NovelToon NovelToon

Gadis Lelang Tuan Lingga

Pelelangan,

"Mau dibawa kemana aku ini, Tante?" tanya Andara yang biasa dipanggil Dara oleh orang terdekatnya.

"Sudah jangan berisik! Kamu ikut saja, tidak perlu membantah. Kamu ingin hidup bebas bukan? Tante akan membebaskanmu."

Ada raut wajah bahagia ketika sang tante mengatakan akan membebaskannya, apa ia akan terbebas dari siksaan tante-nya yang setiap hari memperlakukannya seperti pembantu di rumahnya sendiri.

Setelah meninggalnya kedua orang tua Dara, sang tante tinggal bersamanya di rumah peninggalan kedua orang tuanya yang begitu besar. Awalnya Dara senang adanya yang menemaninya di rumah, akan tetapi itu awal penderitaan yang ia alami setelah perginya sang mama dan sang papa.

Hari-hari Dara lalui penuh dengan tangisan. Tangisan karena tante tak bisa bebuat adil dengan anaknya yang bernama Syilia. Anak gadis yang seumuran dengannya.

"Tempat apa ini, Tante? Tante tidak akan berbuat macam-macam denganku 'kan?" Dara mulai curiga dengan tante-nya itu. Apa lagi sang tante tidak berbuat kasar padanya hari ini.

Dara malah didandani oleh sang tante menjadi lebih cantik dari biasanya, baju yang sedikit terbuka di bagian belakangnya hingga punggung mulus itu terekspos.

Dara menghentikan langkahnya ketika sang tante mengajaknya untuk masuk ke dalam ruangan yang nampak gelap gulita.

"Aku takut, Tante," lirih Dara seraya menahan langkahnya karena tante-nya itu terus menarik lengannya agar ia masuk ke dalam ruangan gelap itu.

"tidak usah takut, di sana tidak gelap. Nanti juga lampunya menyala."

Dan benar saja, seketika lampu langsung menyala dengan terangnya. Menampakkan beberapa pria di sana, para pria itu melihat ke arahnya.

"Tempat apa ini?" batin Dara. Ia sudah ketakutan ketika melihat pria-pria di sana. Apa lagi hanya ia dan sang tente, tidak ada wanita lain selain dirinya.

"Saya berani bayar mahal jika gadisnya seperti dia," ucap lelaki yang tepat berada di jajaran depan sana.

"Tante menjualku?" tanya Dara tak percaya.

"Kamu akan bahagia, Dara. Jika kamu dimiliki salah satu pria di sana. Kamu tidak perlu lagi bekerja, dan memberikan uang pada Tante," ucap tante-nya.

"Apa salahku hingga Tante tega padaku?" Dara pun mulai menangis karena ia merasa menjadi wanita murahan yang diobral di dalam sana. Hingga pelelangan itu pun dimulai.

Para pria di sana terus memberikan harga dari yang terkecil hingga terus naik dengan nominal yang cukup tinggi, hingga seorang pria memberikan nilai yang begitu fantastis. Tak ada lagi yang berani memberikan harga padanya.

"Selamat, Tuan Lingga. Tuan berhak mendapatkan gadis itu," ucap pembawa acara di sana.

Tante Dara pun melepaskan keponakannya itu tepat di depan pria yang bertubuh atlentis, tapi dia bukan tuan Lingga. Melainkan Hugo, tangan kanan tuan Lingga.

"Bawa dia," ucap tuan Lingga pada tangan kanannya.

Hugo mengangguk dan langsung membawa Dara pergi dari tempat itu, sementara Dara. Gadis itu diam sejenak, ia melihat tuan Lingga sambil tersenyum. Pria yang pernah menolongnya sewaktu dulu.

Dara bernapas lega, kini ia dipertemukan kembali dengan pria yang membuatnya penasaran. Sewaktu pria itu menolongnya, tuan Lingga langsung pergi tanpa melihat siapa orang yang sudah ditolongnya.

Wajah tampan berkarisma itu terlihat dingin di mata Dara. Tapi tak mengapa, Dara berkesimpulan pria itu adalah pria baik.

"Mari, Nona," ajak Hugo.

Tanpa membantah, Dara pun ikut dengan Hugo. Sementara Lingga, pria itu tidak ikut dengan mereka. Pria itu pergi bersama sang sekretaris kantornya.

***

"Silahkan, Nona." Hugo menyuruh Dara masuk ke dalam mobilnya. Ia juga melihat tuan Lingga masuk ke dalam mobil yang satunya lagi, ia kira, ia akan satu mobil dengannya.

Jiuuusss ....

Mobil keduanya meluncur secara bersamaan, namun beda arah. Hingga Dara terus melihat mobil yang ditumpangi tuan Lingga hingga mobil itu sudah tidak terlihat. Dalam perjalanan, tidak ada yang bersuara. Dara mau pun Hugo keduanya terdiam larut dalam pemikiran masing-masing.

Hingga kini mereka berdua sampai di rumah megah milik tuan Lingga.

"Silahkan, Nona." Hugo membuka pintu mobil arah tempat duduk Dara.

"Terimakasih," ucap Dara kemudian.

Lantas, ia pun turun dari mobil lalu mengekor dari arah belakang pria yang bernama Hugo itu. Dara terus memindai melihat kesekeliling rumah besar tersebut. Rumah itu begitu sepi tak berpenghuni.

"Mulai sekarang, Nona tinggal di sini. Tuan Lingga akan menemui Anda nanti," kata Hugo setibanya di dalam rumah itu.

"Di sini saya sendirian, Tuan. Apa tidak ada yang lain tinggal di sini?" tanya Dara.

Hugo tak menjawab pertanyaan Dara, ia diperintahkan hanya untuk mengantarkan gadis itu dan memberitahukan tempat ini adalah tempat tinggalnya sekarang.

"Hey, Tuan ...," panggil Dara. Hugo bukannya menjawab, pria itu malah pergi meninggalkannya sendiri.

"Jika Nona lapar, Nona bisa membuatnya sendiri. Semua kebutuhan ada di dapur," ucap Hugo tanpa menoleh ke belakang. Pria itu terus berjalan menjauhinya.

Dara terus memperhatikan rumah besar itu. Ia menelusuri ke setiap ruangan, melihatnya dengan sedikit seram. Karena rumah itu begitu mencekam. Dara tidak meneruskan langkahnya karena Hugo datang menghampirinya.

"Nona tidak boleh ke sana," ucap Hugo tiba-tiba dan itu membuat Dara terkejut.

"Ah, maaf." Dara pun pergi dari hadapan pria itu, namun ia begitu penasaran akan ruangan yang ada di sana. Ruangan gelap tanpa cahaya sedikit pun.

"Sebaiknya Nona istirahat, saya tunjukkan kamarnya." Hugo pergi lebih dulu mendahuli Dara. Hingga Dara mengikutinya dari belakang.

"Apa ada rahasia di rumah ini?" batin Dara.

"Tuan, bolehkah saya pergi ke dapur. Anda bisa menunjukkan tempatnya di mana?" pinta Dara. Karena ia tidak tahu letak dapur berada di mana, rumah ini cukup luas. Bisa-bisa ia sendiri kesasar di dalam sana.

Tanpa mengeluarkan suara, Hugo pun menunjukkan arah dapur pada gadis itu.

"Ini dapurnya, Anda bisa memasak di sini. Pembantu di sini hanya bekerja paruh waktu, jadi jika Anda merasa lapar Anda buat saja sendiri. Maaf, Nona. Saya harus pergi sekarang." Tanpa mendengar jawaban darinya, pira itu pun langsung pergi begitu saja.

Dara menghela napas sejenak. "Apa pria itu juga aneh seperti tangan kananya yang terlihat begitu misterius?" ucap Dara sendiri.

***

"Apa dia sudah ada di sana?" tanya Lingga pada Hugo.

"Sudah, Tuan. Tadi saya meninggalkannya di dapur, sepertinya dia akan memasak," jawab Hugo.

"Hmm, bagus. Pastikan dia betah di sana. Saya tidak mau dia kabur seperti yang sudah-sudah."

Hugo pun mengangguk patuh. "Semoga saja gadis itu betah dan bisa menghadapimu, Tuan," batin Hugo.

"Terus pantau dia lewat cctv, pastikan dia tidak ke ruanganku."

"Baik, Tuan."

"Kamu boleh pergi," ujar Lingga kembali.

Bersambung.

Awal hidup baru

Pagi hari, Andara terbangun. Ia mendengar suara di luar sana, lantas ia pun beranjak dari tempatnya. Seulas senyum tersemat di bibirnya, awal yang menyenangkan. Pikirnya seraya membuka jendela kamarnya, menghirup udara segar di sana.

Ia melihat seorang ibu-ibu tengah menyapu halaman, dan ternyata suara dari sapu tersebutlah yang sudah membangunkannya. Selagi di rumahnya, Andara kerap diperlakukan kasar di sana. Pagi-pagi ia sudah berkecimpung di dapur, membuatkan sarapan untuk mereka. Dan kini, ia merasakan ketenangan di sini.

"Inikah awal hidupku?" batinnya.

Lalu, apa tujuan laki-laki itu? Apakah dia juga menyelamatkannya kali ini? Dara sudah tidak sabar ingin segera bertemu dengan pria itu. Ia harus mengucapkan terimakasihnya padanya.

Ia pun bersiap untuk membersihkan diri, lantas ke dapur membuat sarapan di sana.

"Nona, ini pekerjaan saya," ucap pembantu di sana.

Dara terkejut dibuatnya.

"Ah maaf, Bi. Saya hanya membuat sarapan," jawab Dara.

"Iya, tapi itu pekerjaan saya. Tuan bisa marah nanti, biar saya saja yang melakukannya."

"Tidak, Bi. Tuan tidak akan marah, biar pun marah saya yang akan menghadapinya."

Hingga tak lama kemudian suara deheman terdengar dikedua telinga Dara juga bibi. Si bibi menggeserkan tubuhnya sedikit menjauh dari sana, sampai gadis yang berada di sebelahnya pun menoleh ke arahnya.

"Ada apa pagi-pagi sudah ribut?" tanya Lingga yang sudah terlihat rapi, rambut klimis, wajah tampan serta bulu-bulu halus memperindah pemandangan mereka. Dira yang melihatnya pun merasa takjub, namun wajah dinginnya membuat gadis itu tak berani menatapnya. Bukankah ia tadi berkata akan menghadapinya jika sang tuan marah? Kenapa Dara jadi melempem?

Baru Dara hendak membuka mulutnya, menjawab pertanyaan tuan Lingga. Namun, bibi langsung mendahuluinya.

"Maaf, Tuan. Bibi tadi melarang Nona ini untuk melakukan pekerjaan dapur."

"Biarkan saja, biarkan apa yang akan dilakukannya dan jangan melarangnya," jawab dingin tuan Lingga.

"Buatkan saya kopi," pinta tuan Lingga kemudian pada Dara.

Tentu, dengan senang hati Dara membuatkannya. Ia harus membalas apa yang sudah dilakukan tuan Lingga padanya. Baginya tuan Lingga adalah penyelamat hidupnya.

"Ini, Tuan." Dara meletakkan secangkir kopi di atas meja. Tuan Lingga nampak begitu dingin, dia hanya menjawab.

"Hmm." Tanpa melirik sedikit pun pada gadis itu, ia terus fokus pada layar kecilnya yang sedang ia mainkan, jari jemarinya berselancar di layar itu.

Dara yang hendak pergi dari sana, seketika langkahnya terhenti.

"Duduk! Dan jangan beranajak sebelum saya mengizinkan," kata tuan Lingga.

Dara pun mendudukkan tubuhnya di kursi meja makan tersebut, tepatnya di depan tuan Lingga. Si bibi pun datang membawakan sarapan untuk mereka. Meletakan makanan itu di atas meja sana. Dara hendak membantu, namun ...

"Kamu cukup diam dan menemaniku sarapan, selebihnya biarkan Bibi yang mengerjakannya," ucap tuan Lingga.

"Tapi-."

"Saya tidak suka dibantah!" Ucapnya seraya menggebrak meja.

Si bibi hanya bisa memejamkan matanya sekejap, wanita paruh baya itu sudah tahu akan sikap keseharian tuan Lingga. Namun di menit berikutnya.

"Ini, makanlah." Tuan Lingga menyodorkan sebuah piring ke arah Dara. Dara pun melihat ke arahnya dengan tatapan aneh.

Sikapnya gampang sekali berubah, bahkan tadi cukup menyeramkan. Dara pun memakan sarapannya. Tuan Lingga pun sama, melakukan apa yang dilakukan gadis itu. Sesekali, Dara melirik tuan Lingga.

Tidak ada yang aneh jika melihat tampangnya, malah terlihat begitu manis jika sedang makan seperti itu. Sarapan pun selesai, tuan Lingga beranjak dari tempatnya. Tanpa mengeluarkan kata sepatah pun pada Dara.

"Tuan," panggil Dara.

Tuan Lingga pun menghentikan langkahnya tanpa membalikkan tubuhnya.

"Terimakasih sudah menolongku, apa Tuan tidak ingat denganku?" tanyanya kemudian.

Tuan Lingga pun membalikkan tubuhnya, melihat wajah Dara lekat-lekat. Ia tidak ingat siapa wanita itu? Setelah mencoba mengingatnya, ia malah kembali melanjutkan langkahnya dan tidak mempedulikan gadis itu.

"Apa dia tidak ingat padaku?" tanya Dara pada dirinya sendiri.

Tanpa meninggalkan pesan, tuan Lingga pergi begitu saja. Dara pun kembali membantu pekerjaan si bibi, ia membawakan piring kotor ke tempat pencucian piring. Ia memang sudah biasa melakukan itu di rumahnya, tangannya yang kasar menjadi saksi bisu betapa kejamnya tante-nya itu padanya. Semoga, di sini. Dara menemukan kebahagiaannya.

Walau ia belum tahu, apa maksud dari tuan Lingga sampai ia harus mengeluarkan uang yang begitu banyak hanya untuk wanita seperti dirinya. Bahkan, tuan Lingga mampu mencari wanita yang jauh lebih cantik darinya.

***

Di kantor.

Sekretaris tuan Lingga yang bernama Zio, pagi-pagi sudah kena amukan sang bos. Bagaimana tidak marah, rahasia perusahaan bocor. Kerugian pun terjadi di kantornya. Tuan Lingga yang tidak bisa mengontrol emosinya membuat ruangnya seperti kapal pecah. Pria itu tidak bisa konsen dari pekerjaannya hingga ia memutuskan untuk keluar dari kantor.

Sore hari sampai menjelang malam, tuan Lingga tidak kembali ke kantor. Pria itu malah pergi ke club. Club malam menjadi pelariannya di sana, sampai ia mabuk berat. Hugo pun datang menjemput sang bos di sana. Pria itu sudah tahu akan keberadaan tuannya.

Hugo membawanya pulang. Setibanya di rumah, tangan kanannya mengantarnya ke kamar. Namun, disaat ia membopong tubuh tuan Lingga, mereka berpapasan dengan Dara.

"Hey kamu ... Kamu sudah membuat keluarga ini hancur!" teriak tuan Lingga ke arah Dara, tangannya sambil menunjuk-nunjuk wajah Dara.

"Kenapa dia?" tanya Dara pada Hugo.

Berniat hati ingin membantu, Dara langsung di dorong oleh tuan Lingga sampai gadis itu terjerembab ke dingding.

"Aw," pekik Dara.

Tuan Lingga langsung terbahak melihat Dara kesakitan. "Itu belum seberapa!" ucap tuan Lingga.

Tidak ingin Dara menjadi sasaran, Hugo langsung membawa tuan Lingga ke kamarnya. Mengistirahatkan tubuhnya di atas kasur yang berukuran king size itu. Sementara Dara, wanita itu ternyata mengikuti Hugo. Ia begitu penasaran, apa yang terjadi padanya? Kenapa tuan Lingga terlihat sangat membencinya? Bukankah tadi pagi baik-baik saja? Pikirnya.

Tanpa sepengetahuan Hugo ia mengikutinya, disaat pria itu hendak keluar, Dara langsung bersembunyi. Sepertinya memang ada rahasia dari tuan Lingga itu. Pria itu bahkan mabuk berat hingga sekarang sudah tidak sadarkan diri. Entah sudah tidur atau memang benar-benar mabuk.

Setelah Hugo pergi dari kamar itu, Dara masuk ke dalam sana. Memastikan akan tuan Lingga. Ia mendekati tuan Lingga, hingga kini keberadaanya tepat di sampingnya.

"Apa dia memiliki masalah di kantor?" batin Dara. Biasanya memang seperti itu, jika sedang ada masalah di kantor, pasti mencari pelarian. Mabuk, mungkin bisa membuatnya tenang. Pikirnya kemudian.

Dara membuka sepatu yang dikenakan tuan Lingga, lalu membuka kancing baju bagian atas. Agar pria itu tidak merasa sesak, tapi ...

Bersambung

Ketakutan Dara

Tangan Dara ditarik paksa oleh tuan Lingga. Betapa terkejutnya gadis itu, ternyata tuan Lingga tidak tertidur. Pria itu langsung beranjak dan menghempaskan tubuh mungil itu di atas kasur.

Dara begitu takut ketika tuan Lingga melepas ikat pinggang yang ia kenakan. Pikiran Dara sudah tidak karuan, ia takut tuan Lingga memperkosanya. Namun di menit berikutnya, tuan Lingga menghempaskan ikat pinggang itu ke udara sampai terdengar suara cambukkan akibat benturan ke lantai.

Dara beringsut, menarik tubuhnya menjauh dari tuan Lingga. Kalau begini caranya, hidupnya bukan tambah bahagia yang ada tambah menderita.

Pllaaak, satu cambukkan mengenai tubuh Dara. Dara meringis kesakitan.

"Tuan, tolong jangan lakukan itu. 'Kumohon, Tuan," rintih Dara.

Tuan Lingga melempar ikat pinggang itu ke sembarang arah. Lalu, ia mendekati gadis itu yang kini sedang menangis. Bukannya iba, tuan Lingga malah menertawakan gadis itu.

"Dasar wanita jalan*," ucap tuan Lingga. Pria itu meraih pipi Dara dan sedikit meremasnya. "Kau akan menerima semuanya, wanita sepertimu memang pantas mendapatkannya," ucapnya kembali sembari melepaskan cengkraman itu dengan kasar.

Yang Dara bisa lakukan hanya menggeleng-gelengkan kepalanya, sepertinya pria ini menaruh dendam hingga Dara menjadi sasarannya. Melihat gadis itu terus menangis, yang awalnya ia terbahak. Seketika menghentikan tawanya, melihat tangannya yang terluka, tuan Lingga merasa kasihan. Ada penyesalan dengan apa yang telah ia lakukan.

"Ku mohon, jangan menyiksaku, Tuan. Aku tidak tahu apa-apa." Dara terus mengiba.

Hingga tuan Lingga meraih tubuh gadis itu dan membaringkan tubuhnya di atas kasur miliknya. Bukannya tenang, Dara semakin ketakutan. Ia melindungi tubuhnya dengan kedua tangannya.

Tuan Lingga meraih tangan itu dan melihat luka yang ia berikan pada gadis itu. Entah kenapa, sikapnya kembali normal. Pria itu malah mengobati luka yang ada di tangan Dara.

"Kenapa pria ini? Apa dia tidak waras?" batin Dara. Ia berpikir bahwa laki-laki ini sedikit gila, bahkan tidak bisa mengontrol emosinya.

"Tuan, biarkan aku pergi," pinta Dara.

Seketika, tatapan tajam dari tuan Lingga mengarah padanya. Dara tidak berani menatap kembali, yang ia bisa lakukan hanya menurut pada laki-laki itu. Ia akan pergi ketika pria ini lengah. Dengan lembut, tuan Lingga mengobati lukanya. Sampai Dara merasa begitu bingung.

Kadang baik kadang juga menyeramkan, semacam memiliki dua kepribadian. Tapi, ia harus hati-hati menghadapi orang sepertinya. Ia juga harus mencari tahu apa penyebabnya sampai tuan Lingga jadi seperti ini?

Hingga Dara malah tertidur di kasur milik tuan Lingga, dan keduanya pun tertidur bersama.

Keesokan harinya.

Dara terbangun lebih awal, ia terkejut sudah tidur di kamar ini. Ia melihat tubuhnya sendiri, ia pun bernapas lega. Semalam mereka hanya tidur, tidak terjadi apa-apa. Dara pun melihat wajah tuan Lingga, wajah teduh namun begitu menyeramkan jika ia sedang marah.

Hingga akhirnya, Dara pun turun dari kasur secara perlahan. Ia tidak ingin membangunkan pria itu, ia merasakan sakit di bagian bahu. Terkena cambukkan dari gesper sabuk.

"Auh ... Sakit, lirihnya. Ia pun melihat luka itu, terlihat memerah.

Ia pun berhasil keluar dari kamar itu. Pas ia di luar kamar, ia bertemu dengan Hugo. Hugo pun terkejut. Bagaimana bisa wanita itu keluar dari kamat tuannya, apa semalam terjadi sesuatu sampai wanita itu berada di sana? Hugo juga melihat luka di tangan gadis itu.

"Kenapa tanganmu? Apa semalam terjadi sesuatu?" tanya Hugo pada Dara.

Dara terdiam, ia tak menjawab karena ia kira Hugo pasti tahu dengan lukanya itu.

"Nona," panggil Hugo kembali. Dara tak menggubrisnya, ia malah dengan cepat meninggalkan kamar itu. Ia takut tuan Lingga seperti semalam. Setelah kepergian Dara, Hugo masuk ke dalam kamar tuannya. Ia melihat sang tuan tengah tertidur.

Ia juga melihat ikat pinggang yang tergeletak di atas lantai, lalu meraih benda tersebut. Pria itu menggelengkan kepalanya seraya menatap sabuk itu, mungkin benda ini yang sudah membuat gadis itu terluka.

"Hugo, mana gadis itu?" tanya tuan Lingga yang baru saja membuka matanya.

"Sudah keluar," jawab Hugo. "Apa Tuan melakukannya lagi?" tanyanya seraya meletakkan sabuk itu di atas nakas.

Tuan Lingga menghela napas dengan kasar seraya mengusap wajahnya. Kenapa ia selalu tak bisa mengontrol diri? Kejadian 20 tahun silam membuatnya trauma. Ia ingat betul di mana sang ibu memperlakukan sang ayah dengan kasarnya.

Sampai sang ayah sering sakit-sakitan karena terus disiksa oleh istrinya sendiri. Dari rasa trauma itu menimbulkan sikap dingin, kejam, dan angkuh pada dirinya. Kerap membuat orang yang tidak bersalah menjadi korbannya. Seperti yang dilakukannya pada Dara semalam.

"Suruh dia temui saya," pinta Lingga pada Hugo.

"Baik, Tuan." Hugo pun undur diri dari hadapan tuannya, lantas menemui gadis itu.

Tok, tok, tok

Hugo mengetuk pintu kamar Dara. Gadis itu melihat ke arah pintu seraya mengerutkan alisnya. Siapa yang datang? Ia pun beranjak dan membuka pintu, dilihatnya Hugo di sana.

"Ada apa, Tuan?" tanya Dara.

"Saya diperintahkan untuk mengatakan, bahwa Nona di suruh ke kamar Tuan Lingga."

Dara menggelengkan kepalanya, untuk saat ini ia tidak mau bertemu dengan pria itu, Dara masih takut akan kejadian semalam.

"Tapi Nona harus segera menuinya, jangan buat dia marah. Saya takut kejadian semalam terulang," kata Hugo.

Dara membulatkan matanya, berarti pria ini pasti tahu dengan tuannya. Sikapnya begitu aneh, kadang baik, kadang juga dingin.

"Tuan Lingga sebenarnya kenapa?" tanya Dara kemudian.

"Apanya yang kenapa?" sahut tuan Lingga seraya menatap tajam. Ia paling tidak suka ada orang yang menganggapnya aneh.

Tuan Lingga menghampiri Dara, lalu menarik tangannya dengan kasar.

Dara begitu kesakitan, apa lagi dengan luka di tubuhnya.

"Sakit, Tuan." Rintihnya seraya mencekal tangannya dengan tangan yang satunya lagi, seolah menahan tarikan dari tuan Lingga.

"Kamu pikir saya laki-laki aneh?"

Hugo tidak bisa berbuat apa-apa, ia takut sikap tuan Lingga malah bertambah kasar pada Dara.

"Tuan, tolong lepaskan." Gadis itu terus ditarik paksa, tuan Lingga membawa wanita itu ke ruangannya.

Setelah Hugo tahu tujuan Dara dibawa, ia pun mencoba menahan aksi tuannya itu.

"Tuan, sadar Tuan. Dia Dara, gadis yang Tuan selamatkan kemarin," ucap Hugo.

Seketika, tuan Lingga menghentikan langkahnya. Mengingat siapa wanita ini?

"Siapa dia memangnya, Hugo?"

"Dia gadis yang waktu dulu Tuan selamatkan, gadis yang di siksa oleh Tante-nya waktu itu," jelas Hugo.

Tuan Lingga melihat wajah gadis itu, kenapa ia tak bisa mengingatnya? Yang ada, ia malah membencinya ketika gadis itu melakukan kesalahan padanya.

Tuan Lingga pun pergi begitu saja, Hugo bernapas lega. Gadis ini masih bisa diselamatkan.

"Tuan, bisakan Anda menjelaskannya?" pinta Dara pada Hugo.

Bersambung.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!