"Hai! Namaku Sheila. Namamu siapa?"
Aku menghampiri seorang anak laki-laki yang sedang sibuk dengan buku bacaannya.
Dia hanya bengong menatapku. Namun seperdetik kemudian kembali asyik dengan bacaannya lagi.
"Aku boleh duduk disini ya? Tempat lain sudah terisi!"
Aku cuek saja menaruh tas ranselku diatas meja itu, lalu duduk disampingnya.
"Hei! Aku belum mengizinkan!" tegurnya ketus seraya mendorong tasku hingga jatuh ke tanah.
Mataku berkaca-kaca sedih. Hampir jatuh airmata dari netraku, karena perlakuannya yang teramat kasar menurutku.
"Idih, cengeng! Ya sudah. Awas kalau kau usil dan rusuh selama duduk denganku!" ancamnya meskipun menyetujui.
Cowok itu pergi berlalu keluar kelas yang memang belum waktunya masuk.
Namaku Sheila. Saat ini adalah hari pertamaku menjadi murid kelas 7 disekolah SMP Kusuma Bangsa.
Berhubung aku tak punya teman yang satu sekolah dari Sekolah Dasarku, otomatis aku harus memulai lagi melakukan pendekatan demi mendapat teman baru dan juga teman sebangku.
Sayangnya karena tadi bajaj yang kutumpangi mogok cukup lama dijalan, jadi hari pertamaku sedikit terlambat.
Semua bangku depan dan tengah telah terisi. Dengan terpaksa aku akhirnya mencari bangku kosong dibagian belakang.
Teng teng teng....
"Kamu belum dapat buku paket?" tanyaku pada Reyhan. Cowok yang duduk sebangku denganku.
Aku mencoba berbaik hati. Menyodorkan kearahnya agar bisa kita baca bersama.
Tapi ternyata responnya tak seperti yang kuduga. Dia justru mendorong bukuku nyaris robek keseluruhan sampulnya.
Kenapa sih ni cowok!? Nyebelin banget sih! Aku tawarkan kebaikan, dia justru mengajak peperangan. Dasar!! Untung aku ga berani! Cewek pula aku ini, hiks! batinku dalam hati.
Kesal juga jengkel pada sikapnya yang dingin dan kasar.
Begitulah awal pertama aku kenal dengan Reyhan. Pacar pertamaku.
Pacar???
Hehehe....Pasti semua orang bingung, kenapa akhirnya aku bisa menyebutnya sebagai 'pacar pertama'.
Ceritaku ini akan panjang dan cukup lama. Begitulah.
Segala sesuatu dalam hidup ini tak bisa kita tebak dan kita prediksi endingnya.
Aku dan Reyhan menjadi teman sebangku selama kelas 7.
Awalnya Reyhan memang seperti itu padaku. Dingin bahkan kasar dan bagaikan macan yang siap terkam.
Aku yang memang tidak suka cari ribut hanya berusaha meminimalisir pertengkaran diantara kita.
Setidaknya, jaga jarak adalah yang terbaik saat ini menurutku.
Aku juga sekolah bukan untuk haha-hihi sana sini. Bebas berteman gaul seperti kawan yang lain.
Aku ini hanyalah anak panti asuhan yang beruntung karena mendapatkan beasiswa full dari sekolah.
Jadi tugasku cukup belajar saja dengan keras. Meningkatkan prestasi dan pengembangan diri guna menunjang nilai raportku agar tetap terus mendapat beasiswa.
Jadi bagiku, sedikit ulah Reyhan tak harus membuat diriku nge-down dan malas sekolah. Apalagi harus berimbas pada nilai pelajaranku. Rugi yang ada.
Ternyata,.... Reyhan juga salah satu penerima beasiswa sepertiku.
Dan.... rupanya cowok itu termasuk siswa yang berprestasi juga dalam semua nilai. Hiks! Bertambah berat bebanku.
Aku mengetahuinya setelah sebulan sekolah dan ada ulangan harian pelajaran Matematika dikelas kami.
"Reyhan Pratama."
Reyhan maju pertama mengambil hasil ulangannya minggu lalu.
"9,8. Pertahankan nilaimu Reyhan!"
Aku tentu tercengang mengetahui nilai matematikanya. Sedangkan aku hanya dapat nilai 9,2. Peringkat kedua setelah dia.
Nilai kami selalu begitu. Reyhan selalu nomor satu dan aku nomor dua-nya.
Jujur aku merasa kesal sekali menerima kenyataan ini.
Aku selalu terobsesi untuk menjadi nomor satu di Sekolah Dasar. Tapi kini harus menerima menjadi nomor dua setelah Reyhan.
Sikap Reyhan tetap dingin dan kasar, seperti pertama kali bertemu meskipun kini kami sebangku dijuluki si satu dan sidua.
Haish! Aku tidak ingin menjadi nomor dua. Aku ingin jadi yang nomor satu.
Tekadku bulat untuk giat belajar agar bisa melangkahinya menjadi nomor satu.
Terlebih sikap Reyhan yang dingin meski kami sebangku semakin memancingku untuk jadi yang pertama bukan kedua.
💞💞💞BERSAMBUNG💞💞💞
Di Semester Pertama, aku dan Reyhan saling mengincar rangking kelas. Tentunya sebagai yang nomor satu.
"Hei,... kalau nilai semester ini aku nomor satu, kau harus mengikuti perintahku!" kata Reyhan tiba-tiba padaku.
Tentu saja aku kaget dan tidak mau begitu saja menerima tantangannya.
"Kenapa? Jangan-jangan kau takut ya?" tanyanya lagi. Membuat emosi jiwaku langsung membara.
"Tidak! Tapi untuk apa aku harus mengikuti aturanmu?"
"Kalau kau yang ranking satu, aku juga akan terima apa yang kau perintahkan. Deal khan?"
Aku panas. Kesal sekali dengan ucapannya. Makin terpacu juga untuk mengikuti kompetisi tak tertulis dengan si Reyhan.
Ini pertarungan sengit.
Aku belajar mati-matian disemua bidang. Disemua mata pelajaran. Berharap dan berdoa mendapatkan hasil yang maksimal, yakni mengalahkannya hingga jadi yang kesatu.
Seminggu masa ulangan semester benar-benar menguras energiku. Tenaga juga fikiran. Aku juga jadi gemar mojok di perpus sekolah yang konon terkenal keangkerannya.
Tapi demi menjadi si nomor satu, aku abaikan rumor-rumor horror itu.
...............
Hari yang dinantikan tiba. Hari dimana kami menerima raport dari hasil nilai-nilai pelajaran kami selama di semester kesatu ini.
Tentu saja jantungku berdebar sangat kencang. Jam bergerak teramat lambat bagiku untuk segera mendapatkan buku raportku secepatnya.
Hhhh.....
Reyhan tersenyum penuh kemenangan padaku. Tatapan matanya yang misterius membuatku takut akan perjanjian yang kami lakukan.
Nama absennya memang lebih dulu dipanggil. Sesuai susunan abjad huruf depan nama kami yang tertulis dibuku absensi kelas.
Reyhan Pratama.
....
....
....
....
Sheila Namarina.
Aku berdebar membuka buku raportku. Ini seperti mendapatkan sepucuk surat cinta rasanya yang membuatku penasaran ingin segera tahu hasilnya.
Deg deg deg deg deg.....
Lemas lututku melihat tulisan angka yang tertera di tulisan PERINGKAT/RANKING :.........
Kedua (2)
Hiks.
Ternyata aku masih yang kedua. Aku masih jadi bayangan bagi Reyhan.
Aku hanya mampu menenggelamkan wajahku kepapan mejaku. Lemas lunglai rasanya tubuh ini.
Apalagi, Reyhan seperti telah menantiku untuk menepati janji 'mengikuti perintah'ku.
Dia terlihat kalem. Hanya menyodorkan secarik kertas ke arah mukaku.
Bertulis : ....... JADILAH PACARKU SELAMA KELAS SATU
Hah?!?!
Tentu aku kaget.
"Hei, Bambang! Kita ini masih kelas satu SMP! Belum saatnya cinta-cintaan apalagi pacar-pacaran!"
Tentu saja aku nge-gas membaca tulisan memo nya.
Dan sontak seluruh isi kelas bersorak. Mereka akhirnya malah rusuh dan heboh. Suasana ramai setelah bu Irna, wali kelas kami keluar dari kelas kami.
"Terima, Terima, terima!"
"Ayooo... Kesatu dan kedua. Bersatu dan bersama! Hahahaha....!"
Semua riuh bersorai. Memberi semangat agar aku menerima si Reyhan. Dan semakin terpojok setelah melihat tulisannya 'JANJI ADALAH HUTANG'.
Siapa pula yang ngucapin janji!?!
Aku hanya bisa bergumam dalam hati.
Hingga akhirnya kepala ini mengangguk sekali. Tapi berkali-kali tepukan tangan para teman sekelas bersahut-sahutan.
Bahkan beberapa teman cowok langsung memanggul tubuh Reyhan hingga posisinya kini diatas bahu Tabrani, salah seorang teman cowok yang cukup akrab dengannya karena posisi duduknya yang tepat didepan kami.
Hadeh! Lebay tingkat dewa!
Terang saja aku cukup pusing melihat tingkahnya. Merasa akan berlanjut ini bullian sampai semester berikutnya. Hiks! Reyhan, Reyhan....
Aku si kedua resmi jadi pacar si kesatu.
Harus senang atau menangis? Harus bahagia ataukah harus bersedih?
Kini aku punya PACAR PERTAMA.
...💞💞💞BERSAMBUNG💞💞💞...
Begitulah. Reyhan Pratama adalah pacar pertamaku. Diusiaku yang saat itu baru menginjak usia 13 tahun.
Gaya 'pacaran' kami selama setahun dikelas satu terbilang cukup berkesan. Meski hanya seputar perpustakaan sekolah dan warung bakso kang Mumuh di kantin sekolah.
Pegangan tangan ketika hendak menyebrang jalan didepan gedung sekolah. Itu adalah kenangan termanisku bersama Reyhan.
Tak ada acara 'apel' malam mingguan. Apalagi wakuncar waktu kunjung pacar.
Hanya sehari-hari seperti biasa bersama karena kami duduk sebangku dikelas yang sama.
Reyhan juga tidak menjadi 'bucin' hanya karena kami kini berstatus pacaran. Atau berkata manis dengan mengganti nama kesayangan.
Tidak. Tidak ada sama sekali.
Justru cowok itu seperti biasa, memanggilku kadang tanpa nama. Hanya, "Eh!" saja.
Hadeh! Sejujurnya ingin sekali aku merasakan cinta romantis yang seperti Wulan dan Joko di sinetron Dibalik Jendela Sekolah.
Tapi ini tidak. Tidak ada.
Dan perlu diketahui, Reyhan juga mengajakku bertemu di warung kang Mumuh setelah pengambilan raport kenaikan kelas kami.
"Sheila Namarina. Sekarang, hubungan kita berakhir sampai disini! Aku minta maaf, kalau selama menjadi pacarmu, aku pernah berbuat salah! Maaf ya?" katanya membuatku kaget.
"Eh? Udah? Gitu aja?"
"Sudah. Apa ada hal yang mengganjal dihatimu? Ungkapkanlah! Mumpung aku masih disini. Keluarkan unek-unekmu, Sheila!"
"Hah?!? Aku tidak punya unek-unek, Reyhan! Cuma, aku perlu penjelasanmu kenapa kamu membuat kesepakatan setelah mengajakku berkompetisi meraih rangking satu. Dan kesepakatan itu adalah menjadi pacarmu selama setahun?"
"Tidak ada alasan. Aku hanya ingin bersaing saja secara sehat denganmu!"
"Hei! Kamu sungguh-sungguh cowok 'tidak sehat'! Cowok aneh! Dasar! Semoga dikelas dua nanti kita tidak sekelas!" rutukku sewot.
Dan jawabannya.....
"Aamiin....!"
Jengkel tentunya hatiku sebesar gunung.
Dengan amarah tingkat tinggi, aku pergi meninggalkan Reyhan yang masih duduk dikursi panjang depan warung bakso kang Mumuh dikantin sekolah.
Kupikir dia akan mengejarku.
Nyatanya tidak.
Dan itulah pertama kalinya aku menangis karena seorang cowok.
Inikah yang dinamakan putus cinta?
Apakah aku patah hati?
Entahlah. Yang jelas perasaanku saat itu galau segalau-galaunya. Rasanya sakit hati ini sesakit-sakitnya.
Tak mengerti dengan rasa yang bercampur menjadi satu didalam dada ini.
Bergemuruh. Bergejolak. Bergolak laksana air yang membuncah.
Sakit. Sakiiiiit sekali.
Tapi, ya sudahlah. Aku punya tiga orang sahabat perempuan dikala SD.
Tiana, Ella dan Belinda.
Merekalah tempatku berkeluh kesan. Terutama tentang Reyhan Pratama.
Ketiga sahabatku itu bukan teman satu sekolah di SMP. Otomatis mereka sama sekali tidak mengenal Reyhan secara personal kecuali dari ceritaku sendiri.
"Yang penting kamu belum dikiss dia khan Sheil?"
"Ya iya lah! Najis tralala banget aku sampai dicium tuh cowok setres!" jawabku kesal.
"Ya sudah! Tak perlu marah. Mungkin dia hanya ingin mendapatkan kesan di kelas satu SMP nya. Hahahaha....!" kata Tiana sedikit melawak.
"Takutnya dia itu sedang bertaruh dengan teman-teman cowoknya Ti! Artinya mereka punya suatu perjanjian begitu dengan imbalan sesuatu yang besar!"
"Hhh.... Kalau pun iya, kenapa satu tahun? Apa itu tidak terlalu lama untuk sekedar games taruhan?"
Belinda yang memang paling cerdas diantara mereka selalu berasumsi seperti detektif Sherlock Holmes.
"Iya juga sih! Atau mungkin dia itu memang ingin merasakan bagaimana rasa pacaran!"
"Pacaran apa? Toh dia tidak sweet seperti Romi dan Yuli di novel fiksi percintaan. Dia juga tidak royal membelikanku ini itu!"
"Jadi kamu maunya si Reyhan itu beneran nganggap kamu pacar?"
"Ya engga' juga! Tapi setidaknya khan..... setidaknya, yang namanya pacar, pasti ada manis-manisnya!"
Ketiga temanku tertawa meledekku yang kadung malu karena mengharapkan kesan 'indah' dari Reyhan selama menjadi pacarnya.
Hhhh......
...💞💞💞BERSAMBUNG💞💞💞...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!