NovelToon NovelToon

Mami Kecil

Prolog

...''Juara pertama diraih oleh....Zia Maharani!!!"...

Prok prok prok

Riuh tepuk tangan di dalam aula sekolah setelah pembawa acara menyebut Zia. Ya..kali ini Zia memenangkan lomba cerdas cermat antar kelas yang diadakan di SMA Harapan Bangsa.

Zia Maharani, siswi cantik yang paling populer di sekolahnya. Postur tubuh ideal, kulit putih bersih, wajah terkesan imut menjadi daya tarik tersendiri dari Zia. Selain cantik, Zia juga sangat berprestasi dalam segala bidang. Membuat banyak siswi iri padanya. Saat ini Zia tengah mempersiapkan diri menghadapi ujian kelulusannya. Meskipun masih ada hitungan bulan, namun ia harus mempersiapkan dari sekarang. Ia tak mau membuat kedua orangtuanya kecewa.

Zia teringat saat ia masih kelas 2, saat itu nilai ujian semesternya turun. Meskipun masih mendapat juara kelas tapi itu sungguh membuat kedua orangtuanya marah. Zia memang hidup serba berkecukupan, namun sama sekali tak membuatnya bahagia.

Kedua orangtua Zia sangat sibuk. Mereka gila akan pekerjaan. Mami Viola, maminya Zia adalah seorang desainer terkenal. Sering pergi ke luar kota bahkan luar negeri. Sedangkan papinya, papi Samuel adalah pengusaha sukses yang memiliki banyak sekali anak perusahaan sampai ke luar negeri.

Sehari hari dihabiskan Zia dengan bi Sumi yang telah mengasuhnya dari dia kecil. Bi Sumi adalah satu-satunya orang yang perhatian padanya. Kasih sayang yang tak pernah didapat dari orangtuanya ia dapatkan dari bi Sumi.

Bahkan di sekolah pun Zia tak memiliki banyak teman dekat. Hanya satu orang yang terlihat cukup dekat yaitu Mita. Mereka mulai berteman sejak masuk SMA Harapan Bangsa. Meskipun dekat tapi Zia jarang bercerita hal-hal yang menurutnya cukup pribadi. Mita adalah seorang anak broken home, itu yang Zia tahu. Apa penyebab orang tua Mita berpisah, karena Mita tak pernah bercerita dan Zia juga tak ingin terlalu banyak bertanya.

Berbeda dengan Reynand Adhiyasta, teman sekelas Zia yang cukup bandel dan menjengkelkan menurutnya. Rey begitu dia di sapa. Siswa ganteng yang super cool dan juga terpopuler di sekolahnya. Ganteng, postur tubuh tinggi, jago basket, tapi cukup dingin sikapnya. Rey juga termasuk langganan keluar masuk ruang BK.

Rey sering membuat onar di sekolah, entah apa alasannya. Kedua orangtuanya sudah lelah menghadapi anak satu-satunya itu. Meskipun sikapnya begitu, Rey sangat disayang kedua orantuanya. Keluarga mereka terbilang cukup harmonis meskipun orangtua Rey juga sangat sibuk. Sebenarnya yang super sibuk adalah papanya. Papa Adhiyasta adalah pengusaha yang sangat sukses dan juga memiliki banyak anak perusahaan, sedangkan mama Marinka adalah seorang pemilik butik. Jadi mama Marinka tak sesibuk suaminya.

......********......

Di dalam kelas.

"Selamat ya Zi"

"Pokoknya lo emang the best deh"

"Lo selalu buat kelas kita bangga deh"

"Thanks ya, ini semua juga berkat dukungan kalian semua kok".

Keriuhan kembali terjadi di dalam kelas ketika Zia masuk. Tentu saja teman-teman kelas XII IPA 1 itu memberikan selamat dan rasa bangga mereka pada Zia. Tapi diantara semua teman sekelas Zia ada seseorang yang menatap tak suka padanya. Entahlah, mungkin karena merasa iri.

"Yoooo, traktir dong anak pintar, lo kan baru dapet hadiah, ya nggak gaes", teriak Reynand sambil menepuk bahu Zia dengan cukup keras baru saja masuk ke kelas.

"Iiiihhh kebiasaan ya lo Rey nepuk-nepuk pundak orang. Keras lagi, lo pikir nggak sakit apa", sarkas Zia

"Bodo amat", jawab Rey sambil berlalu.

Bel tanda istirahat berbunyi. Zia mengajak semua teman sekelasnya untuk makan ke kantin. Hari ini ia akan mentraktir semua temannya.

......*********......

"Mita, kok lo jalan kaki.. Bareng yuk, gue anter sampek rumah lo", ajak Zia saat melihat Mita berjalan kaki saat pulang sekolah.

"Nggak usah Zi, gue masih mau mampir-mampir", tolak Mita.

"Ya nggak apa-apa gue anterin".

"Nggak usah Zi, ntar ngrepotin".

"Mit, gue nggak pernah ngerasa direpotin kok", paksa Zia.

"Udah lo jalan aja, gue masih ada urusan. Gue bisa pulang sendiri Zi", tolak Mita dengan nada agak tinggi.

"Ya udah kalo gitu gue duluan, lo hati-hati ya", sahut Zia dengan nada kecewa lalu dijawab anggukan oleh Mita.

Zia akhirnya menjalankan mobilnya meninggalkan Mita yang berjalan kaki. Entah mengapa ditolak oleh temannya sendiri membuat Zia kecewa. Dulu sepertinya Mita nggak pernah berkata kasar, tp hari ini sikapnya benar-benar berbeda.

Flashback on

Saat bel istirahat berbunyi.

"Yuk guys, hari ini gue traktir kalian semua di kantin. Kalian pesen apa aja semau kalian deh pokoknya", teriak Zia pada semua teman sekelasnya.

"Yeeyyy, serius Zi".

"Wah..kebetulan lagi berhemat nih gue".

"Yuk yuk, asiiiikkk. Thanks ya Zi".

Begitulah tanggapan teman-teman Zia saat mendengar kata traktir. Mereka langsung berhamburan menuju kantin. Zia sengaja berjalan belakangan untuk memastikan semua temannya ikut ke kantin.

"Lhoh Mit, kok lo diem aja. Ayuk yang lain udah pada ke kantin tuh, tenang aja gue traktir kok", ajak Zia pada Mita.

"Gue nggak laper Zi, lo sama anak-anak aja deh".

"Tapi Mit, masak lo nggak mau ikut. Kalo lo nggak laper paling nggak minum gitu", paksa Zia.

"Udah Zi, gue lagi nggak pengen apa-apa. Gue pengen sendiri".

Flashback off

Hari itu Zia benar-benar aneh dengan sikap Mita. Dia terlihat banyak beban pikiran, entah apa yang dipikirkan karena Mita nggak mu cerita. Biasanya jika masalah yang dihadapi cukup berat, Mita akan minta pendapat sari Zia.

Sesampai di rumah, Zia langsung merebahkan diri di kasur empuk miliknya. Pikirannya masih penasaran dengan sikap Mita yang menurutnya nggak seperti biasanya. Untuk menjawab rasa penasarannya, akhirnya ia mencoba menghubungi Mita.

Beberapa kali melakukan panggilan tapi tidak dijawab. Dikirimi pesan juga tidak dibalas, membuat Zia benar-benat khawatir pada Mita. Mencoba mengulang panggilan lagi malah sekarang nomornya udah nggak aktif.

"Sebenarnya Mita kenapa sih, gue juga salah apa sampek dicuekin gini", gumam Zia, "mungkin lagi ada masalah sama keluarganya kali ya", gumamnya lagi.

Karena saking lelahnya akhirnya tanpa sadar Zia tertidur tanpa ganti baju atau pun makan terlebih dahulu. Benar-benar pulas ia tertidur sampai-sampai baru terbangun saat hari sudah sore.

Saking nyenyak tidurnya juga Zia tak sempat bertemu dengan maminya. Ya, saat Zia tengah terridur nyenyak mami Viola pulang. Saat bi Sumi ingin membangunkannya, mami Viola melarangnya. Menurutnya jika Zia terbangun saat maminya ada di rumah, ia pasti akan kesulitan untuk berangkat lagi karena pasti Zia akan merengek melarang maminya. Sedangkan saat ini ia harus segera bergegas berangkat kembali.

Kepulangan Bi Sum

Rasa lapar membuat Zia terbangun dari tidur nyenyaknya. Ia bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Selesai dengan ritual mandinya, Zia berganti baju lalu bergegas turun karena perutnya sudah memberontak meminta diisi.

"Bi..kok aku nggak dibangunin sih, udah ketiduran sampek jam segini coba", rengek Zia pada bi Sum dengan manja.

"Ya mana bibi tega non, orang non Zia tidur enak banget", jawab bi Sum.

"Heemmm, kayaknya enak banget nih masakan bibi, jadi laper", ucap Zia sambil tersenyum lalu mengambil makanan.

"Ya udah, non makan yang banyak".

"Sini bibi temenin dong, masak aku makan sendiri, nggak enak tau", ajak Zia sambil menepuk kursi sebelahnya.

Bi Sum menurut saja karena memang sudah biasa mereka makan bersama. Zia tak pernah membedakan dirinya maupun bi Sum yang notabenya adalah asisten rumah tangga keluarganya. Baginya, Bi Sum adalah pengganti maminya yang sangat jarang pulang bahkan makan bersama.

Di sela-sela makan, Zia sempat melirik beberapa paper bag yang tergeletak di sofa depan tv. Dia sudah mengira bahwa barang itu adalah barang yang dibawa maminya, namun ia enggan untuk bertanya pada bibi. Bi Sum yang melihat perubahan raut wajah Zia pun lalu mengeluarkan suaranya.

"Tadi nyonya pulang non, bawain barang-barang itu buat non. Tapi nyonya langsung pergi lagi karena katanya harus berangkat ke Singapore. Tadinya bibi mau bangunin non, tapi nyonya melarang bibi, maafin bibi ya non".

"Bibi nggak salah kok, justru aku seneng karena bibi nggak bangunin aku jadi nggak tambah sedih aja bi", ucap Zia sambil tersenyum getir.

Bi Sum merasa sangat kasihan pada Zia, dia jarang sekali bertemu kedua orangtuanya. Bahkan hari libur pun seperti bukan hari libur bagi mami Viola dan papi Samuel.

Selesai makan malam, bi Sum segera membereskan bekas makannya. Zia hendak membantu namun bi Sum melarangnya, karena tahu jika nonanya ini sedang dalam bad mood. Bi Sum sendiri jadi ragu untuk bilang rencananya untuk pulang kampung melihat keadaan Zia.

Kriing

Kriing

Tiba-tiba ponsel bi Sum bunyi.

"Halo, ada apa pak?"

".."

"Apa??"

".."

"Iya iya, aku akan segera pulang".

Tuuuut, telepon dimatikan.

"Haaahh", helaan nafas cukup panjang terdengar dari mulut bi Sum

"Gimana ini, sepertinya keadaan non Zia sedang kurang baik. Tapi aku harus segera pulang," gumamnya lagi.

Bi Sum segera menyelesaikan mencuci piring, setelah itu ia harus segera menemui Zia untuk membicarakan rencana pulang kampungnya.

Tok tok tok

"Masuk".

Ceklek

"Bibi, masuk sini bik. Ada apa tumben bibi malem-malem ke kamar aku?", tanya Zia penasaran.

"Itu non..emm anu".

"Ih bibi anu anu apa sih, ngomong yang jelas dong".

"Eh iya non. Maaf sebelumnya, tapi bibi mau bilang kalo besok harus pulang kampung. Ada masalah di kampung sampai menyebabkan anak bibi sakit parah non. Sebenarnya bibi nggak tega ninggalin non sendirian tapi saya benar benar harus pulang non", jelas bi Sum.

"Ya ampun bi, aku kira ada apa. Kalo emang kayak gitu ya bibi pulang aja, aku nggak apa-apa kok".

"Tapi kalo bibi pulang, non di rumah sendirian jadinya".

"Nggak apa-apa kok bi, beneran. Emang rencana bibi di kampung berapa lama?", tanya Zia.

"Ya paling 2 minggu non, sampai nunggu anak bibi enakan".

"Iya bibi pulang aja, nggak akan ada apa-apa kok sama aku, tenang aja", hibur Zia.

"Baiklah, besok pagi bibi berangkat ya non. Ingat jaga kesehatan selama bibi pergi", ucap bibi sambil memeluk Zia yang tampak bekaca-kaca.

Meskipun mengizinkan bibi pulang kampung namun hati Zia benar-benar berat. Bukan apa-apa, tapi karena dia pasti akan sangat kesepian tanpa bibi. Bi Sumi udah dianggap seperti keluarga sendiri oleh Zia. Dia sangat bersyukur dengan adanya bi Sumi, karena dia merasa masih ada orang yang peduli dan sayang padanya.

Malam beranjak naik. Namun rasa kantuk tak kunjung menemui Zia. Entah mengapa malam ini sulit sekali untuk tertidur. Biasanya meskipun tidur siang, Zia tak pernah kesulitan untuk tertidur kembali di malam hari. Perasaannya sangat resah. Sejak bi Sum mengatakan rencana pulang kampungnya itu ada rasa nggak rela di hati Zia.

"Ah mungkin cuma perasaan gue doang", pikir Zia, "tp kok perasaan bener-bener nggak enak sih, kenapa ya?", gumamnya lagi.

Pikiran Zia benar-benar nggak karuhan saat ini. Gelisah, nggak tenang, seperti ada sesuatu hal buruk yang akan terjadi esok. Saking nggak tenangnya, ia baru bisa terpejam ketika hari hampir subuh.

.........********.........

Kring

Kring

Kring

Suara alarm telah berbunyi dari beberapa menit yang lalu, namun sama sekali tak mampu mengusik tidur nyenyak Zia. Tidur lewat tengah malam bahkan hampir subuh membuat Zia sulit terbangun. Padahal hari ini dia berencana akan mengantar bi Sum dulu sebelum berangkat ke sekolah.

*Tok

Tok

Tok*

"Non..non Zia, ayo bangun. Udah pagi ini lo, nanti terlambat ke sekolahnya", teriak bi Sum namun tak ada sahutan apa-apa dari dalam.

Bi Sum akhirnya masuk. Tampak Zia masih menikmati tidur nyenyaknya, namum bi Sum tetap harus membangunkannya.

"Non, ayo bangun, ini udah pagi lo nanti terlambat ke sekolah", ucap bi Sum sambil menggoyang goyangkan tubuh Zia.

"Ntar lah bi sebentar lagi, masih ngantuk ini", tolak Zia sambil menggeliatkan tubuhnya.

"Udah hampir setengah tujuh ini non".

"Haaa apa!!!" terian Zia sambil melompat dari tempat tidur langsung berlari ke kamar mandi.

Sementara bi Sum sendiri turun kembali untuk menyiapkan sarapan serta menyiapkan segala keperluan yang akan dibawa pulang kampung karena rencananya ia akan berangkat bersama Zia.

Zia akhirnya turun dengan tergesa-gesa karena hari sudah semakin siang. Kemungkinan ia tak kan bisa mengantar bi Sum dulu ke terminal. Kalau memaksa pun pasti ia akan sangat terlambat sampai ke sekolah.

"Ayo sarapan aja dulu non", tawar bi Sum.

"Tapi bi udah siang ini, kalo sarapan dulu ntar aku nggak sempet nganter bibi ke terminal".

"Kalo pun nggak sarapan juga pasti nggak sempat non, pasti non bakal telat sampek sekolah. Udah non nggak usah ikut nganter, ada pak Jamal kok yang bakal nganterin bibi ke terminal. Sambil nanti nganter non dulu ke sekolah".

"Lhah kok pak Jamal, bukannya ikut mami?".

"Nyonya kan ke luar negeri non, jadi pak Jamal nggak ikut. Semalam bibi juga minta ijin sama nyonya kalau mau pulang kampung, terus kata nyonya biar diantar aja sama pak Jamal, gitu non", jelas bi Sum.

"Oh ya udah deh, berarti aku nggak bisa nganter bibi dong".

"Ya nggak apa-apa non".

Akhirnya Zia dan bi Sum saraan bersama. Tak lama kemudian mereka segera berangkat agar tak telat. Bi Sum dan pak Jamal mengantar Zia ke sekolah terlebih dahulu sebelum ke terminal. Sesampai di sekolah Zia memeluk bi Sum sangat lama. Ada perasaan berat dan tak rela ketika bi Sum harus pulang kali ini. Sangat berbeda dengan sebelum-sebelumnya.

"Aaahhh kok perasaan gue nggak enak gini sih dengan kepulangan bibi kali ini", gumam Zia sambil menatap mobil yang akan mengantar bi Sum ke terminal.

Kecelakaan

Di sekolah

Perasaan Zia masih tidak tenang. Pikirannya masih terus tertuju pada bi Sum. Seperti ada sesuatu yang akan terjadi tapi Zia sendiri tidak tau apa. Saking tidak tenangnya sampai-sampai ia tidak konsentrasi saat belajar di kelas.

Sementara itu pak Jamal telah sampai mengantar bi Sum ke terminal. Ia menunggu sampai bibi benar-benar mendapat bus yang akan di tumpangi pulang ke kampung halaman. Ada rasa aneh dalam diri pak Jamal ketika menatap kepergian bi Sum. Perasaan yang sama dengan yang dirasakan oleh Zia.

Bi Sum memasuki bis yang akan membawanya pulang. Ia pun merasakan berat untuk meninggalkan anak majikannya yang sudah seperti anaknya sendiri. Perasaannya resah, seperti ini adalah terakhir kalinya ia berada di kota itu. Dengan berat hati bi Sum masuk lalu duduk di bangku yang masih kosong.

"Bismillahirrohmannirrohim, semoga nggak ada apa-apa dan selamat sampai tujuan", ucap bi Sum.

Bis pun mulai merangkak ketika bangku penumpang telah terisi penuh. Perjalanan kali ini sangat panjang sehingga membuat beberapa penumpang memilih memejamkan mata.

......********......

Setelah jam pelajaran pertama berakhir, Zia langsung menelepon pak Jamal untuk memastikan apakah bi Sum sudah berangkat menaiki bus atau belum. Ia begitu khawatir dan cemas dengan kepulangan bi Sum kali ini.

"Halo, pak Jamal udah anterin bibi ke terminal dengan selamat kan?".

"Iya non, bi Sum juga sudah masuk bus, mungkin sebentar lagi busnya akan jalan", jelas pak Jamal.

"Oh ya udah pak kalo gitu, nanti siang tolong jemput aku ya".

"Baik non".

Selesai menelepon pun tak membuat kecemasan Zia berkurang, namun ia tetap mencoba menepis dan terus berpikir positif. Mungkin karena ia akan merasa sangat kesepian dan sendiri lagi ketika tak ada bi Sum di rumah, pikir Zia.

Tak lama setelah itu bu Mona guru pelajaran Matematika pun masuk. Zia mencoba fokus kembali ke pelajaran, ia tak mau ketinggalan satu pelajaran pun karena sebentar lagi akan ujian. Zia ingin dalam ujian kelulusan ini ia mendapatkan nilai yang sangat memuaskan sehingga bisa membuat orangtuanya bangga.

"Selamat pagi anak-anak".

"Selamat pagi bu", ucap semua murid bersamaan.

"Oke sekarang kalian masukkan semua buku, sisakan pulpen saja dia atas meja. Hari ini saya pengen ngetes kalian, udah siap buat ujian apa belum".

"Yaaaahhh bu kok ulangan sih".

"Iya bu, kita mana siap".

"Iya bu kok dadakan".

"Gak seru ih bu Mona".

"Belajar kayak biasanya aja lah bu".

Begitulah sahutan dari beberapa murid yang meras keberatan dengan pernyataan bu Mona.

Bu Mona sendiri hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah anak-anak muridnya ini.

"Saya itu cuma mau ngetes kalian, sampai mana kalian paham sama pelajaran saya, nggak akan masuk nilai", jelas bu Mona.

"Ini kalian kerjakan", perintah bu Mona sambil menyerahkan selembar kertas berisi beberapa soal, "waktu kalian tiga puluh menit", jelasnya lagi.

"Yang bener aja bu, masak tiga puluh menit".

"Iya, mana cukup bu".

"Harusnya cukup kalo selama ini kalian perhatiin saya pas pelajaran", ucap bu Mona sambil melirik ke arah Reynand.

"Ibu ngapain ngelirik saya, emang saya kenapa coba?", tanya Rey ketika menyadari bu Mona berbicara sambil meliriknya.

"Nggak apa-apa. Udah kalian semua kerjain dalam waktu tiga puluh menit, setelah itu ibu akan evaluasi".

Suasana hening seketika karena semua murid tengah serius mengerjakan soal yang diberikan oleh bu Mona. Tampak mereka sangat serius dan cukup tegang meskipun ini bukanlah ujian yang sesungguhnya. Namun tampak berbeda dengan Zia, dia tampak santai dan tanpa kesulitas sedikit pun.

Tiga puluh menit kemudian.

"Oke waktu selesai, kumpulkan sekarang".

Semua murid tampak maju, meskipun mungkin ada beberapa yang belum menyelesaikan soalnya. Bu Mona segera memeriksa hasil pekerjaan semua muridnya. Keningnya tampak berkerut ketika memeriksa dua lembar terakhir. Tampak perbedaan yang sangat jauh dari kedua kertas tersebut. Dilihatnya nama dari keduanya.

"Pantas saja", gumamnya.

Setelah selesai bu Mona berdiri.

"Oke hasilnya udah ketahuan.Ya lumayanlah, sepertinya kalian udah siap ya buat ujian, kecuali.....Reynand dan Zia tolong kalian maju", perintah bu Mona.

Reynand dan Zia saling pandang. Rey maju sambil menyenggol bahu Zia yang masih bengong.

"Ih apa sih Rey senggal senggol".

"Buruan, dipanggil noh".

Zia akhirnya mengekor di belakang Rey menuju ke depan kelas. Ada perasaan bingung kenapa bu Mona memanggilnya.

Sesampainya di depan kelas.

"Nih lihat, bedanya jauh banget Rey. Kamu itu niat nggak sih mau lulus?? Coba dong kamu berkaca sama Zia, heran lo ibu sama kamu kenapa dulu bisa masuk IPA, IPA 1 lagi", ucap bu Mona sambil sedikit berteriak.

"Ya elah bu, gitu doang mah tenang aja saya pasti lulus kok".

"Mau lulus dari mana kalo kamu terus kayak gini, nyerah deh ibu sama kamu".

"Zia, mulai hari ini sampai waktu ujian tiba ibu nggak mau tahu gimana pum caranya kamu harus kasih bimbingan buat Rey, dan kamu Rey kamu harus nurut bimbingan dari Zia", ucap bu Mona dengan tegas.

"Tapi bu...ibu aja nyerah apalagi saya, mana saya bisa bu", tolak Zia.

"Ya pokoknya harus bisa".

"Kalo saya sih oke oke aja bu", ucap Rey sambil cengar cengir naik turunkan alisnya ke Zia.

"Ishh nyebelin lo".

"Ya udah fiks ya, oke kalian balik ke tempat duduk".

Kring kring kring

Bel istirahat berbunyi. Semua berlarian ke kantin tak terkecuali Zia dan Rey. Zia berjalan sambil menunduk memainkan handphone dan tanpa sengaja menabrak Reynand.

"Aduuuhhh".

"Sengaja kan lo nabrak-nabrak gue biar bisa deket", ledek Rey sambil senyum-senyum.

"Enak aja, gue gak sengaja ya. Lagian siapa yang mau deket-deket sama lo, ge-er", jawab Zia sambil berlalu dari hadapan Rey. Sedangkan Rey masih senyum-senyum sendiri memandang Zia.

......********......

Pulang sekolah Zia dijemput oleh pak Jamal karena hari ini memang nggak bawa mobil sendiri. Hari ini Zia benar-benar nggak semangat pulang. Ia sudah membayangkan di rumah nggak ada bi Sum pasti sangat kesepian. Zia menyempatkan diri makam siang dulu di luar, tanpa bi Sum di rumah ia malas untuk makan sendiri.

Siang sudah berganti sore, tapi bu Sum belum juga memberi kabar apakah sudah sampai apa belum. Zia merasa sangat khawatir. Dicobanya menghubungi bi Sum tapi malah nomornya nggak aktif.

"Iih kok malah nggak aktif sih, bibi ini kemana coba", gumamnya.

Zia merasa sangat nggak tenang. Berkali-kali mencoba menghubungi nomor bi Sum tapi masih nggak aktif. Untuk mengalihkan pikirannya, ia mencoba menyalakan televisi. Digonta gantinya chanel tv tapi ia merasa nggak ada yang menarik. Sampai....

"Pemirsa, telah terjadi kecelakaan bus antarkota. Bus yang melaju dari Jakarta tujuan ke kota Surabaya terguling ke dalam jurang. Diperkirakan seluruh penumpang tidak ada yanh selamat".

"Apaaaa...bi Sum", remot yang digenggam Zia langsung jatuh bersamaan dengan merosotnya tubuhnya ke lantai.

Pak Jamal yang kebetulan belum pulang melihat nonanya terjatuh ke lantai langsung berlari menghampiri.

"Non ada apa non, non Zia kenapa? Apa yang terjadi?"

"Bibi pak, bi Sum. B..bus yang ke arah Surabaya kecelakaan. Bi Sum di situ kan?" ucap Zia dengan air mata yang telah membanjiri kedua pipinya.

"Astaga non..bi Sum, nggak mungkin non".

"Bi Sum huhuhuuuuu".

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!