Shinta baru saja menutup panggilan teleponya dengan Nayla, dia meminta sepupunya itu untuk sekalian menjemput Ilham putranya saat pulang sekolah, karena Raka putra Nayla juga sekolah, disekolah yang sama dengan Ilham.
Sudah satu minggu Shinta terus dibayangi ke khawatiran sejak tahu Cindy sudah ada di Indonesia dan sekarang ada di Bandung. Wanita mantan kekasih suaminya itu sekarang menginap di kediaman Mery dan Zein.
"Gimana kabar kamu disana Put?" Shinta mendengar dengan jelas, saat ini Nayla sedang berbicara dengan Putri, keponakannya yang saat ini sedang di Belanda untuk mengikuti tes masuk peguruan tinggi disana, saat dia baru sampai di sekolah untuk menjemput Ilham putranya.
"Kenapa dengan Tante Cindy?" Mendengar Nayla menyebut nama Cindy membuat Shinta menajamkan pendengarannya.
Shinta yakin, bahkan sangat yakin kalau Cindy yang dibicarakan Nayla adalah Cindy mantan kekasih suaminya.
"Ada apa dengan Cindy?" Shinta langsung menodong pertanyaan pada Nayla sesaat setelah saudara sepupunya itu menutup panggilan telepon.
"Teteh" Nayla tampak terkejut dengan kehadiran Shinta.
"Putri bicara apa tentang Cindy, Nay?" Shinta mengulangi lagi pertanyaanya.
"Oh, itu, Putri bilang kalau Mbak Cindy akan pulang ke Indonesia" jawab Nayla jujur.
"Si Jo, kangen sama Zein" sambung Nayla.
Itu percakapannya satu bulan yang lalu dengan Nayla, sejak hari itu dia sudah cemas, tapi Nayla menasehatinya kalau semua akan baik-baik saja.
"Teh Shinta harus percaya sama Bang Rey" mendengar itu, sampai saat ini Shinta mengikuti apa yang disarankan Nayla.
Shinta mencoba untuk menepis pikiran buruk yang hanya menyiksa hatinya, namun nalurinya sebagai seorang istri tetap harus waspada. Ketakutannya yang beberapa waktu lalu masih bisa dia singkirkan tidak dapat berlaku lagi saat ini.
Kecemasannya bertambah saat Mery mengatakan kalau Cindy sekarang di kediaman mereka. Seketika ingatan Shinta kembali berputar saat melihat Reyhan dan Cindy berpelukan, tampak jelas keduanya masih saling mencintai saat itu, dan ada kerinduan dari keduanya.
"Zein, Teteh minta tolong bisa?" Itu adalah awal Shinta menyelidiki hubungan Reyhan suaminya dengan Cindy mantan kekasihnya.
"Minta tolong apa Teh? Kalau bisa pasti Zein bantu" balas Zein dari seberang sana yang saat itu masih memutuskan untuk tinggal beberapa hari lagi di Belanda.
"Tolong kirimin teteh copyan rekaman CCTV dihalaman depan, tepatnya setelah kita jalan keliling komplek. Bisa?" Pinta Shinta tanpa ragu.
"Oh itu, siap Teh, nanti Zein kirim. Tapi ada apa Teh Shinta mau melihatnya?" tanya Zein yang curiga, mengapa tiba-tiba tetehnya menginginkan itu.
"Permintaan dedek" jawab Shinta berbohong, karena dengan begitu dia yakin Zein akan menuruti permintaannya.
Satu hari Shinta menunggu hasil rekaman kamera pengintai dihalaman depan kediaman Harley di Belanda, tapi belum juga dikirimkan Zein. Sekilas rasa curiga terbesit dihatinya,
"Mungkinkah yang aku pikirkan benar-benar terjadi dan Zein tidak mau memberikannya" gumam Shinta, yang sangat menunggu kebaikan Zein untuk mengirimkan hasilnya, walau apapun yang terlihat didalam rekaman itu.
Ditengah kegalauannya, Reyhan suaminya pulang, segera Shinta menghilangkan rasa curiganya dan bersikap biasa pada suaminya.
"Bang" sapa Shinta, lalu meraih tangan suaminya untuk di cium, yang dibalas Reyhan dengan mencium keningnya.
"Bagaimana kabar mama dan baby kita hari ini?" tanya Reyhan yang selalu menanyakan itu, setiap pulang kerja.
"Kami baik-baik saja pa" jawab Shinta dengan senyum terbaiknya.
Reyhan membalas senyuman Shinta, mencium perut istrinya lalu pergi kekamar mereka untuk membersihkan diri, sedangkan Shinta kedapur untuk membuatkan minuman Reyhan, setelah dia meletakkan tas kerja Reyhan di ruang kerjanya.
Sore itu Shinta akan duduk menunggu Reyhan di teras belakang seperti biasanya, Reyhan akan menemuinya disana, lalu menikmati minuman yang dibuat Shinta beserta makanan ringan untuk sore hari.
Baru saja dia duduk, satu notifikasi masuk ke telpon selularnya. Segera Shinta meraih ponselnya
"Zein" gumamnya, setelah membaca siapa pengirimnya. Tanpa menunggu lama Shinta langsung membuka dan menyaksikan apa yang dia takutkan.
Shinta berlari ke kamar mandi yang ada di dekat dapur, saat melihat Reyhan mendekat. Dia tidak ingin Reyhan tahu, kalau dia mengetahui apa yang terjadi dengan suaminya. Cukup lama Shinta berada didalam sana, sampai Reyhan menghampirinya.
"Sayang ada apa? kamu baik-baik sajakan? Kenapa lama sekali?" Reyhan datang dengan pertanyaan beruntun.
Shinta yang sudah menetralkan lagi hatinya menjawab dengan yakin.
"Tidak ada apa-apa Bang" jawab Shinta sambil membuka pintu kamar mandi.
"Beneran, tidak apa-apa?" tanya Reyhan meyakinkan lagi, sambil melihat dan meneliti keseluruh tubuh istrinya.
"Beneran" Shinta mengajak Reyhan kembali ke teras belakang.
Berusaha tenang dan memasang wajah seperti biasa, itulah yang dilakukannya sampai Reyhan mengajaknya masuk kedalam rumah, karena sudah mendekati maghrib.
"Ayo sayang kita masuk, ibu hamil tidak boleh diluar saat maghrib" ajakan Reyhan diikuti oleh Shinta.
Shinta mendesah lega saat, Reyhan meninggalkannya untuk pergi sholat ke masjid.
"Kalau ada produser yang melihat, mungkin mereka akan mengontrakku jadi artis mereka" gumam Shinta, memuji aktingnya sendiri.
Keesokan harinya Shinta pergi ke kediaman Nayla diantar Reyhan, sebelum ke kantor. Shinta menunjukkan rekaman yang dikirim Zein pada Nayla. Dari Nayla lah, Shinta tahu kalau Cindy adalah mantan kekasih Reyhan yang meninggakannya tanpa kabar.
Dari Nayla juga Shinta tahu, kalau Cindy pergi meninggalkan Reyhan karena hamil dari hasil perkosaan.
"Teteh harus bersikap wajar kalau memang ingin mendengar langsung penjelasan dari Bang Rey" nasehat Nayla.
Saat itu Shinta memutuskan tidak akan menanyakan apapun dengan Reyhan, sampai suaminya dengan jujur mengatakan langsung padanya.
Sejak hari itu Shinta terus memendam perasaan dan bersandiwara seakan-akan tidak terjadi apa-apa, dan terus berharap Reyhanlah yang akan mengatakan dengan jujur padanya.
Menunggu adalah sesuatu yang banyak dibenci oleh hampir seluruh manusia yang ada di muka bumi ini, tidak terkecuali Shinta. Reyhan memang tidak pernah berubah, dia tetap memberikan perhatian pada Shinta sama seperti biasanya.
Sejak mereka memutuskan menerima perjodohan mereka, sejak itu juga, mereka memutuskan untuk saling menyayangi. Empat bulan pertunangan mereka cukup memberi waktu bagi mereka untuk saling jatuh cinta.
Awal perkenalan mereka, sama-sama tidak tahu kalau akan dijodohkan, semua berjalan seperti apa adanya. Saat itu Mama Syila mengajak Shinta untuk menemaninya belanja. Itu bukan sesuatu yang baru dilakukan Shinta dan Mama Syila. Mereka biasa melakukan itu, bahkan saat Nayla masih tinggal bersama mereka, mereka sangat sering melakukannya, dan menjadikan Dewa sebagai supir pribadi mereka.
Tidak berbeda dengan Shinta, hari itu juga Mama Diana, mamanya Reyhan minta diantar Reyhan belanja. Tanpa rasa curiga Reyhan melakukannya dengan senang hati, bukan kali pertama Mama Diana meminta dia mengantar belanja.
Seakan tidak sengaja, mereka bertemu disalah satu resto yang ada di Bandung Indah Plaza yang biasa disingkat dengan BIP.
...◇◇◇...
Shinta duduk di sisi Mama Syila, sedangkan Reyhan duduk dihadapannya. Mereka bertemu ketika akan masuk ke resto pavorite Mama Syila yang ada di BIP.
"Teh Syila" sapa Mama Diana sesaat setelah pelayan resto membukakan pintu untuk mereka.
"Mbak Diana, apa kabar?" Mama Syila membalas sapaan Mama Diana.
"Alhamdulillah baik. Mau makan disini, barengan aja kalau gitu, biar bisa ngobrol, udah lama tidak bertemu" ajak Mama Diana, yang langsung disetujui Mama Syila.
Tanpa curiga, Shinta dan Reyhan mengikuti dua wanita yang diusia mereka masih terlihat cantik.
"Habis belanja Teh?" tanya Mama Diana memulai perbincangan, sambil menunggu pesanan mereka.
"Iya nih, cari tambahan baju kerja untuk Shinta"
"Shinta kerja dimana?" tanya Mama Diana.
Shinta hanya diam, dia tidak begitu suka menceritakan tentang pribadinya pada orang yang tidak begitu dikenal, walau dia sudah pernah bertemu Mama Diana beberapa kali, tapi ada Reyhan yang baru di kenalnya, walaupun pria didepannya ini hanya diam, sibuk menatap pada gawainya, entah menyimak percakapan di hadapannya atau tidak.
"Baru mau nyari lagi Mbak" akhirnya Mama Syila yang menjawab, setelah melihat Shinta hanya diam.
"Saya suruh kerja diperusahaan papanya, tapi ditolak. Ditawarin sama suaminya Aisyah juga ditolak, malah sibuk masukin lamaran kemana-mana. Kalau diperusahaan papanya atau omnya, dia bisa sedikit santai, tidak perlu repot-repot melamar, malah bisa langsung tunggu lamaran" kekeh Mama Syila setelah menjelaskan.
"Mama" Shinta menegur Mama Syila, dia malu dengan ucapan mamanya.
Wajah Shinta yang merona merah karena malu dengan ucapan Mama Syila, membuat Reyhan menatapnya dengan senyum yang ditahan.
"Mengemaskan" batin Reyhan melihat Shinta. Dia mencuri pandang dari balik ponselnya.
"Sebelumnya kerja dimana?" tanya Mama Diana lagi.
Shinta kembali diam, malu kalau harus jujur pernah kerja dikantor mantan kekasihnya, terlebih lagi sekarang dia berhenti kerja karena kekasihnya selingkuh.
"Tadinya ikut kerja di kantor pacarnya, saya juga tidak keberatan dia kerja disana, setidaknya sebelum melanjutkan ke hal yang lebih serius, Shinta bisa lebih tahu tentang kekasihnya" jelas Mama Syila.
Penjelasan Mama Syila benar-benar membuat dia malu, terlebih lagi dia melihat pria yang didepannya ikut menyimak ucapan Mama Syila.
"Terus kenapa Shinta cari kerja lagi?" tanya Mama Diana.
"Pacarnya selingkuh Mbak, keciduk sama Shinta tidur dengan wanita lain" Mama Syila kembali menjelaskan.
"Namanya juga laki-laki tante, tidak bisa dapat dari saya cari kepuasan dengan yang lain" ucap Shinta, yang akhirnya membela dirinya, sudah terlanjur Mama Syila membuka hal pribadinya.
"Hem" Rehan berdehem memberi reaksi jawaban Shinta.
"Maaf disini ada laki-laki ya" ucap Shinta menatap Reyhan yang juga menatapnya. Mata mereka bertemu untuk pertama kalinya.
"Shitt, ternyata dia tampan" batin Shinta yang terpesona melihat Reyhan.
Reyhan tersenyum dan akan membalas ucapan Shinta, belum sempat dia berucap, pelayan resto datang membawa pesanan mereka.
Suasana hening seketika, hanya suara piring yang terdengar saat pelayan meletakkannya di meja.
"Sikakan dinikmati" ucap pelayan itu, setelah dia meletakkan semua pesanan di meja.
"Terima kasih Mbak" jawab Shinta pelan, dan mendapat anggukan dari pelayan tersebut, yang langsung berbalik meninggalkan mereka.
Reyhan dan Shinta sama-sama diam, menikmati makanan mereka. Hanya Mama Syila dan Mama Diana yang sesekali berbincang, itupun tidak lama, mereka kembali menikmati makan dalam diam sampai selesai.
Tidak ada obrolan penting setelah makan siang itu, sampai Mama Syila meminta ijin ke toilet.
"Saya ke toilet sebentar Mbak Diana" ucap Mama Syila.
"Barengan aja Teh Syila, saya juga mau ketoilet" jawab Mama Diana.
Tinggallah Reyhan dan Shinta yang sama-sama diam. Tidak ada satupun dari mereka memulai percakapan, sampai akhirnya Reyhan berdehem lalu menggulurkan tangannya.
"Kita belum kenalan dari tadi" ucap Reyhan yang tetap mengulurkan tanggannya.
Shinta melihat Reyhan, setelah mendengar Reyhan bicara, dia segera menerima uluran tangan Reyhan.
"Reyhan" ucap Reyhan setelah Shinta menerima uluran tangannya.
"Shinta" yang langsung menarik tangganya, saat merasa Reyhan tidak bermaksud melepaskan jabatan tangan mereka.
"Sebelumnya kamu kerja dibagian apa?" tanya Reyhan, menghilangkan rasa canggungnya.
"Hanya bagian administrasi, maklum belum punya pengalaman kerja" jawab Shinta.
"Kalau anda?" tanya Shinta.
"Kamu bisa panggil saya Abang Rey atau Bang Reyhan" ucap Reyhan penuh keyakinan.
"Baiklah, Bang Rey" jawab Shinta, lalu keduanya tertawa.
"Saya baru beberapa bulan ini diminta papa saya membantunya di perusahaan"
"Sebelumnya Bang Rey kerja dimana?"
"Jadi pegawai biasa di Paris" jawab Reyhan merendah.
"Keren dong Bang, punya pengalaman kerja diluar" puji Shinta tulus.
"Hanya jadi kuli" Reyhan terkekeh dengan ucapannya sendiri yang membuat Shinta juga terkekeh.
"Tetap aja keren Bang, yang dilihat orangkan luar negerinya"
Keduanya asik berbincang, sesekali tertawa bersama, lupa kalau Mama Syila dan Mama Diana belum juga kembali dari toilet.
Sementara dua pasang anak muda itu asik berbincang, kedua mama mereka sibuk melihat dari jauh, bersorak gembira, karena rencana mereka berhasil, membuat Shinta dan Reyhan saling kenal.
"Semoga mereka jodoh, seperti yang kita mau" ucap Mama Diana dan di aamiinkan oleh Mama Syila.
"Wahhh, cerita apa nih sampai tertawa begini" Sapa Mama Syila mengagetkan Shinta dan Reyhan yang tengah asik berbincang.
"Mama, kenapa lama ke toiletnya?" tanya Shinta saat menyadari kehadiran kedua wanita paruh baya yang masih sangat cantik diusia mereka.
"Toiletnya penuh, jadi antri tadi" Mama Diana yang menjawab.
"Jadi apa yang kalian bicarakan?" lanjutnya dengan memberikan pertanyaan pada keduanya.
"Saya menawarkan Shinta untuk kerja di perusahaan Ma" jawab Reyhan.
"Akhh benar. Reyhan baru beberapa bulan ini membantu pekerjaan papanya di perusahaan. Dia lagi cari sekertaris. Bagaimana kalau Shinta saja yang jadi sekertaris Rey?" tawar Mama Diana.
Shinta terkejut dengan tawaran Mama Diana. Sementara Reyhan hanya tersenyum dan Mama Syila hanya mengangguk-anggukan kepala tanda setuju.
"Sekertaris bukan bidang saya tante, takut nanti saya mengecewakan" jawab Shinta, menolak secara halus, walau sejujurnya dia sangat ingin.
Bukan rahasia lagi dikeluarga Shinta, kalau dia itu sangat mudah tertarik dengan pria tampan dan mengagumi mereka, terlebih lagi pria itu dewasa seperti Reyhan. Bahkan Dewa yang sebagai kekasihnya dulu harus benar-benar memaklumi kebiasaan Shinta. Tapi walaupun begitu, Shinta wanita yang setia, dia hanya mengagumi tidak lebih dari itu.
Walau banyak pria tampan yang dikaguminya, cintanya tetap satu untuk Dewa, meski terkadang hubungan mereka sering putus nyambung karena sifat Shinta yang begitu.
Berbeda dengan sekarang, dia sudah tidak terikat dengan Dewa, jadi tidak ada salahnya jika dia bisa mengenal Reyhan lebih jauh, walau belum bisa menghadirkan cinta dihatinya.
"Di coba saja dulu, kamu bisa belajar dengan Reyhan, bagaimana jadi sekertarisnya dia" balas Mama Diana.
"Bukan begitu Rey?" tanya Mama Diana pada Reyhan.
Reyhan yang terkejut karena sedang memikirkan yang lain, hanya mengiyakan pertanyaan Mama Diana.
"Beri Shinta waktu untuk memikirkannya tante" jawab Shinta, dia tidak ingin terlihat terlalu semangat dengan penawaran Mama Diana.
...◇◇◇...
Satu minggu berlalu sejak awal pertemuan Reyhan dan Shinta, walau tidak bertemu, Reyhan rajin mengirimi Shinta pesan teks, sekadar menanyakan kabar dan meminta jawaban Shinta untuk jadi sekertarisnya.
Shinta sedang makan siang bersama Liana dan Putra didekat kampusnya. Walau sudah lama lulus, Shinta masih sering main kekampusnya, sekedar mengajak makan siang Liana dan Putra dan juga Tiara dan Koko, sahabat-sahabat Nayla itu, kini jadi teman yang sering menemani Shinta. Terlebih lagi Koko dan Putra direkrut Mama Syila jadi asistennya.
"Teh Shinta" panggil Liana dan menunjuk pada seseorang yang baru masuk.
"Aduh Lia, kenapa kamu harus kasih tahu, teteh malas lihat mukanya" ucap Shinta setelah tahu siapa yang baru saja masuk.
"Maaf Teh, kebiasaan" jawab Liana jujur.
Sudah jadi kebiasaan Liana saat melihat Dewa akan memberitahu Shinta. Biasanya Shinta akan sangat senang menyambut kehadiran Dewa. Tapi beda kali ini, Shinta benar-benar membencinya.
"Kenapa juga dia bisa ada disini" rutuk Shinta yang mulai kesal.
"Sama seperti teteh, kangen makan disini, atau mungkin juga kangen sama orang yang sering diajaknya makan disini" goda Putra yang membuat Shinta semakin panas.
"Udah Teh, jangan marah. Jangan dengarkan ucapan Putra" Liana mencoba mendinginkan Shinta yang terlanjur kesal.
"Kamu juga Putra, kurang kerjaan bikin kesal Teteh" Liana menegur Putra.
"Senang lihat wajah Teh Shinta yang marah" jawab Putra.
"Itu tandanya, Teteh masih cinta sama A' Dewa" lanjut Putra ucapannya.
"Don't say that. No more love, yang ada sekarang itu benci" sangah Shinta.
"Benci dan cinta itu beda tipis Teh" Putra tidak mau kalah berdebat dengan Shinta.
"Putra" bentak Shinta kesal.
"Hai" sapa seseorang yang tiba-tiba ada disana, membuat Shinta terkejut.
"Bang Rey" ucap Shinta saat melihat siapa yang menyapanya.
"Kok Abang bisa ada disini?" tanyanya lagi.
"Kebetulan ada pekerjaan tidak jauh dari sini, dan sekarang sudah waktunya makan siang. Saya dapat rekomendasi kalau makanan disini enak, jadinya saya mampir" jelas Reyhan.
"Boleh gabungkan?" tanya Reyhan lagi.
"Silakan" Putra yang menjawab.
Reyhan duduk disisi Shinta berhadapan dengan putra yang duduk disisi Liana.
"Sudah selesai makan atau baru pesan nih?" tanya Reyhan memecah keheningan diantara mereka. Sekadar basa-basi, sudah jelas dimeja yang ada dihadapan mereka sekarang tampak piring kosong yang makanannya sudah habis.
"Kami sudah selesai" kembali Putra yang menjawab.
"Wah, saya terlambat ya. Tapi Shinta maukan temani Abang makan?" tanya Reyhan pada Shinta.
"Iya, Abang pesan saja, nanti Shinta temani" jawab Shinta dan dibalas senyum lebar oleh Reyhan.
"Bisa batu pilihkan menu yang enak di resto ini?" pinta Reyhan.
"Abang baru pertama, jadi belum tahu menu andalan mereka" lanjut Reyhan yang tanggannya sambil memanggil pelayan.
Shinta akhirnya memilihkan makanan yang terkenal enak di Resto Pelangi, resto pavorite mahasiswa yang ekonominya lebih dari cukup. Bukan makanannya saja yang enak, tapi suasananya sangat mendukung untuk mahasiswa yang lagi berkencan sambil menunggu jam kuliah berikutnya.
Sambil menunggu pesanan Reyhan, mereka berbincang berempat. Sementara Dewa dari jauh melihat Shinta yang tampak akrab dengan pria yang belum pernah dilihatnya.
Putra dan Liana pamit kembali kekampus saat makanan Reyhan datang. Liana ada janji untuk pendampingan skripsinya, dia memang tertinggal dari Nayla dan Tiara yang sudah lebih dulu wisuda. Sementara Putra hanya menemani Liana dan sekalian mengantar Shinta.
"Jadi ini menu andalan disini?" tanya Reyhan setelah Putra dan Liana berlalu dari hadapan mereka.
"Iya Bang. Abang coba dagingnya lembut dan bumbunya meresap sampai kedalam" jawab Shinta penuh semangat.
Melihat itu Reyhan tidak henti-hentinya memuji gadis yang ada disampingnya ini, yang terlihat lebih cantik hari ini.
"Dia mencoba menyuapkan daging yang disebutkan Shinta.
"Bagaimana?" tanya Shinta, penasaran dengan pedapat Reyhan.
"Kamu benar rasanya enak, bumbunya terasa dan meresap seperti yang kamu bilang" jawab Reyhan dan tangannya mengarahkan garpu yang berisi daging kemulut Shinta.
"Ak" pinta Reyhan yang dituruti Shinta dengan membuka mulutnya.
"Kok jadi Shinta sih bang yang makan" ucap Shinta setelah menelan makananya.
"Katanya mau temani Abang makan, jadi kamu juga harus ikut makan" jawab Reyhan menggoda Shinta yang kini wajahnya semakin merona merah.
Melihat kemesraan Shinta dengan pria yang bersamanya membuat Dewa kesal, tidak sanggup melihat gadis yang selama ini dia cintai bermesraan dengan pria lain, membuat Dewa meninggalkan Resto Pelangi.
"Jadi gimana? Kamu mau jadi sekertaris Abang seperti permintaan mama?" tanya Reyhan setelah menghabiskan makannya.
"Shinta sudah bilang, kalau Shinta tidak ahli dibidang itu Bang" jawab Shinta ragu.
Satu sisi keinginannya menerima tawaran Reyhan karena ingin mengenal Reyhan lebih jauh, satu sisi dia takut mengecewakan Reyhan.
"Kamu bisa coba satu minggu kalau mau" tawar Reyhan lagi.
"Kenapa Bang Rey tidak mencari sekertaris yang profesional" tanya Shinta penasaran. Bukankah sangat mudah bagi Reyhan mendapatkan sekertaris yang diinginkannya.
"Mencari sekertaris itu sama seperti mencari pasangan hidup. Harus klik dihati, selain dia harus mengerti saya seperti apa dan bagaimana dia harus bersikap" jawab Reyhan.
"Kalau begitu, Shinta jauh dari kriteria yang Abang Reyhan inginkan. Shinta tidak bisa mengerti Abang dan tidak tahu harus bersikap seperti apa sama Abang" sahut Shinta setelah mendengar jawaban Reyhan.
"Tapi kamu bisa bikin Abang klik" balas Reyhan sambil menaikan alisnya.
Shinta membalikkan wajahnya, tidak sanggup menatap Reyhan. Wajahnya panas bahkan mungkin sudah terbakar.
"Ayo, Abang antar kamu pulang" ajak Reyhan. Shinta tidak menolak, dia memang tidak membawa kendaraan sendiri hari ini, karena dia pergi bersama Putra tadi.
Keduanya masuk kedalam kendaran miliki Reyhan, meninggalkan Resto pelangi. Sedangkan Dewa yang melihatnya mengikuti mereka. Sekedar ingin tahu, mereka akan pergi kemana?
Reyhan baru saja menutup panggilan teleponya, dia baru saja menghubungi Shinta untuk memastikan kalau Shinta benar-benar menerima tawaran menjadi sekertarisnya.
Reyhan tidak tahu perasan apa yang sebenarnya dia rasakan, tapi dia bisa merasakan jantungnya berdetak lebih cepat bila bertemu Shinta.
"Apa aku jatuh cinta dengannya?" gumam Reyhan. Dia ingat kejadian siang tadi, bagaimana dia sampai menemui Shinta di Resto Pelangi.
Reyhan sedang berkutat dengan berkas-berkas yang ada dimejanya, dia belum mengambil alih pimpinan perusahaan, tapi papanya sudah meminta dia yang memeriksa dan menandatangani berkas-berkas perusahaan.
Suara ponsel Reyhan berdering, saat melihat siapa yang menghubunginya dia langsung menerimanya.
"Ada apa ma?" tanyanya.
"Mama hanya ingin memastikan, kamu sudah makan siang belum?" tanya Mama Diana dari seberang sana.
"Sebentar lagi ma, masih ada berkas yang harus Rey periksa" jawabnya jujur
"Ya sudah kalau begitu. Oh Iya Rey, Mama tadi tidak sengaja melihat Shinta masuk ke Resto Pelangi dekat kampusnya"
"Kenapa Mama memberitahu Rey?" tanya Reyhan tidak mengerti maksud mamanya. Tanpa menjawab pertanyaan Reyhan Mama Diana memutus percakapan mereka.
Tanpa menunggu waktu lama, setelah panggilanya terputus, Reyhan meraih kunci mobilnya dan membawanya ke Resto Pelangi.
...◇◇◇...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!