NovelToon NovelToon

SIBURUK RUPA AISYAH

DIUSIR DARI RUMAH

Aditya Wirawan. Seorang pengusaha sukses, berusia 28 tahun. Akibat trauma pada sang kekasih yang meninggalkannya begitu saja, membuat Aditya ingin memiliki keturunan dengan cara inseminasi. Tak disangkah! Dokter salah melakukan inseminasi pada seorang gadis biasa, bernama Aisyah Maharani, hingga takdir- membawa dia pada cinta yang sesungguhnya.

Aisyah Maharani, dengan nama samaran Anisa Mahardika, wanita berusia 26 tahun. Wanita cantik, yang merupakan korban salah inseminasi, saat dirinya melakukan pemeriksaan kesehatan di sebuah rumah sakit, di kota Surabaya. Dan akibat kesalahan itu, membuat dirinya hamil- dan melahirkan sepasang bayi kembar, Bella dan Sella.

Bella. (Di sini aku menggambarkan walaupun kembar, tapi wajah mereka tidaklah sama.)

Sella

Karla. Ibu dari Aditya Wirawan, yang begitu

tergila-gila pada pengusaha kaya itu.

Suara tamparan, terdengar begitu menggema dari dalam sebuah hunian sederhana yang terletak di kota Surabaya. Wajah tua itu nampak begitu murka. Terlihat jelas dari kilatan matanya yang nampak memerah, dan juga lehernya yang menegang,.

Handoko melayangkan sebuah tamparan keras pada pipi putri tertuanya, Aisyah! Saat dia tahu, wanita berusia dua puluh enam tahun itu, tengah mengandung.

"PLAAK!" Tamparan yang Papa Handoko layangkan pada putrinya, membuat Aisyah seketika terjatuh ke lantai.

"Dasar kau wanita murahan, Aisyah!! Apakah kami pernah mengajarmu hal yang tidak baik, hingga kau melakukan hal serendah ini...?!" teriakan yang ke luar dari pria paruh baya itu, terdengar begiu menggema, saat emosi dalam dirinya tak dapat dia bendung lagi.

Aisyah hanya menangis, tanpa bisa berbuat apa-apa. Dengan air mata yang terus membasahi kedua pipinya, wanita cantik itu, merangkak pada kaki Ayahnya. Melingkar penuh kedua tangannya, memeluk erat kedua kaki Papa Handoko.

"Maafkan aku, Paa! Maaf...Tapi percayalah, aku sama sekali tidak melakukan hal itu! Aku juga sama sekali tidak tahu bagaimana juga aku bisa hamil." Air mata terus saja membasahi kedua pipi Aisyah, saat mengatakan hal yang sama sekali tidak penah dia lakukan.

Memerah semakin saja menyelimuti wajah Papa Handoko. Mendengar putrinya, yang sama sekali tidak mau mengakui akan kesalahannya.

Tanpa memikirkan keadaan Aisyah yang tengah hamil muda, lelaki tua itu menghempaskan kedua kakinya dengan sangat kuat, hingga membuat tubuh ramping putrinyaa tersungkur ke belakang.

"Keluar kau dari rumah ini, Aisyah! Ke luar...!" teriak Papa Handoko, saat diri itu semakin dilanda akan api amarah pada putri tertuanya.

Wajahnya kaget luar biasa, mendengar keinginan Ayahnya~ yang memintanya untuk pergi dari rumah. Memikirkan dirinya yang harus hidup di luar rumah, dan tidak bersama keluarganya dalam keadaan hamil. Sementara dia saja tidak mengetahui siapa, Ayah bayi daalam kandungannya.n

"Tidak, Pa! tidak. Aisyah tidak mau ke luar dari rumah ini. Aisyah harus ke mana, Pa! Aisyah harus ke mana?"

Mama Anita! Yang merupakan Ibu kandung dari Aisyah, hanya bisa menangis. Wanita tua itu! Tak henti-hentinya menitikkan air matanya, akibat rasa kecewanya yang begitu besar, pada putri sulungnya Aisyah. Hatinya sungguh terluka, saat mengetahui kalau Aisyah hamil. hHngga untuk menoleh saja, dia enggan melakukannya.

Dua mata Aisyah tertuju pada Mama Anita! yang sedari tadi, hanya bisa menangis, dan sama sekali tidak memperdulikannya.

"Ma...Aku mohon percayalah padaku, aku sama sekali tidakmelakukan hal serendah itu. Aku juga tidak tahu, bagaimana aku bisa hamil, Maa!

Dua tangan yang terpenjara dalam genggaman putrinya, ta segera Anita tarik, tanpa sedikitpun mengalihkan tatapan matanya pada Aisyah yang masih terus memohon padanya.

"Pergilah, Syah! Pergilah. Mama sudah tidak sudi, melihatmu lagi." Walapun dirinya berkata seperti itu, sesungguhnya hatinya amatlah hancur. Di mana harus mengusir putrinya kandungnya, dalam kondisi hamil. Tapi rasa kecewa yang sudah begitu besar, membuat Mama Anita berusaha membunuhnya.

"Tapi, Maa! Aisyah benar-benar, sama sekali tidak pernah melakukan hal itu. Aisyah sama sekali tidak pernah melakukannya, Maa!" seru Aisyah, yang masih saja berusaha meyakinkan Mama Anita.

Enggan sama sekali berpaling, atau menoleh sedikitpun. Sakit di hati Mama Anita sudah teramat sangat, hingga membuat dia ikut mendukung keputusan Suaminyaa, agar mengusir putri sulung mereka, dari rumah.

"Pergilah, Aisyah! Karena Mama sudah tidak sudi melihatmu lagi. Kau sudah sangat membuat Mama kecewa. Mama sangat kecewa padamu, Syah! Sangat kecewa.." Air matanya pun tumpah. Saat hatinya pun berat, harus mengusir putri sulungnya.

Handoko menghampiri pada sebuah tas pakaian berwarna hitam, yang tergelak di lantai rumahnya. Di mana, di sana! Sudah terisi penuh pakaian putrinya. Tangannya menggapai tas itu, dan menghampiri pada Aisyah. Mencengkram kuat tangan putrinya, dan menarik paksa ke luar dari dalam rumah.

"Ke luar kau dari rumah ini, Aisyah! Keluar..." Nada tinggi, saat dengan paksa pria tua itu, menarik tangan putrinya ke luar dari dalam rumah.

Dengan tubuh terseret oleh langkah kaki Ayahnya, yang membawanya menuju pintu utama, Aisyah terus saja memohon pada Ayannya, agar mau membatalkan keingiannya, untuk mengusirnya dari rumah.

"Tidak, Paa! Tidak...Aisyah mohon percayalah pada Aisyah, Aisyah sama sekali tidak melakukan hal itu," seru Aisyah di sela air mata yang tak hentinya mengalir.

Api Amarah sudah mengusai diri lelaki tua itu. Pikirannya sudah di butakan oleh kemarahan, yang sudah membakar penuh pada tubuhnya. Tingga tangisan yang tek henti-hentinya, dan juga penjelasan Aisyah, sama sekali sudah tak berpengruh untuknya.

Saat sudah berada di depan pintu, dengan kasarnya Papa Handoko mendorong kuat tubuh putrinya, ke luar dari dalam rumah. Segera mengunci pintu rumah, dan membiarkan Aisyah menangis seorang diri di luar rumah.

Segera kembali pada pintu, saat tubuh itu terhempas sedikit jauh.

"Papa.... Mama..... Aisyah mohon, tolong buka pintunya, buka pintunya Maa... Paa....Tolong percayalah padaku, aku sama sekali tidak melakukan hal itu, aku sama sekali tidak melakukannya...Aku juga sama sekali tidak tahu, bagaimana diri ku bisa hamil, aku mohon percayalah padaku..." Air mata tak henti-hentinya, membasahi kedua pipi Aisyah, yang masih berusaha meyakinkan keluarganya.

Walaupun suara di dalam rumah sudah tidak terdengar, tapi Aisyah tetap memukul- mukul pada badan pintu~ sebab sangat besar harapannya, agar kedua orang tua, dan juga adiknya Sarah! mau membuka pintu untuknya.

Hampir satu jam dia berseru, dan juga menggedor-gedor pintu, semuanya sia-sia. Rasa kecewa mereka, pada Aisyah! Sudah menutup pintu hati itu. Dirinya perlahan bangkit dari lantai. Dan hatinya semakin di liputi kesedihan, akan ketidak percayaan keluargnya.

"Baiklah, kalau kalian memang sama sekali tidak percaya padaku. Suatu saat kalian akan tahu, kebenaran yang sesungguhnya~kalau aku sama sekali tidak pernah melakukan hal serendah itu. "

Berbalik arah, dan dua kakinya melangkah pelan pada tas pakiannya yang berada tidak jauh darinya. Tangannya mengulur panjang menggapai tali tas itu, seraya mengusap cepat air mata berusaha menguatkan dirinya.

"Jaga diri kalian, Papa, Mama, Sarah! Karena aku akan selalu merindukan kalian," gumamnya, dengan melangkah pergi.

****

Dua Hari Kemudian, Kota Surabaya

Dua tubuh gadis cantik itu mencondong ke luar dari dalam sebuah mobil, kala taksi yang membawa keduanya, sudah tiba di tempat tujuan.

Arah pandang Aisyah, dan juga! Ani sahabatnya, mengedar ke segalah arah, mencari keberadaan seseoarang, yang akan mereka temui di restorant cepat saji itu.

"Tuh! Kak Tantinya, di sana?" Ani berucap, kala dua matanya mendapati sosok cantik yang tengah melambai-lambaikan tangan pada mereka.

Aisyah, dan sahabatnya, Ani! Segera mengambil langkah panjangnya, menghampiri pada wanita yang berprofesi sebagai Dokter itu.

DEMI KEDUA PUTRIKU

Aisyah telah melabukan tubuhnya sebuah kursi, kala sudah berada di meja yang di pesan Tanti. Melukis senyum di wajah, ketika dua mata itu beradu dengan Dokter Tanti.

"Bagaimana kabarmu, Aisyah? Lama tidak bertemu." Tanti memberi senyum tipisnya, pada Aisyah dengan wajah yang terlihat memucat.

"Baik, Dokter? Dan bagaimana kabarmu, Dok?" tanya Aisyah balik.

"Baik, Syah!" jawabnya tersenyum.

Ani segera melontarkan pertanyaan pada sepupunya, Dokternya itu? Akan rasa penasaran yang sedari malam dia bendung. Atas dasar apa? Sepupu Dokternya itu, memintanya untuk mengajak serta Aisyah, sahabatnya untuk bertemu.

"Kak Tanti! Kakak, meminta aku mengajak Aisyah! Untuk bertemu. Sebenarnya ada hal penting apa? Yang ingin Kakak bicarakan dengan Aisyah."

"Iya Kak, Tanti! Apakah ada hal yang penting? Hingga Kak Tanti, meminta Ani! Untuk mengajakku bertemu." timpal Aisyah pula, dengan begitu mengamati wajah Dokter muda itu.

Tanti tersenyum sesaat. Dengan dua mata menatap intens, pada Aisyah! Dan Ani, yang tengah menantikan jawaban darinya-dengan wajah penasaran.

"Syah..." panggilnya pelan.

"Ya, Kak..."

Terlihat kerutan di sudut mata Tanti, saat sepasang matanya, semakin menatap dalam pada Aisyah yang melemparkan tatapan penasarannya.

"Ayah, dari bayi yang kamu kandung! Saat ini sedang mencari keberadaanmu."

Ani, dan Aisyah sekilas saling melemparkan pandangan, karena kaget mendengar apa yang baru saja di katakan Tanti.

"Maksud Kak Tanti, apa? Kami tidak mengerti!" Dua mata Ani, semakin menatap penuh pada sepupunya, mendengar ucapan yang ke luar dari bibir sepupunya, yang tidak dia pahami.

Hembusan napas terdengar berat, dengan menyandarkan pundaknya pada sandaran kursi. Manik matanya terfokus pada Aisyah, yang sedang menatapnya dengan wajah penasaran.

"Selama ini, kamu selalu ingin tahu! Hal apa yang membuat dirimu hamil- sementara kamu

sama sekali tidak pernah melakukan hal itu."

"Maksud Kak Tanti! Kak Tanti tahu, hal apa yang menyebabkan Aisyah hamil?" tanya Ani cepat.

"Iya. Aku tahu, hal apa menyebabkan Aisyah hamil. Aisyah merupakan korban, salah inseminasi di rumah sakit tempatku bekerja."

Tubuh yang yang terlihat kuat, seketika bagai tak bertulang. Aisyah begitu syok, setelah mengetahui dari Dokter Tanti! Kalau dia merupakan korban, salau inseminasi yang dilakukan seorang Dokter.

"Apakah Kak Tanti, serius?" tanya Ani memastikan.

"Iya. Dan ini terjadi saat Aisyah melakukan pemeriksaan kesehatan di rumah sakit, tempatku bekerja. Saat itu salah satu perawat, salah mengambil data diri Aisyah, dan membawahnya pada Dokter Beni! Dokter yang bertugas, untuk melakukan inseminasi."

Aisyah melukis palsunya. Berusaha menunjukkan kalau dia baik-baik saja, tapi nyatanya dirinya begitu rapu saat ini-ketika mengetahui dirinya merupakan, korban salah inseminasi di sebuah rumah sakit. Dan gara-gara akan hal itu membuat dirinya hamil, dan dikucilkan oleh keluarganya.

"Kita harus menuntut rumah sakit itu, Aisyah!Karena keteledoran mereka, membuat kamu hamil. Bahkan kamu sampai dikucilkan keluargamu, gara-gara keteledoran mereka dalam bekerja." Ani berucap dengan nada berapi-api, menumpakan semua rasa kesal yang menumpuk dalam dirinya.

"Tapi dengarkan dulu, apa yang aku katakan ini. Apakah kamu siap? Jika harus kehilangan bayimu, setelah melahirkan nanti."

"Maksud Kakak?" tanya Ani penasaran.

"Ayah biologis, dari bayi yang di kandung Aisyah!

Sangat mengharapkan proses inseminasi ini berhasil. Dan wanita yang sudah mengandung dari benihnya, lewat inseminasi itu! mengalami keguguran, saat kandungannya baru berusia dua bulan. Dan setelah Dokter Beni menyampaikan, kalau dia salah melakukan inseminasi pada wanita lain! dia begitu bahagia. Dan dia sangat berambisi, untuk mengambil bayi yang Aisyah kandung, setelah dia melahirkan nanti. Dan akan membayar berapapun, asal bayi ini! Bersamanya."

"Siapa Ayah, dari bayi yang dikandung Aisyah?" tanya Ani cepat, kala rasa penasaran semakin membelenggu diri gadis berambut pendek itu.

"Aditya Wirawan."

"Tuan Aditya Wirawan?!" tanya Ani cepat, saat mendengar nama salah satu pengusaha sukses Indonesia, yang namanya sangat familiar.

"Apakah yang dimaksud Kakak? Aditya Wirawan, pengusaha sukses itu?" tanya Aisyah kemudian.

"Iya. Aditya Wirawan, adalah Ayah biologis dari bayi yang kamu kandung. Dan dia sangat menginginkan bayi dalam kandungamu ini. Dan akan mengambilnya, setelah kamu melahirkan."

"Tidak!" Seketika Aisyah berucap tegas. "Sampai kapan pun, aku tidak mau menyerahkan anakku ini! Sekalipun, dia membayarku dengan sangat mahal."

"Tapi Syah! Pria yang kamu hadapi ini, bukan pria sembarangan. Seperti yang kau tahu, kalau Tuan Aditya adalah salah satu pengusaha terkaya di Indonesia, dan dia mampu melakukan apapun. Dan sekalipun kamu membawa kasus ini ke pengadilan! Tetap saja, kamu tidak akan menang melawannya. Sebab pria itu, sanggup membeli hukum sekalipun."

"Ini anakku, darah dagingku. Dan tidak bisa ditukar dengan apa pun. Dan aku tidak perduli dengan tanggapan orang di luar sana, yang mengataiku, wanita murahan. Aku tetap tidak akan menyerahkan anakku, sekalipun dia memberiku uang yang sangat banyak." seru Aisyah, dengan penuh keyakinan. Hingga sorot mata itu semakin tajam, akan kekukuhannya.

"Terus apa yang kamu lakukan, Syah? Karena pria yang kamu hadapi sekarang, adalah pria berkuasa." tanya Tanti kemudian.

"Aku akan meninggalkan kota ini. Dan hidup di kota lain, dengan identitas yang baru.Tentu juga dengan merubah penampilanku, agar sampai kapanpun dia tidak bisa menemukan keberadaanku, dan juga anakku."

"Apakah kamu yakin, dengan apa yang kamu katakan Syah?"

"Aku sangat yakin. Aku akan pergi meninggalkan Surabaya, dan hidup bersama anakku di kota lain. Dan hidup sebagai orang lain, dan bukan sebagai Aisyah Maharani lagi."

*****

LIMA TAHUN KEMUDIAN, JAKARTA.

Kicauan burung kembali terdengar. Awan yang tadi tertutup gelap, kini telah kembali menampilkan warnanya, kala mentari memberi senyumnya menyapa hari yang baru.

Aisyah mengayunkan langkahnya dengan pelan, menuju kembali ke kamarnya- setelah hampir setengah jam, wanita itu menghabiskan waktunya berada di dalam kamar mandi. Tubuh yang masih polos, dan hanya handuk putih yang menutup sebagian tubuhnya. Wajahnya setengah menoleh pada ranjang, di mana kedua buahatinya masih terlelap tidur di sana. Melukis senyum tipisnya, dan menghampiri pada cermin besar.

Helaan napas terdengar berat, saat menatap dirinya lewat pantulan cermin itu. Lelah. Itu yang Aisyah rasakan saat ini, di mana harus selalu melakukan kegiatan rutinnya, sebelum ke luar dari dalam rumah kontrakkannya. Menghitamkan kulit, dengan menggunakan cream hitam! Memakai tahi lalat palsu, dan juga berkacamata.

"Sangat melelahkan harus seperti ini! Tapi ini satu- satunya, cara! Agar aku bisa terus bersama, kedua putriku selamanya. Dan tidak tahu akan sampai kapan, aku akan hidup sebagai Anisa Mahardika."

Tangannya mengulur panjang, menjangkau pada sebuah bundaran kecil! Yang terdapat cream hitam di dalamnya. Ujung jarinya mencolek crem itu, dan mulai melumuri ke setiap jengkal tubuhnya, yang tak bersembunyi di balik pakaiannya. Saat tubuhnya sudah tertutup sempurna dengan cream hitam itu, Aisyah kembali menjangkau tahi lalat, dan meletakkan di kanan atas bibirnya. Mengambil kaca mata besar, dan memakainya -sebagai penyempurna dari penyamarannya.

"Sempurna!" gumam Aisyah, melihat dirinya yang sudah tampil sempurna, dengan tampilan yang kini sebagai Anisa Mahardika.

"Mommy...." Terdengar suara panggilan, dari salah satu putrinya yang membuat wajah itu seketika berpaling.

Memalingkan wajah pada asal suara. Senyum kecil melukis di wajah cantik Aisyah, mendapati putri tertuanya Bella! Yang tengah menatap padanya, dengan wajah khas orang bangun tidur.

"Kamu sudah bangun, Bella?"

MEMBUATKAN SUSU UNTUK SIKEMBAR

Rambutnya tersiram, menutup sebagian wajah Dari sisulung Aisyah itu! Sepasang matanya nampak sayu, ketika arah pandang itu tertuju pada sang Bunda.

"Mommy...." gumamnya lagi.

Aisyah mengulum senyum, di wajah! Saat mendapati mimik malas, putri sulungnya.

Melabuhkan tubuhnya pada tepian ranjang-membuka dua tangannya- dan membenamkan tubuh Bella dalam pelukan. Jemari Aisyah berjejer rapi, menyisir lembut rambut panjang putrinya, menyalurkan rasa cintanya sebagai seorang Ibu.

"Katakan pada Mommy. Apa yang kau inginkan?"

Kepalanya menengadah ke atas, menatap manja pada sang Bunda. "Mommy! Aku ingin, susu. Apakah Mommy tidak menyadari, kalau sudah beberapa hari ini, aku dan Sella tidak meminum susu?" seru Bella, dengan nada merajuk.

Helaan napas terdengar berat, saat Aisyah mendengar apa yang dikeluhkan putrinya. Dan bagaimana bisa- dia memenuhi keinginan putrinya itu, sementara kondisi keuangan sangat tidak memungkinkan untuk saat ini. Dan sekali lagi Ibu muda itu hanya bisa menjanjikan hal yang semu, agar membuat putrinya tidak bersedih.

"Mommy, janji! Sebentar Mommy akan membawakan susu untuk kau, dan adikmu. Jadi apakah bisa kau bersabar, Sayang?" Aisyah memberi senyuman di wajah, yang menampilkan barisan gigi putihnya yang berjejer rapi.

Bella merunduk sedih. Raut wajah yang tadi bersemangat- saat mengutarakan keinginannya, seketika mendung, mendengar apa yang baru di sampaikan Ibunya.

Aisyah hanya bisa menghela napas beratnya, mendapati wajah muram putri sulungnya. Hatinya pun mencoles, saat menjanjikan sesuatu yang tidak mungkin dia penuhi. Tak ingin membiarkan putrinya terus bersedih, Aisyah kembali meyakinkan putri sulungnya dengan janjinya.

"Kali ini Mommy janji, Mommy benar-benar akan membawakan susu untuk kau, dan Sella."

Bella seketika menengadah wajahnya, menatap penuh pada sang Bunda- mendengar ucapan yang terdengar begitu meyakinkan untuknya.

"Apakah kau serius, Mommy? Kau sedang tidak berbohongkan?" Sepasang mata Bella menelusuri setiap inci wajah Ibunya, mencari keseriusan akan apa yang sang Bunda katakan.

Aisyah tersenyum getir. Melihat wajah putrinya yang sudah kembali ceria, membuat hatinya sedikit teriris, di mana harus mengucapkan janji yang belum tentu dia penuhi.

"Iya, Sayang! Kali ini Mommy janji. Jadi Mommy minta, kau jangan bersedih lagi. Kau mengerti?!"

"Iya Mommy! Aku mengerti. Asalkan sebentar, Mommy benar-benar membawakan aku, dan Sella susu."

Aisyah melukis senyum palsunya. Kembali mengerat kedua tangan itu, yang semakin membuat tubuh putrinya terbenam dalam pelukan.

Hening, hening...Membiarkan semuanya berjalan begitu saja, hingga suara panggilan Bella memecahkan lamunan Ibu muda itu.

"Mommy..."

"Ya..."

"Kenapa kau memakai tahi lalat ini? Juga memakai bedak hitam itu. Bukankah itu, membuat kau jadi jelek!"

Aisyah terkekeh. Karena tidak menyangkah putrinya, akan menanyakan tentang cream hitam, dan tahi lalat palsu, yang dia pakai selama ini.

"Kau, dan Sella selalu mengatakan kalau Mommy sangat cantik, Bukan?"

"Iya Mommy! Bahkan Oma Asih pun, mengatakan demikian. Kalau Mommy kami, sangat cantik."

"Jadi! Agar karena hal itu, Mommy harus menyembunyikan semuanya. Karena Mommy tidak mau ada yang mengambil Mommy, dari kau dan adikmu."

"Apakah itu benar Mommy? Ada yang akan mengambilmu, dari aku dan Adik- jika kau tidak membuat dirimu, jadi jelek?"

"Iya, Sayang! Jadi agar kita terus bersama, Mommy harus berpura-pura jadi jelek!"

"Kalau begitu! Kau harus terus memakai bedak hitam, dan tahi lalat itu, Mommy! Agar tidak ada yang mengambilmu dari aku, dan adik."

"Tentu Sayang...." jawab Aisyah tersenyum.

Pasangan Ibu, dan anak itu kembali terbenam- dalam dunia kehangatan mereka berdua. Saat Bella kembali membenamkan dirinya, pada kehangatan pelukan sang Bunda yang memeluknya, dengan erat. Hatinya begitu menghangat, akan cintanya yang begitu besar- pada Bunda tercinta.

"Mommy...." panggilnya tiba-tiba, yang memecahkan keheningan yang melanda keduanya.

"Hemm..."

"Aku sangat menyayangimu,"

Aisyah melukis senyum tipisnya. Suasana hati yang tadi gersang, seketika bak tersiram air hujan- mendengar kalimat sayang, yang putrinya katakan.

"Mommy juga sangat menyayangimu, Bella! Sangat-sangat menyayangi kau, dan adikmu, Sella."

Melukis terus senyum itu, kala cinta dan sayang menghinggapi pasangan Ibu, dan anak itu. Senyum berangsur memudar di wajah Aisyah! Saat kembali mengingat perjuangannya- yang sudah enam tahun lamanya- agar dapat terus bersama dengan kedua putrinya. Sangat tidak muda bagi seorang Aisyah melalui ini semua, agar dapat bersembunyi dari Ayah biologis- Bella, dan Sella. Dan sampai saat ini, nasip baik masih berpihak Ibu muda itu. Tuhan masih membiarkan mereka bersama, dan keberadaannya sampai saat ini, sama sekali tidak diketahui oleh Aditya Wirawan.

"Bukan kalian yang takut kehilangan Mommy. Tapi justru Mommylah, yang takut kehilangan kalian." Kelopak mata Aisyah, nampak sudah tergenang air mata-kala rasa takut kehilangan kembali menyimuti diri wanita itu. Tak ingin Bella mengetahui kesedihannya! Dengan cepat, Aisyah menyeka air matanya- yang baru sedikit menyentuh pipi itu. "Oh Tuhan...Aku mohon, biarkan aku terus bersama kedua putriku. Aku hanya mengingikan mereka, bukan yang lain." bathin Aisyah' yang selalu saja memanjatkan doa yang sama, agar dapat mereka terus bersama kedua anaknya.

Tubuhnya menggeliat pelan, dengan rasa malas yang masih sangat mendera. Sibungsu dari Aisyah itu! Bangun dari tidurny, seraya mengucek-ngucek sepasang matanya. Pandangan yang semula berkabut, perlahan mulai terang dan mendapati kemesraan sang Bunda, dan saudari kembarnya Bella- yang tengah berpelukan.

"Mommy...." panggilnya pelan.

Mendengar suara Sella, Aisyah segera melepaskan pelukan pada tubuh putri sulungnya. Senyum merekah di wajah Ibu muda itu, mendapati wajah bantal sibungsu, Sella.

"Mommy... gendong," Merengek manja, dengan melebarkan kedua tangannya pada sang Bunda.

Baru saja Aisyah baru akan menjangkau - tubuh Sella, panggilan dari Bibi Asih mengalihkan semuanya.

"Bella....Sella..." Terdengar suara panggilan dari Bibi Asih, yang begitu menggema di dalam kontrakkan kecil Aisyah.

"Mommy! Itu Oma Asih. Oma Asih, sudah datang." Dengan wajah sumringahnya, Bella segera menurunkan dua kakinya dari atas ranjang, menghampiri pada pengasuhnya yang baru datang.

"Ayo, kita ke depan. Sebab Mommy, harus segera berangkat bekerja." Aisyah kembali menjangkau tubuh Sella, dan berlalu ke luar dari dalam kamar- saat sibungsu Sella sudah berada dalam gendongannya.

Tiba di ruang tamu! Wanita muda itu, mendapati Bibi Asih! Baru saja ke luar dari dalam dapur, dengan dua gelas susu cokelat dalam genggamannya.

Bella yang sudah sangat menginginkan minuman cokelat itu, segera bertanya, untuk siapa dua gelas susu yang disiapkan Oma Asih.

"Oma Asih! Untuk siapa susu itu? Apakah itu untuk aku, dan Sella?" Manik mata bocah lima tahun itu, membulat penuh -menatap pada Bibi Asih dengan wajah seriusnya.

Kerutan semakin memenuhi wajah tua Asih, kala menyimpulkan senyuman di wajahnya-setelah dua gelas susu itu, dia letakkan di atas sebuah meja kecil.

"Kalau bukan buat cucu, Oma! Terus siapa lagi. Jadi minumlah, selagi masih hangat."

Rona bahagia menyelimuti wajah sikembar Aisyah, setelah mengetahui dua gelas susu itu disiapkan untuk mereka. Sella yang berada dalam gendongan Ibunya, seketika menggeliatkan tubuhnya, agar diturunkan dari gendongan.

"Mommy! Turunkan aku. Aku ingin meminum susu.." rengeknya, saat berusaha menurunkan tubuh mungilnya.

Aisyah segera mendaratkan tubuh putrinya. Dia tersenyum getir, menyaksikan pemandangan di depan mata- mendapati kedua buahatinya yang begitu bahagia saat meminum susu, yang di bawakan oleh pengasuh mereka.

"Maafkan aku, Bibi! Maaf! Karena selalu saja, menyusahkanmu. Aku seperti menjadi orang tua yang gagal, karena tidak bisa memenuhi kebutuhan anak-anakku." Kelopak matanya terkulai, kala kesedihan mulai menyelimuti Ibu muda itu.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!