Suasana penuh kebahagiaan.
Agnia bersama sang ibu yang bernama Bu Herta tengah berada didalam sebuah gedung mewah untuk menghadiri acara wisuda.
"Selamat ya nduk, sekarang kamu udah resmi menjadi sarjana, ibu bangga dengan prestasi mu nduk. pasti bapak mu di surga sana juga ikut bahagia" Bu Herta berkata penuh haru kepada putrinya.
"Makasih ibu, ini semua juga berkat kerja keras ibu, Nia sangat beruntung menjadi putri ibu" Agnia memeluk orangtua terkasihnya itu.
\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=
Acara wisuda berlangsung dengan lancar dan sebagian peserta telah membubarkan diri.
"Ibu, Nia mau ikut acara bersama teman teman, kita mau mengadakan pesta perayaan kelulusan, ibu pulang sendiri ya, Nia gak bisa ikut" Agnia meminta izin kepada ibunya.
"Ini sudah hampir malam nduk, apa tak bisa besok saja diadakan pestanya?" Bu Herta sedikit ragu melepas anak gadisnya.
"Ah ibu, sekali ini saja, please izinkan Nia ya, kalau Nia tak ikut pasti teman teman akan kecewa" gadis itu bersikeras mau ikut dan terus merengek.
"Baiklah nduk, tapi ingat, hati hati dan jaga diri" Bu Herta mengingatkan.
"Dan jangan sampai mengecewakan kepercayaan yang telah ibu berikan" Nia menyambung kalimat sang ibu yang hampir setiap hari didengarnya.
"Dasar kamu" Bu Herta tertawa melihat tingkah anaknya. Meskipun sedikit ragu, akhirnya wanita paruh baya itu memberikan izin kepada putri kecilnya itu. Agnia bergegas pergi menyusul teman temannya, tak lupa dia mencium pipi sang ibu sebelum pergi.
"Dia sudah dewasa, tak apa lah sekali sekali aku membiarkannya bergaul bebas dengan teman temannya" gumam Bu Herta.
\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=
Agnia adalah anak bungsu dari dua bersaudara. Dia memiliki saudara laki laki yang berumur lima tahun di atasnya. Bang zikry begitu biasanya Nia memanggil saudara satu satunya itu.
Saat ini bang Zikry berada di Malaysia. Dia baru saja menikah dan memiliki pekerjaan di negara tersebut. Hanya setahun sekali mereka pulang ke Indonesia dan bertemu keluarga. Karena itulah Agnia dan ibunya lebih memiliki rasa kedekatan yang kuat, hampir setiap hari mereka bersama.
.
.
.
Pesta yang diadakan Nia dan teman temannya sangat meriah. Mereka menyewa eksklusif sebuah klub terkenal di daerah itu khusus untuk semua mahasiswa yang wisuda. Mereka ingin menutup masa kuliah yang telah dilalui dengan perjuangan berat dengan sebuah pengalaman tak terlupakan.
Suara musik berdentum dan minuman ber alkohol menambah keriuhan pesta. Semua larut dalam kemeriahan pesta, tak ada yang bersedih, masa depan indah telah menanti mereka para sarjana muda.
Tiga jam berlalu dari awal dimulainya pesta. Agnia sempoyongan kembali ke mejanya. Dia bersama sang pacar Vito berdansa dan berjoget gila gilaan.
"Nia, ponsel lu dari tadi bunyi terus" salah satu temannya yang sedari tadi duduk didekat tas berkomentar.
Agnia segera merogoh kantong tas nya untuk melihat siapa yang menelepon.
"Lima belas panggilan tak terjawab? nomor gak dikenal" Agnia merasa ada yang tak beres.
Agnia segera memencet tombol telepon balik di ponselnya, dan setelah beberapa detik menunggu suara dari seberang telepon semakin membuatnya khawatir. Nomor itu tersambung ke sebuah rumah sakit.
Dan tak lama, tubuh Agnia bergetar hebat, hampir saja iya menjatuhkan ponsel di tangannya saat iya mendengar kabar dari seberang telepon.
"Nia, kamu kenapa?" Vito sang pacar khawatir.
"Ibu, ibu gue kecelakaan" Agnia histeris.
"Gue mau ke rumah sakit sekarang" Nia mengemas barang barangnya.
"Ayo gue antar" Vito gerak cepat menjaga sang kekasih.
Agnia berlari di sepanjang lorong rumah sakit menuju UGD. Air matanya tak henti mengalir.
Ibunya adalah satu satunya orang tua yang dimiliki, iya tak sanggup membayangkan jika sang ibu harus pergi meninggalkannya secepat ini.
"Suster, atas nama Bu Herta Kusuma di ruangan UGD sebelah mana?" Nia mencegat langkah seorang suster yang lewat di depannya.
"Ikut saya nona" suster itu membawa Agnia ke sebuah ruangan khusus pasien dengan penanganan khusus.
Jantung Agnia berdetak sangat kencang saat melangkah mendekati ranjang tempat sang ibu terbaring.
Agnia histeris melihat kondisi ibunya yang buruk. Perban berwarna putih membungkus sebagian besar kepala wanita yang sangat disayanginya itu. Jarum infus yang menancap dan selang oksigen semakin menambah rasa ketakutan dalam diri Nia.
"Ibu, ini Nia Bu, bilang kepada Nia kalau ibu baik baik aja Bu, ibu gak beneran kan?" Isak tangis gadis itu lebih seperti rintihan.
"Sayang, tenanglah, serahkan semua kepada dokter, ibu kamu pasti baik baik saja" Vito mencoba menenangkan sang kekasih.
"Sebaiknya kalian menunggu di depan, kami akan segera melakukan tindakan kepada pasien" dokter yang bertugas meminta Nia dan Vito pergi.
Vito menuntun tubuh Nia yang lemas keluar dari ruangan UGD.
\=\=\=\=\=\=\=\=
Hari berganti, Pagi menjelang.
Bu Herta telah dipindahkan ke ruangan ICU. Agnia tak dapat menemani ibunya langsung didalam kamar, iya hanya bisa menunggu di ruangan tunggu yang telah disediakan khusus bagi keluarga pasien.
Agnia yang kelelahan tertidur di sebuah kursi dengan posisi bergelung. Dia sendirian, Vito sang pacar telah berpamitan pulang ke rumahnya saat ibu Nia telah masuk ruangan.
"Nona, nona" sebuah suara memaksa Nia terbangun dari tidurnya yang hanya beberapa jam.
"Sebentar lagi tempat ini akan dibersihkan, sebaiknya anda tak disini, jam besuk pasien juga belum tiba" seorang petugas rumah sakit memperingati Nia.
Petugas itu bertindak demikian karena mengikuti prosedur rumah sakit, terlebih lagi, pakaian dan dandanan Agnia yang mencolok menarik perhatian pengunjung lainnya.
Nia memang tak sempat pulang ke rumahnya. Dari club tempat pestanya kemarin dia langsung ke rumah sakit terburu buru, bahkan make up full Anto gesernya pun masih on point.
Agnia mengeluarkan ponselnya dan mencari nomor Vito sang kekasih untuk dihubungi.
Beberapa kali gadis itu mencoba menghubungi namun tak diangkat. Agnia berpikir mungkin saja sang kekasih kelelahan dan belum bangun.
Gadis itu menyimpan kembali ponselnya dan melangkah kearah jendela untuk melihat kondisi sang ibu.
"Ibu, Nia pulang sebentar ya, nanti Nia segera kembali kesini" gadis itu bersikap seolah olah sang ibu bisa mendengar dari balik jendela apa yang diucapkannya.
Dengan berat hati Agnia melangkah dan menaiki taksi yang telah menunggunya di lobby depan rumah sakit.
.
.
.
Hari hari berlalu sangat cepat. Satu minggu sudah sang ibu terbaring koma di ruangan ICU. Bang Zikry yang masih berada di negeri seberang tak bisa dihubungi oleh Agnia. Sepertinya pria itu mengganti nomor dan tak sempat memberi tahunya, atau mungkin juga nomor baru bang Zikry ada di ponsel sang ibu yang telah hancur dalam kecelakaan mengerikan itu.
Nia mengeluarkan sebuah buku untuk mengusir kejenuhannya selama berada di ruang tunggu. Dari dulu Agnia memang memiliki hobi membaca. Kapanpun dan di manapun gadis itu selalu membawa sebuah buku di tas nya,. untuk berjaga jaga saat dirinya dilanda kejenuhan. Dan saat kondisi seperti ini, buku yang dibawa Nia sangat membantunya untuk membunuh waktu yang terasa sangat panjang.
"Nia" sebuah suara membuyarkan konsentrasi Agnia yang sedang fokus membaca.
"Vivi, Mila" Agnia sumringah melihat siapa yang memanggilnya. Kedua sahabat dekatnya datang berkunjung.
"Kalian ngapain disini?" Nia menyambut mereka.
"Maaf ya cantik, kami baru bisa datang sekarang. Gimana kondisi tante?" Vivi menyapa.
"Ibu masih koma, kata dokter ada pendarahan di bagian dalam, saat ini masih di observasi seberapa parahnya kondisi ibu" Agnia menjelaskan.
"Ya ampun, kami turut bersedih ya Nia, tapi kita harus yakin, tante orang yang kuat, pasti bisa melewati semua ini" kali ini Mila yang mencoba memberi semangat untuk Agnia sahabatnya.
Ketiga gadis cantik itu berpelukan saling menguatkan.
Cukup lama ketiganya berbincang hingga sebuah ide untuk menghilangkan kejenuhan Nia melintas di pikiran Vivi.
Nia, ayo temani kami sebentar yuk, daripada lu sendirian disini, bosan kan pasti?" bujuk Vivi.
"Maaf Vi, gue gak bisa, gak mungkin gue tinggalin ibu sendirian" ucap Nia sendu.
"Sebentar aja kok, kita mau beli buku di pasar seken dekat sini, katanya buku buku disana murah dan berkualitas, lumayan kan buat stok lu ngusir jenuh nunggu tante disini" Mila mencoba meyakinkan.
"Lu gak bisa terus begini cantik, lu juga butuh suasana baru agar pikiran lu tetap jernih" tambah Mila lagi.
"Tapi" Agnia ragu.
"Udahlah, kita udah titipkan nomor ponsel kita berdua ke perawat yang jaga, kalau ada apa apa sama tante, bukan cuma nomor lu yang dihubungi, kita juga" Vivi semakin meyakinkan.
Mila dan Vivi menarik lengan Rena dan berhasil membawa sahabatnya itu ikut bersama mereka.
.
.
.
Suasana pasar.
Agnia yang sejatinya seorang gadis kutu buku merasa senang saat pertama kali datang melihat begitu banyak buku buku berjejer. Sejenak dia lupa akan kesedihannya akan kondisi sang ibu.
Hampir dua jam, ketiga gadis itu selesai dengan buku pilihan mereka. Vivi mengajak Agnia makan terlebih dahulu sebelum balik ke rumah sakit.
"Aku pesan teh chamomile ya" Agnia meminta Vivi mencatat pesanannya. Gadis itu memang pecinta gila teh chamomile. Apapun makanannya, minumnya selalu teh chamomile.
Saat menunggu pesanan makanan datang, seorang nenek tua berpakaian lusuh mendekat dan menawarkan barang dagangannya.
Vivi dan Mila sedikit merasa risih dan terganggu karena kehadiran nenek itu. Aroma tubuh menyengat dari tubuh wanita tua itu menghilangkan ***** makan mereka yang tadi berkobar.
"Nak, belilah ini, nenek butuh uang buat makan" wanita tua itu berbicara dengan suara lemah.
"Maaf nek, kami kesini mau makan, tolong nenek jangan ganggu ya" Vivi memarahi wanita tua itu.
"Heran deh, kok pelayan disini cuek aja tamunya diganggu pengemis kayak gini" Mila menimpali.
"Hust gak boleh ngomong gitu kasihan" Agnia menegur teman temannya.
"Nenek jual apa, aku beli satu aja ya" Agnia menyapa dengan ramah wanita tua itu. Tangannya mengambil sebuah gantungan kunci berbentuk bohlam.
"Pilihan yang bagus nak" nenek itu menyeringai.
Agnia memberikan selembar uang berwarna merah kepada wanita itu.
"Ini uang buat nenek, cukup kan?" Agnia memastikan.
"Cukup nak, bahkan lebih banyak, sebentar nenek ambil kembaliannya" wanita tua itu merogoh kantong bajunya.
"Tak perlu nek, kembaliannya buat nenek saja" Agnia menolak.
"Terimakasih nak, engkau sungguh baik, semoga apa yang saat ini kamu inginkan segera tercapai" ujar nenek itu.
"Ini bonus buat mu nak" sebuah buku bersampul hitam ditambahkan kedalam kantong belanja Agnia.
"Wah terimakasih nek" Agnia girang karena mendapat tambahan buku lagi. Stok buku bacaan selama menjaga sang ibu di rumah sakit menjadi lebih banyak.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!