...MENDADAK BANGSAWAN...
...by. Pelangizigzag...
...drama • fantasy • family • romance...
...Started: 01 Oktober 2021...
...finished: -- --------- ----...
"Luke."
"Hm?"
"Katanya aku akan menikah, ya?"
Lucas mendongakkan kepalanya dari buku yang ia baca. Kilatan kesal sempat terpatri samar-samar di kedua bola mata abu-abunya itu, "Ya."
Ku pastikan kau gagal menikah dengan pangeran Brodsway, Eve. Kau harus bertanggung jawab dan menikah hanya denganku seorang!
"Semua etiket kebangsawanan sudah selesai aku baca. Tapi ada satu hal penting, tugas seorang wanita yang tidak dijelaskan di buku manapun. Kira-kira di mana aku bisa mengetahuinya?"
Lucas berdehem. Sebagai lulusan terbaik di sekolah kebangsawanan, tentu tidak ada satupun pertanyaan yang bisa membuatnya kesusahan. Dan dia juga termasuk ke dalam kelas pangeran paling cerdas, tentu juga menambah kepercayaan diri Lucas untuk menjawab pertanyaan Eve.
"Bertanya tentang apa? Mungkin aku tahu jawabannya."
"Katanya sebagai seorang putri, aku harus mempunyai banyak keturunan," lanjut Eve kelewat polos. Ia kembali mengenang perkataan Margaret sebelum dia tiba di Sasania itu. Dan pada akhirnya Eve bertanya tentang sesuatu yang tidak boleh dibahas antara laki-laki dan perempuan.
"Lalu bagaimana caranya agar aku bisa mendapatkan bayi?"
Mendengar hal itu, Lucas melotot. Buku yang dia pegang refleks terjatuh di atas meja sehingga menghasilkan bunyi berdebam. Bukan, bukan buku itu yang membuat Lucas takut. Melainkan tatapan tiga pria di ujung meja yang kini mengarahkan lirikan tajam mereka ke arahnya. Mirip seperti tiga ekor harimau kelaparan yang dihadapkan seekor rusa gemuk tak berdaya.
"Apa yang sudah kau ajarkan kepada Eve kami? Dasar bajingan, jangan berani-berani merusak kepolosannya!!" sentak ketiganya murka.
Dan inilah, nasib Lucas si pangeran yang tidak berdaya dengan keganasan ketiga calon kakak iparnya yang posesif terhadap Eve.
...Luvena Calisteé Lumiera...
...Lucas Maximilian Roosevelt III...
...Zachary Lumiero, Duke of Lumiere...
...Declan Cassius Lumiero...
...Ethan Maverick Lumiero...
...Beckett Harrison Lumiero...
...Jenderal Nicholas Thompson...
...Pangeran Julius Brodsway...
Sumber: Pinterest
Halo readers!
Untuk pembaca lama, pasti sudah tidak asing lagi sama konsep cerita di lapak ini. Dan untuk pembaca baru, selamat datang dan semoga betah sampai akhir, yaa.
Kali ini konsep ceritanya mungkin sedikit berbeda dengan yang Sleeping Beauty Wants the Throne ataupun Rebirth of the Duke's Daughter. Kenapa? Karena tema utamanya adalah FAMILY atau KELUARGA. Jadi jangan berharap akan ada banyak romance di sini, ya. Romance mungkin ada, cuma bukan sebagai bumbu utama. Aku berusaha keluar dari zona nyaman romance ditemani oleh MC cewek kita yang punya sifat ga takut apapun. Perlahan nyoba tema baru yang nggak kalah menarik dan seru. Pasti nggak ngebosenin deh. Kalau kalian biasanya sering baper sama pasangan bucin, di sini kalian akan dibuat baper sama pasangan adik-kakak yang gengsi tapi diam-diam peduli. Semoga dengan adanya MENDADAK BANGSAWAN ini bisa bikin mood kalian happy setiap hari, hehe.
Sebagai tanda perkenalan sama Luvena dan kawan-kawan, jangan lupa kasih vote dulu. Kasih komentar sebanyak-banyaknya dan tambahkan ke favorit. Sebelumnya, terima kasih atas dukungan kalian, semoga aku betah nulis di Noveltoon😆
Notes:
• Nama tokoh utamanya Luvena, dipanggil Eve. Jangan dibaca Eve seperti tulisannya, melainkan Ev mengikuti ejaan inggris.
• Tokoh bisa bertambah seiring berjalannya cerita.
...Membaca boleh, tapi jangan dijadikan prioritas dan mengenyampingkan ibadah kalian, oke?...
...~SELAMAT MEMASUKI DUNIA LUVENA~...
Malam itu, Duchess Margaret tidak bisa tidur nyenyak di dalam kamarnya. Lilin sepenuhnya sudah padam, menyisakan kegelapan yang memekakkan indra manusia terlebih lagi suara guntur yang saling bersahut-sahutan liar di luar sana. Sudah dua jam berbaring, namun sang duchess tidak kunjung lelap. Ia menyibak selimutnya lalu duduk. Memanggil pelayan yang berdiri di depan pintu kamarnya dengan suara parau.
"Pelayan!"
Seorang wanita bertubuh kurus masuk dengan pandangan tertunduk.
"Apakah duke sudah pulang?" tanyanya seraya mengelus lembut permukaan perutnya yang cukup besar.
Pelayan tersebut terlihat ragu. Matanya tampak bergerak liar membenahi lantai marmer yang ia pijak. Tapi sepertinya lagi-lagi dia akan gagal untuk memilah kata yang bagus.
"S-sudah, Your Grace."
"Apakah dia ada di kamarnya?"
Terjadi keheningan sesaat sebelum pelayan tersebut mengatakan, "Ya."
Sang duchess tahu akan keragu-raguan pelayan tersebut. Tanpa menunggu lama, ia segera memakai mantel dari bulu domba untuk menutupi tubuhnya yang hanya berbalutkan kain sutra tipis. Pelayan wanita itu lagi-lagi ingin mencegah, terlihat dari gesturnya yang menyatakan keberatan.
"Eum ... duchess, apakah sebaiknya Anda tidur saja? Hari semakin larut dan itu tidak baik untuk ibu hamil. Tolong kasihani bayi Anda," ujarnya setengah memohon.
"Bayiku akan lebih kasihan jika dia tidak tahu dengan perbuatan ayahnya sendiri," ujar Margaret yakin. Ya, dia yakin pasti ada sesuatu yang Duke of Lumiere bawa dari ekspansinya ke wilayah Timur bersama Putra Mahkota.
Sesuatu yang sudah menjadi hobinya.
"Your Grace!"
Pelayan tersebut tidak dapat menahan Margaret lebih jauh saat wanita terhormat itu sudah melewati ambang pintu. Langkahnya tegas, seolah mempertegas dirinya juga bahwa apapun yang terjadi, kali ini sang duchess akan bertindak. Ia muak dengan segala kepalsuan di hidupnya, terlebih lagi harus berpura-pura saling mencintai padahal perasaannya hanya bertepuk sebelah tangan. Duke of Lumiere tidak pernah mencintainya sekeras apapun sang duchess berusaha. Pria itu ... tidak pernah sudi menerima kehadiran Margaret di hatinya.
Sementara itu, pelayan yang mengekor di belakang Margaret hanya bisa pasrah dengan keputusan nyonya besarnya. Sese —nama pelayan itu— hanya bisa berdoa. Dia menyayangi duchess dan calon bayinya. Ia berharap, sesuatu yang buruk tidak akan menimpa mereka berdua. Itu saja sudah cukup, Sese tidak menginginkan hal lainnya, sungguh.
Kamar utama terletak di tengah-tengah kastil. Benar-benar gelap andai tidak ada obor yang menyala di depan pintu kamar utama. Margaret menarik napasnya, lalu mendorong handle pintu berukir rumit itu dengan hati yang bercampur aduk.
Di sana. Di atas ranjang yang bahkan jarang dia tiduri. Margaret melihat Zachary, suaminya sedang berbagi kehangatan dengan wanita lain. Tubuh mereka digelung selimut tebal, namun Margaret tahu mereka tidak mengenakan apa-apa di balik selimut itu karena bahu telanjang Zachary terekspos dari tempatnya berdiri.
Sungguh suami yang tidak tahu diri. Disaat dirinya tengah hamil, sang duke justru asik bersama wanita lain. Margaret sakit hati. Sama seperti ribuan pisau menancap dan menyayat hatinya tanpa ampun. Selama ini bukannya tidak tahu, Margaret hanya diam. Pernikahannya ini sudah berada di jalur yang tidak sehat.
"Inikah yang kau sebut bekerja?" tanya Margaret dingin. Memecahkan kehangatan kedua insan yang saling berpelukan itu.
Zachary buru-buru berbalik. Bukannya takut, seringai keji justru terbit dari bibirnya saat tahu Margaret memergoki kegiatannya dengan si mistress kesayangan. Ia memakai kembali celananya, lalu menyuruh Margaret mendekat seolah apa yang sudah ia perbuat bukanlah sebuah kesalahan yang patut diperdebatkan.
"Aku tidak sedang bekerja, tapi ini hasil pekerjaanku. Perkenalkan, dia Britney Cleorine, kekasihku yang sebentar lagi akan berubah statusnya menjadi istri."
Wanita bersurai hitam itu tersenyum lebar. Tidak terlihat rasa bersalah sama sekali setelah berduaan bersama suami sang duchess. Entah karena ia bodoh tidak bisa membaca situasi, atau memang sengaja, Britney justru mengulurkan tangannya untuk bersalaman. "Aku Britney dari timur!"
Sungguh tidak sopan sama sekali. Dari sikapnya, Margaret langsung tahu bahwa Britney pasti bukanlah seorang bangsawan terhormat.
"Kau tidak ada pekerjaan, kan, duchess? Ku harap setelah ini tolong perhatikan Britney. Beri apapun yang terbaik untuknya sama seperti yang selalu kau berikan padaku, mengerti?"
Kering. Sudah kesekian kalinya Zachary berhasil menorehkan luka dalam di lubuk hati istrinya. Tidak ada lagi air mata yang tersisa untuk malam ini. Tidak ada. Sebagai ganti atas rasa sakitnya, Margaret justru tersenyum tipis yang sarat akan kesedihan. Menatap suami dan selingkuhannya itu bergantian.
Dan lagi, istri mana yang rela melayani selingkuhan suaminya dengan senang hati? Dengan menyuruhnya berlaku demikian, apakah Zachary sudah gila?
Lelah. Mungkin malam ini adalah titik terendah bagi Margaret.
"Dowager Duchess, orang yang memaksa kita terikat di dalam pernikahan ini sudah tidak ada. Itu berarti aku sudah bebas dalam menentukan pilihanku, kan?" ujarnya dengan nada tertahan.
Selanjutnya Margaret berusaha kembali bersuara. Ia akan melakukan hal tabu untuk wanita di Sasania. Tapi ia yakin jika keputusannya ini tidak akan pernah membuatnya menyesal.
"Ceraikan aku, Duke of Lumiere."
Ia memilih untuk mengakhiri masa penderitaannya. Selamanya. Tanpa disadari oleh siapapun, Britney tersenyum licik di balik selimutnya.
Tawa terbahak menggema. Sang duke justru tertawa sebagai tanggapan atas penderitaan istrinya. Bukan tawa ironi, ia benar-benar tertawa seolah puas dengan keputusan tersebut.
"Ingin bercerai? Masih ada muka kembali ke rumah keluargamu, wanita sampah?" ejeknya disertai tatapan menghina.
Margaret mencengkram perutnya. Perasaan cinta terhadap duke itu kini hilang tak berbekas digantikan oleh perasaan benci yang begitu mendominasi. Apakah ini perasaan bayinya? Apakah calon anaknya ini begitu membenci ayahnya sampai Margaret bisa ikut merasakan perasaannya?
Atau Margaret harus memberikan kesempatan kedua kepada Zachary. Ia tidak ingin bayinya membenci sang ayah.
"Keputusan terakhir, Your Grace. Ceraikan aku atau ... buang semua wanita-mu itu," ujarnya bergetar.
"Aku sudah memiliki putra darinya bahkan sebelum mengenalmu, Margaret. Bagaimana bisa aku berlaku seperti itu?" Duke terkekeh. Malam inilah yang dia tunggu, menyingkirkan istri sahnya demi Britney seorang. "Jika bercerai adalah kemauanmu sendiri, maka baiklah. Mulai malam ini, kita tidak memiliki hubungan apapun lagi jadi segeralah pergi dari kastilku."
Memang tidak bisa dipertahankan. Margaret hanya bisa tersenyum getir atas pernyataan suaminya yang tak berhati itu.
"Baiklah, aku akan membawa Declan—"
"Declan pewarisku, kau tidak berhak membawanya ikut ke mansionmu yang kecil." Zachary melirik sekilas perut Margaret yang buncit. "Bawa saja bayimu itu. Aku tidak membutuhkannya."
Selama ini Margaret diam saat dihina. Tapi kali ini, dia tidak tinggal diam. Membalas perkataan suaminya yang kasar, wanita hamil itu sempat tersenyum menantang.
"Bayiku ini akan menjadi sumber rasa sakit hatimu di masa depan. Ingatlah itu, Zachary."
Dan malam itu. Di tengah malam yang disertai hujan lebat tak berkesudahan, Margaret yang dibantu oleh pelayan setianya, Sese, keluar dari kediaman Duke of Lumiere. Meninggalkan kutukan yang tanpa diketahui oleh siapapun, begitu menggema di relung dada sang duke.
Delapan belas tahun kemudian
Kereta kuda berlambangkan bendera dari keluarga Lumiere itu kini tampak memasuki pekarangan istana yang luas. Duke of Lumiere, pria berusia lebih dari empat puluh tahun itu keluar dari keretanya. Masih terlihat begitu tampan dan muda seolah masa delapan belas tahun tidak berani menyentuh fisiknya secara signifikan. Semua penghuni istana juga mengenal pria berjas putih tersebut. Serempak menunduk hormat saat Zachary lewat di depan mereka, meninggalkan aroma khas Pinus yang angkuh sekaligus berkuasa di balik langkahnya yang terkesan buru-buru.
"His Majesty menunggu Anda sejak tadi pagi, Your Grace."
"Ya. Aku tahu," jawab Zachary singkat. Tanpa memberhentikan langkahnya, ia terus berjalan menuju tangga melingkar yang berdiri kokoh di tengah-tengah istana. Mereka sebenarnya menyembah Tuhan, namun patung-patung Yunani ikut andil dalam menghiasi visual istana sehingga terlihat mewah dan elegan.
Lord Demion, orang kepercayaan sang raja itu tersenyum semringah saat menyadari kedatangan Zachary dari arah tangga. Ia buru-buru berdiri, lalu menundukkan kepala pertanda penghormatannya.
"His Majesty ada di dalam."
Pintu ganda berukir itupun di buka. Dikarenakan hanya Zachary yang dipanggil, jadi hanya pria itu yang diperbolehkan menghadap sang raja.
Ruangan khas kayu-kayuan yang terkesan lebih tradisional dan alami itu cukup memanjakan mata bagi siapapun yang bertandang ke ruangannya. Ruangan ini tentu bukan ruang kerja resmi sang raja. Ruangan resmi terletak tepat di samping ruang takhta yang berada di bagian Utara istana.
Di sebuah kursi utama, sang raja sudah duduk menunggu. Mata tajamnya senantiasa mengawasi gerak-gerik Duke of Lumiere itu sampai ia bersuara,
"Duke, apakah rasa hormatmu padaku sudah hilang?"
Dalam beberapa detik, Zachary tidak menjawab. Pria itu langsung bersimpuh dengan kepala menunduk dalam.
"Maafkan atas dosa besar saya, Your Majesty. Ini murni disebabkan oleh kelalaian saya. Saya teledor. Berharap Anda menghukum saya seberat-beratnya."
Bukannya marah lebih lanjut, Hudson— sang raja justru tertawa ringan. Dengan wajah jenakanya, ia pun menjawab, "Aku bercanda, Zack. Berdirilah, aku tahu seberapa besar harga dirimu itu jadi jangan mempermalukan diri sendiri dengan bersimpuh di sana," ujarnya masih disertai kekehan geli.
Andai dia bukan raja, mungkin Zachary sudah mencekiknya hingga kehabisan nafas. Sungguh, ia akan melakukannya. Mengingat Zachary lebih ahli di medan tempur dibandingkan Hudson yang sejak kecil terus mengabdikan dirinya di dalam perpustakaan, kemungkinan besar sang duke pasti berhasil melaksanakan niat kotornya itu.
Hudson dan Zachary adalah saudara yang paling akrab di antara putra-putri raja terdahulu. Mereka bersaudara, namun berasal dari ibu yang berbeda. Jika Hudson dilahirkan oleh ratu, maka Zachary lahir dari selir kesayangan ayah mereka. Tak pelak, Zachary termasuk ke dalam urutan ketiga dalam pewarisan takhta Sasania kedepannya setelah putra mahkota dan putra ketujuh Hudson, Lucas Maximilian, si dungu yang beruntung.
"Jangan memberi tatapan mematikan seperti itu, aku memanggilmu kemari tentu saja untuk membahas sesuatu," ujar Hudson cepat sebelum Zachary benar-benar melaksanakan niat buruknya.
"Apa yang harus saya lakukan, Your Majesty?"
"Ish, kaku sekali," gumam Hudson sembari membuka lembaran surat yang tergeletak di ujung mejanya. "Setelah beberapa generasi saling berperang, Brodsway akhirnya mengirimkan perjanjian damai dengan kita. Bagaimana menurutmu?"
"Bagaimana menurut saya? Tentu saja sangat bagus," jawab Zachary cepat seperti jalan pikirannya.
"Nah, sekarang ini dia masalahnya," sahut Hudson kebingungan. "Mereka menginginkan seorang putri dari kita. Tapi kau tahu sendiri bahwa aku tidak memiliki satupun putri di istana sebesar ini. Hanya ada selusin putra. Jadi bagaimana?"
Ah, pernikahan politik rupanya. Zachary mengerti.
Pria itu mengernyit, "Apakah tidak bisa jika kita mengirimkan salah satu pangeran?"
"Tidak bisa karena semua putri mereka sudah menikah dan sudah memiliki beberapa anak—bahkan cucu. Tersisa pangeran bungsu yang rencananya akan menikah dengan putri dari negeri kita," jawab Hudson frustasi.
"Lalu apa yang harus saya lakukan?" tanya Zachary lagi.
"Memang sulit untuk sekadar berbasa-basi denganmu, adik," gerutu sang raja sekali lagi. "Putrimu itu. Siapa namanya? Ah, aku lupa. Intinya dia. Dialah yang akan menggantikan posisi terhormat ini sebagai utusan Sasania."
"Apa Anda sudah gila, Your Majesty?!" pekik Zachary tertahan. "Dia tumbuh bersama wanita itu. Pasti sekarang dia menjadi gadis liar yang kedepannya akan dibenci banyak bangsawan. Kau yakin menyerahkan kehormatan itu untuknya, kenapa tidak menyerahkan hal sepenting itu kepada Marquis Alfred saja?!"
"Yang pertama, aku tidak gila. Putrimu itu sudah besar, sudah waktunya untuk menikah bukan bermain-main lagi seperti anak kecil. Darah lebih kental daripada air, duke. Jangan lupakan hal itu bahwa dia juga darah dagingmu," peringat Hudson tajam. "Dan yang kedua, masih membahas tentang poin pertama. Menurutku kau lah yang gila di sini. Menelantarkan putrimu sendiri di dalam dunia tak berantah di luar sana sementara kau bisa hidup mewah di kastilmu. Pikirkanlah sedikit tentang masa depannya, duke."
Zachary memalingkan muka. Menjadikan putrinya —yang bahkan ia sendiri pun tak tahu namanya itu— sebagai utusan dari Sasania ke Brodsway jelas bukanlah berita baik. Zachary harus mendidiknya kembali untuk menjadi lady yang sempurna, memberikannya pelajaran khusus bangsawan, dan mungkin barulah kiranya gadis kecil itu siap. Memerlukan waktu lama, dan Zachary benci membuang-buang waktu.
Menelantarkan? Bukankah Margaret kembali ke mansion lamanya yang sekarang dimiliki oleh Earl Averish, adik tiri wanita itu. Jelas sekali dia dan anaknya pasti hidup dalam gelimang harta.
Selama delapan belas tahun Zachary tidak pernah sekalipun berkeinginan apalagi mencari tahu tentang Margaret. Di mana wanita itu tinggal, siapa nama anaknya, atau apapun itu. Tidak. Zachary terlalu sibuk. Tidak ada waktu untuk percintaan apalagi perbatasan antara Sasania dan Brodsway hampir tidak pernah tenang. Pernikahan politik ini, menjadi angin segar sekaligus petaka bagi Zachary. Perseteruan dua kerajaan akan berakhir, tapi dirinyalah yang lagi-lagi harus direpotkan.
"Bagaimana Duke of Lumiere?"
Zachary menghela napas. Sepertinya tidak ada pilihan lain selain mengangguk setuju walau hatinya terasa berat. Setelah ini, Sasania memiliki hutang besar terhadap dirinya.
"Berikan saya waktu sekitar satu tahun untuk mendidiknya menjadi lady terhormat. Itu jika Anda tidak ingin hubungan Sasania dan Brodsway menjadi semakin buruk karena kesalahan yang diperbuatnya di sana."
Hudson tersenyum lebar. Disaat-saat tertentu memang diperlukan keakraban agar setiap hubungan tidak merenggang. "Aku tahu kau tidak akan pernah mengecewakanku, adik."
Setelahnya Duke of Lumiere itu keluar dari ruangan sang raja tanpa melakukan penghormatan. Sikapnya memang selal kurang ajar, namun tidak pernah sekalipun dia mengecewakan Hudson. Prestasinya gemilang, namun sifat angkuhnya itu kadang benar-benar menjengkelkan.
"Tidak ada alasan lagi untukmu meninggalkan keponakanku, Zack," gumam Hudson sambil menghela napas panjang.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!