahnya.
Rizal
Rizal
"bro, kau sakit?" Rizal bertanya santai beda dengan Iron yang langsung ngecek suhu badan Zian dari kening, telinga, sampai ke leher semua dicek lalu manggut-manggut kayak dokter yang baru saja periksa pasien.
Iron
Iron
"menurut permeriksaanku kau saki-"
Zian
Zian
"aku baik." Zian memotong Kalimantan Iron.
Rizal
Rizal
"lalu kenapa kau ada disini?"
Zian mengingat kembali kenapa dia berada di UKS.
lagi asik ngunyah makan Zian ditegur Kamarudin selaku guru di sekolah ini.
Siapa saja
Siapa saja
"kamu kenapa ada disini? gak ada jam ya?" Kamarudin tanya baik-baik eh malah diacuhin Zian, malah ia ditinggal pergi begitu saja. Entah kenapa hati Kamarudin jadi dongkol dengan tu anak rasanya ingin tak eegh remas remas tu anak, jadi guru kayak gak ada harganya.
Zian berjalan mengikuti hatinya, bukan ke kelas tapi ke tempat bermain basket melihat anak kelas lain main basket. Duduk anteng gaya preman minta jatah bulanan. lagi anteng antengnya duduk tiba-tiba...
DUUUP....
bola basket cium kepala Zian. suasana hatinya tambah buruk, urat kesal terlihat jelas. para pemain basket ngeri-ngeri sedap minta kembalikan bola. Wajar mereka takut, menurut rumor yang beredar ayah Zian merupakan preman terkuat di kota yang sangat kejam bahkan sudah berapa kali keluar masuk penjara.
mereka meneguk ludah ketika Zian mendekati mereka.
Zian
Zian
"siapa yang melempar ini tadi?" Zian bertanya, suaranya menakuti mereka.
mereka saling lirik dan salah satu darinya mengajukan tangan, detik itu juga bola menghantam wajah siswa itu. tidak ada yang berkutik melihat kejadian itu, Zian lantas pergi.
Tak ada tujuan lain selain kelas, Zian mendengus kesal ia malas menghadiri kelas nanti kena omel guru, akhirnya Zian ke UKS dengan dalih kepala pusing saat ditanya pengurus disana. akhirnya dia ketemu tempat yang sangat pas untuk tidur siang.
flashback off
Zian
Zian
"hmmm..." mengusap dagu.
Rizal
Rizal
"btw, tadi Bu Laila ke sini?"
Zian
Zian
"hmm, gak tau. emang dia kemari?" Zian mengangkat bahu, mana tau dia kan tidur.
lah, kedua temannya saling pandang.
Zian
Zian
"makan yuk, lapar." Zian turun dari kasur mengenakan sepatu.
iron dan Rizal mengangguk mereka mengikuti langkah Zian. pas keluar dari UKS Arzan and friends lewat, sekilas Arzan melirik Zian yang dilirik menatap sinis

Pondok

kehebohan di kantin dan masa bertemu dengan Saman dan dafit
"Mak cik kentin! mak cik~ mak cik~ kentin~ kentin~" Dafit teriak heboh manggil ibu kantin dengan irama cendol dawet, "bakso tiga! gak pakai lama tak kita kitu tak kita kitu~"
Arzan tersenyum kaku menahan malu dilihat siswa di kantin gara-gara dafit berulah, begitu juga saman mengusap wajah kasar rasanya ingin menghilang sekelita. ini bukan pertama kali dafit berulah, sudah berulang kali ia berulah dan kerap kali bu kantin meresponnya ikut berjoget membalas lagu dafit.
dan kerap kali juga Arzan dan Saman malu, mau gimana lagi dafit sahabat mereka dan lagian rasa malu itu hanya sebentar saja setelah itu menghilang.
Siapa saja
Siapa saja
"ini bakso pesanan nak ganteng." Bu kantin menaruh tiga mangkok berisi bakso di atas meja.
"makasih bu," jawab mereka serentak. Bu kantin mengangguk lalu pergi.
sebelum makan Arzan dan saman baca doa kecuali dafit yang langsung sumbat ke mulut, saman melirik dari sudut matanya.
Saman
Saman
"Hais, baca doa woi jangan asal makan," tegur Saman, komat kamit mulut dafit segera baca do'a.
Dafit menuang saos namun tak kunjung keluar juga sudah dipencet berkali-kali tetap tak keluar juga. Dafit lirik kanan kiri cari saos.
Dafit
Dafit
"Oi! Saos bagi oper sini!" Dafit teriak lihat saos di meja sebelah, siswa menggeleng mengangkat bahu menujuk saos nya juga habis.
Dafit berdecak kesal, matanya berkeliaran mencari keberadaan saos, pandangannya tajam melihat saos di sana langsung saja ia melompat seperti kera menghampiri siswa yang tengah menuang saos.
siswa di meja sebelah tercengang, Arzan dan Saman bersikap biasa sebab sudah terbiasa dengan dafit. Maklum dafit mode habis obat ditambah perut lapar jadinya seperti itu, kek monyet baru lepas dari kandang.
Dafit
Dafit
"Nah, ginikan nikmat." Dafit kembali menuang saos di mangkuknya.
Saman
Saman
"daripada saos mending sambal." Saman berkata.
Dafit
Dafit
"Aku gak tahan pedas, saos masih mendingan daripada Sambal," balas dafit.
Saman
Saman
"Cemen," ledek Saman.
Dafit
Dafit
"Yelah, aku tak seperti kau. aku kan anak mami. Hahahaha.." Dafit membalas meledek dirinya sendiri sambil tertawa kecil. Teman-teman hanya ikut tertawa gak.
***
Dafit
Dafit
"Zan, Man aku duluan ya, udah ditungguin mami nih." Dafit berucap diangguki kedua temannya, saling membalas lambaian tangan. Dafit menjauh berlari ke arah gerbang yang sudah ditungguin supirnya.
Dafit
Dafit
"Kau masih nunggu ayahmu, Zan?" tanya dafit diangguki arzan. "Kalau gitu aku duluan ya"
Arzan
Arzan
"Bareng aku aja Man, kamu kan gak bawa sepeda hari ini." Arzan menepuk pundak Saman.
Saman berpikir sejenak, dia memang sering nebeng temannya pulang terutama dafit yang sering pulang bareng. lah ini arzan, anak kepsek yang bawa dia pulang bareng, baru kali ini lo dia pulang bareng arzan selama ini kalau gak nebeng dafit Saman ngayuh sepeda tua. sebenarnya gak masalah sih pulang bareng Arzan, tapi yang jadi masalahnya bapaknya Arzan.
Saman
Saman
"Gak perlu repot repot lah Zan, aku jalan kali aja, lagian dekat juga." Saman menggaruk kepala gak gatal, segan pulang bareng Arzan apalagi yang nyetir bapaknya, kepsek sekolah. duh tambah gak enak kan.
Arzan
Arzan
"Lah kenapa? ikut aja, lagian satu arah juga." Arzan membujuk.
Saman
Saman
"Duh gimana ya Zan. aku gak enak nih..."
Afriadi
Afriadi
"Gak enakan kenapa? ikut aja, bapak gak mempermasalahkan juga." Afriadi muncul menyambung kalimat saman. saman menggaruk kepala yang terasa semakin gatal, karena malu keciduk. ia cengar cengir.
akhirnya saman ikut pulang bareng Arzan dan Afriadi kepsek sekolah. beh, Saman canggung duduk di dalam mobil apa lagi pas Afriadi tanya pelajaran hari ini gimana? enak atau enggak? paham atau tidak? Saman hanya mengangguk tanpa titik jawab seadanya.
Afriadi
Afriadi
"Kamu berapa saudara?" tanya Afriadi sambil fokus menyetir.
Saman
Saman
"saya anak sulung dari berembat saudara, satu sudah menginjak bangku SMP dan dua lagi masih SD," jawab Saman.
Afriadi
Afriadi
Afriadi terkekeh kecil ia mengingat anaknya yang jauh dari mata. "Sama dengan Arzan, kedua adiknya masih menginjak bangku mts dan mi."
Saman sedikit terkejut Arzan punya adik, ia kira Arzan anak tunggal dan saman sama sekali gak pernah melihat adiknya ia duga adiknya arzan sekolah pesantren seperti arzan yang tamatan pesantren juga.
Mobil berhenti dan saman turun setelah memberitahu peberhentiannya pada Afriadi.
Saman
Saman
"terimakasih Pak sudah antar pulang, saya pulang dulu." Saman berkata sopan menyalami Afriadi.
Saman
Saman
"aku dulu Zan." Saman melambai pada Arzan yang juga membalas lambaian nya.
mobil kembali belajar dengan kecepatan sedang.
Afriadi
Afriadi
"itu teman yang sering Arzan ceritain?" Afriadi bertanya sambil menyetir.
Arzan
Arzan
"Iya, dia itu orang pekerjaan keras. Biasanya habis pulang sekolah dia membantu ayahnya kerja." Arzan menjawab dari kursi penumpang, memeriksa ponselnya.
Arzan
Arzan
"Ayah kata bunda jangan lupa pesannya," kata Arzan menyampaikan pesan yang baru masuk di ponselnya.
Afriadi mengangguk, sebelum pulang mereka singgah ke mini market beli pesanan latika, bunda Arzan. disini Arzan malu banget seharusnya dia tinggal di mobil aja nunggu ayahnya yang beli pembalut untuk bunda nya, dan yang bikin Arzan heran, Ayahnya. Kok bisa ayahnya gak malu?

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!