NovelToon NovelToon

Jerat Cinta Sang Penguasa

Bab. 1. Malam Pernikahan.

"Adrean. Jangan begitu! aduh, ah! kau membuatku geli," suara seorang wanita terdengar sangat menggoda dan manja. Kata-katanya melukiskan perasaan yang coba dia tahan.

"Bukannya kau menyukainya? malam ini aku akan kembali membuatmu senang. Mintalah," suara sang pria tak kalah menggoda. Napasnya terdengar berat karena rasa yang sudah menjalar di seluruh urat nadinya.

"Ya! aku mau!" rayu wanita itu memelas.

"Kau memang gadis nakal, Clara!"

"Ah!" lenguhan panjang penuh kenikmatan itu terdengar mengakhiri pesan suara yang dikirim ke ponsel Graciella.

Graciella mendengar itu terdiam, dari matanya dia tampak syok dengan apa yang baru dia dengarkan. Bulu matanya yang lentik dan tebal bak kipas kecil itu basah. Air matanya lolos begitu saja jatuh tanpa mengenai pipinya.

Tubuhnya mungilnya menggigil seolah baru saja terguyur oleh seember air es. Napasnya berat dan sesak, bahkan kakinya terasa hilang tenaga. Namun tetap dia coba tegar berdiri. Tak mungkin pingsan di depan beribu orang yang sedang ada di pesta pernikahan mereka.

Tentu responnya ini bukanlah sesuatu yang berlebihan. Pria yang suaranya ada di dalam pesan suara itu jelas sekali adalah suaminya, Adrean Han. Sialnya lagi, Graciella juga tahu siapa wanita yang sedang beradu peluh dengan suaminya itu, Clara, teman akrab dulu.

Graciella tak dapat menahan tangisnya, bagaimana pun dia manusia dan bukanlah patung. Walaupun sudah begitu banyak hal menyakitkan yang sudah dia lewati sepanjang hidupnya. Tapi, dikhianati suami pada malam pernikahan tentu membuat luka yang dalam baginya.

Ya! ini adalah malam pernikahan mereka dan dia juga ada di pesta pernikahan mereka. Baru beberapa jam yang lalu Graciella dan Adrean mengikat janji suci. Dan malam ini pula, pria itu malah tidur dengan wanita lain. Bukan, bukan wanita lain, teman istrinya sendiri.

Mata Graciella tampak bergerak-gerak mencoba mencari tumpuannya. Napasnya pendek tersekat rasa sakit yang amat. Dia mencoba tersenyum pada para undangan yang melihatnya. Adrean memang pergi meninggalkannya tadi, tapi dia tak sangka kepergiannya untuk bercumbu dengan wanita lain.

“Nyonya Han, apa Anda tidak apa-apa?” tanya seseorang yang bahkan Graciella tak kenal. Kalau dipikir-pikir dia bahkan tak mengenali semua orang yang ada di pesta ini.

“Ti -tidak, a-aku tidak apa-apa,” suara Graciella parau dan bergetar menahan tangis dan nyeri bersamaan. Graciella menyeka air matanya, mencoba memalsukan senyumannya.

Namun, ponselnya kembali bergetar di atas meja beralaskan sutera putih. Seketika dia melihat ke arah layar ponselnya. Sebuah pesan dari nomor yang dikenal kembali muncul.

Graciella masih ragu membuka pesan itu. Tentu dia tahu kemungkinan besar isinya akan kembali meluluhlantakkan hatinya. Tapi rasa penasarannya nyatanya lebih tinggi dari rasa takutnya akan sakit hati. Rasa sakit memang sudah lama berteman dengannya. Dengan tangan gemetar dia membuka pesan itu.

"Kau ingin tahu di mana calon suamimu berada malam ini? cobalah kembali ke kamar pengantin kalian. Gracie, kau mungkin bisa menyandang status Nyonya Han, tapi jiwa dan raganya hanya milikku.”

Graciella membesarkan matanya yang sekarang menunjukkan gurat amarah yang tertahan. Bagaimana bisa mereka melakukan hal seperti ini padanya? Apa salahnya?.

Graciella meremas ponselnya. Dia menekan gigi geliginya dengan kuat untuk menyalurkan amarahnya. Dia harus memastikan apakah yang dikatakan oleh pengirim ini benar adanya atau tidak, walaupun dia harus siap untuk merasakan sakit yang mungkin saja lebih dari ini.

Graciella segera berdiri dan berjalan membelah para undangan yang sebagian besar menatapnya aneh. Beberapa menyapanya tapi tak dihiraukannya. Graciella hanya ingin segera membuktikannya. Diseretnya gaun pengantinnya dan keluar dari aula hotel itu.

Dengan tangan gemetar. Graciella mengetuk pintu itu. Awalnya terdengar ragu tapi semakin lama semakin mantap dia melakukannya. Tak butuh berapa lama ketika pintu itu akhirnya terbuka.

“Oh, cepat juga,” Clara tampak membuka pintunya sedikit.

Wajah Graciella yang basah dan penuh air mata sekarang tampak memerah, menahan rasa marah menatap wanita yang berdiri hanya berbalut selimut putih di ambang pintu kamar pengantinnya.

“Apa yang kau lakukan di sini?!” pekik Graciella sudah tak bisa menahan dirinya lagi. Biarlah orang melihatnya seperti orang gila. Dia sudah tak peduli.

Clara mengerutkan dahinya. Memandang Graciella seolah memandang suatu pemandangan yang aneh.

“Kau ini kenapa?” tanya Clara seolah tak bersalah.

“Aku yang seharusnya bertanya kau ini kenapa?! kenapa kau tega mengambil suamiku!” teriak Graciella terengah-engah karena emosinya yang membuncah. “Kau memang wanita murahan, Clara!”.

“Ada apa?” suara bass pria terdengar. Tak lama sosok Adrean muncul dengan tenangnya. Graciella menatap suaminya yang bertelanjang dada dengan sangat mesra melingkarkan tangannya ke pinggang Clara. “Oh, apa pestanya sudah selesai?” Adrean tampak santai menyanggah tangannya yang lain pada pintu kamar hotel itu.

Graciella tak habis pikir. Bagaimana mereka bisa begitu santainya melihat kehancuran Graciella. Benar-benar kacau bukan? dikhianati oleh suami dan teman sendiri di malam pernikahannya dan gilanya lagi mereka melakukanya tepat di kamar pengantin Graciella. Graciella tak habis pikir kenapa ada orang seperti mereka di dunia ini.

“Jangan menatapku seperti itu. Kau hanya semakin membuatku kesal,” ujar Adrean yang menatap Graciella yang tampak begitu menyiratkan kesedihan. Clara hanya tersenyum remeh. Baginya Graciella hanya wanita yang sangat menyedihkan.

Graciella benar-benar tak habis pikir. Tadi pagi sebelum mengikrarkan janji suci, Adrean masih begitu manis sikap dan sifatnya. Tapi sekarang dia bagaikan iblis penghancur hati.

“Bagaimana kau tega melakukan ini padaku? Ini malam pernikahan kita dan kau malah tidur dengan wanita murahan ini!” Graciella sudah kehilangan kontrolnya, dia ingin menyerang Clara yang terus memandangnya hina. Tapi langkahnya terhenti ketika tiba-tiba saja Adrean maju dan menjadikan dirinya sebagai tameng.

“Murahan? Lalu kau sebut apa dirimu? Tidur dengan pria lain sebelum pernikahan? Bukankah itu lebih murahan?”

Graciella terdiam. Itukah alasannya? Memang seminggu sebelum pernikahan, Graceilla tak sengaja tidur dengan seorang pria misterius saat Adrean membawanya ke pesta topeng. Malam itu, awalnya Graciella berpikir bahwa dia bersama dengan Adrean. Tapi tiba-tiba dia menyadari sosok itu bukan Adrean dan semuanya sudah terlambat. Pria itu merebut kesuciannya malam itu dan meninggalkan Graciella yang baru sadar esok paginya. Membuat Graciella tak tahu siapa pria itu hingga sekarang.

“Jika kau merasa aku murahan karena hal itu, lalu kenapa kau tetap setuju menikahi ku?”

Adrean tersenyum sinis, melangkah lebih dekat ke arah Graciella. Dengan kasarnya menggenggam rahang Graciella dan mendongakkan wajah kecilnya.

“Simpel saja, aku hanya ingin membuat setiap hari dalam hidupmu bagaikan hidup di neraka! Itu lah tujuanku menikahi mu.”

Bab 2. Selamat Atas Kehamilannya.

"Hei!" kejut Laura melihat temannya hanya terbegong diam.

Mata Graciella mendelik melihat tingkah temannya yang tanpa dosa duduk di depan meja praktiknya. Dia lalu menyipitkan matanya. "Kau ingin apa?" dengus Graciella kesal.

"Tidak ada, ah! kenapa malam ini rumah sakit ini sepi sekali?" tanya Laura dengan gayanya yang selalu berlebihan.

"Hati-hati berbicara. Nanti jika ramai, kau juga mengumpat dan bertanya kenapa begitu ramai?"

"Benar juga, seharusnya aku senang, pekerjaan kita jadi sedikit. Baiklah! aku ingin tidur duluan!" Laura segera bangkit untuk melaksanakan niatnya.

Tiba-tiba pintu ganda UGD berkaca buram itu terbuka. Graciella dan Laura segera memalingkan pandangan mereka ke arahnya. Melihat seorang wanita muda dengan dandanan modis masuk sambil memegangi perut bagian atasnya dan tampak cukup lemas. Melihat gayanya Graciella menganalisa, dia pasti punya masalah pada lambungnya.

"Wow, hebat sekali! panjang umur! langsung ada pasien! baiklah, aku serahkan padamu Dokter Graciella," kata Laura melempar tanggung jawab seperti yang biasa dia lakukan. Ah! entah kenapa Graciella punya teman seperti dia.

"Bisa saya bantu?" tanya Graciella yang menerima status pasien dari perawat yang mengantarkannya. Laura sudah mengeluarkan jurus tanpa bayangannya, hilang di balik pintu belakang UGD itu.

"Iya Dok, saya mual sekali. Eh, semuanya terasa bau," jawab wanita itu sambil sesekali tampak menahan muntahnya. Graciella hanya tersenyum pengertian. "Oh! aku sudah 2 bulan tidak haid."

"Kalau begitu bagaimana jika kita lakukan pemeriksaan kehamilan dahulu, Nona?" tanya Graciella.

"Memang itu tujuanku datang kemari," ucapnya cukup ketus. Graciella tak ambil pusing, dia hanya mencoba tetap bersikap ramah. "Sus, tolong dibawa ibunya ke tempat penampungan air seni."

Seorang perawat yang memang dari tadi menemani Graciella berjaga di sana mengangguk mengerti. Wanita muda itu entah kenapa dari tadi menatap sinis ke arah Graciella. Tapi tentunya Graciella tak sadar ataupun memang dia tidak ambil pusing tentang hal seperti itu. Lebih dari 3 tahun menjadi dokter. Sudah macam-macam pasien yang dia hadapi.

Tak lama perawat itu kembali dengan tampungan air seni dan sebuah alat tes kehamilan yang masih belum digunakan. Gracilella menatap ke arah perawatnya. Biasanya dia selalu sudah mendapatkan hasilnya.

"Nona ini memaksa agar Dokter sendiri yang memeriksa."

"Baiklah." Graciella segera melakukan tes kehamilan itu di depan wanita yang tampak menatapnya sinis. Perawat saja merasa aneh melihat kelakuan wanita ini.

Gracilella menunggu perlahan. Awalnya samar tapi perlahan dua garis merah itu tampak juga. Graciella tersenyum senang. Salah satu hal yang paling dia suka dari pekerjaannya adalah memberikan kabar tentang hal ini. Kabar kehamilan seseorang.

"Bagaimana hasilnya? lama sekali?" suara pria terdengar khas dan terasa familiar di telinga Graciella.

Dia langsung melihat ke arah sumbernya dan menemukan Adrean yang sudah berjalan mendekat ke arahnya. Perasaan Graciella tak nyaman seketika. Melihat gayanya, Graciella tahu pria ini sengaja memeriksakan kehamilan wanita simpanannya ini pada Graciella, tujuan utamanya pasti ingin menyakiti Graciella lagi.

"Ah! maafkan aku sayang. Iya, ini dokternya lama sekali!" manja wanita berbicara. Dia berdiri dan menghampiri Adrean yang berhenti tak jauh darinya.

Graciella masih terpaku. Melihat wanita itu bergelayut manja dalam dekapan suaminya. Wajah suaminya pun sama menjijikkannya. Senyum sinis itu terlihat lagi. Gracilella tak pernah menyukai senyuman itu, seolah selalu menghinanya.

"Hei! kenapa kau diam saja? bagaimana hasilnya? kau benar-benar dokter atau apa sih? hei! kau jangan memandang pacarku seperti itu! aku tahu dia tampan tapi dia milikku!" tegur wanita itu marah.

Gracilella yang terdiam segera sadar. Pacar, huh? decih Graciella dalam hatinya. Tapi hal itu tak ditunjukkannya. Dia lalu tersenyum tipis tertahan. "Silakan duduk dulu, saya akan menjelaskan hasilnya."

Adrean menggiring wanitanya yang entah keberapa kalinya dia bawa menemui Graciella. Tiga tahun berumah tangga, Graciella sudah kebal melihat tingkah suaminya yang menurutnya penuh kejutan.

Jika hal ini terjadi tiga tahun yang lalu, maka mungkin Graciella akan menangis dan sangat menunjukkan kemarahannya. Tapi, tiga tahun tanpa perubahan dari suaminya membuat Graciella yang nyatanya berubah.

Perasaan nyeri itu tetap selalu ada. Hanya saja Graciella sudah terbiasa dan tahu cara mengatasinya. Tentu bukan dengan cara menangis, menangis adalah kelemahan dan kelemahan semakin membuat Adrean senang.

Graciella menarik napasnya panjang hingga paru-parunya terisi penuh, sebuah senyuman manis dia sunggingkan. "Selamat ya Tuan dan Nona, kalian akan menjadi orang tua. Tolong dijaga kandungannya, saat ini kandungannya masih muda, jadi jangan dulu berhubungan tiga bulan ke depan."

"Benarkah? ah! Adrean! aku mengandung anakmu!" Wanita itu terpekik senang dan langsung memeluk Adrean yang hanya menatap tak senang pada Graciella. Dia tak senang dengan sikap Graciella yang tersenyum seperti itu padanya. Senyum Graciella bagaikan penghinaan padanya.

"Tiga bulan, waktu yang lama." Adrean melepaskan paksa pelukan wanita itu. Matanya tetap tajam menatap Gracilella yang hanya tersenyum profesional padanya. Menutupi rasa nyeri yang sebenarnya muncul hingga tangannya gemetar.

"Eh! tak musti tiga bulan bukan? jika dilakukan dengan perlahan pasti tidak apa-apa, benar bukan?" kata wanita itu seperti kalang kabut. Mungkin dia takut pacaranya ini kabur karena tak bisa melayaninya selama tiga bulan.

"Jika memang ingin tidak terjadi apa-apa pada kandungan Anda, Anda harus mematuhinya." Gracilella menatap wanita yang sekarang wajahnya bersungut dihadapannya. Mata Graciella bergulir ke arah Adrean. "Dan Anda, pakailah kontrasepsi, jika tidak Anda akan punya banyak anak di mana-mana."

Adrean jelas marah dengan apa yang dikatakan oleh Graciella. Baginya itu jelas penghinaan. Wanita ini entah sejak kapan pintar sekali berbicara dan Adrean tak menyukainya.

"Jangan membuat aku kesal, Graciella!" bisik sinis Adrean yang mencondongkan tubuhnya ke arah Graciella.

Graciella memundurkan tubuhnya perlahan. Dia kembali tersenyum seolah tak menghiraukan emosi yang ditunjukkan suaminya. "Saya hanya memberikan nasehat, Tuan. Ini suplemen kehamilan yang harus Anda makan. Tugas saya selesai." Graciella menyodorkan secarik kertas yang selesai dia tulis.

"Aw Adrean! kau membuatku sakit!" keluh wanita itu karena tangannya diremas oleh Adrean.

Adrean mengambil resep di depannya, segera berdiri dan menarik wanita itu dengan kasar. Wanita muda itu bertampang kaget dan bingung, sebelum keluar kembali dia menatap sinis Gracilella, akhirnya dia tahu kenapa wanita itu selalu menatapnya seperti itu.

"Ih! kasar sekali! wanita itu bodoh mau dengan pria kasar seperti itu!" celetuk perawat yang melihat bagaimana peringai Adrean. Tentu dia tak tahu hubungan Graciella dan Adrean. Tiga tahun sebagai suami istri, Adrean tak pernah mengganggapnya istri. Graciella tersenyum getir. dia lebih bodoh karena sudah menikahi pria seperti itu.

Graciella terdiam menatap pintu yang baru tertutup. Senyum ramahnya tadi perlahan menghilang. Sudut matanya mulai berair. Tangannya yang gemetar menahan amarah dan sakit dia masukkan ke dalam saku jas dokternya.

Nyatanya, sakitnya tetap saja sama dan tak terbiasa. Graciella hanya belajar mengendalikan dirinya. Tak akan dia izinkan Adrean merasa puas setelah menyiksa dirinya.

Bab 3. Kau benar-benar menjijikkan.

Graciella berjalan keluar dari pintu UGD menuju parkiran mobilnya. Waktu sudah menunjukkan tengah malam. Karena tadi ada pasien yang gawat, maka itu dia harus pulang selarut ini.

"Baru pulang?" suara Adrean kembali terdengar. Graciella segera menemukan sosok pria itu tak jauh dari mobilnya. Sedang berdiri di antara kepulan asap putih dari rokoknya yang segera dia buang ketika mendekati Graciella.

Graciella hanya memandangi pria itu. Tampan, sangat tampan. Seluruh penampilan luarnya sempurna. Mulutnya pun manis jika berbicara dengan wanita, tentunya selain Graciella. Tapi siapa yang sangka, ternyata itu hanya kulit luarnya saja. Iblislah yang bersemayan di dalamnya.

"Sejak kapan kau perhatian kapan aku pulang?" Graciella membuka pintu mobilnya dan memasukkan tas kerjanya terlebih dahulu. Tapi saat dia ingin masuk, Adrean sudah lebih dahulu menutup pintunya paksa. Membuat tangan Graciella yang masih memegang pintu itu terjepit.

"Aw!" Gracilella meringis kesakitan. Tapi pintu itu ditahan oleh Adrean, bahkan sengaja dia tekan kuat.

"Sejak kapan kau merasa kau boleh menghinaku seperti tadi?" tanya Adrean.

Graciella menyudahi ringisannya, mencoba menahan dan terbiasa dengan nyeri di tangannya yang tidak akan dilepaskan oleh Adrean hingga dia merasa puas.

"Bukannya yang aku katakan itu benar. Aku hanya mengingatkanmu. Sebagai wakil ketua departemen kesehatan, namamu akan tercoreng jika punya banyak anak dari begitu banyak wanita. Bukankah aku istri yang baik?" Graciella memandang sinis pada Adrean.

"Kau mulai banyak tingkah, Graciella!" Adrean menekan pintu itu lebih keras membuat Graciella harus menekan kedua bibirnya menahan sakitnya, tapi dia tak sanggup juga. Graciella akhirnya menunjukkan wajah sakitnya walau bibirnya terkunci untuk merintih.

Melihat wajah kesakitan Graciella muncul, Adrean akhirnya merasa cukup puas. Dia melepaskan tekanan tangannya pada pintu itu. Graciella langsung menarik dan melihat tiga jarinya terkelupas kulit arinya, ada darah yang membeku di dalamnya sehingga berwarna keunguan. Perih dan linu dia rasakan bersamaan.

"Malam ini jangan pulang ke rumah. Aku butuh hiburan karena kau membuatku kesal," ujar Adrean enteng.

“Oh? apa sekarang kau sudah kehabisan uang hingga tak bisa menyewa kamar hotel? kau mengotori rumahku,” ketus Graciella yang masih memegangi tangannya yang berdenyut.

Adrean menyipitkan matanya. Wajahnya menunjukkan keberangannya. Dia kembali menangkap rahang kecil Graciella. Meremasnya keras serta menariknya agar lebih dekat ke arah wajahnya.

Graciella menatap pria itu dengan tegar. Mencoba untuk tidak memperlihatkan rasa takutnya walaupun sebenarnya hatinya ciut. Napas Adrian yang berbau rokok itu menusuk indera penciumannya. Mata Adrean merah menatap wajah Graciella yang sebenarnya cantik tapi terlihat pucat tanpa sedikit pun riasan.

“Menjijikkan! kau benar-benar wanita paling menjijikkan yang pernah aku kenal. Apa kau tidak mengerti apa ucapakanku! turuti saja, jangan sampai kau membuatku marah!” sekali lagi Adrean meremas rahang Graciella seperti ingin menghancurkannya. Napas Graciella terdengar memburu, dia tahu Adrean tak akan membunuhnya karena entah sudah berapa kali Graciella meminta Adrean membunuhnya, tapi bagi Adrean dia lebih senang menyiksa Graciella dari pada membiarkan mati.

Adrean segera menghempaskan wajah Graciella begitu saja. Dengan tatapan sinisnya, dia berjalan ke arah mobilnya. Tak lama dia meninggalkan Graciella.

Graciella mengusap wajahnya. Bibirnya gemetar, tak tahu karena perbuatan dari Adrean atau karena dingin malam yang sudah menusuk pori-porinya. Graciella lalu masuk ke dalam mobilnya dan berjalan pergi meninggalkan parkiran rumah sakit yang sudah sangat sepi.

Graciella tak tahu kemana tujuannya malam ini. Dia tentu tak ingin pulang, bahkan jika bisa dia tak ingin pernah lagi pulang.

Dia hanya pergi mengendarai mobilnya melewati jalan yang mulai menyepi. Hal itu membawanya kembali ke masa lalu. Dia ingat bagaimana hidupnya yang berteman air mata. Ayahnya meninggal saat dia berusia tiga tahun. Di usia lima tahun, ibunya meninggalkannya begitu saja dan tak pernah kembali. Karena itulah dia harus tumbuh di panti asuhan. Satu-satunya yang membuat dirinya merasa beruntung hanya karena dia mendapatkan beasiswa penuh menyelesaikan pendidikan dokternya.

Lalu tiba-tiba saja Adrean muncul di hidupnya yang kelabu. Pria itu menghujaninya dengan semua cinta dan momen-momen indah. Graciella yang hatinya dulu tak tersentuh menjadi luluh. Tapi ternyata Tuhan tidak membiarkan Gracilella memiliki kebahagian lebih lama. Sebelum menikah, dia malah tidak sengaja tidur dengan pria lain hanya karena mabuk. Dan sekarang Adrean berubah karena merasa telah dikhianati oleh Graciella. Benar-benar sebuah cerita hidup yang menyedihkan. Mungkin akan menjadi cerita yang bagus jika dituliskan.

Pasti banyak yang bertanya kenapa dia bertahan selama tiga tahun dalam penyiksaan? bodohkah dia tetap mempertahankan cinta pada pria durjana seperti Adrean? tidak! Graciella tentu tak bodoh. Dia berulang kali ingin melepaskan diri dari pria itu. Tapi Adrean adalah pria yang punya kuasa. Dia punya pergaulan yang luas dan punya pengaruh yang kuat pula. Bahkan saat Graciella melaporkan tindakannya ke polisi. Laporannya tak ditanggapi sama sekali. Menguap begitu saja seolah tak pernah terjadi. Entah sampai kapan dia begini? mungkin hingga dia benar-benar mati.

Graciella menyeka air matanya yang membuat pandangannya buram. Saat dia selesai menyekanya, dia langsung kaget melihat apa yang ada di depannya dan dengan cepat dia menekan remnya.

Citttt .... suara ban terseret tiba-tiba.

Hal itu membuat tubuhnya terhempas, untung saja dia menggunakan sabuk pengamannya dan bisa berhenti tepat waktu. Sebuah pembatas jalan menutup aksesnya untuk melanjutkan perjalanan.

Graciella menelan napasnya. Hampir saja dia celaka, benar! kita memang tak boleh melamun saat berkendara.

“Ha!” teriak Graciella yang kaget mendengar jendela mobilnya terketuk. Dia melihat seorang tentara berdiri di luar mobilnya. Setelah mencoba mengatur napasnya sedikit, Graciella langsung membuka kaca mobilnya.

“Selamat malam, Nona, Anda tidak boleh ada di sini. Saya minta Anda untuk berputar,” kata tentara itu.

Graciella mengerutkan dahinya. “Kenapa? Setiap hari aku pulang dari jalan ini, kenapa sekarang aku harus berputar?” Bohong Graciella padahal dia belum pernah melintasi jalan ini.

“Anda tetap harus berputar, jalan ini sementara ditutup.”

Graciella mendongak mencoba melihat kira-kira ada apa di depan sana. Namun sejauh yang dia lihat hanya beberapa lapis penyekatan dan juga tentara yang berjaga.

“Di depan ada apa?” tanya Graciella penasaran.

“Tidak bisa dijelaskan, Anda harus berputar sekarang,” tegas tentara itu lagi. Graciella mencucurkan bibirnya. Hari ini benar-benar sial, pikirnya memasukkan gigi mundur.

“Hei! Komandan memerintahkan mencari dokter segera! keadaan sangat gawat!” terdengar suara teriakan dari dalam blokade itu.

“Ha?” Tentara itu sedikit kaget, mungkin dia berpikir di mana dia harus mencari dokter malam-malam begini? Apalagi tempat ini cukup jauh dari rumah sakit.

Insting Graciella sebagai dokter segera bekerja. Dia tanpa pikir panjang langsung mengajukan diri. “Aku seorang dokter!"

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!