Bandara Narita.
Wanita itu menyapukan padangan ke sekeliling. Ada sebah yang membuncah di dada wanita berkulit putih dengan rambut panjang tergerai tersebut. Perlahan, matanya juga mulai terasa nanar. Dia hampir tak dapat menahan emosi, melelehkan lukanya lewat air mata. Namun, buru-buru diseka sebelum embun bening ini tumpah dari pelupuk yang terlihat sayu karena diserang lelah. Perjalanan panjang yang memakan waktu lama.
Yuri Matsumoto. Wanita yang kini berusia 27 tahun itu akhirnya kembali menapakkan kaki di Chiba. Lebih dari lima tahun silam, dia meninggalkan kota kelahirannya. Berhijrah untuk waktu yang lama. Lebih tepatnya mengasingkan diri demi sang buah hati, menyembuhkan sakit dalam jiwa, dan membalut kecewa.
Waktu mungkin telah lama berlalu, tetapi ingatan Yuri masih segar seakan kejadian di malam kelam itu baru terjadi. Sebuah luka kembali membayang dalam benaknya. Chiba menjadi saksi bagaimana gadis itu lahir dan tumbuh sekaligus mengalami hal paling pahit. Yuri kembali mengingat kejadian tragis yang dia alami lebih dari lima tahun yang lalu. Kesuciannya hilang begitu saja, dia hamil, dan harus meninggalkan Jepang. Merantau ke Amerika dan melahirkan anak pertamanya tanpa seorang suami.
Kejadian itu bermula ketika Yuri yang masih polos diajak saudara sepupunya, Satomi, untuk pergi ke bar di suatu malam. Di sana, Satomi mentraktir Yuri untuk minum-minum. Yuri tak menaruh curiga sedikit pun terhadap sepupunya. Apa lagi, Satomi waktu itu bercerita sedang ada masalah dengan kekasihnya. Hal itu membuat Yuri yang hatinya lembut merasa iba dan ingin menghibur Satomi.
“Malam ini kita akan minum sampai puas. Kau harus menemaniku, aku sangat sedih dan ingin melupakan semua masalahku,” ucap Satomi waktu itu dengan wajah memelas dan mata berkaca-kaca.
Kedua gadis itu pun terlihat menikmati suasana. Menghabiskan banyak minuman beralkohol. Namun, siapa sangka jika ternyata Satomi memiliki niat buruk. Dia tidak hanya membuat Yuri mabuk, tetapi juga memasukkan obat perangsang ke dalam minuman Yuri. Hingga akhirnya Yuri linglung, kepalanya terasa pusing, dan matanya berkunang-kunang. Kesadarannya hampir lenyap.
Melihat Yuri yang sudah tak berdaya, Satomi mengajak saudara sepupunya tersebut ke sebuah kamar hotel. Di sana dia telah membuat janji dengan seorang laki-laki hidung belang. Satomi telah membuat kesepakatan jahat atas diri Yuri.
Lamat-lamat kembali terbayang dalam ingatan Yuri, bagaimana Satomi meninggalkan tubuh Yuri yang lemah di atas ranjang. Meski tak begitu jelas, tetapi Yuri bisa melihat bagaimana saudara sepupunya tersenyum licik sebelum keluar dari kamar hotel.
Tubuh Yuri selalu bergetar tiap teringat kejadian di malam itu. Saat itu Yuri ingin berontak, ingin berteriak, tetapi tidak bisa. Reaksi obat yang diberikan padanya tidak hanya membuat dirinya kehilangan sebagian kesadaran, tetapi dalam sekejap tubuhnya juga berubah bergairah. Yuri seakan kehilangan akal sehat hingga menjatuhkannya pada penyesalan yang dalam. Kehormatan yang dia jaga hilang begitu saja ditangan laki-laki yang tidak dia kenal.
Pagi harinya, ketika Yuri terbangun, dia hanya bisa menangis saat melihat tubuhnya tanpa sehelai kain terbaring di atas ranjang. Dia tidak menemukan siapa pun di ruangan tersebut. Namum, di dekat bantal dia menemukan sebuah kalung dengan liontin berbentuk jangkar dengan ukiran nama Kei di belakangnya. Yuri memungut kalung tersebut dan menggenggamnya erat. Dia juga segera mengambil selimut untuk menutupi tubuh dan bermaksud mengambil pakaiannya yang berserakan di lantai. Yuri ingin memakainya lagi dan secepatnya meninggalkan tempat terkutuk tersebut.
Nahasnya, saat Yuri handak turun dari ranjang dan mengambil pakaiannya, pintu kamar terbuka. Entah bagaimana, pintu tersebut tidak terkunci. Dua sosok yang dia kenal segera memasuki kamar tersebut. Mereka tidak lain adalah Satomi dan seorang lelaki bernama Yuki. Yuki tidak lain adalah kekasih Yuri.
“Lihatlah, aku berkata benar bukan? Yuri tidak sepolos yang kau kira. Dia adalah gadis murahan. Entah dengan siapa dia tidur tadi malam,” kata Satomi pada Yuki.
Yuki menatap Yuri dengan jijik. Laki-laki itu bahkan tidak mau mendengar penjelasan Yuri.
“Sudah cukup! Semua ini adalah bukti bahwa dirimu memang gadis murahan,” bentak Yuki sambil menunjuk pakaian Yuri yang berserakan. Sejenak kemudian, Yuki juga melirik seprei putih di ranjang yang bernoda merah. Noda darah bukti kesucian Yuri yang telah hilang. Sesuatu yang selama ini diminta Yuki tetapi tidak pernah diberikan oleh Yuri.
“Mulai saat ini, kita tidak saling mengenal lagi!” tegas Yuki sambil berlalu mencampakkan Yuri yang menangis tersedu. Lelaki yang sangat Yuri cintai itu segera menghilang, ke luar dari kamar hotel.
Sepeninggal Yuki, Satomi mendekati Yuri sambil tersenyum licik dan mencibir sepupunya.
“Gadis sepertimu memang pantas mendapatkan semua ini. Kini, kau tahu bukan, di mana posisimu? Dirimu adalah sampah kotor dan menjijikan,” ledek Satomi.
“Mengapa kau melakukan semua ini? Kenapa kau setega ini?” tanya Yuri dengan linangan air mata.
“Hahaha … mengapa? Tentu saja untuk menyingkirkan dirimu. Aku membencimu karena semua orang selalu lebih perhatian terhadapmu, termasuk Yuki. Kau tidak pantas untuknya, jadi kau harus disingkirkan,” ucap Satomi dengan jujur. Wajah liciknya kembali menampakkan senyum bahagia.
Yuri mengepalkan tangannya. Kemarahan begitu menggebu dalam dirinya, tetapi tidak sanggup dia luapkan. Kala itu, dia belum memiliki keberanian.
“Lalu, siapa laki-laki yang bersamaku semalam?” Yuri memicingkan mata, melihat tajam ke arah Satomi.
“Sejujurnya, aku juga tidak tahu siapa. Aku sudah menyiapkan seorang laki-laki tua dengan perut tambun untukmu. Sayangnya, aku salah memasukkanmu ke kamar ini. Jadi, aku tidak tahu pria hidung belang mana yang telah mendapatkan tubuh kotormu semalam.” Satomi tertawa kecil, “Itu tidak penting lagi, kan? Karema siapa pun yang bersamamu tadi malam, itu sudah membuatmu menjadi sangat kotor, terutama di mata Yuki!”
Usai mengatakan hal tersebut, Satomi pun meninggalkan Yuri yang meratapi nasib malangnya. Dia larut dalam tangis untuk beberapa saat lamanya. Namun, itu baru permulaan, kenyataannya, hal lebih menyakitkan terjadi.
Sebulan setelah kejadian tersebut, ternyata Yuri mengandung. Yuri berusaha menjelaskan bahwa Satomi telah menjebaknya. Hanya saja tidak ada yang percaya dengan ucapan Yuri. Selain itu, tak ada bukti apa pun yang bisa mendukung kebenaran ucapannya. Dia juga semakin terpuruk kerena keluarga besar Matsumoto tidak menginginkan bayi tanpa status ayah yang jelas. Yuri menerima pilihan, menggugurkan bayi tersebut atau menikah dengan seorang pengusaha kaya raya tetapi menjadi istri kedua.
Yuri menolak kedua pilihan tersebut. Apalagi ketika dia tahu bahwa Yuki akan bertunangan dengan Satomi. Hal itu membuat hati Yuri semakin hancur. Hingga akhirnya Yuri memilih pergi dari rumah. Dia meminta bantuan sahabatnya, Hana, untuk bisa meninggalkan Jepang. Yuri pergi ke Amerika. Dia ingin mempertahankan bayinya dan melahirkan di sana.
...***...
Kehidupan tenang Yuri selama lebih dari lima tahun di Amerika terusik. Penyebabnya tidak lain karena sang anak menanyakan tentang ayahnya. Yuri bingung harus menjawab bagaimana. Dia benar-benar tidak tahu siapa ayah dari anak yang dia lahirkan. Anak laki-laki tampan dan pada dasarnya sangat cerdas meski sering terlihat pendiam. Dia beri nama Akira Matsumoto, tetapi lebih suka dipanggil Lucas.
“Yuri, Akira …” teriak Hana waktu melihat sahabat dan anaknya di bandara.
“Mama, itu Tante Hana,” kata Lucas yang melihat mamanya berjalan sambil melamun, tak menyadari panggilan Hana.
“Oh, iya, Sayang,” ujar Yuri setelah tersadar dari lamunan tentang masa lalu.
Hana dan Yuri saling berpelukan melepas kangen karena lama tak bertemu. Lima tahun lebih mereka hanya berhubungan lewat video call atau pesan di ponsel.
“Hai, Akira … manis sekali kamu,” ucap Hana lagi sambil mencubit pipi Lucas.
“Panggil aku Lucas,” ucap anak laki-laki itu datar lalu menampik cubitan Hana. Lucas memang tidak begitu suka jika ada yang memanggilnya Akira.
“Iya, iya …. Ayo ke apartemen, kalian pasti capek habis perjalanan jauh,” ajak Hana yang disambut senyum hangat Yuri.
Kediaman Yamamoto.
Kei Yamamoto, tuan muda dari keluarga Yamamoto yang terkenal kaya raya, dingin, karismatik, dan arogan itu kini merasa frustasi. Hal tersebut dikarenakan sang ayah, Kazuki Yamamoto, terus mendesaknya untuk segera menikah. Kazuki bahkan mengancam Kei, jika dia tidak segera menikah dan memberi cucu, maka Kei akan dicoret dari daftar pewaris kerajaan bisnis Yamamoto. Kei yang berwajah tampan namun selalu dingin pada perempuan itu pun tentu kebingungan dengan permintaan sang ayah.
“Ayah tidak bisa melakukan hal itu padaku!” tegas Kei yang berdiri di depan meja kerja sang Ayah.
“Kenapa tidak bisa? Aku, Kazuki Yamamoto, masih pemilik sah dan Tuan Besar di tempat ini. Aku bisa melakukan apa pun yang aku inginkan!” bentak Kazuki tak mau kalah dengan sang putra.
Kazuki memang mulai geram dengan Kei yang hingga kini tidak terlihat tertarik dengan perempuan. Sudah banyak wanita cantik dari anak-anak keluarga terpandang yang dijodohkan dengan Kei, tetapi perjodohan itu selalu gagal. Kei selalu memiliki alasan untuk menghindar dan menolak.
“Ayah, mengertilah, wanita hanya akan menghambat pekerjaanku. Mereka terlalu merepotkan!” kilah Kei lagi.
“Baiklah, jika kau tidak bisa memenuhi permintaanku untuk segera menikah, aku juga tidak bisa memasukkanmu dalam daftar pewaris kekayaan keluarga Yamamoto. Kau mungkin anak tunggalku, tetapi aku harus menjalankan wasiat kakekmu untuk menjaga penerus keluarga ini. Aku butuh cucu laki-laki. Jika kau tidak bisa memberikan, biarkan paman dan sepupumu saja yang memenuhi permintaan ini!” jelas Kazuki. Laki-laki yang usianya mulai senja itu tetap terlihat tegas dan berwibawa. Sosoknya sebagai ketua mafia Elang Biru dan pemilik kerajaan bisnis Yamamoto Group, termasuk New Word yang merupakan anak perusahaan, yang kini dijalankan Kei, masih menunjukkan aura kharismatik yang besar.
“Berikan aku waktu,” pinta Kei. Sosok tinggi besar dan rupawan itu memandang tajam sang ayah. Mereka berdua benar-benar ayah dan anak yang sedang bernegosiasi. Karakter yang sama-sama kuat membuat keduanya tarik ulur, tidak ada yang mau mengalah.
“Satu bulan! Aku berikan kau waktu sebulan untuk menemukan gadis sesuai keinginan dan pilihanmu sendiri. Namun, kau harus ingat tentang standard keluarga kita. Jika kau tidak bisa melakukan itu, sebulan lagi kau harus bertunangan dan segera menikah dengan Angelin. Kau tahu siapa dia, bukan?”
Kei hanya terdiam. Pandangannya dingin. Laki-laki itu tahu siapa gadis yang dimaksud ayahnya. Angelin, putri dari relasi bisnis sang ayah. Paras gadis itu cantik dengan tubuh tinggi semampai dan kulit putih. Darah campuran Jepang-Amerika membuat gadis itu terlihat lebih memesona. Sayangnya, kecantikan wajah Angelin tak mampu meluluhkan hati Kei.
“Aku ingin kembali ke kantor, ada rapat yang harus kuhadiri.” Kei langsung melangkah menuju pintu keluar ruang kerja sang ayah. Dia tidak ingin berdebat lebih lama atau menanggapi masalah Angelin. Kei tahu gadis itu menyukainya, tetapi Kei tidak memiliki rasa apa pun terhadap Angelin.
“Jika kau tidak bisa menjadi putraku dengan benar, semua harta ini akan kuserahkan pada Markus yang putranya akan menikah sebentar lagi!” tegas Kazuki yang membuat langkah Kei terhenti.
Kei menengok sebentar kepada Kazuki yang duduk santai di kursi kerjanya. Mata Kei memicing tajam. Dalam kepalanya terlintas sosok sang paman, Markus, dan anaknya Daichi yang playboy dan tidak tahu malu.
“Cih!” decah Kei sambil keluar dari ruang kerja sang ayah. Mendadak dadanya dipenuhi kebencian.
...***...
Sore hari. Yuri sedang bersiap menuju toko kue milik Hajime. Sebelumnya, Hajime memang telah menawarkan kepada Yuri pekerjaan di toko miliknya jika Yuri kembali ke Jepang. Kemampuan Yuri dalam membuat aneka kue memang tidak perlu diragukan lagi.
Rencananya, esok hari setelah mendaftarkan Lucas sekolah, Yuri akan mulai bekerja. Karena itu, hari ini dia ingin melihat lokasi sekaligus berkenalan dengan orang-orang di sana. Yuri pergi sendirian. Lucas dia titipkan kepada Hana yang sudah pulang dari kerja kantornya.
Nahas, nasib tak begitu baik pada Yuri kali ini. Langkah wanita itu terhenti waktu hendak masuk ke toko. Yuri melihat Satomi, sepupu yang dulu telah menjebaknya. Satomi terlihat sedang berada di salah satu meja, menikmati kue bersama Yuki, mantan kekasih Yuri.
Tangan Yuri mengepal dengan emosi yang mulai meluap. Mata ibu muda itu mulai berkaca-kaca. Pemandangan yang dilihat tentu membuat luka lama Yuri kembali menganga. Dia teringat bagaimana Yuki menghinanya, memutuskannya, dan ikut meninggalkannya saat Yuri benar-benar terpuruk.
Lelaki yang dicintai Yuri dengan tulus itu lebih memilih percaya pada Satomi dari pada apa yang dia katakan. Kenangan yang menyakitkan. Sepupu dan kekasihnya seakan memberi tikaman beruntun dalam hidupnya. Lalu kini, Yuki dan Satomi terlihat bahagia. Mereka bermesraan di tempat umum.
Sebenarnya, Yuri tidak merasa cemburu, wanita itu tidak lagi menyukai Yuki. Akan tetapi, rasa sakit di hati Yuri masih berkobar atas perbuatan kedua orang tersebut terhadapnya di masa lalu. Yuri sendiri saat ini belum siap untuk menghadapi mereka. Dia tidak ingin mendengar ejekan atau terlibat adu mulut dengan kedua orang tersebut.
Untuk saat ini, Yuri lebih memilih mengurungkan niatnya masuk ke toko. Dia memutuskan menghindari Satomi dan Yuki. Perlahan dan dengan langkah gontai, Yuri meninggalkan pelataran toko kue Hajime. Tidak lupa Yuri segera mengirim pesan kepada Hajime, memberi tahu bahwa dia tidak jadi datang. Dia beralasan masih sibuk membereskan barang-barang di apartemen dan anaknya masih rewel, masih beradaptasi dengan tempat baru.
Langkah kaki Yuri terasa berat kali ini. Dia menyadari bahwa luka di hatinya teramat dalam. Lima tahun lebih telah berlalu, tetapi rasa sakit hati terhadap Satomi dan Yuki tak berkurang sedikit pun.
Wanita itu mendongakkan wajah ke langit yang luas sembari memegangi dadanya yang terasa sesak. Tanpa sadar, Yuri menggenggam erat liontin jangkar bertuliskan nama Kei di baliknya. Kalung dan liontin yang diyakini milik ayah kandung Lucas tersebut memang selalu Yuri kenakan. Dia yakin, itu adalah satu-satunya petunjuk yang akan membawanya bertemu dengan laki-laki yang telah mengubah hidupnya di malam itu. Sebuah kehidupan berat yang harus dia jalani hingga saat ini.
Yuri bangun pagi-pagi lalu segera menyiapkan sarapan untuk Lucas. Hari ini adalah hari pertama Lucas masuk sekolah. Lucas yang meski masih kecil, tetapi sudah bisa mandiri pun segera bersiap tanpa harus menunggu aba-aba dari sang ibu. Anak kecil yang tampan itu juga tahu, bahwa ibunya juga harus pergi bekerja. Ibu dan anak itu terlihat bahagia hari ini dengan aktifitas baru mereka, bekerja dan sekolah.
Lucas memang terlihat pendiam dan tak seceria anak-anak seusianya. Namun Yuri tahu, pada dasarnya Lucas adalah anak yang cerdas dan pandai menyesuaikan diri. Selain itu, Lucas sangat ahli dalam bersandiwara atau bermain peran. Terkadang Lucas terlihat bodoh dan tidak tahu apa-apa, padahal itu dilakukan agar orang-orang tidak tertarik pada keberadaannya.
Sejak bayi, Lucas memang seperti magnet yang menarik perhatian banyak orang karena parasnya yang tampan dan menggemaskan. Akan tetapi, seiring Lucas bertambah usia, dia tidak suka ketika teman-teman Yuri menjadikannya selayak barang rebutan untuk berfoto atau mencubit pipi meski tidak tampak seperti bakpau yang imut. Lucas sering bertingkah menyebalkan, menangis, atau berbuat hal-hal jorok agar orang-orang
tidak terlalu mendekatinya.
Yuri yakin, lingkungan baru tidak akan bermasalah untuk putranya. Lucas akan segera memiliki teman baru di sekolah. Yuri tidak perlu merasa cemas untuk hal itu. Lagi pula, Lucas sendiri yang memaksa untuk pindah ke Jepang. Yuri juga sudah mempertimbangkan permintaan itu matang-matang.
“Sampai jumpa, Mama,” ucap Lucas sambil melambaikan tangan.
Yuri tersenyum dan menyambut lambaian tangan Lucas. Setelah mengantar Lucas ke sekolah, Yuri pun pergi ke toko kue dan memulai pekerjaannya. Hajime tahu keahlian Yuri dalam membuat aneka macam kue. Merekrut Yuri tidak akan membuat laki-laki itu kecewa. Dia yakin, dengan adanya Yuri, toko kuenya akan semakin berkembang.
“Kemampuanmu telah banyak meningkat,” puji Hajime disela-sela kesibukan Yuri mengolah adonan kue.
“Kau terlalu memujiku. Aku takut ini tidak akan sesuai harapanmu,” balas Yuri merendah.
“Hahaha … aku telah mencicipi semua kue yang kau buat hari ini, semua luar biasa. Dekorasi dari kue buatanmu juga menakjubkan.”
“Terima kasih. Aku berharap pelanggan juga akan menyukainya.”
Hajime mengacungkan dua jempol sebelum meninggalkan Yuri yang sibuk dengan pekerjaannya. Selain Yuri, ada lagi dua karyawan lain yang membatu di dapur untuk membuat kue. Pesanan hari ini lumayan banyak, mereka bertiga cukup kewalahan menyelesaikan orderan pelanggan.
Tidak disangka, hari pertama bekerja Yuri harus lembur karena ada pesanan mendadak dari teman Hajime. Sebuah acara dadakan untuk merayakan ulang tahun saudaranya. Orang tersebut memesan sebuah kue ukuran besar untuk nanti malam. Cukup mendadak, tetapi karena itu adalah pesanan dari pelanggan setia, maka Hajime tidak bisa menolak.
Akhirnya, Yuri menghubungi Hanna dan meminta tolong untuk menjemput Lucas. Hana pun menyanggupi permintaan Yuri. Sungguh, Hana adalah tipe sahabat yang baik dan pengertian. Sikap Hana bahkan lebih baik dari keluarga atau saudara Yuri sendiri. Keluarga Yuri tak ada yang peduli atau mencoba menghubungi semenjak Yuri pindah ke Amerika. Hubungan kekeluargaan itu seakan benar-benar putus tanpa jejak sisa.
Ketika perjalanan pulang dari sekolah, Hana mengajak Lucas jalan-jalan di taman dan bermain sebentar. Lucas pun setuju dan merasa senang dengan ajakan Hana. Anak itu memang ingin tahu lebih banyak tentang Jepang.
“Lucas, perut Tante Hana sakit. Tunggulah sebentar di sini, Tante ingin ke toilet dulu,” ucap Hana.
Lucas pun mengangguk. Awalnya dia duduk dengan tenang di bangku taman. Namun, karena Hana lama cukup lama belum kembali dari toilet, Lucas merasa sedikit bosan. Akhirnya anak itu berjalan-jalan dan melihat-lihat sekitar taman. Saat berjalan, Lucas tidak fokus dan tanpa sengaja dia menabrak seorang laki-laki dengan postur tinggi besar. Laki-laki itu terlihat tampan, tetapi tatapannya membuat Lucas merasa tidak nyaman. Lelaki itu terus menatap Lucas tanpa berkedip.
“Paman, maafkan aku. Aku tidak sengaja,” ucap Lucas.
Laki-laki tersebut tidak merespon dan tetap memandang Lucas lekat-lekat. Sekali lagi, Lucas meminta maaf dan langsung pergi meninggalkan orang yang telah ditabraknya. Orang itu tidak lain adalah Kei.
Sementara itu, Kei masih terbengong melihat sosok anak yang baru saja menabraknya. Kei merasa heran karena anak tersebut sangat mirip dengannya di waktu kecil. Sejenak, Kei langsung teringat dengan hubungan satu malam yang dia jalani beberapa tahun silam. Dia pun hendak menanyai anak laki-laki tersebut. Namun, sang anak sudah tidak ada di dekatnya begitu Kei tersadar dari lamunannya. Kei tidak mendapatkan jejak arah kepergian anak tersebut, hal itu membuat Kei marah dan gusar.
Kei langsung mengambil ponsel dari saku celananya dan bergegas menghubungi seseorang.
“Aku ingin kau menyelidiki lagi, siapa wanita yang bersamaku malam itu. Selidiki dengan detail, di mana dia tinggal dan apa dia memiliki seorang anak. Aku juga ingin kau mencari data seorang anak kecil berusia sekitar 5 tahun. Ciri-cirinya akan segera kukurim padamu. Temukan mereka secepat mungkin!” perintah Kei pada seseorang yang dia hubungi melalui telepon seluler.
Laki-laki yang masih menggunakan setelan jas itu lalu menutup sambungan teleponnya. Dia melihat sekeliling, tak ada siapa pun. Kei lalu menuju bangku taman tempat biasanya dia duduk menyendiri di saat banyak pikiran. Dia akan menghabiskan waktu untuk duduk termenung di situ hingga malam menjelang dan anak buahnya datang menjemput. Hari ini, pikiran Kei sangat kalut.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!