Fokos dengan pekerjaannya, membuat ia mengabaikan seseorang yang sedang duduk di kursi sofa menikmati teh panas buatannya.
"Rahimah," panggilan lembut dari pria paruh baya yang tengah duduk di sofa menghentikan pekerjaannya menjahit kain.
~Sedikit cerita dari kisah hidup Rahimah~
Rahimah gadis cantik wanita muslimah berusia 21 tahun, adalah anak tunggal dari seorang duda yang bernama Muhammad Ramlan dan ditinggal mati oleh sang istri saat mengandung anak kedua.
Ia yang saat itu baru berumur 9 tahun pun mengamuk ketika melihat Ibunya Siti Fatimah dikebumikan, banyak Ibu-Ibu tetangga di sekitar rumahnya yang ikut menenangkannya. Tapi ia tetap meraung dan menagis sekencang-kencangnya di pusaran sang Ibu, sampai Ia pingsan kerena kelelahan dan tekanan mental ditinggal pergi Ibunya.
Ia bahkan sempat depresi atas kejadian itu, Ia yang mengalami depresi tidak bisa mendapat bentakan, dan semua orang di komplek sekitar rumah Rahimah pun tahu akan hal itu.
Bapaknya pun sempat hendak menikah lagi saat sudah satu tahun Ibunya meninggal, agar bisa menemani dan membesarkannya.
Datang dengan calon istri dan mengenalkannya pada Rahimah, Ramlan yang saat itu sedang pergi ke kamar mandi entah karena apa tiba-tiba Rahimah mengamuk ... tanpa banyak tanya Ramlan pun tau apa alasan putrinya kembali seperti demikian.
Ramlan pikir putrinya Rahimah sudah sembuh setelah beberapa bulan tidak pernah berprilaku seperti itu, tapi Ia bersyukur atas kejadian Rahimah yang mengamuk saat ditinggal berdua dengan calon istrinya, di situ Ia bisa melihat sifat asli dari wanita yang hendak dinikahinya.
Ternyata selain dibentak Rahimah juga dicubit dibagian bahu, Ramlan baru tahu saat membantu Rahimah mengganti buju yang kotor akibat mengamuk dan menagis seharian. Sangat kentara berwarna kebiruan dikulit putihnya.
Sejak kejadian itu Ramlan tidak pernah lagi ada niatan menikah kembali, Ia pun membesarkan Rahimah seorang diri. Rahimah juga pernah di-bully waktu SMP karena orang yang tahu tentang depresinya dan dikatai gila.
Rahimah sering dikurung di gudang oleh teman sekolahnya dan baru akan dibebaskan jika Ia sudah memohon dan mengiba, memohon ampun sembari menyebut namanya ... (Ampun ... Rahimah minta ampun ....) bahkan hampir dikeluarkan dari sekolah karena keadaannya. Untung ada Ustazah Habibah yang menjamin, menjadikan Ia tetap bersekolah. Ustadzah Habibah-lah yang juga banyak berperan besar dalam menyembuhkannya.
Seiring berjalannya waktu Rahimah pun sudah sembuh dari rasa depresinya, Ia tidak mengamuk lagi. Akan tetapi akibat pembullyan yang sering Ia dapatkan, reflek membuatnya meminta maaf memohon ampun menyebutkan nama sendiri jika merasa takut dan terancam.
Ia takut melakukan kesalahan dan terkadang itu masih terjadi sampai saat ini walau tidak sering, tapi Ia sudah bisa mengontrol. Melihat Bapak yang tidak menikah lagi, Ia pun mengijinkan Bapaknya untuk menikah lagi saat Ia duduk di kelas 9 yang langsung di tolak pak Ramlan tegas, bahwa cukup Rahimah saja yang menemani masa tuanya ... maka ia sudah sangat bahagia dan Rahimah tidak bisa memaksanya.
Setelah lulus SMA Rahimah tidak melanjutkan kuliahnya kembali, Ia lebih memilih menjadi tukang jahit di rumah agar membantu pemasukan keuangan Bapaknya.
Ia yang diam-diam tahu dengan kerugian sang Bapak, yang pernah ditipu rekannya membuat Ia memutuskan tidak mau kuliah, dan memberi alasan bahwa Ia ingin belajar membuat baju di rumah saja ... walau sang Bapak menyarankan Ia untuk kuliah jurusan Desainer Fashion tapi Ia tetap tidak ingin membebankan sang Bapak.
Ada banyak peralatan untuk membuat baju di dalam almari Ibunya, semua milik Ibu cukup ... dan Ia bisa belajar sedikit demi sedikit dari situ. Ia juga ingat pernah diajarkan oleh Ibunya cara membuat baju sendiri, dan itu sudah bisa jadi contoh pembelajaran agar Ia bisa mencobanya.
Sering salah dalam membuat baju tidak membuatnya menyerah, Bapaknya yang seorang penjual kain juga turut membantu Rahimah ... pak Ramlan akan membawakan kain sisa jualannya yang bisa dibuat baju. Jadi Ia selalu memanfaatkan hal itu, dan hasil yang Ia raih pun tidak sia-sia. Sekarang Rahimah sudah bisa membuat baju sendiri, terkadang beberapa tetangga juga minta dibuatkan baju olehnya, uangnya bisa Ia tabung untuk sehari-hari.
~Kembali menyambung keawal~
Rahimah yang berada di sudut ruangan dengan jarak beberapa meter dari tempat Bapaknya duduk, segera beranjak dari tempat mesin jahit.
"Iya Pak ada apa?" Sembari mendekat dan ikut duduk di samping Bapak.
"Besok kamu jadi pergi ke pernikahan temanmu yang di Bandung?" Tanya Bapak sembari meletakkan gelas berisi teh panas yang sudah diminumnya sedikit.
"Iya, Pak jadi." Angguknya cepat.
"Ya sudah, Bapak berpesan ... kamu hati-hati kalau pergi. Bapak cuman takut terjadi apa-apa denganmu."
"Inggih Pak, Insya Allah Imah bisa jaga diri. Lagian kan sudah sering Imah ke Bandung bareng Ustadzah Habibah," jelasnya.
"Kamu memang sudah sering pergi ke Bandung, tapi Bapak masih suka khawatir .... Sama siapa saja perginya?"
"Sama Nurul dan Dinda Pak, mereka nanti yang jemput aku pakai Travel." jelas Rahimah dan diangguki Bapak.
"Kalau begitu, Bapak pergi dulu! Mau buka toko," ujar Ramlan setelah meneguk habis teh panasnya.
"Nanti Aku izin keluar sebentar ya Pak?" Kata Rahimah meminta izin sambil berjalan mengantar pak Ramlan ke teras.
"Memangnya Kumu mau ke mana?" bertanya kembali kepada Rahimah.
"Mau ke rumah Ustazah Habibah, mengantarkan bajunya yang sudah selesai Aku jahit Pak. Sekalian belanja bahan dapur di warungnya Kak Sari," jelasnya.
"Ya boleh ... hati-hati di rumah, Bapak berangkat sekarang." Sembari mangulurkan tangan saat sudah duduk di atas motornya yang langsung disambut Rahimah dan diciumnya. Tak lupa pak Ramlan mengusap pucuk kepala Rahimah lembut yang terbungkus kerudung.
"Assalamualaikum." Ucap Ramlan sambil men'stater motornya.
"Wa'alaikumussalam," sahut Rahimah.
Lantas kembali ke dalam rumah, mengambil tas juga baju Ustazah Habibah kemudian mengunci rumahnya dan pergi dengan berjalan kaki.
Rumah Ustazah Habibah hanya terhalang empat buah rumah dari rumahnya. Ustadzah Habibah adalah istri dari Ustadz Ahmad, salah satu orang terkemuka di kompleknya ... dan Ustadz Ahmad baru meninggal 2 bulan yang lalu, setelah Ustadz Ahmad meninggal Ustadzah Habibah lebih sering mengajari orang mengaji di rumahnya.
Tiba di rumah Ustazah Habibah Jam sudah menunjukkan jam 08:15 menit, Rahimah mengira sepagi ini pasti belum ada murid yang mengaji di rumah itu ... tapi ia keliru. Saat ia mengucap salam dan mendapatkan balasan juga dipersilakan masuk kedalam rumah tersebut, karena pintu yang terbuka lebar. Terlihat wanita cantik kira-kira seumuran dengannya berpakaian muslimah mamakai kerudung sampai dada, tengah duduk bersila dihadapan meja kecil yang di atasnya terdapat buku IQ'RA.
"Imah kenapa diam di situ? Ayo sini masuk," panggilan dari Ustazah Habibah mengalihkan perhatiannya dari wanita yang tengah tersenyum kepadanya.
"Ini Bu Ustazah, saya membawa baju yang sudah selesai dijahit." Mendekat memyambut tangan sembari menciumnya.
"Oh sudah selesai ya? Ya sudah duduk sini, biar Ibu ambil uangnya dulu. Nak Mariam Ibu tinggal sebentar ya?" Wanita yang bernama Maryam mengangguk. Sepeninggalnya Ustazah Habibah, Rahimah mencoba bersikap ramah dengan menyapanya.
"Mbak murid barunya Ustazah Habibah ya?" tanya Rahimah ramah, tersenyum melihat wanita yang juga tersenyum kepadanya.
Mengangguk cepat dan menjawab, "Iya ... saya baru tiga bulan belajar mengaji sama Ustazah Habibah, dan sekarang saya sudah IQ'RA empat," ucapnya bangga.
Rahimah melongo mendengarnya, melototkan mata memandang tidak percaya. Ia segera mengerjapkan mata saat sadar dengan dirinya yang hanya diam bergeming.
"Oya? Hebat dong?" Pujinya, agar Maryam tidak tersinggung dengan dirinya yang sempat bengong. Sementara, orang yang disanjung tersenyum malu.
Meninggalkan rumah Ustazah Habibah, Rahimah pergi ke warung yang ada di seberang rumah Ustazah Habibah.
Saat sudah di depan warung, Ia sudah disambut oleh Sari, Kakak kelasnya semasa sekolah ... 2 tingkat darinya.
"Imah mau beli apa?" menyapa ramah pembelinya.
Sementara orang yang duduk di kursi samping Sari berdiri, menatapnya benci. Dia adalah Maya adik dari Sari dan teman sekelasnya, Maya juga pernah ikut membullynya waktu sekolah. Tapi ada Kakaknya yang memarahi Maya, jika ketahuan melakukan itu ... sejak mereka satu sekolah di bangku SD hingga SMA, Maya telihat tidak suka dengannya dan sampai sekarang, tapi Rahimah tidak peduli. Ia sudah biasa mendapat perlakuan seperti itu.
"Beli gula satu kilo, sabun cucinya satu bungkus yang tanggung, teh satu kotak, sama garam satu bungkus yang besar," ujarnya menyebut bahan belanjaannya.
"Jadi 27.000 rb." sembari menyerahkan kantong pelastik, dan ditukar Rahimah dengan uang pecahan 50.000 rb. "Ini uangnya Kak."
"Kembali 23.000 rb."
"Makasih Kak?" Ucap Rahimah menerima kembaliannya.
"Sama-sama," jawab Sari.
Melirik kepada Maya Rahimah tersenyum dan menyapanya. "Besok kamu jadi pergi ke bandungkan Maya?" tanya Rahimah yang di sahut ketus oleh Maya.
"Terserah gue mau pergi atau enggak, itu gak ada urusannya sama elu," ujarnya sembari pergi.
...****************...
Terlihat seorang pria tampan dengan sorot mata tajam, alis tebal, hidung mancung, rahang tegas yang juga ditumbuhi bulu halus dengan setelan jas warna hitam menutupi kaos putih yang melekat di tubuhnya, dipadu padankan dengan jins hitam .... Tengah menuruni anak tangga dan menghampiri meja makan.
Dia ialah Cristian Santiago, 26 tahun ... seorang CEO termuda di sebuah purasahaan besar tempat jasa pengiriman barang. Ia selalu pergi ke kantor dengan pakaian apa saja yang ia inginkan hari ini, selalu terlihat santai tapi dengan wajah yang datar dan dingin.
Di meja makan pun sudah ada seorang gadis cantik, berambut panjang lurus tergerai indah yang tebih muda 6 tahun darinya menyambutnya dengan senyum manis ... dialah Cristina Santiago.
"Selamat pagi Kak?" sapa Cristina setelah Kakaknya berdiri di dekat meja makan.
"Pagi juga," balasnya sembari menarik kursi dan duduk di samping Adiknya.
"Apa besok Kakak jadi pergi?" Bertanya sambil menyiapkan sarapan untuk Kakaknya.
"Ya," jawabnya singkat.
"Jadi hari ini Kakak akan lembur?" Tanyanya lagi sembari meletakkan piring dihadapan Sang Kakak.
"Iya. Lalu Kau ... apa jadi pergi mengaji hari ini?" Cristina tersenyum menatap sang Kakak dengan semangat mengiyakannya.
"Iya dong ... Akukan sudah siap." Berdiri merentangkan tangan menggerakkan sedikit badan ke kiri dan kanan, memperlihatkan penampilannya yang sudah memakai busana gamis.
Cristian pun menoleh memperhatikan penampilan Adiknya, dari atas sampai bawah, kemudian mengerutkan kening.
"Kenapa gak pakai kerudung?" saat sudah menyadari penampilan Adiknya, ada sesuatu yang kurang.
"Kelamaan kalau pakai kerudung sekarang ... gerah. Ini kerudungnya sudah Aku simpan dalam tas." Ucapnya mengeluarkan sedikit kerudung, memperlihatkan kepada Kakaknya.
"Hemm, memangnya Kamu mau mengaji jam berapa? Dan kuliahmu bagaimana?"
"Jam 8, kalau kuliahku nanti jam sepuluh'an," ucap Cristina menikmati sarapannya.
"Apa mau diantar bareng Kakak?" Sambil menyantap Nasi goreng buatan Adiknya.
"Iya Aku sekalian bareng Kakak aja deh."
Selesai sarapan mereka pun pergi.
Sampai di rumah tempatnya belajar mengaji, Cristina segera turun. Cristian pun melesat pergi meninggalkannya.
...****************...
Di dalam ruang kerjanya Ia terlihat serius saat mendengarkan seseorang berbicara di seberang sana melalu telepon genggamnya.
"Pantau terus pengembangannya, kumpulkan semua bukti-bukti. Besok Aku akan berangkat kesana," ucapnya dingin dan tegas menyahut lawan bicaranya dan langsung mematikan teleponnya.
"Bangg satt" umpatnya geram menggegam Hp, ditangannya dengan erat sampai rahangnya mengeras.
"Berani-beraninya Kau ingin bermain di belakangku, liat apa yang akan Aku lakukan besok pada kalian PENGHIANAT." ujarnya penuh penekanan.
Memandang selembar foto ditangannya. Melirik foto-foto yang ada di atas meja, di dalam foto menampakkan sepasang manusia yang sedang berjalan-jalan di tepi pantai, dengan bahagia tak jauh berbeda seperti ditangannya membuat darahnya mendidih.
Mejalin hubungan dengan wanita selama bertahun-tahun, tentu saja sudah banyak cerita indah yang telah dia buat bersama.
Begitu juga dengan perasaan cintanya yang sudah berlabuh pada kekasihnya, dan dia pikir pastilah kekasihnya pun juga dimikian kepadanya.
Tapi saat beberapa bulan lalu Ia menyelidiki keberadaan kekasihnya, Ia malah mendapatkan kenyataan buruk dari laporan anak buahnya, bahwa sang kekasih sedang berselingkuh.
Bertahun-tahun mengenal sang kekasih nyatanya tidak membuat ia mengenali sifat asli wanita itu. Entah karena cinta yang begitu besar atau kerena terlalu bodoh, hingga Ia selalu mamaafkan kesalahan kekasihnya.
Setelah ia menunjukkan foto-foto perselingkuhan itu, kepada kekasihnya ... wanita itu berkilah mengatakan bahwa mereka hanya berteman, Ia pun menganggap itu hanya angin lalu dan berharap kekasihnya itu berkata jujur.
Dan lagi-lagi saat ini ... ia menyelidiki kekasihnya, Ia kembali mendapatkan laporan yang tidak jauh berbeda dari yang dulu. Dibodohi dan dikhiyanati, itulah yang Ia rasakan saat ini, dan Ia baru sadar bahwa Ia hanya dimanfaatkan oleh kekasihnya.
Mengambil semua foto-foto yang ada di atas meja, lalu Ia remas sekuat tenaga. Kenyataan buruk itu seperti mimpi baginya, selama ini selalu saja Ia tampik. Tapi untuk kali ini Ia tidak akan memaafkan lagi kesalahan yang fatal dari kekasihnya.
Seandainya Ia tidak pernah tahu dengan perselingkuhan kekasihnya, selangkah lagi Ia hampir menikahi wanita pujaannya itu.
"Semua keperluan yang lo butuhkan sudah gue siapin," Ia yang tengah geram meremas foto yang ada di tangannya tersentak kaget saat tiba-tiba ada seseorang yang datang dan langsung bicara.
"Brengg ss*k lo Adit, main masuk aja ... untung gue gak serangan jantung," sungutnya menatap kesal, sedang orang yang ditatap terkekeh geli karenanya.
Ya ... hanya yang sudah sangat dekat saja, yang berani seperti itu kepadanya. Jika orang yang baru saja mengenalnya, tentu tidak akan berani saat metihat wajah dinginnya.
"Hehe.. sory sory, lupa gue. Piss." Ucapnya mengangkat tangan, memperlihatkan jari telunjuk dan tengahnya membuat simbol v.
"Kamar lo dengannya bersebelahan, jadi lo bisa menangkap basah mereka." Sembari duduk di bangku sofa dengan santai.
"Hemm." Gumamnya membuang foto, yang sudah tidak berbentuk lagi ke tempat sampah.
"Apaan tuh yang elo buang? Foto lagi?" bertanya sekaligus menjawab sendiri.
"Buat kali ini lo jangan bodoh lagi, gue gak setuju. Cewek kaya dia nih yah ... mustinya enyah dari dunia ini ... bisa-bisa ini bumi hancur gegara banyak cewek kaya dia," ucapnya panjang lebar menatap serius kepada atasan berkedok teman. Sedang yang dikatain bodoh menatapnya nyalang tapi Adittetap cuek karena sudah biasa.
"Kali ini gue gak bakalan biarin mereka hidup enak, di atas penderitaan gue," kemarahan yang tadi, datang kembali ditambah mendengar kata bodoh oleh bawajannya.
"Mereka harus merasakan rasa sakit yang teramat sakit," ujarnya dengan rahang yang mengeras, dan menggepalkan kedua tangan memperlihatkan urat-urat tangannya sembari melotot kepada Adit.
"By the way, gimana sama calon adik ipar gue? Udah bisa ngaji belom?" tanyanya mengelihkan pembicaraan dengan mulut penuh makanan yang baru saja Ia ambil dari dalam toples.
Adit tidak ingin membuat atasannya marah tak terkendali saat ini, lebih baik tenaganya disimpan untuk besok pikirnya.
"Lumayan, udah IQ'RA empat katanya," ujarnya tersenyum samar hampir tidak terlihat, menatap Asisten sekaligus teman semasa kuliahnya.
Jika sudah membicarakan sang adik, Ia sangat antusias apa lagi berhubungan dengan perkembangan belajarnya, tapi Ia bisa menutupi expresi wajahnya yang datar. Adit memang sudah tau kelemahan temannya ini, dan hanya dia yang tau.
"Wah hebat yah, udah ada kemajuan tuh Cristina," ucapnya yang langsung di sahut Cristian.
"Panggil dia Maryam, kalau gak lo bakal kena marah dia." ralat Cristian.
"Iya, iya.. lupa gua ah," ucapnya sewot.
BERSAMBUNG...
Terimakasih karena sudah berkenan membaca karya saya ini, semoga tidak membosankan dan bisa membuat semua terhibur.🙏
Tinggalkan jejak, komen, like, gift atau vote dan jangan lupa jadikan favorite. 😊✌
Noormy Aliansyah
Malam pun bergati siang, kicawan burung menyambut pagi hari yang cerah.
Rahimah sudah siap dengan tas baju, menunggu kedatangan teman yang akan menjemputnya, sengaja mereka pergi lebih pagi agar bisa menghadiri ijab khobul teman semasa sekolah mereka siang nanti dan istrahat lebih lama sebelum malam harinya menghadiri resepsi pernikahannya.
Soraya setelah lulus SMA Ia pinda ke Bandung mengikuti sang Mama yang menikah lagi dengan seorang pemilik kebun teh, tidak di sangka Ayah tiri Soraya sangat baik. Ia dan Adiknya pun kembali menyambung pendidikan yang lebih tinggi, Soraya bertemu dengan seorang putra pengusaha perhotelan saat kuliah di Bandung. Mereka pun menjalin kasih selama sama-sama di bangku kuliah, tidak di sangka sebelum hari kelulusannya Ia di lamar oleh kekasihnya.
Kedua orang tua pacarnya ingin mereka segera menikah setelah kelulusan mereka. Memang tergolong terlalu cepat, tapi Ia tidak masalah, Ia pun bersedia atas kesadaran diri sendiri dan tanpa tekanan. Dari dulu Ia memang ingin menikah muda bahkan sang Mama dulu menikah jauh lebih muda dari dirinya yaitu di usia 18 tahun.
"Tin ... tiinn ...." Rahimah beranjak dari duduknya menuju teras, terlihat Mobil yang akan membawa mereka pergi ke Bandung sudah terparkir di halaman rumahnya yang tidak terlalu besar.
Di liriknya jam tangan sudah menunjukan 06:30 menit, temannya pun turun dari mobil untuk meminta izin kepada Pak Ramlan agar mengizinkan Rahimah pergi bersama mereka ke Bandung.
Sebenarnya bukan mereka saja yang di undang ke pernikahan Soraya, semua teman sekelas Soraya yang lain juga turut di undang, hanya saja yang lain tidak ingin berangkan bersama dengan Rahimah. Tapi pengecualian untuk Nurul dan Dinda mereka adalah teman akrab begitu juga dengan Soraya, mereka bisa di bilang lebih akrab.
"Assalamualaikum," ucap Nurul dan Dinda berbarengan.
"Wa'alaikumussalam ...." balas Rahimah.
"Sudah siap?" tanya Nurul yang di angguki Rahimah.
"Tunggu sebentar, Aku panggil Bapak dulu ya? Kalian duduk dulu," kata Rahimah beranjak masuk, mereka pun duduk menunggu ... tak lama muncullah Rahimah dengan Bapaknya yang langsung di salami Nurul dan Dinda.
"Pak Aku izin pergi dulu ya?" pamit mereka pada Pak Ramlan yang di beri wanti-wanti oleh Pak Ramlan.
"Hati-hati kalian, jangan lupa kabari Bapak kalau sudah sampai."
"Hai nak, hati-hati kalau menyetir jangan ngebut-ngebutan," sekarang Pak Ramlan beralih memberikan nasehat kapada sang supir.
"Inggih." Jawabnya tersenyum ramah sembari sedikit membungkukan kepala.
Mereka pun berangkat setelah mengucapkan salam kepada Pak Ramlan, perjalanan pun dimulai dengan membaca basmalah. Karena hari ini adalah hari minggu jadi jalan tidak terlalu macet, hanya memerlukan waktu 2,5 jam perjalanan mereka sudah sampai di hotel.
Karena Akad Nikah akan di laksanakan di Masjid dekat rumah mempelai wanita, jadi mereka memutuskan untuk ke hotel dulu agar bisa menyimpan tas baju mereka barulah mereka pergi ke tempat Akad Nikah.
Berhubung tamu undangan yang begitu banyak, semua kamar hotel tempat di laksanakannya resepsi pernikahan nanti malam sudahlah penuh, walau pun mereka sudah memesan kamar dari jauh-jauh hari sebelum hari-H melalui Travel*ka, tapi tetap saja mereka tidak kebagian kamar. Alhasil mereka memesan kamar di holet lain yang masih berdekatan.
...----------------...
Saat mereka sampai di teras Masjid sudah terdengar suara instruksi penghulu memberikan nasehan pernikahan kepada mempelai pengantin. Sepertinya juga tausyiah yang di berikan sudah berjalan separuh, mereka pun masuk perlahan ... terlihat sepasang pengantin tengah duduk bersebelahan di depan penghulu.
"Pernikahan bukan sekedar akhir dari sebuah hubungan, melainkan awal penyatuan laki-laki dan perempuan yang di dalamnya terselip sebuah komitmen penting. Pernikahan itu menyatukan dua makhluk Allah yang berbeda Komitmen inilah yang membuat sebuah pernikahan itu langgeng sampai tua. Kalian sudah berjanji sehidup semati di hadapan Tuhan, maka pertahankanlah komitmen itu. Jadi, setiap kali ingin bercerai atau berselingkuh, ingatlah kembali komitmen yang sudah kalian buat," ujar Pak penghulu.
"Laki-laki sangat didominasi oleh logika. Sementara wanita, lebih mengemuka perasaannya. Belum lagi latar belakang keluarga, pendidikan, lingkungan, dan lain sebagainya. Jadi jarang atau mustahil, dalam pernikahan itu langsung cocok, persis. Selalu saja ada kurangnya.” Para tamu semakin menyimak, begitu juga Rahimah dan teman-teman.
“Tugas suami itu mengayomi istri. Buat istri nyaman dengan kehadiran kita sebagai suami. Suami itu imam di rumah. Makanya dia yang paling tahu kemana arah rumah tangganya dibawa. Suami bersama istri harus bisa merumuskan visi keluarganya dibawa kemana. Tentu, semua merujuk kepada al-Qur’an dan as-Sunnah. Ada aturan main yang rigid di sana. Nak Zidan harus belajar dari situ,” ucap penghulu memandang pengantin pria.
"Kunci sukses hubungan adalah adanya komunikasi. Pastikan Istri selalu membangun komunikasi yang baik dengan pasangan. Jika ada persoalan, baik dalam keluarga kamu atau masalah anak, sebaiknya bicarakan dengan suami. Jangan sembunyikan apa pun dari suami karena jika dia tahu dari orang lain, justru itu bisa jadi pemicu pertengkaran. Jika hubungan mau awet, minimalisir segala kemungkinan yang bisa menyebabkan pertengkaran."
"~Kerikil-kerikil~ dalam pernikahan adalah hal yang biasa. Namun, jika tak diselesaikan sampai tuntas, ~kerikil'~ tersebut bisa menjadi ~batu besar~ yang merusak rumah tangga kamu dan pasangan. Segera selesaikan setiap masalah yang terjadi dalam rumah tangga, sesepele apa pun itu. Bicarakan pendapat dari masing-masing pihak dan berusahalah untuk menemukan solusinya. Setiap masalah pasti ada penyelesaian asal dari kalian mau saling melepas ego."
"Sehingga sebagai imam, Nak Zidan harus berusaha menyelesaikan semua masalah itu dengan adil dan penuh kasih sayang. Jika ternyata belum bisa selesai juga, mintalah nasihat kepada murrabi, atau ustadz yang paham tentang syariah. Selain itu, bekalilah dirimu dengan membaca Fiqh Munakahat, biar faham tentang pernikahan itu.”
"Dua kata yang sebenarnya sangat sederhana. Jika salah, jangan ragu untuk katakan maaf dengan tulus dan sebaliknya katakan terima kasih pada apa yang sudah pasangan lakukan untukmu. Dengan begitu, tidak ada yang namanya perselisihan yang berlangsung lama. Alhasil, kepuasan terhadap hubungan jadi lebih besar."
“Suami itu juga mempunyai kewajiban memberi nafkah lahir batin terhadap keluarga. Sehingga suami, sebagai tulang punggung keluarga, harus mencari rejeki yang halal buat keluarga. Istri, sebagai manajer yang mengelola keuangan keluarga. Bukan soal banyak atau sedikit, namun yang lebih utama adalah berkahnya. Sebab dengan keberkahan, kebutuhan keluarga akan tercukupi."
"Secara batin, suami harus menciptakan rasa aman dan nyaman di keluarga, sekaligus menjadikan keluarga Qur’ani. Di sisi lain, suami juga wajib memberikan nafkah biologis kepada istrinya. Semuanya harus imbang, dan saling pengertian serta memahami.”
“Olehnya,” jeda penghulu. “Jadikanlah istrimu laksana bidadari surga, Insya Allah Nak Zidan akan diperlakukan sebagai raja. Jangan hardik dan kasari istrimu. Baik secara fisik maupun kata-kata. Sebab istri itu selalu ingat, apa yang dilakukan suaminya terhadap dirinya. Ingat, mereka lebih mengedepankan perasaan dibanding logika. Mungkin bagi lelaki itu hal sepele, namun bagi wanita tidak.”
“Panggillah istrimu dengan nama kesayangan, yang hanya kalian berdua yang paham. Misalnya ‘cinta’, ‘cantik’, ‘mawar’, ‘melati’, dan lain sebagainya.” Mereka mulai tersenyum. “Asal jagan Bunga Bangkai yah Nak Zidan.”
Goda penghulu seketika membuat semua tamu tertawa lebar.
“Insya Allah, sebentar lagi Nak Zidan memasuki pintu gerbang pernikahan. Nak Zidan telah menggenapkan separoh dien(Separuh Agama). Jadilah suami sekaligus imam. Yang akan membawa keluarga tidak hanya bahagia di dunia. Namun yang akan terus berkumpul di janah-Nya kelak.”
"Amin." Semua tamu serempak mendo'akan.
"Baik, mungkin cukup sampai disini nasehat yang dapat saya sampaikan untuk calon pengantin," ujarnya mengakhiri tausyiah.
"Nak Zidan apa sudah siap?"
"Para saksi?"
Pengantin pria hanya misa menganggung tanpa menjawab.
"Tidak usah tengang Nak Zidan, semua orang juga pernah mengalaminya." Lagi-lagi semua tamu tertawa.
"Baik karena Ayah dari mempelai wanita sudah meninggal jada walinya di limpahkan kepada sang Paman. Mari kita mulai," kata penghulu.
Pertama-tama penghulu membimbing pengantin wanita untuk meminta sang paman menjadi wali hakim. Paman pun terlebih dahulu membaca Dua kalimat syahadat.
أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ
(Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan melaikan Allah. Dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah.)
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
(Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang.)
"Paman Agus Iriansyah wali hakim," dengan perlahan Soraya di bimbing.
"Saya minta kepada paman... untuk menikahkan saya... nikahkan Saya kepada Ahmad Zidan Idris... dengan maskawin berupa... 20% Saham perhotelan... dan uang 1 Miliar... telah di sediakan"
"Ananda Ahmad Zidan Idris bin Ahmad Darman Idris Saya nikahkan dan Saya kawinkan engkau dengan Intan Soraya Riduansyah binti Alm. Gusti Riduansyah dengan maskawinnya berupa 20% Saham perhotelan dan uang sebesar 1 Miliar dibayar tunai.” Paman pengantin wanita.
"Saya terima nikah dan kawinnya Intan Soraya Riduansyah binti Alm. Gusti Riduansyah dengan maskawin tersebut tunai," ucapnya dengan sekali tarikan nafas dan sedikit hentakan di tangan.
"Sah?" tanya penghulu.
"Sahhh ...." jawab saksi serempak di ikuti para tamu.
"Alhamdulillah."
"Baarakallahu likulii wahidimmingkumaa fii shaahibihi wa jama'a bainakumma fii khayrin."
"Amin."
Zidan pun memasangkan Cincin ke jari manis Soraya begitu pun sebaliknya, tepuk tangan dari para tamu mengiringinya. Tak lupa Soraya mencium punggung tangan sang Suami takzim.
Kemudian tangan kanan Zidan menyentuh ubun-ubun Soraya yang terbungkus kerudung, tangan kirinya menggenggam tangan kanan Soraya seraya membaca Do'a.
"Allahumma inni as'aluka min khoirihaa wa khoirimaa jabaltahaa 'alaihi. Wa a'udzubika min syarrihaa wa syarrimaa jabaltaha 'alaih." Lalu mencium kening wanita yang kini resmi menjadi istrinya. Lama, ia pun tersadar saat penghulu berdehem memgagetkannya.
"Ehemm, masih banyak tamu ini ... nanti saja di lanjutkan di kamar kalian," para tamu tergelak, sementara sepasang pengantin tertunduk malu karena tidak sadar di tatap tamu yang hadir.
Tamu pun menghampiri mengucapkan selamat serta Do'a semoga menjadi keluarga Shakinah, Mawadah, dan Warahmah. Kini tiba giliran Rahima dan teman-temannya untuk mengucapkan selamat.
"Soraya ..." panggil mereka histeris barengan.
"Ya ampun, ya ampun, ya ampun ... kamu cantik banget," ucap Nurul heboh.
"Haha makasih karna kalian sudah datang ke sini."
"Kenalin ini Mas Zidan dia mantan sinior Aku di kampus," kata Soraya mengenalkan. Mereka pun saling berkenalan, dan saling melepas rindu karena bisa pertemu.
...****************...
Di lain tempat di waktu yang sama.
"Selamat datang Tuan Cristian," anak buah dari Cristian menyambut kedatangannya di Bandara.
"Heem," jawabnya acuh sembari berjalan tegas yang langsung di ikuti anak buahnya.
"Bagaimana Tomi?" tanyanya singkat saat sudah masuk kedalam mobil, entah pertanyaan apa yang ia maksud tapi anak buahnya sudah mengerti.
"Mereka sedang jalan-jalan sejak dari tadi pagi tuan, dan belum kembali," jawab orang yang bernama Tomi melirik sekilas kepada tuannya melalui kaca spion yang menggantung di depannya kemudian kembali fokos pada jalanan yang ia lalui.
Cristian yang sibuk dalam pemikiran rencana apa yang akan ia lakukan pada wanita itu, tiba-tiba terdengar bunyi suara notifikasi dari telefon genggamnya dan segera ia buka, seketika raut wajahnya berupa merah padam dan rahang yang mengeras.
"B*ngg satt," umpatnya membuat perhatian Tomi kembali ke kaca spion dan menajamkan pendengarannya.
"Berani-beraninya mereka menggunakan uangku, awas kau Sherlin," ucapnya geram terdengar kemarahan yang tertahan. Ternyata pesan yang Ia terima ialah pesan pemberitahuan penarikan sejumlah uang dari kartu ajaibnya yang ada di tangan Sherlin.
Setibanya di hotel Ia bergegas menuju kamarnya yang sudah di pesan oleh Adit, dan di tuntun oleh Tomi menuju lantai 18.
"Tetap awasi mereka dan beritahu Aku jika mereka sudah kembali!!" ucapnya sebelum masuk ke dalam kamar.
"Baik tuan." Membungkukkan badan lalu bergi setelah pintu tertutup.
Menghempaskan tubuhnya kesofa dan bersandar, mengeluarkan rokok dari tempatnya kemudian Cristian menyalakan rokok dan mulai menghisapnya dalam, menghembuskan asap rokok dengan kasar.
Ia sedang melepaskan sesak dan beban yang mengganjal di hatinya, terus menghisap rokok dengan pikiran berkelana. Menyesali kebodohan yang Ia rasakan, kenapa Ia baru sadar sekarang, kenapa tidak dari dulu saja Ia menyelidiki kekasihnya itu. Pertanyaan seperti itu selalu berulang dan terngiyang-ngiyang di pikiran Cristian.
Kembali mengambil telepon genggamnya dan membuka pesan yang Ia baca tadi di perjalanan, Cristian tersenyum masam membacanya.
"Brenggs*kk," makinya mengingat semua yang Ia alami, kembali menghisap kokok dan menghembuskannya kasar berusaha meredam emosi dalam diri agar terkendali.
...****************...
"Iya Pak lancar ... kami baru saja kembali ke hotel, setelah dari Masjid yang di adakannya Akad Nikah," jelas Rahimah memberi kabar
kepada Ramlan.
(x x x)
"Iya nanti malam sebelum Aku pergi keacara resepsinya Aku telpon Bapak," janji Rahimah.
(x x x)
"Baik Pak, Wa'alaikumussalam," menutup telponnya setelah mendengar salam dari sana.
"Rahimah mana baju yang kamu bikin buat kita?" Dinda yang sejak tadi ingin bertanya tapi urung saat melihat Rahimah yang sedang menelepon Bapaknya, dan setelah telepon itu mati Ia langsung bertanya. Takut lupa lagi menanyakannya.
"Haha, iya belum Aku kasih ya? Maaf ya Aku lupa," segera membongkar isi tas bajunya, di keluarkannya tiga buah baju yang nama warnanya sama. Berwarna cream, Model kebaya polos yang simpel menggunakan bahan maxmara dan ditambah aksen bordir pada bagian bawah kebaya membuat tampilan kebaya terlihat cantik. Potongan kebaya dengan lengan panjang dan menutupi panggul, juga aksen lancip pada bagian bawah kebaya dan bentuk kebaya yang tidak fit body menutupi lekuk tubuh.
"Waww, keren banget.. Aku suka, Aku suka." Kata Dinda meletakkan baju di depan badannya dan berputar-putar kegirangan.
"Mana-mana? Aku juga pengen liat, siniin," mengambil baju yang di sodorkan Rahimah dan melakukan hal yang sama seperti Dinda, Ia pun tidak kalah heboh dengannya. Rahimah hanya geleng-geleng kepala melihatnya sambil terkekeh.
"Cantiknya, udah bisa bikin butik sendiri ini kita," kata Nurul penuh semangat, Ia mulai menerawang menghitung keuntungan dari hasil penjualan rancangan Rahimah.
"Udah deh gak usah di itung dulu kali ... duitnya," Dinda sudah bisa menebak apa yang temannya itu pikirkan, kuliah jurusan Akutansi membuatnya selalu menghitung-hitung yang belum di jual, padahal modalnya saja gak ada.
"Hehe.. tapi beneran ini. Kitakan bisa promosikan baju yang di buat Rahimah di mensos, siapa tau ada yang tertarik dan minta di buatin. Apalagi kainnya tinggal kita ambil sama Bapaknya Rahimah, ya gak?" ujarnya memberi saran.
"Iya ... tinggal ambil di tokonya Pak Ramlan, trus bayarnya pakai apa kalau kita gak ada modal? Ngutang gitu ...? Trus Bapak Rahimah mau beli kain lagi dapet duit dari mana?"
"Gak semudah itu MAIMUNAH...! Kalau mau fromosi di mensos itu musti banyak modelnya ... dari segi warna dan desainnya, masa iya yang di pajang cuman atu?" sungut Dinda menatapnya kesal. Nurul meringis melihat temannya yang marah-marah.
"Sudah sudah ... sebaiknya kita istrahat dulu." Kata Rahimah melerai, kalau tidak segera dihentikan akan panjang urusannya, yang ada mereka akan lebih banyak membahas itu pikir Rahimah, yang di setujui Nurul dan Dinda.
BERSAMBUNG.....
Terimakasih karena sudah berkenan membaca karya saya ini, semoga tidak membosankan dan bisa membuat semua terhibur.🙏
Tinggalkan jejak, komen, like, gift atau vote dan jangan lupa jadikan favorite. 😊✌
Noormy Aliansyah
Cristian mengerjapkan mata menyesuaikan pencahayaan yang masuk pada kornea matanya, setelah terbuka sempurna diliriknya benda bulan yang melinggar di lengan kirinya, ternyata jam sudah menunjukkan Pukul 18:48 menit, lamanya tertidur hampir 3jam ... membuat Cristian fres kembali.
Di ambilnya Hp yang berada di nakas, jarinya pun bergerak menekan no seseorang.
"Apa mereka sudah kembali?" katanya saat sambungan telfonnya sudah terhubung.
"Pergi lagi?" pekiknya dengan suara yang tiba-tiba meninggi, kabar yang Cristian dapatkan membuatnya marah dan berdecak kesal.
"Ber*ngsekk." Umpatnya.
"Siapkan makanan, Aku ingin mandi," ucapnya dingin segera mematikan telefon dan beranjak pergi ke kamar mandi.
Di bawah kucuran air dingin kedua tangannya bertumpu di dinding menopang badan sembari memejamkan mata, menikmati setiap tetesan air yang membasahi wajah dan tubuhnya. Cristian sedang mempersiapkan detik-detik kehancuran orang-orang yang telah menghianatinya.
Menyudahi aktifitas mandinya, Ia ambil handuk yang menggantung dengan cepat dan melilitkannya di pinggang, segera keluar dari kamar mandi. Saat Cristian keluar, Tomi sudah berdiri di dekat meja sofa beserta makanan yang tersaji.
Berjalan tegas sambil menggosok rambut yang masih basah dengan handuk kecil di tangannya. Tangan yang bergerak-gerek membuat tonjolan otot lengan dan bahunya serta perut bak roti sobek bergerak seirama.
mendekati baju di atas ranjang yang telah di siapkan Tomi.
Cristian yang mengingat laporan Tomi tadi, kembali merasa marah. Sherlin tadi sudah kembali ke kamarnya bersama selingkuhannya. Tapi apa yang di lakukan Tomi? Dia malah tidak memberitahu Cristian dan itu menyebabkannya marah.
"Kenapa kau tidak memberi tahuku kalau mereka tadi kembali kesini?" bertanya dengan tatapan tajam kepada Tomi sembari mengenakan pakaian.
"Maaf tuan. Tadi Anda sedang tidur," matanya memicing melihat Tomi menundukkan 3/4 badannya sebagai permintaan maaf. Cristian memang selalu perpikir dalam mengambil keputusan dia tidak mungkin menghajar Tomi yang tidak memberitahunya, karena yang di katakan Tomi itu benar, Ia tadi sedang tidir.
Selesai berpakaian Ceistian mendekat ke arah Sofa dan hendak menyantap makanan yang di hidangkan, belum sempat Ia memakannya teleponnya berdering.
📱🎶🎶
What are words if really
Don't mean them when you say them
What are words if they're only
For good times then that' all
"Hallo, ada apa?" Ujar Cristian berucap setelah melihat nama yang tertera dari layar HP nya.
(x x x)
"Heemm." Ia hanya bergumam mendengar pernyataan dari sebrang telefon.
(x x x)
"Terserah," jawabnya dingin.
(x x x)
"B*ngg satt." umpatnya melempar HP ke sofa di sampingnya, kembali melanjutkan makannya yang belum tersentuh.
"Tomi," melirik Tomi.
"Iya tuan," selalu sigap menanti perintah Cristian.
"Apa kadonya sudah siap?" sambil menyuap makanannya.
"Sudah tuan, anda bisa memeriksanya," Tomi mengambil amplop dalam tas dan menaruhnya di atas meja. Cristian hanya melirik, membiarkannya sampai Ia selesai dengan makanannya.
Selesai makan Cristian bersantai sejenak,
setelah waktunya tiba Ia pun bersiap untuk pergi ke acara undangan kliennya.
Di jalan dari kejauhan saat hendak menuju lift Cristian dapat melihat segerombolan wanita di depan pintu lift, sepertinya sedang ribut kecil. Tiga wanita yang memakai kerudung sengaja membiarkan wanita yang berpakaian sedikit seksi pergi masuk lift terlebih dulu, dan meninggalkan meteka.
Setelah pintu lift kembali terbuka barulah mereka masuk. Pintu lift pun perlahan tertutup sempurna ketika Cristian sampai di depan lift, dan Ia pun membiarkannya. Cristian sengaja menanti pintu yang berikutnya.
"Ting," berjalan masuk kedalam lift dan sampai di lantai dasar, di teras hotel di lihatnya sudah ada Adit yang menunggu di samping mobil.
"Emangnya lo gak cape baru datang musti ke acara ini?" memang hanya bersama Adit saja Cristian berbicara santai.
"Tenang aja, gue nanti yang bakal gantiin elo di acara ini kalau-kalau mereka kembali," ucap Adit santai tidak merasa lelah.
"Lekas berangkat," kata Cristian masuk kedalam mobil tapi di cegah oleh Adit.
"Eh gak jalan kaki aja kita? Itukan hotel di sebelah," tunjuk Adit mendapatkan tatapan tajam dari Cristian tapi ia tidak merasa takut.
"Iya, iya ... cepetan masuk. Tomi Kamu bisa pergi, biar Kami saja yang ke pesta dan jangan lupa suruh anak buahmu menghubungiku bila ada perkembangan." Ujar Adit berjalan ke pintu kemudi, Tomi langsung membungkuk.
...----------------...
"Selamat malam Pak Darman, selamat atas pernikahan putra Anda," ucap Cristian sembari bersalaman kepada rekan bisnisnya.
"Terimakasih nak Cristian dan nak Adit yang sudah berkenan hadir." Ucap Amad Darman Idris menerim uluran tangannya.
"Mari Saya kenalkan dengan putra Saya." Ucapnya lagi.
"Ini Zidan putra Saya dan ini Soraya." Pak Darman mengelkan putra dan menantunya saat sudah di pelaminan.
"Zidan, ini rekan bisnis Papah. Namanya Nak Cristian dan ini Nak Adit, Asistennya."
"Terimakah karena sudah berkenan hadir di pernikahan Saya," Zidan mengulurkan tangan bersalanan.
"Ini hadih dari saya," Cristian mengeluarkan amplom dan menyerahkannya yang langsung di terima oleh Zidan.
"Wah terimakasih Pak Cristian anda tidak perlu repot-repot." Ucap Zidan sungkan.
"Itu tidak merepotkan," ucap Cristian dingin dan datar, Zidan meringis menyadari lawan bicaranya tidak ada canda guraunya.
"Kalau begitu mari, silahkan nikmati sajian makanannya," kata Pak Darman yang sudah mengenal rekannya tentu ia sudah biasa.
Mereka pun berlalu dari tempat pelaminan, saat sedang meminum minumannya Adit mendapat telepon dari anak buahnya.
"Cristian, mereka sudah kembali." Ucap Adit membuat Cristian geram dan langsung pergi.
"Beritahu Pak Darman ada keperluan mendadak." Ucap Cristian sembari meletakkan gelasnya dan berjalan cepat.
...****************...
Rahimah sudah bersiap dengan kebaya yang di buatnya begitu juga dengan Nurul dan Dinda, mereka pun keluar bersama hendak menghadiri resepsi pernikahan Soraya. Saat hendak masuk kedalam lift ternyata ada orang yang mereka kenal. Dia ialah Maya, Lia, Dhila, dan Sarah yang ternyata Satu hotel dengan mereka.
"Hai semua, kalian nginep di sini juga ya?" Tanya Rahimah sopan. Tapi itu membuat Maya kesal.
"Kalau iya kenapa gak suka?" sewotnya menatap malas kepada Rahimah.
"Iya kita gak suka.." Kata Nurul cepat.
"Kalau gak suka, ya kalian tinggal pergi, gampangkan?" sahut Sarah menimpali.
"Udah deh, mending kalian duluan aja turunnya," saran Dinda kepada Maya dan temannya.
"Eh, enak aj----...." Belum selesai Nurul bicara hendak protes segera di cegah Rahimah.
"Nurul ... itu lebih baik," seketika wajahnya berubah cemberut sambil membuang muka kesal.
"Dah ...." Ejek Maya dan temannya serempak, yang membuat Nurul semakin kesal dan emosi.
Sejak mereka masuk lift dan sudah turun di lantai dasar Nurul tidak henti-hentinya megerutu tentang kejadian tadi. Nurul memang selalu bertengkar bila bertemu dengan Maya dan teman-temannya, sejak Rahimah di bully oleh Maya dulu, Nurul yang menjadi pelindung Rahimah membuat Maya juga membencinya.
Mereka pun berjalan menuju hotel tempat resepsi pernikahan Soraya, mereka hanya berjalan kaki karena hotelnya memang berdekatan. Hotel yang ditempati oleh Rahimah ialah hotel dalam satu naungan yang sama dengan acara resepsi pernikahan.
Rahimah dan teman-temannya pun masuk ke dalam ruangan yang mengadakan acara resepsi pernikahan Soraya, ternyata memang tidak sembarang orang yang bisa masuk ke acar tersebut. Mereka harus menunjukkan kartu undangan resmi yang berlogo inisial nama pengantin. Untungnya mereka tidak melupakan itu.
Baru masuk di depan pintu saja mereka sudah menganga melihat begitu banyaknya tamu undangan, di tambah lagi dekorasi tempatnya yang begitu waww.
"Masya Allah ... cantiknya ...." Gumam Rahimah takjub dengan keindahan dari pesta pernikahan temannya.
"Bussett ... keren banget," pekik Dinda.
"Ooo ... Mmm ... Ggg ... kita gak lagi mimpikan? Ada di acara pernikahan anaknya orang kaya? Wah.. Shultan ini namanya." Memang Nurul yang selalu heboh.
"Ayo kita hampirin Soraya," ajak Rahimah.
"Ayaaaa." Panggil Rahimah saat sudah dihadapannya.
"Eh kita foto Bareng yuk? Biar jadi kenang-kenangan," mereka pun berfoto dengan berbagai gaya.
Ada terbesit keinginan di hati Rahimah, kelak bisakah ia merasakan pernikahan yang sama seperti dengan pernikahan Soraya. Ia tidak berharap orang itu kaya, cukup bisa membuatnya bahagia itu sudah membuat hatinya tenang dan damai. Siapakah nanti laki-laki yang datang meminangnya? Apakah hari itu akan datang dalam waktu dekat ini, ataukah tidak sama sekali. Rahimah hanya bisa berdo'a yang terbaik. Semoga dan semoga ... yang terbaik pintanya dalam hati.
"Apa kalian sudah makan? Sebaiknya makan dulu, enak apa engga makananya?" tanya Soraya kepada Nurul sambil menaik turunkan alisnya, ia tau kalau Nurul hoby makan. Rahimah dan Dinda tergelak atas pertanyaan itu semantara Nurul sangat malu di depan suaminya Soraya.
"Kalau gitu kita permisi makan dulu," kata Rahimah, mereka pun berlalu.
Tiba di tempat penyajian makanan, mereka segera mengisi piring kosong dengan menu yang ada. Apa lagi si Nurul, piring miliknya penuh dengan makanan dan ia tampak cuek dengan itu.
"Wah, wah, wah ... kayanya ada yang gak pernah makan-makanan enak nih." Mereka yang sedang asyik makan terkejut saat Maya dan teman-temannya datang menghampiri mereka. Ejekan dari Maya jelas membuat Nurul gerem mendengarnya.
"Eh Maya ... kayanya elo itu emang gak bisa jauh-jauh dari kita yah? Buktinya loh malah repot-repot datengin kita," Sindir Nurul membalas ejekannya.
"Idiih.. sory ya, kita kesini cuman pengen liat, orang g*la ini bakal ngamuk apa gak di sini." Seketika Rahimah, Nurul, dan Dinda berhenti makan dan berdiri dari duduknya menatap benci pada Maya, dengan sigap juga Lia, Dhila, dan Sarah pasang badan menantang mereka.
"Jaga mulut lo ..." Sengit Nurul.
"Lo pikir kita gak berani sama elo hah?" Dinda menimpali dengan kemarahan yang ingin dia luapkan kepada orang yang ada di hadapan mereka.
"Nah benarkan, orang g*la ini kalau di biarin lama disini bisa-bisa dia ngamuk," ujar Maya tersenyum sinis mengejek mereka yang terpancing dengan kata-katanya.
"Apa lagi orang g*lanya ada 3, bisa-bisa nih acara di bubarin sebelum selesai." Ucap Sarah.
Ingin sekali rasanya Nurul menarik rambut mereka, tapi Rahimah berbisik padanya.
"Udah gak usah di ladenin, nanti kalau kita ladenin berarti benar apa yang dia bilang." Ujar Rahimah pelan.
"Trus nanti kita bisa-bisa di usir dari acara ini," Dinda juga ikut berbisik. Nurul pun memikirkan apa yang di katakan oleh Rahimah dan Dinda, memang sebaiknya mereka tidak usah meladeni Maya dan gengnya.
Alhasil Nurul pun menurut dan kembali duduk di ikuti Rahimah juga Dinda, tanpa banyak bicara mereka kembali menyantap makanan mereka yang masih sisa setengah dan tidak menghiraukan keberadaan Maya.
Melihat Nurul, Rahimah dan Dinda kembali duduk membuatnya berdecak kesal dan pergi karena tidak di hiraukan lagi.
"Si*lan," Gumamnya berlalu ke tempat makanan dan mengambil beberapa menu. Nurul yang diam-diam memperhatikan Maya dari tempatnya duduk, tiba-tiba menemukan ide untuk mengerjainya. Ia berjalan ke tempat minuman sempat di tahan oleh Rahimah dan ia menunjuk tempat minuman dan di izinkan Rahimah untuk pergi. Sampai di situ Ia menuangkan sesuatu ke dalam minuman dalam 4 gelas yang kika-kira akan Maya dan gengnya ambil, dengan perhitungan mereka mendekati tempat minuman pasti yang lebih dekat nanti yang mereka ambil pikir Nurul. Dan benar saja ketika dari kejauhan Nurul melihat mereka mengambil gelas yang sudah Ia siapkan tadi. Nurul terkekeh geli sambil menutupi mulutnya.
"Kenapa?" tanya Rahimah dan Dinda melihat Nurul tertawa geli, tapi Nurul mengelak.
"Gak papa." Ucapnya bersikap normal.
...****************...
Cristian sudah tiba di depan kamar Sherlin, disana sudah ada anak buahnya bersama dengan seorang Manager yang bisa membantunya membukakan pintu dengan kunci duplikan.
"Buka," perintahnya dingin dengan wajah yang sulit di artikan.
Pintu pun di buka perlahan oleh Manager.
"Ceklek." Cristian masuk dengan cepat di ikuti Tomi dan sang Manager, matanya nanar menatap pemandangan sepasang manusia yang tengah bergulat di atas ranjang dengan setenga baju yang sudah di tanggalkan. Sementara sepasang manusia itu langsung kaget dan panik.
"Tian," pekik sang Wanita langsung mendorong Pria yang menindihnya dan menutupi tubuhnya dengan selimut.
"B*ngg satt," berjalan cepat menarik pria yang masih memakai celana, tanpa banyak kata langsung menghajarnya di dinding dekat ranjang.
"Tian jangan;" teriak Sherlin segera memakai bajunya, Manager ingin melerai tapi di tahan oleh Tomi
Cristian terus menghajar tanpa memberi kesempatan kepada lawannya, Ia sudah tidak terkendali bak Singa yang kelaparan. Semua sesek di dadanya ia tumpahkan kepada lelaki yang sudah berselingkuh dengan kekasihnya.
"Tian jangan pukul lagi, hentikan. Kasian dia nanti bisa mati. Aku mohon," Sherlin menarik tangan Critian agar berhenti memukul dan ia sambil menagis memohon.
Dengan kasar Cristian menarik tangan Sherlin dari tangannya dan menghempaskannya sampai jatuh di dekat selingkuhannya.
"Dasar wanita murahan," ucap Cristian dengan wajah merah padam, kemarahannya belum hilang dan Sherlin menolong lelaki itu membuatnya tambah marah.
"Bajing*n, b*ng satt," umpatan masih ia ucapkan sembari menendang lelaki yang sudah hilang kesadarannya.
Berdiri tegas merapikan jasnya menatap tajam penuh benci dan marah pada keduanya.
"Tomi," panggil Cristian.
"Iya tuan," sembari mendekat.
"Urus mereka." Ucapnya berlalu bergi, anak buah Tomi sudah siap di depan pintu.
Cristian segera pergi menuju bar di lantai dasar holet yang ia tempati, ia meluapkan amarahnya dengan minuman. Tak terhitung sudah berapa botol yang ia minum, sekarang Cristian mabuk berat, Ia selalu meracau tak karuan ingin rasanya ia juga menghajar Sherlin.
Malam semakin tinggi, Cristian pun beranjak dari tempatnya. Berjalan gontai tak tentu arah hendak kembali ke kamarnya.
"Tuan." Tomi yang datang memapahnya.
"Bagai mana? Apa sudah kau bereskan?" walau pun Cristian mabuk berat tapi ia masih bisa mengenal orang di hadapannya.
"Sudah tuan," ucap Tomi membawanya ke lantai atas.
Sampai di depan kamar Cristian, Tomi membukakan pintu dan membantunya masuk. Tapi langsung di cegat Cristian.
"Sudah ...."Ucapnya berat kerana pengaruh alkohol.
"Pergi kau." Usir Cristia dengan tangannya.
Tomi menurut dan perlalu pergi, saat hendak masuk Cristian melihat wanita seksi berjakan hendak melewati depan kamarnya. Cristian yang masih dendam dan sakit hati kepada Sherlin, mengira itu adalah Sherlin. Dengan cepat Cristian menarik tangan wanita itu dan membawanya masuk, tapi wanita itu brontak dan meminta tolong. Karena malam sudah begitu larut tidak ada yang menolongnya, dengan sekuat tenaga ia menahan tangannya di pintu.
"Tolong ... tolong ...." Ucapnya berupaya mencari bantuan.
"Tolong ... tolong ...."
"Jangan harap Aku akan melepaskanmu." Ucapnya tajam.
Tiba-tiba ada yang datang menolongnya.
"Lepaskan dia," ucap seorang wanita berhijab membantu menarik tangan wanita itu, karena kekuatan lelaki itu sangat kuat. Wanita yang hendak menolong itu juga harus masuk agar bisa menari tangan wanita yang ia tolong.
Alhasil wanita itu bisa terlepas, tapi bukannya berterimakasih karena di tolong. Wanita itu mendorong wanita berhijab sampai jatuh di lantai kamar.
"Aww, Maya tunggu," pekiknya mencoba berdiri tapi sayang ia terlambat karena pintu sudah di kunci.
"Berani-beraninya kau membantu Sherlin kabur," sambari berjalan mendekan, membuat wanita itu ketakutan.
"Ampun tuan, amupun," pintanya dengan tubuh yang bergetar ketakutan.
"Kau harus bertanggung jawab atas kesalahanmu ini." Ujar Cristian menariknya dan menghempaskan ke ranjang membuatnya histeris, tas yang di tangan pun jatuh membuat separuh isinya berhamburan.
"Ampun tuan ... ampun .... ampuni Rahimah ... ampun," ucapnya mengibah dengan hesteris dan menangis.
"Hiks ... hiks ... ampuni Rahimah tuan." pinta Rahimah lagi, tak di hiraukan Cristian. Kerudung yang membungkus rambutnya telah di tarik oleh Cristian.
"Tolong... hiks .. tolong... ampuni Rahimah tuan." Baju yang di kenakannya seketika robek karena tarikan dari Cristian.
"Tidak... tolong jangan tuan ... ampuni Rahimah." Ia kembali histeris.
"Tidak akan Ku biarkan dia yang menikmati tubuhmu ini." Ujarnya lagi meracau.
"Kau harus merasakan hukumanku Sherlin," ucapnya lagi mengira itu Sherlin, karena pengaruh minuman membuatnya kadang ingat dan tidak.
Sekarang Cristian sudah berada di atas wanita yang ia kira Sherlin.
"Ampun... tuan, hiks ... hiks..." Tangisannya segera di bungkam oleh mulut Cristian.
Dengan sekuat tenaga ia mendorong tubuh yang ada di atasnya, tapi karena ia yang ketakutan dan tubuh yang menggetar membuat tenaganya sia-sia. Ia hanya bisa menagis dan menagis, kembali Cristian menarik penghalang bagian bawah wanita itu.
Menampakkan pemandangan indah yang bisa membuat nafasnya tersengal tak beraturan. Cristian pun segera menanggalkan baju dan celananya. Kembali menindih wanita itu.
"Hiks ... hisk...." Kembali Cristian membenamkan mulutnya kepada mulut wanita itu. Tangannya pun tak tinggal diam, satu tangannya meremas gundukkan kenyal dan sintal, dan tangan satunya lagi meraba ke bagian bawah.
Puas bermain-main ia pun bersiap memposisikan diri untuk penyatuan, wanita itu bahkan masih dengan sekuat tenaga melawan apa saja yang bisa ia lakukan. Mendorong, memukul, menagis, dan berteriak tak henti-hentinya.
Sampai tiba menyatuan itu terjadi ia tersentak kaget dengan berteriak.
"Aaaaaarrrggkk." Teriaknya panjang menahan sakit.
BERSAMBUNG....
Terimakasih karena sudah berkenan membaca karya saya ini, semoga tidak membosankan dan bisa membuat semua terhibur.🙏
Tinggalkan jejak, komen, like, gift atau vote dan jangan lupa jadikan favorite. 😊✌
Noormy Aliansyah
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!