Acara pertunangan dua anak pengusaha terkenal yang di laksanakan di hotel bintang lima yang berada di bilangan Kuningan, Jakarta Selatan itu terkesan begitu mewah. Anak laki-laki berasal dari pengusaha ternama yang memiliki banyak bisnis dimana-mana, baik itu dari properti, otomotif, mall bahkan memiliki stasiun televisi dan masih banyak lagi yang tersebar hingga keluar negeri.
Sedangkan dari pihak perempuan berasal dari keluarga yang cukup berada juga, dimana keluarganya merupakan pengusaha kontraktor yang namanya sudah tak asing bagi banyak masyarakat di negeri ini yang sudah sukses dalam mengerjakan banyak proyek.
Banyak mata tertuju pada pasangan itu dengan pandangan yang memuja, layaknya sepasang kekasih yang nampak serasi. Begitulah ungkapan hati dari para tamu undangan.
Baru saja acara pertukaran cincin dilangsungkan sebagai simbol telah resminya sebuah hubungan yang akan mengikat status keduanya, tepuk tangan gemuruhpun terdengar meriah, seolah ikut merasakan kebahagiaan pasangan itu.
Sesuai dengan permintaan dari pihak keluarga perempuan, mereka ingin acara ini dilangsungkan secara tertutup dari media.
Senyum merekah tak surut dari bibir kedua orang tua mereka, mengisyaratkan betapa bahagianya mereka, telah berhasil menyatukan kedua anaknya. Dengan ramah mereka menyambut para tamu undangan yang merupakan dari kolega mereka dan kalangan para pengusaha serta pejabat negara.
Ballroom hotel yang disulap bak istananya para princess di negeri dongeng. Hidangan mewah dengan berbagai macam makanan khas Indonesia maupun western menambah kesan mewah dan menunjukkan bahwa betapa kedua keluarga memang bukan dari kalangan keluarga biasa.
Namun tak banyak yang tahu, dibalik semua kemewahan dan kemeriahan pesta tersebut ada hati yang merasakan perih, harus berpura-pura bahagia dan selalu tersenyum, menutupi rasa yang tak bisa ia utarakan.
Melihat senyum yang tak surut dari kedua orang tuanya, membuatnya harus ikut larut dalam pesta yang memang ditujukan untuknya.
Teringat beberapa bulan lalu, untuk pertama kalinya orang tuanya meminta hal kepadanya, untuk menerima perjodohan ini. "Kamu harus menerima lamaran keluarga Mahardika Mawar. Saatnya kamu membalas Budi kepada kami. Bukankah kami telah membesarkanmu dengan baik, tumbuh dan besar dengan serba berkecukupan."
Tak bisa menolak atau membantah, Mawar cukup bahagia atas permintaan sang Ibu. Walau jauh dilubuk hatinya ia bertanya "Mengapa ibu mengatakan hal demikian? bukankah sudah tanggung jawabnya? bukankah memang sudah kewajiban ibu membesarkan anaknya tanpa harus mengharapkan balas budi.?" Dan ia pun tak pernah menuntut apapun kepada orang tuanya. Entahlah, yang Mawar tahu hanya dengan cara ini lah ia mampu membahagiakan kedua orang tuanya, walau dengan cara tak ia mengerti sekalipun.
"Sepertinya kamu cukup menikmati acara ini?" Sindir laki-laki yang telah menjadi tunangannya, menyadarkan pada lamunannya
Tak menjawab sindiran laki-laki tampan nan gagah yang mengenakan jas berwarna biru laut itu, yang nampak senada dengan kebaya yang ia kenakan dan disesuaikan dengan warna dekorasi hotel malam ini, yang juga merupakan lambang perusahaan keduanya. Ia hanya membalas dengan senyum getir.
Jika memang ia tak suka pesta ini kenapa ia tak pergi saja meninggalkan acara, bukankah lebih baik dia pulang atau bersenang-senang dengan teman-temanya?
Hingga pesta berakhir ia tak banyak berbicara, cukup memasang senyum kepada semua orang yang sama sekali tak satupun ia kenal. Menutupi hati yang terasa perih. Harus apa ia kedepannya? Sedang laki-laki yang berdiri disebelahnya ini dengan terang-terangan memintanya untuk menolak perjodohan ini, atau ia memilih untuk membahagiakan kedua orang tuanya dengan menerima perjodohan mereka?
* * *
Kini keduanya telah berada di perjalanan menuju kerumah Mawar, orang tua Rasya meminta untuk mengantarnya pulang. Sungguh mawar ingin sekali menolak, lebih baik dia pulang bersama supir sekaligus pengawalnya. Daripada harus berdua dengan laki-laki yang selalu berkata kasar padanya. Menghujam hati sampai berdenyut ngilu.
Namun melihat permohonan tulus dari orang tua Rasya membuatnya tak tega untuk menolak . Usapan lembut dan kata-kata tulus dari bibir tua itu membuat hatinya menghangat. Tak pernah ia dapatkan itu dari orang tuanya sendiri.
Selama perjalanan mawar memilih untuk memejamkan matanya, menghindari kontak langsung dengan laki-laki yang telah resmi menjadi tunangannya, yang beberapa bulan nanti akan menjadi suaminya.
"Aku seperti membawa mayat hidup? Bernyawa tapi tak bersuara." kalimat itu, kalimat menyakitkan itu kaluar lagi.
Mata yang tadinya terpejam harus ia paksa terbuka demi menatap lawan bicaranya yang selalu berkata ketus, membalas perkataan yang selalu membuat hatinya ngilu.
"Bukankah ini yang kamu mau? kamu yang minta untuk kita tak banyak bicara, kenapa kamu selalu nyalahin aku?. Sadar nggak sih bahwa kata-katamu membuat orang lain sakit hati? aku bukan robot yang tak punya hati. Kalau memang kamu nggak mau perjodohan ini, kenapa bukan kamu aja yang menolaknya, keluargamu yang datang meminta kapada orang tuaku untuk menjodohkan kita. Bukan aku yang meminta atau keluargaku yang minta. Bukannya sudah aku tekankan, aku punya alasan sendiri untuk menerima semuanya" ujar Mawar kesal, ia benar-benar sudah muak dengan laki-laki disebelahnya.
"Sudah bisa ngomong? gak nyangka anak pengusaha yang tak pernah bargaul dengan orang bisa punya rasa sakit hati?" jawabnya dengan senyuman mengejek.
Mawar nampak menarik nafasnya dalam, meredam emosi yang akan percuma jika membalas setiap ejekan Rasya yang selalu berakhir menyakitkan untuknya.
Mengambil ponsel dari tas kecil yang ia bawa, menghubungi sang supir untuk menjemputnya. Namun belum sempat ia membuka aplikasi panggilan teleponnya Rasya merebut ponsel itu.
"Kembalikan ponselku" pinta Mawar penuh penekanan, berusaha merebut ponselya yang sudah berpindah ditangan kanan Rasya. Laki-laki itu tak menghiraukan walau ia terus berusaha mengambil ponselnya.
"Diam cewek kaku, kamu bisa membuat kita dalam bahaya tau gak?." jawabnya ketus namun tetap fokus pada jalanan beraspal yang nampak lengang karena memang sudah menunjukkan pukul sebelas malam.
Mawar tak mau kalah, dia terus menarik-narik"Kembalikan ponselku b*****k" tarik mawar tangan Rasya
"Mawar berhenti,kamu membuatku nggak bisa konsentrasi." Rasya menghalau tangan Mawar yang terus menarik tangan bahkan jas yg dikenakannya
Tarik menarikpun tak terelakkan lagi, keduanya tak ada yang mau mengalah, hingga
Gub**rak...
Gub**rak...
Gubr**ak...
Seketika Rasya menginjak rem mobilnya. Keduanya terperangah. Lalu mereka keluar dari mobil untuk memastikan apa yang terjadi
Mawar langsung menghampiri wanita yang tergeletak dengan sebuah sepeda yang tak jauh darinya, dengan darah yang mengalir dikeningnya.
Sedang Rasya nampak syok dengan apa yang ia lihat, Rasya memang tak bisa melihat darah, walau malam gelap, namun ia tetap dapat melihat dengan jelas darah yang mengalir di kening wanita yang ada didepannya dari sorot lampu mobilnya dan lampu penerangan jalan. Tiba-tiba saja kepalanya mendadak pening.
"Rasya cepat tolong Sya, dia bisa kehabisan darah kalo kita terlambat bawa dia kerumah sakit." Mawar berteriak panik, geram dengan Rasya yang hanya diam tak cepat membantu
"I-iya baiklah" Rasya berjongkok ingin menggendong wanita yang tak sadarkan diri itu, ia menahan gemetar tangannya
"Cepet Sya." wajah panik itu tak sabaran
"Ayo Sya kamu bisa, kamu pasti bisa, bagaimana jika dia menjadi korban karena kecerobohanmu lagi" Rasya menyakinkan dirinya sendiri. Akhirnya ia mengangkat tubuh mungil itu dengan tangan dan badan bergetar hebat, Mawar tak menyadari hal itu, karena ia juga dalam kepanikan.
Mobil mereka melaju dengan cepat mencari rumah sakit atau klinik terdekat, yang tanpa mereka sadari justru Mawar yang mengendarai mobil, sedang Rasya duduk di bangku belakang memangku gadis bertubuh mungil yang masih belum sadarkan diri itu.
"Hei paku kuntil anak." panggil Rasya pada Mawar yang sedang tertidur di bangku kayu panjang bercat putih didepan ruang tunggu.
Mawarpun sontak terbangun, terkejut atas suara Rasya,ia membenarkan duduknya, matanya sedikit memerah karena mengantuk, mencoba mengumpulkan sedikt nyawanya yang sudah berkelana.
"Bisa gak sih bangunin dengan cara lembut?" ujar Mawar kesal
"Itu udah paling lembut, buat cewek kaku kayak kamu" bersedekap menyenderkan badan pada tiang pintu yang tertutup dengan kaki disilangkan "Mending pulang gih dari pada disini, nggak berguna juga."
Mawar menoleh dengan mata mendelik"Biar aku nggak berguna, tapi setidaknya nggak akan membuat orang lain mati karena kata-kata tajam dari mulut berbisa kayak kamu." mengayunkan kaki membuka pintu, dimana seorang pasien yang masih terlelap dengan kepala telah dibalut perban. Ia sedikit lega setelah dokter yang memeriksa, mengatakan bahwa pasien tidak mengalami luka parah.
"Kalau kamu nggak ada keperluan lagi disini mending pulang, aku bisa menjaganya sendiri, lagian sebentar lagi David akan sampai." ujar Mawar tanpa menoleh
"Kenapa jadi kamu yang ngatur? disini aku yang berhak menentukan." Sifat angkuh Rasya mulai terlihat
"Jika dia bangun, tapi ada kamu, dia akan mati keracunan karena mulut berbisamu," ucap Mawar tak mau kalah
"Aku lebih akan bersifat manusiawi dengan orang lain, mungkin dia nggak sekaku kamu. dari mukanya menunjukkan, dia gadis yang manis, sudah pasti dia akan lebih enak diajak ngomong apalagi dijadikan istri," ujar Rasya penuh penekanan diakhir ucapannya, Rasya sudah berdiri didekat brankar
Ngilu, itulah yang Mawar rasakan saat Rasya mengatakan jika dia tak layak untuk menjadi istri dari pewaris tunggal Mahardika corp itu.
Dia sendiri tak memahami apa yang dia rasakan, benci saat Rasya berkata ketus padanya, tapi nyaman saat berada disisi laki-laki itu.
"Pulanglah, ganti pakaianmu, aku nggak bisa bernafas karena pencemaran udara." perintah Rasya lagi. Ia menduduki sofa diruangan perawatan itu
Mawar melangkah keluar, ia memilih mengalah. Tak akan menang jika dia terus beradu mulut pada pria dengan mulut berbisa ini.
"Loh pak David udah sampe.?"Tanyanya pada pria berstelan jas rapi itu yang berdiri didepan ruang ICU tersebut
"Nona baiknya kamu pulang, kamu terlihat kelelahan." lihat David wajah lelah Mawar, wanita itu bahkan masih mengenakan kebaya.
"Aku nggak bisa ninggalin gadis itu sendiri pak" lirihnya, berjalan kembali duduk dibangku tunggu
"Aku akan mengurus semuanya"
"Apa lebih baik aku pulang.?" tolehnya pada David yang masih berdiri
"Iya, besok kita kembali pagi-pagi." David memberi solusi
Mawar mengangguk sebagai jawaban.
Ada hati yang mengganjal saat ia harus meninggalkan Rasya hanya berdua dengan wanita lain, rasa tak rela, dan seperti mempunyai firasat tak biasa yang sulit dia artikan.
Didalam mobil
"Apa orang rumah ada yang tau kejadian ini pak,?" tanya mawar pada David yang fokus pada kemudi
"Belum"
"Huff"Mawar menarik nafasnya panjang.
"Jangan khawatir, Ibu non takkan marah, karena kejadian, ini nona bersama tuan Rasya" David seakan tahu keresahan yang Mawar rasakan
"Ibu juga tak akan peduli ap yang terjadi padaku pak" Mata itu nampak berkaca-kaca. Mawar menyandarkan kepalanya di jendela mobil.
* * *
Suara langkah kaki berderap, beradu dengan lantai. Matahari sudah berani menampakkan wajahnya, siap memberikan sinar bagi setiap makhluk hidup dibumi. Namun hal itu tak mengganggu pria yang tidur meringkuk di sofa.
Gadis cantik yang kepalanya masih terbalut perban tak berani membangunkannya. Sudah dua jam dia terjaga, susterpun sudah memeriksa keadaannya.
Ia ingat kejadian semalam, saat pulang dari cafe tempatnya bekerja, tiba-tiba saja mobil hilang kendali menghantamnya dari belakang, setelah ia terbangun ia sudah berada di ruangan serba putih ini.
Ia mengamati wajah damai pria yang masih terlelap itu, sempurna pujinya penuh kekaguman.
"Enak kan dapat pemandangan indah pagi hari?" gadis itu tergagap, ia ketahuan telah mencuri pandang pria itu. Rasya bangun, meregangkan otot yang terasa kaku karena tidur ditempat yang tidak nyaman"Gimana keadaanmu?" tanyanya mendekat pada tempat tidur.
"Udah gak papa, tadi juga suster bilang, nanti siang aku udah boleh pulang" jawabnya tersenyum. Ia ingin bertanya tapi ia urungkan
"Syukurlah, kamu mau sarapan apa? atau pengen apa? nanti aku belikan"
"Tidak usah tadi aku udah sarapan" tunjuknya pada mangkuk kosong dinakas sebelahnya.
Rasya melirik jam mewah yang melingkar ditangannya.
"Baiklah aku keluar sebentar." tangannya tanpa sadar mengacak rambut gadis bertubuh mungil itu.
Tak lama Rasya sudah kembali membawa jinjingan plastik berisi buah-buahan segar, ia membelinya pada pedagang didepan rumah sakit, dan dua buah sterofoam berisi bubur ayam untuknya sarapan dan satunya lagi untuk wanita yang tak sengaja ia tabrak semalam.
Sebenarnya Rasya ingin meminta maaf, tapi lebih baik setelah sarapan baru ia akan meminta maaf dan menjelaskan semua. Rasya membuka jas yang ia kenakan, masih sama dengan jas yang ia gunakan juga untuk acara pertunangannya, menyampirkannya pada sandaran sofa.
"Mau aku suapin?" tanyanya pada wanita cantik bertubuh mungil itu
"Nngak usah, aku bisa sendiri"ambilnya sterofoam dari tangan Rasya, namun ditepis oleh Rasya
"Eits tangan kamu aja masih di infus gitu, udah aku suapin aja" "Aaaa" pintanya pada gadis itu untuk membuka mulut
Gadis itu bersemu malu, tak ayal iapun membuka mulutnya, menerima suapan dari Rasya
Rasya gemas dengan gadis didepannya"Aku jamin, kamu pasti merasakan ini bubur ayam terenak yang pernah kamu makan?" menaik turunkan kedua alisnya
"Ehh kenapa emang?"
"Ya karena aku yang nyuapin"
"Hahaha" gadis itu tertawa lepas, menganggukkan kepalanya setuju
"Bener kan lebih enak?"
"Iya iya aku akui" ia menutup mulutnya menahan tawa.
Rasya berdehem mengatur suaranya
"Maaf semalam aku gak sengaja nabrak kamu"akunya penuh penyesalan, Rasya menundukkan kepalanya
"Hmm gak papa, gak mungkin jugakan kamu sengaja? lagian aku juga gak kenapa-napa, mungkin aku juga yang teledor, oh ya kenalin namaku Putri" gadis itu mengulurkan tangannya
"Aku Rasya, kamu tenang aja aku bakal bertanggung jawab, sepeda kamu juga akan aku ganti yang baru"
"Hah.. sepeda baru?" lirihnya namun masih dapat didengar Rasya
"Kenapa? gak mau sepeda baru? apa mau ganti motor aja?"
"Ehh jangan, jangan"Putri mengibaskan kedua tangannya "Bukan itu maksudku, itu sepeda berharga buatku, nggak mungkin aku ganti yang lain"
Rasya terkekeh "Yaudah nanti kita perbaiki bersama, aku harus tau sejarah sepeda pink itu"
Mereka tertawa bersama, sampai Rasya menghabiskan bubur ayam miliknya.
* * *
Ditempat lain.
Suhu dirumah utama keluarga Pradipta yang mewah ini tak pernah berubah. Hawa dingin seakan menjadi teman dan hal lumrah untuk para penghuninya. Hanya terdengar dentingan suara sendok dan garpu yang beradu dengan piring.
Rutinitas sarapan bersama dimeja panjang dengan hidangan mewah, namun tak mencerminkan keluarga hangat nan harmonis.
Mereka nampak khusuk menikmati makanan mereka. Tak ada cerita tentang kegiatan sehari-hari, tak ada tanya, kegiatan apa yang akan dilakukan? Tapi itu tidak berlaku untuk semua penghuni rumah itu. Itu hanya berlaku untuk Mawar.
Hanya dia yang selama dua puluh lima tahun tinggal disini bagai orang bodoh yang tak dianggap keberadaannya.
Rumah mewah ini menjadikan Mawar gadis yang pendiam, tak punya teman, susah bergaul, merasa tak berguna oleh orang lain, termasuk keluarganya sendiri.
Ia hanya tahu keluarganya pengusaha kaya, tak pernah tahu apa saja usaha mereka. Iapun tidak pernah mengecap sekolah d sekolah formal, ia home schooling sejak dia sekolah dasar hingga perguruan tinggi.
Ketika adik laki-lakinya wisuda diluar negeripun ia tak ikut serta, apapun acara keluarga, baik itu liburan didalam atau luar negeri ia tak pernah ikut.
Sedih? jangan ditanya, bahkan untuk menangispun rasanya ia sudah tak bisa.
Ingin rasanya ia bertanya, siapa sebenarnya dia? siapa yang bisa ia tanyakan? Bahkan kemana ia pergipun selalu diikuti orang kepercayaan keluarganya.
Hingga suatu malam, keluarganya mengundang keluarga Rasya untuk makan malam, sebagai ungkapan terima kasih atas kerja sama yang ditawarkan keluarga Rasya.
Mawar yang tak sengaja baru pulang dari toko bukupun bertemu dengan mama Rika, mamanya Rasya, untuk pertama kalinya dia diperkenalkan sebagai anak perempuan satu-satunya di rumah ini.
Disitulah mama Rika sangat antusias menjodohkan Mawar dengan Rasya, dengan jaminan kerja sama dengan harga dua kali lipat. Tentu saja hal itu dimanfaatkan ibu Vivi, ibunya Mawar.
"Sayang hari ini kamu harus ikut mama ke kantor papa ya, sudah waktunya kamu mempelajari tentang perusahaan, mumpung papa masih sehat, masih bisa mendampingi kamu buat belajar tentang perusahaan" Bukan, ini bukan ajakan untuk Mawar, tapi untuk Marvin adiknya yang satu tahun lebih muda dari Mawar
"Nanti ma, Marvinkan baru dua bulan pulang, Marvin mau puas-puasin dulu nongkrong sama temen, lagian otak Marvin belum sembuh dari tugas-tugas kuliah, masak harus dipaksa mikir lagi, yang ada rambut Marvin cepat ubanan nanti." jawab Marvin santai, seraya menenggak s**u putihnya hingga tandas
Ayah Mario hanya geleng kepala mendengar jawaban putra bungsunya itu. Ia tak pernah memarahinya, apapun yang Marvin lakukan.
"Papatuh harus marahin Marvin, sekali-kali pa, dia harus cepat bergabung ke perusahaan,biar gak main terus kerjaannya"
Mawar berdiri mendorong kursinya, ia tak mau lagi menjadi orang bodoh, hanya menjadi pendengar, selalu hanya menjadi pendengar tanpa dianggap keberadaannya.
"Mawar, kamu mau bertemu Rasyakan.?"
Pertanyaan mama Vivi menghentikan langkah Mawar, ia tersenyum, hatinya mengharu, mama Vivi mau berbicara dengannya, walau Rasyalah penyebabnya.
"Ibu gak mau, karena kebodohan kamu, Rasya berpaling pada gadis miskin yang menjadi korban kalian semalam"
Degh
Mawar melihat kearah David, pengawal sekaligus supir barunya, yang baru setahun menggantikan supirnya yang lama, karena harus kembali kekampung dikarenakan istrinya mengalami stroke.
"Iya." jawabnya singkat
Terkadang mawar tak mengerti kenapa dia tak pernah beruntung. Ia berharap jika ia tak mendapatkan kasih sayang dari keluarganya, setidaknya ada seseorang diluar sana yang dapat mengharapkan kehadirannya, mendengar keluh kesahnya, menjadikan ia sebagai teman cerita, atau layaknya seseorang yang berharga untuk orang lain.
Mawar mengayunkan langkah, menyusuri lorong rumah sakit. Dia berhenti dikamar yang ditempati pasien yang menjadi korban kecelakaannya semalam. Mawar tak lantas masuk, ia berdiri didepan pintu yang sedikit terbuka, menyaksikan dua orang yang saling melempar canda tawa.
Ia tersenyum miris, setragis inikah nasibnya?
Rasya begitu ramah pada wanita itu, ia yang menjadi tunangannya saja belum pernah Rasya memperlakukannya selembut itu.
Mawar menunduk, memejamkan mata. Menimbang akankah dia masuk atau memilih pergi. Bayangan di mana sang ibu selalu mengusirnya jika ia ingin bergabung sekedar menonton televisi atau jika ibu sedang bercanda bersama dengan papa dan Marvin.
"Jika kamu mau memanggil aku dengan sebutan mama, kamu harus membuat Rasya jatuh cinta padamu!." Ancam ibu vivi tadi pagi
Manarik nafas panjang, Mawar bertekad dia akan mengikuti apa kata ibunya.
"Assalamualaikum" sapa Mawar
Rasya dan Putri serentak menoleh ke sumber suara. "Wa'alaikumsalam," jawab keduanya serempak
"Hai.. selamat pagi, gimana keadaan kamu?." Mawar menghampiri Putri
"Alhamdulillah aku sudah baikan." Jawab Putri tersenyum ramah, ia lalu menatap kearah Rasya, seakan bertanya, Rasya yang tahu maksud dari tatapan Putripun menjawab
"Dia Mawar, saudara sepupuku" Jawabnya santai tanpa melihat Mawar
Apa..?sepupu? apa maksud kamu Rasya?.
Baru semelam kita bertunangan, belum 1x 24jam
Mawar seakan tak sanggup menopang kakinya lagi, ia sedikit oleng, namun kewarasannya masih mengatakan dia tak boleh lemah dihadapan siapapun.
Baik aku ikuti kemauanmu Rasya. Sebatas mana kegigihanmu menolak perjodohan ini. Oke kumulai peran Antagonisku
Mawar tersenyum"Maaf semalam kami tidak sengaja menabrakmu."
"Nggak papa mba Mawar, lagian sekarang saya sudah baikan kok, nanti siang juga udah boleh pulang," ujar Putri
"Oh ya..? really " antusias Mawar "Aku ikut senang, oh ya apa keluarga kamu sudah tahu.?
Putri tersenyum "Aku yatim piatu, mba"
"Maaf." Mawar merasa tak enak hati, ternyata nasib Putri tak seberuntung dia, digenggamnya tangan gadis cantik itu "Mulai sekarang kita bisa jadi teman, anggap saja aku kakak kamu oke" Mawar mengangkat jari kelingkingnya, dan disambut oleh Putri, mereka menautkan jari kelingkingnya seraya tertawa
Rasya yang sedari tadi memperhatikan keduanyapun kagum pada sosok Putri, rasa bersalahnya pada Mawar atas pengakuannya menguap begitu saja. Oke katakan saja saat ini dia kejam
"Terima kasih mba, kalian semua orang baik." Putri melirik Mawar dan Rasya bergantian
"Eh, kamu gak papa kan dari tadi d temenin dia?." tunjuk Mawar Rasya yang masih duduk di sofa
"Aku kan dah bilang, aku kayak gitu cuma sama kamu, cewek kaku" Rasya tak terima atas tuduhan Mawar padanya.
Mawar tak mengindahkan itu"Bener kan dia gak ngomong kasar sama kamu,? kasih tau aku kalo ada omongan dia yang bikin kamu sakit hati, dia emang kayak gitu ngomongnya suka nyakitin orang." sindirnya lagi
Putri terkekeh melihat pertengkaran dua sepupu yang ia tahu itu "Kalian lucu ya, aku iri sama kalian berdua."
"Aku justru nggak mau punya sepupu kayak dia, bikin naik darah" Kamu gak tau, dia tunangan aku, aku yang iri denganmu, dia bahkan sangat baik padamu, Mawar tertawa miris
Rasya merasa tertampar dengan ungkapan Mawar
Tak terasa waktu sudah beranjak siang, dokter datang bersama seorang perawat, memberi resep dan mengatakan bahwa putri sudah boleh pulang.
Mereka pun bersiap-siap untuk pulang.
Rasya mengendarai mobilnya bersama Putri yang ikut serta dengannya, sedang Mawar mengalah, ia bersama David.
Mereka berhenti didepan rumah tua, rumah bercat putih yang sudah memudar, bahkan warnanya cenderung kekuningan. Disisi kiri kanan rumah itu berdiri rumah mewah, hanya rumah Putri yang nampak masih asri, didepannya ada pohon jambu biji yang rindang, dibawahnya banyak daun kuning yang nampak berguguran dengan buah yang berjatuhan karena tak pernah ada yang mengambil, mungkin.
"Silahkan masuk mba, mas." Putri membuka pagar besi berkarat itu, saat d bukapun menimbulkan suara. Rasya ingin Putri memanggilnya dengan sebutan itu.
Mas..
Semudah itu Rasya kamu menerima Putri? sebisa mungkin Mawar menahan perih di hatinya.
"Kamu tinggal sendiri?," tanya Rasya yang menunggu Putri membuka kunci rumahnya.
"Iya mas, ini satu-satunya peninggalan orang tua aku" mereka memasuki rumah Putri, tak ada perabotan berarti apapun, hanya ada satu sofa panjang berwarna cokelat, yang sebagian banyak yang sudah robek, dan mengelupas, dan satu meja kaca . Didepannya ada televisi yang bermodel tabung. "Silahkan duduk, maaf keadaan rumah aku kayak gini"
"Santai aja Put" Mawar memperhatikan rumah yang nampaknya bocor itu, terlihat dari warna vlapon yang kecoklatan membentuk banyak peta dunia disana.
"Aku buatin minum dulu ya." Putri hendak melangkah kebelakang
"Nggak usah Put, kamu duduk aja disini, biar aku yang buatin" Mawar menuntun Putri duduk d sofa
"Jangan mba, nggak sopan masa tamu buatin minumnya.
"Biarin Put, biar hidupnya nggak mubazir, kamu gak tau kan dia gak bisa apa-apa.?" Jawab Rasya, ia seakan tahu betul keadaan hidup Mawar, padahal ia tak tahu yang sesungguhnya terjadi dalam kehidupan tunangannya itu. Untuk saat ini Rasya berusaha keras akan takdir mereka tak berjodoh.
"Mulut kamu mubazir ya kalau nggak ngehina aku sehari aja, lagian jangan sok akrab, sok tau kehidupan aku." Mawar nampak kesal sekali, ai berlalu menuju dapur Putri.
Mawar nampak menimang, akan buat minuman apa dia, didapur Putri tak ada apa-apa. Membuka kulkas seperti kehidupannya, kosong.
Hanya ada satu teko berisi air putih diatas meja. Mawar menghela nafas, benar kata ibunya, Mawar harus banyak bersyukur, setidaknya ibunya memberikan kehidupan yang layak. Walau mawar berjuang untuk mendapatkan kasih sayang ibunya.
Akhirnya Mawar keluar hanya membawa air putih, sebab tak ada gula ataupun teh untuk dia seduh.
"Benerkan kata aku, dia gak bisa apa-apa" Lihat Rasya hanya air putih yang Mawar bawa.
"Mba Mawar pasti bingung kan? emang g ada apa-apa mas di dapur," Putri terkekeh "Maaf ya mba merepotkan"
"Santai aja, yaudah kamu istirahat ayo aku antar kamu kekamar"
"Gak usah mba, lagian aku kan bisa jalan, mba Mawar berlebihan."
"Kamu harus banyak istirahat" sela Rasya "Aku pulang dulu ya, ingat jangan kerja dulu, kalo kamu sampe kerja aku bakal pecat kamu." Ancamnya, Rasya juga mulai gerah, karena dari semalam ia belum pulang, masih mengenakan kemeja putih yang ia kenakan diacara pertunangannya.
"Ihh si Bapak udah berani ngancem ya, siap pak, saya akan tururi perintah Bapak." Putri menangkupkan kedua tangannya. Ia dan Rasya tertawa "Terima kasih mas Rasya, udah banyak bantu saya, dari semalam jagain saya juga."
"Itu udah tanggung jawabku, kamu beginikan karena aku juga, walau sebenarnya ada orang yang harus bertanggung jawab atas kejadian ini."
Diliriknya Mawar yang menunduk, Mawar menyadari itu memang kesalahannya.
Sebelum pergi Rasya memberikan kartu tak terbatas pada Putri, walau Putri menolaknya, yah Rasya memaksa dan mengancam dengan kekuasaannya sebagai pemilik cafe tempat Putri bekerja.
Sepeninggal Rasya Mawar, tetap menemani Putri, iapun memerintah David untuk membelikan banyak keperluan Putri. Mengisi penuh kulkas.
Putri mengharu, ia begitu bahagianya, kecelakaan ini memberikan banyak keberkahan untuknya.
* * *
"Ckckck yang abis tunangan, kemana aja kamu semalaman gak pulang"
Mama Rika mengagetkan Rasya
"Mama kayak hantu ngagetin aja." Rasya menghampiri mamanya yang duduk di sofa.
"Ada hantu secantik mama gini hah.?"
"Ada nih mama"
"Kalo mama kayak hantu mana ada anaknya seganteng ini"
"Iya juga ya." Rasya nyengir "Rasya kekamar dulu ya ma, udah nggak enak banget ini, dari lahir belum ganti baju"
"Kamu belum jawab pertanyaan mama, dari mana kamu semalaman, mama telpon juga no kamu gak aktif, kamu nggak ngapa-ngapain Mawar kan?."
"Ya ampun ma, calon mantu mama itu nggak diapa-apain kok, lagian cewek kaku kayak dia mana bisa diapa-apain"
"Mama tuh nggak salah milihin kamu istri, mama yakin pasti kamu sujud syukur kalau udah mengenal Mawar."
"Iya iya deh, mama tuh baru ketemu Mawar sekali loh ma, belum taukan dia anaknya kayak gimana? tapi mama ngebet banget Rasya nikahin dia, cewek yang nggak bisa apa-apa. Mama mau, Rasya makan diluar terus kalo udah nikah sama dia? Rasya nggak suka cewek manja."
Mama Rika menarik nafas "Tapi mama sangat tau Mawar luar dalam" ditatapnya anak semata wayangnya itu "Mama minta sama kamu, jangan pernah sakiti dia sayang, seiring berjalannya waktu kamu akan tahu siapa Mawar yang sebenarnya, jadi mama mohon, kamu bisa nerima Mawar ya nak? dan satu lagi, kamu tahu mama nggak pernah masak buat papa, malah papa melarang keras mama buat masak, kita bisa memakai jasa Art, jaman sekarang, jangan menganggap istri itu pembantu, kamu harus perlakukan mereka bagai bak ratu dirumahmu. Contoh papamu, nngak pernah nuntut apa-apa dari mama"
Rasya benar-benar tak suka melihat mamanya seperti ini "Tapi Rasya sama sekali gak mencintai Mawar ma, mana bisa mama maksa Rasya buat nikahin dia?"
"Cinta akan tumbuh dengan sendirinya, setelah menikah kalian akan mengenal satu sama lain."
Mama Rika terus menyakinkan anaknya, entah Rasya tak tahu apa yang tejadi?, mamanya selalu mengatakan, jika dia akan tahu Mawar yang sebenarnya.
"Sebenarnya apa sih yang mama sembunyiin tentang Mawar, kenapa harus Rasya menikahi dia?" Ia memicingkan mata, mencari hal yang mungkin mamanya sembunyikan darinya.
"Kamu mau tahu? nikahi dulu Mawar, baru kamu akan tau semuanya."
Ahh tak ada ujungnya jika dia terus membahas tentang Mawar pada mamanya, Rasya memilih kekamar membersihkan diri, dan berniat akan mengunjungi rumah Putri lagi, entah mengapa ia mendapat ide untuk membatalkan pernikahan mereka.
* * *
Drett drett
Getar ponsel menandakan ada pesan masuk, tangan lentik yang nempak sangat terawat itu mengeser layar miliknya, membuka aplikasi berwarna hijau, nampak banyak kiriman foto yang menampilkan kegiatan Mawar seharian ini.
Orang suruhannya benar-benar bisa diandalkan. Ia tersenyum "Bersabarlah sayang, kita akan segera bersama, kamu pasti akan tahu yang sebenarnya." Dipeluknya ponsel itu, tak sabar menunggu hari yang ia nantikan.
*
*
*
Terimakasih yang udah mau bersedia mampir dikarya aku, semoga kalian suka. Yang udah baca jangan lupa like komen dan hadiahnya ya, gak maksa kok, kalian udah mampir dikarya rahan ini saya sudah sangat berterimakasih 🙏🙏 hehe bagi yang kasih vote juga gak papa,
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!