"Dimana wanita sialan itu?" tanya Riuga kepada anak buahnya dari balik telepon.
"Dia ada di sebuah klub malam Tuan. Sepertinya dia bekerja di sini sebagai wanita penghibur!" sahut Malik yang merupakan anak buah Riuga. Dia bertugas mencari informasi tentang seorang wanita yang sudah bertahun-tahun dicari oleh Tuannya itu.
"Kau yakin kalau dia adalah wanita yang aku cari selama ini?" tanya Riuga memastikan kalau wanita yang dikatakan anak buahnya itu adalah wanita yang dia cari.
"Benar Tuan, kami sudah menyelidiki identitas wanita itu. Semua sesuai dengan petunjuk yang Tuan berikan!" Malik mengatakan semuanya dengan sangat yakin.
"Baiklah, pantau terus wanita jal*ng itu. Jangan sampai kehilangan jejak. Aku akan segera ke sana!" perintah Riuga sembari mematikan sambungan teleponnya.
"Soni, siapkan mobil untukku!" perintah Riuga kepada asisten pribadi sekaligus sopir pribadinya itu.
"Baik Tuan," sahut Soni sembari berjalan meninggalkan ruangan dan segera mengambil mobil sesuai perintah Riuga.
Di dalam perjalanan menuju klub, Riuga mulai tersenyum dengan sinis sembari menatap layar ponsel yang sedang menyala di tangannya.
Sejenak senyuman di wajah Riuga itupun hilang dan berubah menjadi kesedihan saat memandangi foto kenangan papa dan mamanya yang dia simpan di galeri ponselnya.
"Jika saja wanita jal*ng itu tidak hadir di dalam kehidupan kalian, aku dan adikku tidak akan hidup sekeras ini. Dia telah menghancurkan keluargaku, dia harus membayar lunas dengan nyawanya sendiri!" batin Riuga yang telah lama menyimpan dendam akan kematian kedua orang tuanya.
Sesampainya di klub malam, Riuga sudah ditunggu oleh Malik tepat di pintu gerbang.
"Selamat malam Tuan." sapa Malik menyambut kedatangan Riuga yang masih duduk di dalam mobilnya.
"Dimana dia?" tanya Riuga sembari membuka jendela mobilnya.
"Dia masih di dalam Tuan." sahut Malik dengan jari yang menunjuk ke arah pintu masuk klub.
"Seret dia dan bawa ke gudang. Ingat, jangan sampai meninggalkan jejak. Aku akan menunggu kalian di sana!" perintah Riuga sembari menutup kembali kaca mobilnya.
"Baik Tuan." Malik berjalan meninggalkan mobil Riuga dan melangkah kembali ke dalam klub malam itu.
Mobil mewah Riuga itupun dengan cepat melaju ke sebuah gudang tua yang berada sangat jauh dari pemukiman penduduk.
Di dalam klub malam, Sania tengah mengganti pakaiannya di ruang ganti. Karena shiftnya malam ini sudah selesai, dia berniat untuk segera pulang karena sudah sangat lelah melayani tamu seharian.
Sania keluar dari klub malam dan berdiri di pinggir jalan sembari menunggu ojek langganannya yang sudah biasa mengantar jemputnya setiap hari.
"Ahh... Siapa kalian?" teriak Sania sembari meronta ronta saat ditarik paksa oleh dua orang yang tidak dia kenal dan masuk ke dalam mobil.
"Diam, atau aku akan menembak kepalamu ini sampai pecah!" ancam Malik yang tengah menodongkan senjata apinya tepat di kepala Sania.
Sania mulai menggigil ketakutan. Dia tak sanggup untuk berkata-kata lagi, apalagi memberontak. Dia hanya bisa pasrah sembari meneteskan air matanya.
"Siapa mereka, apa yang mereka inginkan dariku?" batin Sania yang tidak kenal sama sekali dengan orang-orang yang telah menculiknya itu.
Sesampainya di depan sebuah gudang tua, Malik turun bersama dua orang temannya dan menyeret paksa Sania masuk ke dalam gudang tua tersebut.
"Dimana ini, kenapa kalian membawaku kesini?" tanya Sania yang sudah ketakutan melihat tempat yang sangat menyeramkan itu.
Malik dan teman-temannya tidak menghiraukan pertanyaan Sania sama sekali. Mereka hanya memberikan senyuman yang sangat menakutkan ke arah Sania.
"Ini wanita itu Tuan." ucap Malik sembari melempar tubuh Sania ke sebuah sofa lapuk yang ada di dalam ruangan.
"Ahh,..." Sania menjerit menahan rasa sakit di kepalanya yang membentur ujung sofa.
"Kerja yang bagus, prok, prok, prok." Riuga memberikan tepuk tangan karena merasa puas dengan kinerja anak buahnya.
Malik dan teman-temannya kembali berjalan meninggalkan Riuga bersama Sania di dalam ruangan itu.
Riuga menatap ke arah Sania dengan tatapan yang sangat mematikan. Ingatannya kembali kepada kedua orang tuanya yang membuat jiwa binatangnya mengaung seketika.
"Siapa kau, kenapa kau menyekap ku seperti ini? Aku bahkan tidak mengenalimu sama sekali." teriak Sania yang tidak mengenal orang-orang yang telah menyakitinya itu.
Riuga berjalan mendekati Sania yang tengah terduduk lesu diujung sofa. Tatapannya kembali terlihat tajam yang membuat Sania semakin ketakutan.
"Hahahaha... Dasar wanita jal*ng!" bentak Riuga sembari mengangkat dagu Sania dengan kasar.
"Lepaskan aku, ahh... Apa yang kau inginkan dariku? Biarkan aku pergi dari sini!" teriak Sania yang merasa kesakitan dengan apa yang telah dilakukan Riuga terhadap dirinya.
"Jangan mimpi!" sahut Riuga yang sudah tidak sabar ingin menghabisi wanita itu dengan tangannya sendiri.
"Apa salahku padamu, kenapa kau melakukan ini padaku?" tanya Sania dengan raut wajah memelas mengharapkan belas kasihan.
"Bram Wijaya. Apa kau tidak mengenali laki-laki itu?" tanya Riuga sembari tersenyum dengan sinis ke arah Sania.
"Apa, Bram Wijaya?" sahut Sania yang terkejut mendengar nama itu.
"Kenapa, kau kaget mendengar nama itu?" tanya Riuga sembari menarik rambut Sania yang terurai panjang dengan kasar.
"Kenapa kau mengenalnya, siapa kau sebenarnya?" tanya Sania dengan tatapan kebingungan ke arah Riuga.
"Tentu saja aku mengenalnya. Dia adalah papaku. Dan kau adalah wanita jal*ng yang sudah menghancurkan keluargaku. Karena dirimu, aku harus kehilangan orang yang aku sayangi di usia yang masih sangat muda!" ucap Riuga sembari mengeluarkan senjata api dari dalam saku celananya.
"Apa, Bram sudah tiada?" gumam Sania dengan raut wajah kaget bercampur sedih.
"Jangan memperlihatkan wajah sedih mu itu di depan ku. Aku tidak akan mengasihani mu sedikitpun!" bentak Riuga yang sudah tidak sabar ingin melenyapkan wanita yang ada di depannya itu.
Sejenak Sania terdiam setelah mendengar ucapan Riuga. Dia benar-benar tidak menyangka kalau orang yang pernah dicintainya itu, sudah tidak ada lagi di dunia ini.
Perasaan sedih itupun semakin menjadi-jadi saat Sania menatap wajah Riuga yang terlihat memiliki kemiripan dengan Bram ayahnya.
"Sudahlah, aku tidak ingin berlama-lama memainkan drama ini. Sekarang sudah saatnya kau menebus semua kesalahan yang telah kau lakukan kepada keluargaku!" ucap Riuga sembari mengarahkan senjatanya tepat di kening Sania.
"Jangan, tolong jangan lakukan ini. Kau telah salah paham kepadaku. Aku bisa menjelaskan semuanya!" teriak Sania yang sudah menggigil sembari menutup kedua matanya.
"Dorrr..."
Tanpa mendengarkan penjelasan dari wanita itu, Riuga sudah lebih dulu menembak kepala Sania hingga wanita itu tersungkur tepat di kaki Riuga.
Malik dan teman-temannya yang berada di luar pun, saling menatap satu sama lain setelah mendengar suara tembakan dari dalam ruangan.
"Tuan menghabisi wanita itu dengan tangannya sendiri?" gumam Malik sembari menelan air ludahnya dengan cepat.
Riuga merupakan laki-laki yang sangat kejam dan tidak punya hati sama sekali. Dia bahkan tidak segan-segan untuk menghabisi nyawa siapapun yang berani menentang dirinya.
Kematian kedua orang tuanya, membuatnya harus berjuang keras melanjutkan hidup demi adik perempuannya yang sangat dia sayangi.
Dia bahkan tidak pernah berniat untuk memiliki seorang wanita pun di sampingnya, apalagi menikah. Tujuan hidupnya hanyalah untuk adik perempuannya dan bisnis yang tengah dia jalani saat ini.
Riuga👇
"Cepat bereskan jasad wanita itu. Jangan sampai kalian meninggalkan jejak sedikitpun!" perintah Riuga kepada seluruh anak buahnya yang ada di tempat itu.
"Baik Tuan." sahut Malik yang merupakan tangan kanan Riuga.
Dengan cepat, Malik menyuruh teman-temannya membereskan jasad Sania. Sementara itu, dia sendiri masih tetap berdiam diri di tempatnya. Dia ingin menyampaikan sesuatu kepada Tuannya itu.
"Maaf Tuan, ada informasi penting yang ingin aku sampaikan!" ucap Malik sembari membungkukkan tubuhnya di depan Riuga.
"Katakan saja, aku tidak punya banyak waktu!" sahut Riuga dengan tampang yang terlihat sangat dingin.
"Aku baru saja mendapatkan informasi. Ternyata wanita itu memiliki seorang anak gadis, dia bernama Tata. Dari kabar yang aku dengar, gadis itu sangat cantik Tuan." ucap Malik menjelaskan semua informasi yang baru saja dia dapat.
"Hahahaha... Kerja yang bagus. Cari gadis itu dan bawa dia ke hadapanku secepatnya!" perintah Riuga yang sangat senang mendengar informasi yang disampaikan oleh anak buahnya.
"Baik Tuan, kalau begitu aku permisi dulu!" sahut Malik dan mulai melangkah meninggalkan Riuga.
Setelah semuanya beres, Riuga bergegas meninggalkan tempat kumuh itu dan kembali menuju kediamannya.
"Kak Riu, Kakak kemana saja, kenapa jam segini baru pulang?" tanya Adelia yang sudah sedari tadi menunggu kedatangan kakaknya.
"Kakak sedang sibuk sayang. Banyak pekerjaan di kantor hari ini." sahut Riuga sembari mengecup kening adik tersayangnya.
"Kak, Adel boleh minta uang kan. Adel ingin mengadakan acara ulang tahun bersama teman-teman Adel!" pinta Adelia dengan senyuman yang sangat manis kepada kakaknya.
"Kamu butuh berapa?" tanya Riuga sembari mencubit hidung adiknya.
"Terserah Kakak saja!" sahut Adelia.
"Soni, transfer segera!" perintah Riuga kepada asisten pribadinya.
"Baik Tuan." sahut Soni sembari mengeluarkan ponsel dari dalam saku celananya.
"Terima kasih ya Kak. Kakak memang yang terbaik." sanjung Adelia sembari tersenyum dan memeluk kakaknya dengan erat.
"Sudah, jangan berlebihan. Kakak mau ke kamar dulu!" ucap Riuga sembari berjalan meninggalkan Adelia dan Soni di lantai bawah.
Riuga masuk ke dalam kamarnya. Karena merasa sudah sangat lelah, dia pun segera membersihkan tubuhnya di dalam kamar mandi.
Setelah selesai mandi, seperti biasa Riuga lebih suka bertelanjang dada dan hanya menggunakan celana boxer jika berada di dalam kamarnya.
Tiga hari setelah kematian Sania
"Ibu, kau dimana, kenapa belum pulang juga? Kemana lagi aku harus mencari mu Bu? Hiks...Hiks...Hiks," Tata menangis sembari memandangi foto ibunya.
Flashback
Tata diasuh oleh Sania sejak berusia sepuluh tahun. Saat itu Sania baru pulang dari tempat kerjanya dan menaiki sebuah taksi.
Tiba-tiba saja sopir taksi mendadak menginjak rem, dia melihat seorang gadis kecil yang sedang melintas di tengah jalan. Sania pun dengan cepat turun dari taksi yang dia tumpangi itu.
"Anak manis, kenapa sendirian di tempat sepi seperti ini?" tanya Sania dengan penuh kelembutan.
"Jangan, jangan bunuh aku. Aku takut, pergilah!" teriak Tata yang saat itu masih dalam keadaan linglung.
"Tidak sayang, aku tidak akan menyakitimu. Aku hanya berniat untuk membantumu. Jangan takut, katakan dimana rumahmu? Aku akan mengantarmu pulang!" ucap Sania sembari menenangkan Tata yang sangat ketakutan melihat dirinya.
"Tidak, jangan bawa aku ke sana. Mereka akan membunuhku!" teriak Tata sembari menangis histeris.
"Sudah, jangan menangis lagi. Aku tidak akan membawamu ke sana. Sekarang, ikut aku pulang ke rumah ya? Disini berbahaya untuk gadis sekecil kamu!" ucap Sania yang merasa kasihan dan tidak tega meninggalkan gadis manis itu sendirian di jalanan.
Sania menggendong tubuh Tata dan membawanya masuk ke dalam taksi.
Sesampainya di rumah, Sania segera memandikan gadis manis itu dan memasakkan makanan yang enak untuknya.
Sejak saat itu, Tata diasuh dan dibesarkan oleh Sania seorang diri.
Flashback selesai
Tata sangat menyayangi ibu angkatnya. Dia bahkan sudah menganggap Sania seperti ibu kandungnya sendiri. Sejak kejadian memilukan itu, hanya Sania lah satu-satunya keluarga yang dimiliki oleh Tata.
Tata dibesarkan dengan penuh rasa kasih dan sayang. Sania selalu berusaha memenuhi semua kebutuhan anak angkatnya itu meskipun dia hanya seorang wanita penghibur.
Tata bahkan tidak pernah mengetahui apa pekerjaan Sania yang sebenarnya. Sania menutupi identitasnya selama bertahun-tahun agar Tata tidak kecewa dan meninggalkannya sendirian.
Kasih sayangnya terhadap Tata bahkan sudah melebihi kasih sayang seorang ibu kandung terhadap anaknya sendiri.
Pagi itu, Tata berencana untuk datang ke kantor polisi. Namun ditengah jalan dia diculik oleh beberapa orang anak buah Riuga yang sudah mengintainya sejak tiga hari yang lalu.
"Siapa kalian? Lepaskan aku, tolong!" teriak Tata sembari memberontak melawan orang-orang yang ingin membawanya pergi itu.
Suara Tata yang sangat lantang membuat Malik merasa sedikit kesal. Sehingga mau tidak mau, dia harus membungkam mulut Tata dengan sapu tangan yang sudah diberi obat bius.
"Halo Tuan, gadis itu sudah ada bersamaku!" ucap Malik dari balik telepon.
"Kerja yang bagus, kirimkan fotonya kepadaku segera!" perintah Riuga yang membuat Malik langsung terdiam dan terlihat kebingungan.
"Untuk apa dia meminta foto gadis ini?" batin Malik yang semakin bingung dengan sikap Tuannya itu.
"Kenapa kau diam saja, kau tidak mau melaksanakan perintah ku lagi?" bentak Riuga yang mulai tersulut emosi.
"Tidak Tuan, aku akan segera mengirimkannya kepadamu!" sahut Malik yang mulai ketakutan mendengar nada bicara Tuannya yang kejam itu.
Karena takut membuat Tuannya semakin emosi, Malik pun dengan cepat memotret wajah Tata yang sedang tidak sadarkan diri dan mengirimkannya ke ponsel Riuga yang masih tersambung dengannya.
Sejenak tatapan mata Riuga jadi terpaku melihat foto gadis cantik yang sudah ada di layar ponselnya.
"Gadis yang malang, cuih. Benar kata Malik, kau ternyata sangat cantik. Tapi sayangnya kau terlahir dari wanita yang sangat aku benci." gumam Riuga yang menyadari kalau wanita yang menjadi targetnya itu benar-benar sangat cantik.
"Bawa dia ke villa sekarang juga!" perintah Riuga yang sudah tidak sabar ingin bermain-main dengan targetnya itu.
"Baik, Tu..."
Belum selesai Malik berbicara, Riuga sudah lebih dulu memutuskan sambungan telepon mereka.
"Untung saja kau adalah Tuanku, kalau tidak..." gumam Malik yang merasa kesal dengan sikap Tuannya itu.
Sesampainya di villa megah milik Riuga, Malik pun segera menggendong tubuh Tata dan masuk ke dalam sebuah kamar.
"Baringkan dia di atas ranjang!" ucap Riuga yang ternyata sudah lebih dulu sampai di villa megah itu.
Tanpa bicara sepatah katapun, Malik segera melakukan apa yang sudah diperintahkan oleh Tuannya.
"Keluar dan tutup pintunya!" ucap Riuga memerintahkan Malik untuk segera meninggalkan mereka berdua di dalam kamar.
"Baik Tuan." sahut Malik sembari melangkah pergi.
Perlahan, Tata mulai membuka kedua matanya dan sedikit kebingungan melihat situasi di sekelilingnya.
"Dimana ini?" gumam Tata yang sama sekali tidak mengenali dimana dia berada saat ini.
"Prok...Prok...Prok"
"Bagus, akhirnya kau sadar juga." ucap Riuga dari sofa yang ada di sudut kamar.
"Siapa kau, dimana aku?" tanya Tata yang mulai ketakutan melihat mata iblis yang sedang menatapnya.
"Tidak perlu takut, aku hanya ingin bermain-main denganmu sebentar!" ucap Riuga sembari melangkah ke arah wanita itu.
"Jangan mendekat atau aku akan berteriak!" ancam Tata yang sudah semakin gemetar ketakutan.
"Hahahaha... Berteriak lah sekuat tenaga mu. Aku ingin melihat, apa ada orang yang berani membantumu di sini?" ucap Riuga sembari tertawa sangat lantang.
"Apa mau mu sebenarnya? Tolong, lepaskan aku. Biarkan aku pergi!" teriak Tata yang membuat gempar seisi kamar.
Tata hanya bisa menangis sambil meratapi nasibnya yang begitu buruk. Baru beberapa hari dia kehilangan kontak dengan Sania yang telah membesarkan dirinya selama 10 tahun terakhir, sekarang sudah mendapatkan cobaan yang lebih berat lagi.
"Apa salahku, kenapa hidupku jadi seperti ini? Hiks,..." gumam Tata sembari menangis terisak-isak.
"Hei diam, tidak perlu berakting di depan ku. Wanita j*lang seperti mu memang pantas diperlakukan seperti ini!" ucap Riuga yang mulai kesal mendengar suara tangisan Tata.
"Aku bukanlah wanita j*lang seperti yang kau tuduhkan. Aku masih punya harga diri sebagai seorang wanita. Jangan sembarangan menuduh orang!" teriak Tata yang tidak terima direndahkan oleh laki-laki yang berdiri di depannya itu.
"Cuih... Dasar munafik, jangan berlagak suci di depan ku. Kau dan ibumu sama saja, dasar wanita tidak tau diri. Masih untung aku membiarkanmu tetap hidup, kalau tidak..."
"Kalau tidak apa, hah? Kau ingin membunuhku. Bunuh saja, aku lebih baik mati daripada harus tersiksa seperti ini!" teriak Tata dengan suara semakin lantang.
Riuga terlihat semakin kesal mendengar ucapan Tata yang seperti menantang dirinya.
Dengan cepat Riuga mencoba menepis rasa kesalnya agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Riuga menyadari kalau yang dihadapinya kali ini adalah seorang wanita yang lemah.
"Mandilah, di dalam lemari sana ada beberapa baju wanita. Mulai hari ini bersiaplah untuk menjadi pelayan ku. Kau tidak akan bisa pergi dari sini sebelum aku yang mengizinkannya!" ucap Riuga sembari berjalan meninggalkan Tata sendirian di dalam kamar.
Riuga yang terkenal kejam dan tidak punya hati itupun memilih untuk pergi dari hadapan Tata. Bagaimanapun dia tidak ingin menyakiti seorang wanita yang tidak berdosa seperti Tata.
Riuga masuk ke dalam kamar yang bersebelahan dengan kamar Tata. Hatinya mulai galau memikirkan wanita yang menjadi pelampiasan dendam nya itu.
Sesampainya di kamar, Riuga segera masuk ke dalam kamar mandi. Tubuhnya yang mulai berkeringat, ditambah dengan emosi yang sudah berapi-api membuatnya ingin segera berendam untuk meredakan kekesalannya.
"Kau bersalah karena terlahir dari wanita j*lang itu. Kau akan menderita seumur hidupmu di sini!" batin Riuga yang tidak ingin melepaskan satupun orang yang berhubungan dengan Sania.
Setelah selesai berendam, Riuga keluar dari kamar mandi dan segera mengenakan pakaiannya. Tubuhnya sudah terasa lebih segar dari sebelumnya. Seketika rasa lapar pun tak bisa dia kendalikan dan segera melangkah menuju ruang makan.
"Bawa wanita itu kesini!" perintah Riuga kepada pelayannya.
"Baik Tuan." ucap seorang pelayan dan bergegas meninggalkan Riuga di ruang makan.
Di dalam kamar, Tata sedang menyisir rambutnya di depan meja rias. Suasana hatinya yang tidak menentu membuatnya tidak bisa berhenti meneteskan air mata.
"Permisi Nona, Tuan meminta anda untuk segera turun ke bawah!" ucap pelayan kepada Tata yang masih menangis di depan cermin.
"Baiklah, terima kasih." sahut Tata sembari menghapus air matanya.
Dengan langkah kaki yang mulai bergetar, Tata berusaha untuk turun dengan tenang. Tetapi raut wajahnya tidak bisa berbohong untuk menutupi ketakutannya.
Sesampainya di meja makan, Tata hanya berdiri mematung di samping pelayan lain tanpa bersuara.
"Kenapa masih berdiri di situ? Ambilkan makanan untukku!" bentak Riuga dengan nada sedikit kasar.
"Ba... Baik Tuan." sahut Tata dengan suara terbata-bata.
Dengan sigap, Tata mulai mengambilkan makanan yang sudah terhidang di atas meja dan memberikannya kepada Riuga.
"I... Ini Tuan." ucap Tata dan kembali berdiri di samping pelayan.
"Kalian pergilah, biar dia yang melayaniku!" perintah Riuga kepada semua pelayan yang berdiri di sana.
Semua pelayan pergi meninggalkan mereka berdua di meja makan setelah mendapat perintah dari Tuan mereka.
"Kenapa masih berdiri? Duduk disini dan suapi aku!" ucap Riuga dengan tatapan mematikan ke arah Tata.
Melihat tatapan Riuga yang begitu menakutkan, tubuh Tata mulai bergetar tak menentu. Dia bahkan tidak bisa untuk menolak permintaan laki-laki kejam itu.
Dengan langkah tertatih-tatih, Tata mencoba meraih kursi dan duduk sembari meraih piring Riuga.
"Buka mulutmu Tuan!" pinta Tata sambil mengarahkan sendok yang berisi makanan ke arah mulut harimau itu.
Setelah makanan di piring Riuga habis, Tata langsung berdiri dan melangkah kembali menuju kamarnya.
"Mau kemana kau?" tanya Riuga yang membuat Tata segera menghentikan langkahnya.
"A... Aku mau kembali ke kamarku Tuan!" sahut Tata sambil membalikkan tubuhnya.
"Makanlah dulu, setelah itu temui aku di dalam kamar!" ucap Riuga sambil melangkah meninggalkan meja makan.
Mau tidak mau, Tata kembali duduk di kursi dan mengisi perutnya yang memang sudah terasa sangat lapar.
Selesai makan, Tata pun membantu pelayan untuk membereskan meja makan.
"Tidak perlu Nona, biar kami saja yang melakukannya. Nona kembalilah ke kamar, Tuan paling tidak suka menunggu seseorang!" ucap seorang pelayan yang kasihan melihat Tata.
Dengan raut wajah ketakutan, Tata kembali berjalan ke kamar dan menemui Riuga.
"Permisi Tuan." ucap Tata dari depan pintu.
"Masuklah dan tutup kembali pintunya!" sahut Riuga yang sedang berbaring di atas ranjang.
Tata masuk ke dalam kamar sesuai permintaan Riuga dan berdiri di samping ranjang yang tengah ditiduri oleh harimau itu.
"Apa yang bisa aku bantu Tuan?" tanya Tata yang mulai bergetar ketakutan.
Tanpa bersuara, Riuga menarik kasar tangan Tata dan menghempaskan tubuhnya di atas kasur. Dengan cepat Riuga menindih tubuh Tata dan menguncinya depan kuat.
"Akhh... Apa yang kau lakukan Tuan? Lepaskan aku!" teriak Tata sambil memberontak melepaskan diri.
"Diam, jangan sampai membuatku bertindak kasar kepadamu!" ancam Riuga yang sudah dikuasai nafsu bejatnya.
"Tolong, jangan lakukan ini. Aku mohon!" pinta Tata sambil menangis mengharapkan belas kasihan dari Riuga.
"Kenapa kau menangis? Wanita j*lang sepertimu tentu saja sudah biasa melakukan hal seperti ini. Berapa harga yang harus aku bayar? Sebutkan saja!" ucap Riuga sembari menghujani leher Tata dengan ciumannya.
"Jangan, tolong lepaskan aku. Aku mohon, aku bukan wanita seperti itu. Tolong, kasihani aku! Hiks..." Tata hanya bisa menangis meminta dikasihani agar Riuga tidak menodainya.
Mendengar tangisan Tata yang seperti itu, membuat Riuga tersadar dari kelakuan bejatnya. Sejenak Riuga terdiam sambil menatap wajah polos yang sangat dekat dengan wajahnya itu.
"Maafkan aku." ucap Riuga sambil beranjak dari tubuh Tata.
Riuga pun bergegas melangkah meninggalkan kamar Tata dan kembali masuk ke kamar di sebelahnya.
"Braaak"
"Apa yang sudah aku lakukan? Dasar bodoh. Aku memang laki-laki yang kejam, tapi aku tidak pernah menyakiti seorang wanita seperti ini. Kenapa aku berani menyentuh wanita itu?" batin Riuga sembari meninju kaca di kamarnya dengan kuat.
"Craang"
"Suara apa itu?" batin Tata yang terkejut mendengar suara pecahan kaca.
Tanpa ragu sedikitpun, Tata mulai menyeka air matanya dan berlari menuju kamar di sebelahnya.
"Apa yang terjadi Tuan? Tanganmu berdarah." tanya Tata sambil memegang tangan Riuga.
"Pergilah, ini bukan urusanmu!" bentak Riuga dengan sangat kasar.
"Tidak Tuan, bukankah mulai hari ini aku adalah pelayanmu. Aku akan mengobati lukamu ini. Tunggu sebentar aku akan mengambil kotak obat!"
Dengan raut wajah panik, Tata berlari keluar meminta kotak obat kepada pelayan lain.
"Kenapa dia sepanik itu? Aku bahkan telah menyakitinya. Harusnya dia membenciku, bukannya khawatir seperti ini." batin Riuga dengan raut wajah bingung.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!