...ASSALAMUALAIKUM WARAHMATULLAHI WABARAKATUH....
...Salam sapa dari penulis. Semoga kita semua selalu dalam lindungan ALLAH SWT, semoga juga kita di beri kesehatan serta umur yang panjang. Aamiin Yaa Rabbal Alamiin....
...Penulis ingin mengucapkan terima kasih banyak untuk anda yang akan meluangkan waktu membaca novel penulis ini. Serta memohon maaf jika nantinya novel penulis banyak memiliki kekurangan. Mohon di maklumi....
...Novel ini hanyalah rangkaian kata demi kata yang timbul dalam khayalan sesaat penulis. Setiap nama, tokoh dalam novel penulis tidaklah menceritakan kisah di kehidupan Nyata. Jika ada kesamaan Nama, Tempat, Alur kejadian di dunia Nyata. Penulis benar-benar minya maaf. Sungguh penulis tak ada unsur untuk menyinggung....
...Mungkin ada di antara salah satu pembaca yang namanya seperti novel penulis ini. Sekali lagi mohon Ridho dan Halalnya. Insya Allah nama dalam novel penulis tidak menceritakan kisah Anda. Karna, novel ini jernih dari cerita khayalan penulis sendiri....
...Seperti cerita fiksi lainnya. Novel penulis ini akan memiliki banyak unsur khayalan (imajinasi) jadi pembaca di AMANATKAN BIJAK DALAM MEMBACA yakni mengambil kesan baiknya dan meninggalkan kesan buruk yang terdapat dalam cerita penulis nantinya....
...Hingga penulis tidak meninggalkan dosa JARIAH. Jujur saja penulis awalnya ragu untuk membuat novel ini karna banyak pertanyaan yang timbul di benak penulis, apa lagi ini novel pertama penulis. Namun setelah mendapat pencerahan dari seorang guru, penulis memberanikan diri membuat novel ini....
...Sebenarnya penulis bukanlah orang memiliki wawasan dan pengetahuan yang begitu luas, dan tidak mempunyai pendidikan yang tinggi. Penulis hanya ingin menuangkan imajinasi pemikiran penulis dalam SEBUAH KARYA NOVEL yang dapat menghibur para pembaca....
...Karna ini novel pertama penulis, mungkin nanti saat anda membaca novel penulis. Akan banyak di temukan salah pengetikan kata atau kalimat. MOHON pembaca ridho memaafkan/memaklumi penulis....
...Tanpa mengurangi rasa Hormat penulis mengucapkan terima kasih dan sekali lagi mengingatkan:...
..."BIJAKLAH DALAM MEMBACA AMBIL KESAN BAIKNYA DAN TINGGALKAN KESAN BURUKNYA"...
...***CATATAN PENTING:...
....AMANAT UNTUK PARA PEMBACA***....
...Cerita dalam novel penulis tidak untuk di contoh/ di lakukan dalam dunia nyata. Jika ada yang mengambil contoh dari kesan buruknya penulis tidak bertanggung jawab untuk dosa yang di timbulkan dari novel penulis. Namun jika ada yang mengambil dari kesan baiknya semoga Allah melipat gandakan pahala bagi orang yang mengerjakannya Aamiin Yaa Rabbal Alamiin....
...SELAMAT MEMBACA....
...WAALAIKUMSALAM WARAHMATULLAHI WABARAKATUH......
Di depan sebuah restoran terlihat dua orang wanita yang tengah menunggu temannya. Ia sudah menunggu selama hampir satu jam, tetapi orang yang ditunggu belum juga datang. Tak berapa lama sebuah mobil warna merah berhenti di depan wanita tersebut. Si pemilik mobil menurunkan kaca spionnya dan melihat wajah kesal ke dua sahabatnya.
"Kok, Lama banget sampainya. Seolah jarak rumahmu ke restoran ini seperti jarak untuk ke planet mars. Tahu, nggak! Kita nunggu kamu udah hampir satu jam," protes Mia salah satu dari wanita tersebut.
"Maaf, yah. Tadi ... aku kejebak macet jadi kalian nunggu lama." Indah berusaha menjelaskan mengapa dirinya datang terlambat.
"Aku kira kamu nggak jadi datang!" sindir Sisi yang masih sedikit kesal pada Indah.
"Jadi, dong. Seperti biasa aku tak ingin ketinggalan. Ayo buruan naik!" pinta Indah menyuruh teman-temannya bergegas masuk ke dalam mobil.
Sebenarnya Sisi dan Mia masih kesal dengan Indah, tetapi mereka tidak punya pilihan lain selain masuk kedalam mobil. "Udah-udah jangan bete gitu. Seperti biasa karna Indah telat, Ia harus dihukum. Kali ini Indah harus nurutin semua permintaan kita!" seru Mia setelah mereka berada di dalam mobil.
"Harus, dong!" tegas Sisi cepat.
"Baiklah, tapi perintahnya jangan yang aneh-aneh," lirih Indah mencoba mengingatkan teman-temannya. Ia tahu betul sikap teman-temannya itu, jika mereka sudah kesal pasti akan memberikan hukuman yang di luar dugaannya.
"Gak aneh kok, Ndah! Lakukan seperti biasa," tegas Sisi sedikit menggoda Indah.
"Yah udah sekarang kita mau ke mana, nih? Ke klub atau ke tempat karaoke?" tanya Indah masih terus fokus mengemudikan mobilnya.
"Bagaimana jika kita ke klub?" jawab sisi memberikan usulan.
"Ide bagus tuh, udah lama kita nggak nongkrong di klub," sambung Mia setuju.
"Gimana, Ndah?" tanya Sisi menoleh ke arah Indah.
"Baiklah, aku setuju," jawab Indah datar. Indah kini mengarahkan mobilnya menuju sebuah klub. Tak butuh waktu lama mobil yang mereka gunakan kini terparkir di depan klub tersebut.
Indah dan teman-temannya bergegas turun dari mobil, lalu mereka berjalan memasuki klub tersebut. Mereka terus melangkah menuju sebuah ruangan VIP. Sebuah ruangan yang sejak dahulu menjadi tempat untuk mereka kumpul. Di ruangan itu juga mereka akan menghabiskan waktu mereka dengan santai.
Pelayan yang melihat Indah dan teman-temannya datang berkunjung di klub langsung mengantarkan soju ke ruangan VIP tersebut. Ia mengetuk pintu ruangan VIP tempat Indah dan teman-temannya nongkong.
"Masuk," pinta Sisi dari dalam ruangan.
Pelayan itu lalu membuka pintu dan melangkah masuk ke dalam ruangan. Ia perlahan meletakkan botol soju di atas meja. Setelah ia meletakkan semua botol soju ia membungkukkan kepalanya. "Selamat menikmati!" Pelayan klub berlalu meninggalkan ruangan VIP tersebut.
Indah dan sahabatnya pun menghabiskan waktu berjam-jam di dalam ruangan VIP itu. Tak terasa waktu sudah berlalu dengan cepat. Indah melirik jam tangannya. Jarum jam sudah menunjukkan pukul 20,00 malam. Indah lalu mengalihkan pandangannya dan sejenak ia memperhatikan kedua sahabatnya yang masih menikmati soju mereka dengan santai.
"Indah pulang duluan yah!" tutur Indah seketika memecah kesenangan sahabatnya.
"Mengapa cepat banget mau pulang Ndah? Tunggu bentar lagi dong! Kita datang barengan jadi pulang bareng juga. Masa kamu tega ninggalin kita sih," protes Sisi sambil memegang tangan Indah.
"Maaf, Si! aku harus segera pulang. Ini udah jam delapan malam. Nanti Mama aku khawatir jika aku pulang telat seperti kemarin."
"Nggak setia kawan banget, Ndah!" sela Mia sedikit kecewa.
"Maaf banget, Mi ... aku benar-benar harus pulang."
Indah melepaskan pegangan tangan Sisi, lalu berdiri dan meraih tas kecil berwarna hitam di sampingnya. Ia juga merasa bersalah jika harus meninggalkan teman-temannya tetapi ia juga tak ingin membuat orang tuanya khawatir.
"Yah udah, jika begitu kamu boleh pulang tapi beri kita ongkos taksi. Kita ke sini nebeng ma kamu masa pulang jalan kaki?" celetuk Sisi melebarkan senyumnya.
"Baiklah. Aku tak akan membiarkan sahabatku yang manja ini berjalan kaki." Indah mencubit pipi Sisi dengan keras. Ia lalu membuka tas miliknya dan mengeluarkan sebuah dompet. Kemudian ia mengambil beberapa lembar uang kertas dan memberikan kepada Sisi.
"Lalu tagihannya siapa yang bayar? Aku ngak bawah kartu," kilah Mia menarik nafas pelan.
"Aku yang bayar," balas Sisi mengkedipkan sebelah matanya kepada Mia.
"Ih, genit," tegas Mia terkekeh.
Indah tersenyum melihat tingkah sahabatnya. "Di situ udah sama tagihannya," terang Indah menunjuk uang yang diberikan kepada Sisi. "Aku duluan. Sampai jumpa di kampus." Indah berjalan keluar meninggalkan Sisi dan Mia yang masih duduk di ruang VIP itu. Indah terus berjalan menuju tempat parkiran.
Kini Indah sudah meninggalkan area klub tersebut. Ia membawa mobilnya melaju di kegelapan malam. Sesekali ia membunyikan klakson mobilnya. Tak terasa mobil Indah kini telah berada di depan sebuah rumah yang seperti istana. Bangunan rumah itu sangat besar dan berbentuk unik, serta di lengkapi fasilitas yang mewah.
Indah turun dari mobilnya lalu melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah. Indah sedikit terkejut melihat Papa dan Mamanya tengah duduk di ruang tamu.
"Mengapa Mama dan Papa belum tidur? Ini kan udah hampir jam 21,00. Apa jangan-jangan Mama dan Papa segaja menungguku, tapi nggak mungkin, deh!" batin Indah heran.
Indah pura-pura tidak memperhatikan Mama dan Papanya. Ia dengan pelan berjalan menuju keruang kamarnya.
"Sayang, ada yang ingin Papa dan Mama bicara kan!" ucap Anitha saat melihat Indah berjalan ke kamarnya.
Indah menghentikan langkah kakinya, ia membalikkan badannya dan menoleh ke arah Mamanya. "Apa, mah?" tanyanya datar.
"Sini duduk dulu sayang!" pinta Anitha menepuk-nepuk sofa di sampingnya, ia mengisyaratkan agar Indah duduk di dekatnya.
Indah pun melangkah pelan dan duduk di samping kedua orang tuanya.
>>>> pagi harinya.
Alarm dalam ruangan kamar Indah terus berdering. Jam sudah menunjukkan pukul 07,00 pagi. Namun, Indah masih tertidur dalam balutan selimut tebalnya. Ia tidak memperdulikan suara berisik dari kotak yang berada di dekat tempat tidurnya. Meskipun benda itu terus berbunyi nyaring, tapi suaranya tidak mengusik Indah sedikitpun. Bahkan, Indah semakin malas untuk membuka ke dua bola matanya.
"Sayang bangun! ini sudah jam tujuh. Kamu harus siap-siap! Nanti kamu ketinggalan pesawat, loh!" Anitha mencoba untuk membangunkan Indah. Ia menarik selimut yang membalut tubuh sang anak gadisnya itu.
"Mah, Indah tak ingin pergi!" lirih Indah manja.
"Mama tidak ingin mendengar penolakan. Kali ini, kamu harus dengerin Mama. Gini nih kelakuanmu selama di manja oleh Papamu. Makin hari kamu makin susah di atur."
"Mah, aku janji akan berubah.Tetapi aku tak ingin pergi ke kota itu. Aku tak ingin pisah sama Mama dan Papa. Lagian di Kota itu Indah tidak kenal siapa-siapa, Mah!"
"Pokoknya ini demi kebaikanmu Ndah, Mama dan Papa sudah memutuskan. Kamu akan tetap pergi ke Kota L untuk melanjutkan kuliahmu. Segala keperluanmu di sana sudah di urus oleh asisten Papamu. Kamu hanya harus pergi," tegas Anitha tak mau mendengar alasan apapun dari Indah.
"Mah, yang benar saja, masa Indah mau di kirim kuliah di Kota itu? Di sana bukan Kampus ternama, juga bukan Kampus bergensi nggak cocok dengan Indah. Apalagi Indah dengar di kota itu belum ada klub dan Mall besar. Gimana aku bisa betah tinggal di sana? Mama tahu sendirikan Indah paling nggak bisa jika tidak ada tempat untuk shopping," protes Indah dengan semangat.
"Itulah alasan utama mengapa Mama dan Papa ingin mengirimmu untuk lanjut kuliah di Kota L. Kami ingin melihat kamu mulai bisa mandiri dan tidak keluyuran lagi di klub. Sekarang kamu harus fokus pada kuliahmu. Kamu harapan kami Ndah, hanya kamu putri kami satu-satunya."
"Mah, coba pikirkan lagi deh? Indah benar-benar tak ingin kuliah di Kota itu! Indah langsung kerja di perusahaan Papa. Indah udah siap kerja, kok! Gimana, mah?" Bujuk Indah dengan antusias.
"Kamu boleh kerja di perusahaan Papa jika sudah lulus kuliah. Lagian apa salahnya melanjutkan kuliahmu di Kota L. Kan, tinggal satu tahun selesai."
"Mah, kata Papa tanpa kuliah pun Indah sudah bisa jadi desainer terkenal, buktinya proyek yang menggunakan ide desain Indah selalu menjadi topik utama."
"Topik utama apanya? Itu karna pengaruh dari Papamu hingga desain yang kamu buat bisa di gunakan oleh perusahaan mereka. Papamu yang terlalu memanjakanmu." Anitha menghela nafas panjang.
"Tapi kan tetap saja itu ide desain Indah, Mah!" tutur Indah tak ingin mengalah.
"Tak ada kata tapi. Kamu harus bersiap-siap!"
Sementara Adnan yang sudah menunggu mereka di luar ruangan pun menyusul sang istri masuk ke dalam kamar Indah.
"Loh, kok. Belum siap-siap sayang?" tanya Adnan saat melihat Indah masih duduk di atas tempat tidur.
"Indah tak ingin pergi, Pah!" rengek Indah manja.
"Papa tahu Indah tak ingin pisah dengan Mama dan Papa. Begitu pun sebaliknya, kami sangat menyayangmu tapi percayalah semua ini kami lakukan demi kebaikanmu. Papa sadar selama ini Papa telah salah memanjakanmu dan kini saatnya kamu harus belajar mandiri. Kamu juga harus meninggalkan kebiasaan burukmu yang suka keluyuran di klub. Itu membuat Mama dan Papa malu sama rekan bisnis Papa."
"Pah, aku memang suka keluyuran di klub, tapi aku bisa jaga diri aku, Pah! Aku tetap pada prinsip aku menjaga kehormatanku. Di klub itu aku hanya nongkrong saja dan menghabiskan waktu dengan teman-temanku. Tidak seperti apa yang Papa pikirkan atau orang lain katakan," tegas Indah membela dirinya.
"Papa tau sayang, tapi tetap saja itu tidak baik Ndah. Apa lagi sekarang Indah ...."
"Pah." Suara Anitha menghentikan ucapan suaminya.
"Pah." Suara Anitha menghentikan ucapan suaminya.
"Indah kenapa, Pah?" tanya Indah yang penasaran dengan kelanjutan ucapan Papanya.
"Tidak kenapa-napa sayang," sela Anitha cepat. Ia tak ingin Indah mengetahui kebenaran yang selama ini di sembunyikan oleh mereka.
"Beneran gak apa-apa, Pah?" tanya Indah menyelidik. Ia merasa ada yang di sembunyikan oleh ke dua orang tuanya.
"Bener sayang tidak ada apa-apa. Papa tadi hanya ingin bilang apa lagi Indah sekarang sudah dewasa. Yaa kan, Mah?" jawab Adnan melirik ke arah sang istri.
"Iya dong, Pah. Anak kita sudah dewasa dan tumbuh jadi gadis cantik," puji Anitha tersenyum cerah. Ia mengalihkan topik pembahasan agar Indah tidak terlalu banyak berfikir.
"Pah, Mah! Indah udah berusia dua puluh dua tahun. Bentar lagi lulus kuliah masa masih di anggap anak kecil, sih," protes Indah tak terima dianggap belum dewasa oleh ke dua orang tuanya.
"Walau kamu sudah berusia dua puluh dua tahun, tapi sikap kamu itu masih seperti a ...." Anitha menghentikan ucapannya karna Indah langsung memotong perkataannya.
"Akan aku buktikan jika sekarang aku sudah dewasa, Mah!" potong Indah penuh percaya diri.
"Benarkah?" Adnan tidak terlalu yakin dengan perkataan Indah karna Adnan tahu betul sifat Indah dari dahulu.
"Benar dong, Pah. Masa boong!" lantah Indah semangat.
"Mama jadi saksi yah atas apa yang diucapkan putri kita barusan," tegas Adnan kepada sang istri.
"Tentu, Pah! Mama dengar dengan baik ucapan Indah tadi. Mama sudah tidak sabar ingin melihat putri dewasa kita. Gimana jadinya yah, Pah? Apakah tambah tinggi atau tambah pendek?" goda Anitha dengan sengaja.
"Iiihhh, Mama apaan sih," protes Indah langsung menatap Mamanya dengan raut wajah cemberut.
Sejenak Indah menghirup nafas dalam-dalam dan perlahan mengembuskannya. "Baiklah, aku akan lanjut kuliah di Kota F seperti keinginan Mama dan Papa. Jangankan satu tahun, lima tahun juga aku siap. Aku akan membuktikan kepada Mama dan Papa jika aku bisa hidup mandiri di Kota itu."
"Kalau gitu kamu segera bersiap, gih! Mama dan Papa akan menunggumu di luar." Adnan dan Anitha meninggalkan kamar Indah. Setelah Mama dan Papanya berlalu, Indah kemudian bergegas menuju kamar mandi. Tak butuh waktu lama Indah sudah keluar dengan balutan gaun ala feminim yang super ketak, sehingga memperlihatkan lekuk tubuhnya yang ramping.
"Ganti pakaianmu itu, Ndah!" pinta Anitha setelah melihat pakaian yang di pakai putrinya terlalu ketak.
"Loh kenapa, Mah? Baju ini cocok dan sangat anggun di tubuhku." Indah memuji dirinya sendiri. Indah lalu berputar-putar di depan sang Mama, seolah-olah memperlihatkan persona dirinya yang anggun.
"Apa yang kamu lakukan, Ndah? Berhentilah bertingkah seperti itu! Sekarang kamu sudah tidak boleh memakai pakaian yang seperti ini lagi. Mama sudah menyiapkan beberapa pakaian di dalam kopermu. Masuk dan ganti baju kamu kembali!" Anitha memegang dahinya. Kepalanya terasa pusing melihat Indah menggunakan pakaian seperti itu.
Indah terpaku melihat Mamanya dengan raut wajah penuh tanda tanya. "Pakaian saja sekarang sudah mulai di atur. Gimana yang lainnya, tapi jika nggak nurut, nanti aku di bilang keras kepala dan Aku tidak bisa membuktikan kalau aku memang sudah dewasa," guman indah dalam hati.
"Ndah, kok diam! Sana cepat ganti bajumu!" pinta Anitha kembali saat melihat Indah masih mematung. "Apa perlu Mama bantu kamu untuk berganti pakaian," tambah Anitha karna Indah masih tak beranjak menganti pakaiannya.
"Tak perlu Indah bisa ganti baju sendiri." Indah lalu melangkahkan kakinya kembali ke dalam kamar, ia menghampiri koper warna hitam yang tadi di sebutkan oleh Mamanya. Indah lalu membuka koper itu dan melihat satu per satu pakaian yang sudah disiapkan sang Mama. "Baju yang dipilih Mama kok kek gini? Yang benar saja, masa aku harus pakai baju ini," batin Indah merasa sedikit kesal.
Dengan rasa terpaksa Indah memakai baju pilihan Mamanya. Walau ia agak risi dengan baju seperti itu, ia tetap memakainya. Indah tak ingin melukai hati Mamanya yang sudah memilihkan baju untuknya. "Tak apa pakai saja Ndah. Semua pilihan Mama, pastilah yang terbaik," gumannya pada diri sendiri. "Tapi baju ini benar-benar bukan styleku," gumannya mengeluh. Indah tidak pernah ketinggalan dalam urusan trend fashion. Apa lagi jika itu soal pakaian, Indah memiliki stylenya sendiri.
Lima menit telah berlalu, Indah pun sudah keluar dalam kamarnya. Dengan langkah kaki yang agak berat Indah menghampiri Mamanya.
"Kenapa Mama memilihkan aku pakaian yang ketinggalan model. Ini benar-benar bukan gayaku. Apa kata orang nanti jika melihatku. Masa putri dari Anitha Desainer Coleksi terbaik di Negara ini memakai pakaian yang ketinggalan model, kuno dan nggak trend. Apa Mama tidak merasa khawatir citra aku akan menurun," batin indah penuh dengan pertanyaan.
"Mah! Aku agak risi dan nggak nyaman dengan baju yang Mama pilihkan," ucap Indah setelah berdiri di samping Mamanya.
Indah mencoba jujur dengan perasaannya, walau ia juga sedikit gugup, karna tak ingin menyinggung perasaan Mamanya yang sudah memilihkan pakaian untuknya, tapi mau bagaimana lagi model baju yang di pilihkan sang Mama bukan seleranya.
"Mama tahu baju itu bukan style kamu, tapi lama-lama kamu akan terbiasa. Baju itu udah yang terbaik yang Mama pilihkan."
"Tapi, Mah!" Indah merajuk
"Tidak ada kata tapi, Ndah," tangkas Anitha tegas.
"Kali ini sepertinya Mama bersungguh-sungguh. Dari nada bicaranya aja udah nggak bisa di ajak tawar menawar. Apa Mama benar-benar akan mengubah styleku," batin Indah.
Adnan yang melihat istri dan anaknya dari tadi berdebat tentang style pakaian pun angkat bicara. "Udah-udah jangan bahas pakaian lagi ini udah hampir jam sepuluh, ntar Indah ketinggalan pesawat, Mah," protes adnan melerai perdebatan anak dan istrinya.
Mereka pun akhirnya bergegas menuju ke bandara.
>>>> area bandara kota L.
Anitha dan Adnan kini memeluk Indah. Raut wajah mereka terlihat sangat cemas untuk melepaskan anaknya pergi ke Kota F. Memang ini pertama kalinya mereka akan berpisah dengan Indah. Walau usia Indah sudah terbilang dewasa namun Indah tidak terbiasa melakukan banyak hal. Mereka khawatir Indah tidak bisa melewati hari-harinya dengan baik di Kota F. Apalagi di sana Indah akan tinggal seorang diri. Namun mereka juga tidak punya pilihan lain karna ini demi kebaikan Indah sendiri.
"Hati-hati di jalan yah sayang, Papa dan Mama hanya bisa mengantar sampai di sini.” Adnan melepaskan pelukan pada Indah.
"Iya, pah," Indah menganguk kecil.
Adnan merogoh benda pipih dari saku celananya, lalu menyerahkan benda tersebut kepada Indah. "Ambil ini, pergunakan di sana sebaik mungkin dan ingat hubungi Mama atau Papa jika kamu sudah sampai di sana," pesan Adnan pada Indah.
"Makasih, Pah, Papa memang paling mengerti aku." Indah hendak mengambil benda yang di berikan oleh Papanya. Namun, tangannya terhenti karna Anitha sudah duluan mengambil benda yang di pegang sang suami.
"Tidak ada kartu kredit Diamon, Pah!" tegas Anitha menggelengkan kepalanya.
"Loh kenapa, Mah?" tanya adnan tidak mengerti.
"Karna mulai saat ini, Mama yang akan mengatur uang bulanan Indah. Tiap bulan Mama akan mengirimkan uang kepada Indah, dengan jumblah yang Mama tentukan sendiri. Di sana Indah harus pandai mengelolah uang yang Mama kirim. Pergunakan sebaik mungkin dan berusahalah untuk hemat. Karna Mama tidak akan mengirimkan kamu uang dua kali dalam sebulan."
"Tidak boleh gitu mah! Gimana kalau Indah butuh uang untuk keperluan penting atau mendesak," protes Adnan tidak setuju pendapat dari sang istri.
"Harus gitu, Pah!" tegas Anitha tak ingin di bantah. "Kalau memang ada hal penting, Mama yang akan mengurus semuanya. Jika keuangan Indah tidak di batasi, tidak akan ada bedanya kita mengirim ia kuliah di sana. Indah tetap akan menjadi seperti dulu, ia tidak akan bisa mandiri."
"Terserah Mama aja, Pah!" Indah setuju, ia tak ingin Mama, Papanya berdebat, apa lagi mereka kini jadi pusat perhatian di area tersebut.
"Beneran tidak apa-apa sayang?" Tanya Adnan sedikit khawatir.
"Iya, Pah, aku tidak masalah.” Indah meyakinkan papanya jika ia baik-baik saja dengan keputusan Mamanya.
"Baiklah jika kamu sudah bilang begitu, memang putri Papa sudah bersikap dewasa," puji Adnan sambil mengusap kepala Indah.
"Iya, Ndah cepat hubungi Papa atau Mama jika terjadi sesuatu di sana," tegas Adnan kembali mengingatkan indah.
"Tentu, Pah."
Ke duanya kini mencium putri ke sayangannya itu. Diiringin dengan lambaian tangan Indah berjalan perlahan-lahan menaiki pesawat yang akan membawanya ke kota F.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!