Namaku adalah Chandra Wijaya, tinggi 175cm, kulit Putih, alis tebal, hidung mancung dan mata agak sipit serta lesung pipi di sebelah pipi kanan, orang orang biasa menyebutnya Ganteng. Usiaku kini sudah menginjak 30 Tahun.
Namun, masih terlihat seperti berumur 25'an. Aku seorang guru Matematika di salah Satu Sekolah Dasar dekat rumahku. Orang Tuaku memiliki Tiga orang anak, dan Aku adalah anak yang terakhir. Hobiku bermain Footsal bersama teman temanku, Aku orang yang suka usil, namun baik hati dan tentunya tidak banyak tingkah.
Aku memiliki sahabat bernama Andi Perkasa. Kami sering kemana mana berdua jika ada urusan diluar pekerjaan. Aku memiliki Keponakan yang sangat cantik menurutku, tubuhnya langsing dengan Tinggi 160Cm, rambut lurus panjang, kulit kuning langsat. Ia masih Sekolah di bangku SMA kelas XI yang bernama Pricilia Atmaja. Usianya Baru 16 Tahun, orangnya pendiam, ramah, serta polos.
Namun, ia mudah berteman dan menyesuaikan diri dengan sekitar. Ia adalah anak pertama dari Empat bersaudara. Aku biasa memanggilnya dengan sebutan Sisil, suatu hari aku melihat dirinya sedang belajar di ruang tamu, lalu aku mendekatinya.
"Sil, lagi buat PR ya." Tanyaku sambil duduk di kursi yang membelakangi punggungnya. Karena ia duduk melantai.
"Ia." Jawabnya singkat tanpa menoleh kearah sumber suara.
"Serius banget sih, mau di bantuin nggak?" aku mencoba menawarkan bantuan, karena terlihat sebentar-sebentar ia mengerutkan keningnya.
"Nggak usah, aku bisa sendiri kok." Jawabnya dengan jutek.
Aku pun bangkit dari tempat duduk seraya mengecup pipinya dengan kilat. Pada saat itulah ia langsung menatapku dengan tatapan yang begitu menusuk. Namun, dengan cepat aku berdiri dan hendak meninggalkannya agar dapat melanjutkan pekerjaannya. Namun sebelum aku belalu, aku masih sempat untuk mengacak rambutnya di ubun-ubunnya dengan gemas.
Setelah itu aku segera berlalu dari hadapannya untuk menghindar jikalau ia marah dan malah mengejar untuk memukul diriku. Namun hal itu tak dilakukannya, dan hanya menggerutu sambil mengelap pipinya bekas kecupanku tadi.
"Ish, dasar nggak waras." Umpatnya kesal.
Lalu ia kembali melanjutkan kegiatannya tanpa memperdulikan pamannya yang barusan mengganggu dan menggoda dirinya. Karena baginya, itu tidak terlalu penting. Yang terpenting adalah nilai tugasnya nanti agar mendapatkan nilai yang sempurna di Sekolah.
Karena ia termasuk siswa yang lumayan pintar di kelasnya. Selama di Sekolah itu, ia selalu meraih peringkat kedua di kelasnya. Orang tuanya pun bangga terhadap dirinya. Pricilia adalah Gadis yang mandiri. Ia juga sering bekerja ikut temannya untuk menambah uang jajan, karena ia bukanlah anak dari orang kaya. Jadi, yang di lakukannya pun cukup bisa meringankan beban kedua Orang tuanya yang berada di desa. Pekerjaan sehari-hari adalah berkebun sayuran.
Setelah Chandra kembali ke rumahnya, ia segera masuk ke kamar dan menutup pintu tersebut rapat-rapat. Ia berusaha menormalkan detak Jantungnya yang sedang berolahraga didalam tubuhnya. "Aku telah menciumnya untuk pertama kalinya, ahh... aku sudah gila rupanya." Chandra berbicara pada bayangan dirinya sendiri di cermin. Wajahnya terlihat Merah merona serta terasa seperti panas dingin.
Dan setelah kejadian itu, semua berjalan seperti biasanya tanpa ada masalah yang serius. Rutinitas keseharian pun tetap berjalan dengan lancar.
Buat teman-teman semua, mohon dukungannya ya! dan bila berkenan silahkan masukkan ke library kalian. Thankyou
POV Pricilia Atmaja
Gara gara aku keseringan main hape, aku jadi di ungsikan ke rumah bibiku. Bibiku ini adalah keponakan dari ibuku yang bernama Mawardani, bukan maksud untuk menjauhkan anaknya dari orang tuanya. Tapi, ibuku paham betul dengan sifat ayahku yang tempramen. Jadi, daripada anaknya putus sekolah, lebih baik di titipkan pada keponakannya yang bernama Cahyani. Tinggal di kota, dan tentunya lebih dekat dengan Sekolahku.
Selama ini aku sekolah selalu mengulang dari rumah dengan jarak tempuh 1 jam. Bentakan dari ayahku masih saja mengiang ngiang di Telingaku.
"Anak gadis jam segini belum mandi, rumah berantakan, piring tidak dicuci!! malah sibuk main hape.!! Mau jadi apa kamu nanti!! sini hape kamu!!." Ayah merebut hape dari tanganku dan langsung membanting hape itu di depan mataku. Dan langsung hancur berserakan.
Ibuku hanya melihatku yang langsung tertunduk menahan takut dan gemetar di tubuh. Tidak membenarkan kemarahan ayahku dan juga tidak membelaku. Hanya saja, ibu membiarkan hingga emosi ayah mereda.
"Sudah! berhenti saja kamu sekolah, untuk apa sekolah jauh-jauh, membuang-buang waktu saja!!" bentak ayahku. Aku tak bisa bergerak dari posisiku yang sedang berdiri di ruang dapur. Karena masih sangat ketakutan. Ayahku berlalu dari hadapanku, kemudian ibuku menghampiriku dan menyuruhku untuk mandi.
"Sudah, mandi dulu sana. Nanti kita fikirkan jalan yang terbaik." Dengan nada lembut sambil mengelus bahuku. Ibu menguatkanku.
Semua memang salahku, aku memang anak gadis yang malas. Entahlah, di umur yang baru 16 Tahun. Belum bisa membuatku untuk berfikir lebih tentang masa depan. Fikiranku hanya bermain dan belajar yang rajin, itu saja. Jelas ayah sangat marah, karena sudah memasuki waktu Maghrib. Orang tua pulang dari kebun melihat rumahnya yang tak di bersihkan pasti akan murka. Di tambah lelah pada tubuhnya, melengkapi luapan emosi tersebut.
Malamnya, aku mengurung diri di kamar tidak berani keluar. Bahkan untuk makan pun tidak, biarlah tahan dulu rasa lapar ini. Setelah ayah tertidur, ibu menghampiriku ke kamar.
"Nduk, besok kita kerumah bibi Cahyani saja ya. Kamu tinggal di sana, biar bisa terus sekolah. Besok ibu akan bujuk ayahmu agar mau mengantarkan kita kesana." Dengan senyum yang bikin hati adem, ibu memberi tahu maksudnya tadi. Akupun mengangguk setuju.
"Sekarang, kamu siapkan barang barangmu dan peralatan sekolahmu, jangan sampai ada yang ketinggalan," perintah ibu padaku dan kemudian ibu keluar dari kamar.
Akupun menuruti kata-kata ibu barusan, barang-barangku yang penting-penting saja yang dibawa. Yang penting buku dan seragam Sekolah lengkap. Untuk pakaian ganti, Aku hanya membawa beberapa stel saja.
Semua sudah ku susun didalam tas besar. Setelah semua beres, aku langsung tidur. Keesokannya, ayahku masih mendiamkanku. Aku pun tak berani menegurnya.
Setelah sore, aku sudah rapi dengan pakaian santai, ayah dan ibuku baru pulang dari kebun. Setelah selesai membersihkan diri, ibu mengajakku untuk langsung berangkat ke rumah bibi Cahyani dengan mengendarai motor bonceng Tiga.
Sementara ketiga adikku di tinggal di rumah. Sebelum berangkat, ibu menitip pesan ke tetangga untuk mengawasi ketiga adikku yang tinggal di rumah. Mereka semua masih belum mengerti apa-apa tentangku.
Setelah 1 jam perjalanan, sampailah kami ke tujuan. Bibiku serta suaminya menyambut kami dengan hangat, walaupun dari tatapan mereka terlihat bingung menatap kami yang membawa tas berukuran besar. Tapi, tak menjadi masalah.
Setelah ibu mengutarakan niatnya membawaku kerumahnya, dengan kesepakatan bahwa aku akan tinggal di rumah mereka hingga aku menyelesaikan Sekolahku. Ibu berjanji padaku, bahwa ia akan datang menjengukku sebulan sekali, sekalian mengirim uang saku.
Hari sudah malam, usai makan bersama. Ayah dan ibu berpamitan pulang. Ibu memelukku erat, dan memberiku uang untuk ku gunakan sebulan kedepan.
"Ibu pulang dulu ya Nduk, kasihan adik-adik di rumah kelamaan ditinggal. Kamu jaga diri baik-baik ya, nurut sama bibi dan paman. Sering-sering bantuin bibi dirumah kalau ada yang bisa dikerjakan." Pesan ibu untukku semata-mata itu semua untuk kebaikanku kedepannya.
"Terimakasih bu," Aku mentikkan air mata dalam pelukannya. Ku pandang wajah lelahnya dan matanya yang memerah menahan untuk tidak menangis. Setelah itu, aku mencium tangan kedua orang tuaku secara bergantian.
Paman dan bibiku ikut berdiri di depan teras untuk mengantar ayah dan ibuku yang berpamitan pulang. Setelah itu, kami sama-sama masuk kedalam rumah. Aku mulai merapikan barang barang bawaanku di kamar yang sekarang akan menjadi tempatku berlabuh.
Di ruang tamu, aku mendengar ada yang sedang mengobrol. Namun suaranya samar-samar, aku tak begitu jelas mendengarnya karena memang posisiku berada di dalam kamar. Pintu kamar setengah terbuka, aku baru selesai memasang Sprei tempat tidur. Aku mendengar ada yang menyapaku, "hei, sudah rapi kamarnya," ucapnya dengan suara lembut.
Aku menoleh, "Paman Chandra?," tanyaku untuk memastikan. Ia mengangguk dengan senyum tampannya. Akupun keluar dari kamar dan duduk di ruang tamu, kemudian paman Chandra mengikutiku duduk di Sofa yang sama denganku. Karena ukurannya panjang, jadi agak berjarak.
"Udah besar ya Sisil sekarang, udah kelas berapa sekarang?," tanya paman Chandra dengan ramah.
"Kelas XI mau naik kelas XII paman" jawabku pelan, tapi masih terdengar dengan jelas.
"Oh,... udah makan belum tadi, kok lemes jawabnya," Godanya.
"Udah kok." Jawabku singkat.
Tak lama kemudian, paman Arya suami bibi Cahyani datang bergabung. Aku yang merasa sangat canggung langsung pamit kembali ke kamar. "Paman, aku ke kamar dulu ya, udah ngantuk." Pamitku sambil menatap keduanya.
"Iya, istirahatlah. Besok pagi sekolah, biar nggak bangun kesiangan." Ucap paman Arya dan di angguki oleh paman Chandra. Aku pun tersenyum sambil menganggukkan kepala. Dan aku langsung masuk kamar, lalu mengunci pintu.
Di dalam kamar, aku menyusun buku kedalam tas sesuai jadwal mata pelajaran untuk besok pagi. Kemudian Aku langsung tidur.
**
POV AUTHOR
Sesampainya di rumah, pak Atmaja dan bu Mawardani mengistirahatkan tubuhnya yang lelah setelah seharian bekerja. Anak-anak sudah pada tidur. Namun, kedua orang tua itu belum ingin memejamkan mata. Mungkin masih kepikiran dengan keputusannya yang sudah diambil terhadap putri sulungnya.
"Semoga saja Pricil betah tinggal disana ya pak." Celetuk bu Mawar.
"Iya bu!" jawab pak Atmaja singkat dengan nada datar.
"Sudahlah bu, ibu tidak usah terlalu memikirkannya. Dia sudah besar, biar dia belajar sendiri." Ucap pak Atmaja.
"Huhh, bapak ini. Selalu saja apa-apa di ungkapkan dengan emosi!" kesal bu Mawar. Lalu memiringkan tubuhnya memunggungi suaminya.
Pak Atmaja pun memilih tak menanggapi, dan memejamkan matanya. Tak lama kemudian, terdengar suara dengkuran halus. Menandakan bahwa sudah benar benar terlelap. Bu Mawar yang belum bisa tertidur kembali membalikkan badan, menghadap ke arah suaminya. Ia mencoba menetralkan fikirannya agar dapat terlelap.
Chandra
Sore itu, aku melihat rumah kak Cahyani ramai. Aku memperhatikan tamu tersebut dengan saksama, ternyata itu kakak sepupu ku yang dari desa datang berkunjung. Tapi kenapa membawa barang berupa tas berukuran besar. Dan aku melihat seorang gadis bersamanya. Wajahnya seperti tidak asing menurutku. Ternyata itu Pricilia, gadis yang kulihat dulu tinggal bersama uwak ku. Ternyata ia sudah tumbuh menjadi gadis yang cantik. Apa yang mereka bawa itu, aku tak bisa menerka nerka. Setelah mereka pamit, ternyata keponakan ku itu tak ikut pulang. Aku mengulas senyum tipis mengetahui bahwa Pricilia akan tinggal disini saat ku tanya pada kakak iparku.
"Itu kan Sisil kak," tanyaku pada kak Arya.
"Ia, mau tinggal disini biar kesekolahnya dekat."
"Ohh," aku tersenyum saat mengetahui gadis itu akan tinggal disini. Aku jadi merasa senang. Entah karena apa, aku merasa senang. Yang jelas aku dapat teman baru.
Ku lihat ia sedang merapikan tempat tidur. "Hei, sudah rapi kamarnya," sapaku dengan lembut. Ia pun menoleh dan menyebutkan namaku. "Paman Chandra," tanya nya memastikan. Aku mengangguk seraya tersenyum, ia keluar dari kamar menuju ruang tamu. Aku mengekorinya dan kemudian duduk bersebelahan dengannya.
Kami pun mengobrol sejenak, "udah besar ya Sisil sekarang, udah kelas berapa sekarang?" tanyaku. ia pun menjawab seperti rada rada malu. "Kelas XI mau naik kelas XII paman" jawabnya pelan, namun masih terdengar dengan jelas.
"Oh.... Udah makan belum tadi, kok lemes jawabnya," ucap ku sambil sedikit menggoda.
"Udah kok." Jawabnya dengan singkat, saat kakak ipar ku datang dan bergabung bersama kami, Sisil merasa tidak nyaman dan ia berkata sudah mengantuk. Aku mengerti kenapa ia segera kembali ke kamar. Pasti belum nyaman tinggal ditempat baru walaupun itu bersama orang yang masih ada hubungan persaudaraan.
Mungkin jika aku di posisinya akan melakukan hal yang sama. lagi pula besok ia harus Sekolah. Kami pun mengobrol sebentar.
"Jadi, besok setelah kakak pulang dari Pasar harus nganter Sisil ke Sekolah dong," ucapku memastikan.
"Ia lah, kakak tidak mungkin membiarkan ia berangkat sendiri. Sementara ia baru di sini, sekalian biar dia beradaptasi sama lingkungan sekitar" terang kak Arya.
"Ia kak, bener."
Aku pun kembali ke rumah saat usai berbincang bincang dengan kakak ipar. Rumah kami ini bersebelahan, jadi tinggal melangkah sekitar Sepuluh langkah udah sampai di rumahku. Eh, rumah orang tuaku maksudnya.
…
Keesokan harinya, setelah aku melihat kakak iparku mengantarkan Sisil berangkat ke Sekolahnya, aku baru melangkahkan kaki untuk pergi ke Sekolah.
Setelah jam pelajaran usai, anak-anak berhamburan keluar untuk beristirahat. Aku pun keluar menuju ruang guru sambil membawa buku materi dan di letakkan di atas meja kerja ku.
Aku pergi ke Kantin dan memesan Nasi Kuning beserta Es teh hangat. Setelah pesananku tersaji di hadapanku, aku mulai menikmati suapan demi suapan kedalam mulutku. Tiba-tiba aku teringat tentang kejadian pagi tadi.
Flash back on
Seperti biasa, aku baru selesai berolahraga keliling memutari rumah yang tak terlalu luas ini. Aku tak sengaja memandang ke arah pintu belakang rumah kakakku, aku melihat Sisil sedang menjemur benda segitiga bermuda warna Ungu di jemuran belakang rumah kakak.
Rambutnya yang basah menetes membasahi handuk yang dililitkan di tubuhnya, aku memperhatikan lekuk tubuhnya yang..., tak terlalu menul-menul. Tapi, cukup membangkitkan hawa panas dalam tubuhku. Karena jemuran itu berada di sekitaran pohon Jambu dan pohon Jeruk, jadi ia tak menyadari bahwa ada yang memperhatikannya.
Saat ia kembali masuk ke dalam rumah, aku pun segera masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri, dan setelahnya bersiap siap berangkat tugas.
Flash back off
"Woii!!... ngelamun aja kamu, nasi mu itu udah kosong di piring. Coba di lihat baik-baik." Seseorang datang membuyarkan lamunanku.
"Eh, kamu Sat. Ngerusak lamunanku saja." Aku menatap temanku itu yang telah duduk menghadap kearahku. Lalu aku menyeruput teh yang masih penuh itu.
"Buk, kok es tehnya nggak hangat lagi." Protesku pada buk Mimi penjaga kantin.
"Gimana mau hangat mas, kan udah di kasih es batu." Cibir buk Mimi yang sedang mengelap meja.
"Hehehe, iya ya buk. Bukannya Aku tadi pesan yang dingin."
"Ibuk udah buatkan teh hangat tadi. Karena mas Chan minta es, ya ibuk cemplungin batu dingin yang berair ke gelasnya," terang buk Mimi.
"Eh, Chan! seriusan deh. Kamu itu, tadi sedang membayangkan apa?" tanya Satria guru olahraga di Sekolah ini. Karena matanya melihat dengan jelas, bahwa Chandra meramas-ramas batang sendok yang sedang digunakan untuk menyuap makanannya yang telah tandas.
"Kepo!!" jawabku sambil memajukan wajah ke dekat wajahnya. Dan aku segera berdiri membayar makanan tadi.
Satria yang tak terima aku tinggalkan ketika sedang penasaran, segera menyusul langkahku menuju ruangan.
"Huh dasar. Jomblo ngenez!!" ucapnya tepat di telingaku. Segera aku menggosok daun telinga yang terasa pengang karena Satria berbicara dengan suara yang keras mengejek.
Buk Mimi yang setiap harinya melihat tingkah kami hanya geleng-geleng.
"Kamu itu suara udah mirip Toak Masjid malah sengaja di kerasin." Sindirku, sambil duduk di kursi saat tiba di ruang guru.
Satria pun duduk di meja kerjanya. "Pasti kamu ngelamunin cewek lagi. Makanya buruan kawin, biar ada lawan main." Ejeknya dengan senyum mencemo'oh.
"Halah, nggak usah sok menasehati kamu. Coba ngaca sana!" ucapku tak mau kalah.
"Eh, kebetulan dong. Saya sudah tidak menduda lagi," jawab Satria dengan senyum mengembang di bibirnya.
"Serius kamu!" tanyaku dengan menatapnya heran.
"Serius dong mamen.."
"Syukurlah kalau begitu. Di tunggu undangannya!" sanggahku.
Tettt
Tettt
Bel tanda istirahat usai telah berbunyi. Para siswa kembali memasuki ruang kelas masing masing. Chandra kembali mengajar murid-muridnya dengan sabar dan telaten memberi penjelasan dan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh para murid di kelas itu.
Hingga tak terasa waktu sudah siang, bel tanda jam belajar selesai pun telah menggema. Para siswa dan siswi berhamburan keluar dari kelas masing-masing dengan riang. Karena mereka akhirnya bisa pulang ke rumah masing-masing sambil membawa bekal PR.
Author
Chandra berjalan memasuki rumahnya, lalu berganti pakaian dengan pakaian santai. Usai makan siang, ia duduk-duduk didepan teras rumahnya sambil memainkan ponselnya.
Terlihat di pinggir jalan Pricilia turun dari motor tukang ojek yang mengantarnya menerima uang ongkos yang diberikan Pricilia. Lalu gadis itu masuk ke dalam rumah.
Usai berganti pakaian, Pricilia keluar dari kamar dan paman Arya menawarkannya untuk makan siang.
"Sisil, makan siang dulu gih, paman sama bibi tadi sudah." Perintah Arya padanya.
"Iya paman, aku ke belakang dulu." Jawab Pricil dengan malu-malu.
Pricilia membuka Tudung saji dan meletakkannya di gantungan khusus yang telah tersedia. Lalu menyedok nasi serta lauk sambal Udang campur Pete. Dengan lalapan kerupuk yang menambah kenikmatan makannya.
Saat hampir habis isi piringnya, Arya muncul di dekatnya. "Nambah Sil, jangan malu-malu. Enak nggak masakan bibi?" ucap Arya sambil melirik piring serta lauk di hadapan Pricil.
"Udah kenyang paman, enak banget masakannya bibi" ucap Pricil tanpa ragu.
"Kalau mau bikin teh atau minuman bikin aja ya, nggak usah malu-malu" sebut Arya sambil berlalu dari dapur.
Pricilia hanya tersenyum dan mengangguk mengiyakan. Setelahnya ia mencuci piring bekas makannya dan merapikan kembali isi Tudung saji tersebut.
Setelah berada dalam kamar, Pricilia mulai membuka buku PR nya dan mulai mengerjakan beberapa tugas dari sekolahnya tadi dengan serius.
Usai menyelesaikan tugas sekolah, Pricilia merebahkan tubuhnya untuk tidur siang.
Arya dan Cahyani pergi karena ada urusan, saat di lihatnya keponakan mereka telah tertidur dengan buku yang terbuka masih tergeletak di kasurnya. Arya hanya menutup pintu, tak jadi untuk berpamitan. Sang bibi menghampiri Chandra yang sedang bersantai.
"Chan, kakak mau pergi sebentar ada urusan, titip Pricil ya. Dia sedang tidur" ucap Cahyani pada adiknya.
"Kakak, sama kak Arya perginya," tanya Chandra.
"Ia, nggak lama. Paling sore sudah pulang." Jawab Cahyani seraya meninggalkan rumah.
Setelah kakaknya pergi, Chandra mengecek rumah kakaknya itu yang tidak di kunci. Ia masuk dan menutup kembali pintu tersebut, ia menuju ruang depan dekat ruang tamu. Ia lihat pintu kamar Pricil tertutup dengan rapat. Lalu ia menempelkan telinganya ke papan pintu. Tak terdengar suara apa apa.
Lalu ia kembali keluar dan merapatkan pintu rumah kakaknya itu. Kemudian ia masuk kerumahnya dan mendapati sang ibu sedang menonton sinetron azab.
Chandra bergabung dengan ibunya untuk menonton. Di raihnya kaleng biscuit yang isinya rengginang itu dan mengunyahnya. Dilihatnya ibu nya meraba-raba meja yang tadi ada kaleng di sana, tapi matanya awas ke layar lebar di depannya.
Chandra yang melihat itu, langsung meletakkan kaleng tersebut di posisi semula. Dan kemudian di raih sang ibu. Mereka akhirnya fokus dengan adegan yang sedang menayangkan bahwa pemeran wanita itu berteriak 'panas.., panas.., tolong aku toloongg!'
"Syukurin kamu, rasain tuh azab" celetuk Yana ibu nya Chandra dan juga Cahyani.
Chandra hanya geleng-geleng kepala melihat ibunya yang sangat baper jika menonton tayangan tersebut. Padahal itu hanya sinetron, tapi memang sudah biasa kalau para emak-emak menonton tayangan seperti itu. Pasti baper dan kadang-kadang sampai melempar Televisinya dengan cemilan yang menemaninya menonton.
Serta lagu yang menjadi Soundtrack tayangan tersebut selalu terngiyang-ngiyang di kepala. Bahkan Chandra sampai hafal dengan lirik lagu tersebut.
Usai menonton, Chandra pergi ke kamarnya merebahkan tubuh dan membuka kembali gaway nya. Ia mengirim pesan pada Andi untuk menanyakan jadwal main footsal nanti malam.
'Ndi, nanti malam latihan di mana?' send Andi.
'Di lapangan Dua' balasan dari Andi langsung di baca.
Setelah itu, ia menyimpan gawaynya ke Nakas. Sejenak ia memejamkan mata. Ternyata jadi terlelap, yang niatnya cuma mau merem doang.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!