Mengapa???
Pertanyaan itu selalu muncul di kepala Angela namun selalu tidak ada jawaban pasti yang bisa diterima akal sehatnya.
Tiba - tiba, masa lalu bermunculan seperti retakan - retakan kaca. Masa dimana ia masih melihat kebersamaan orangtuanya. Senyum ibunya itu... Iya, senyum ibunya yang merekah perlahan - lahan memudar.
"Akh..." Teriaknya ketika mengingat bagaimana ayahnya memilih pergi dengan wanita lain meninggalkan ia dan jasad ibunya yang terbujur kaku.
"Kejam" Kata itu yang keluar saat itu
Ia berusaha tegar dibalik penghianatan itu. Tersenyum seakan hal itu tidak pernah terjadi. Tetapi semuanya berbalik. Tuhan seakan - akan memaksanya menerima kenyataan hidup.
"Sialan... bajingan... hiks... hiks... hiks... Ibu... ambil aku... ibu..." isaknya.
Tangisnya semakin menjadi saat menatap kaca didepannya bahwa hal itu mencerminkan dirinya saat ini.
"Tuhan... kumohon ambilah... aku tidak ingin cinta ini lagi" ucapnya sebelum tak sadarkan diri.
Teng... teng... teng... Bunyi bell yang menandakan ujian terakhir kelas 3 SMA Tunas Harapan selesai. Tanpa berpamitan dengan teman sekelasnya, Angela segera berlari keluar sekolah. Sedari tadi pikirannya tidak fokus.
"Semoga ini bukan pertanda buruk" Angela mendesah.
Dengan mengendarai honda beat silvernya, Angela melaju dengan kecepatan tinggi. Hatinya tidak tenang mengingat ibunya yang sakit. Penyakit jantung ibunya kambuh sebulan lalu, ia harus minum obat dan rutin cek-up di rumah sakit. Namun yang membuatnya tidak tenang yaitu ibunya tiba - tiba memasak makanan yang lezat dan tersenyum padanya tadi pagi. Senyum yang sudah lama tidak pernah Angela lihat kecuali saat ayah masih di rumah.
"Ayah?" Angela tersenyum pias.
Kata "ayah" sudah lama tidak terucap di bibirnya. Penghinaan yang ia terima sudah lebih dari cukup untuk membenci.
Ayah yang seharusnya menjadi pelindung bagi putrinya malah membiarkannya dihina dan dipukuli orang karena anak perempuan orang lain.
Angela teringat ketika pulang sekolah 3 bulan lalu beberapa orang preman di pintu rumah lamanya, meneriaki ibunya pelakor bahkan menuduhnya anak haram. Tetangga - tetangganya tidak perduli bahkan terkesan percaya dengan ucapan orang-orang itu. Mereka hanya tahu ayah Angela jarang pulang ke rumah dan keluarganya terkesan tertutup. Saat preman - preman itu memukuli Angela, ibunya datang melindunginya. Mereka memukul dan menendang ibunya sampai tak sadarkan diri.
Pak RT datang terlambat, para preman sudah pergi meninggalkan ia dan ibunya. Dengan di bantu Pak RT Angela membawa ibunya ke rumah sakit. Dari situ diketahui kalau jantung ibunya bermasalah. Dokter sudah mewanti-wanti agar ibunya jangan sampai mendengan kabar buruk. Namun kabar buruk itu cepat datang, sebulan lalu ayahnya datang. Angela bersembunyi mendengarkan percakapan orangtuanya, takut akan hal buruk menimpa ibunya.
"Laras, aku akan menceraikanmu" ucap Ardan, ayahnya yang langsung menembus hati Angela.
"Mas, apakah tidak ada kata lain yang bisa kau ucapkan saat pulang ke rumah? Bahkan salampun tidak kau katakan tadi. Itukah yang ingin kau ajarkan pada putri kita?" Jawab Laras berusaha tenang menutupi kekecewaan hatinya.
"Tidak bisa Laras, aku harus menceraikanmu" tegas Ardan.
"Kita sudah tua, apa tidak malu kalau kita bercerai?" Sahut Laras.
"Tidak, aku tidak malu karena anakku membutuhkanku. Karena kamu lalu mereka aku tinggalkan jadi kumohon mengertilah" Jawab Ardan.
"Apa maksudmu? Karena aku? Bukankah mas sendiri yang melamarku? Bukankah mas sendiri yang mengatakan mencintaiku? Aku sudah memaafkan mas ketika kamu selingkuh saat kita masih pacaran dulu. Tapi inikah balasannya?Apakah cintaku tidak ada artinya buatmu?" Tanya Laras.
"Maafkan aku, Laras. Tapi sekarang aku sudah tidak mencintaimu lagi" jawab Ardan
"Segampang itukah? Semudah itukah bicaramu setelah bertahun tahun kita bersama? Mas, tolong demi Angela. Kalau ada yang salah dariku aku akan merubahnya." Pinta Laras.
Ardan terdiam. Tidak ada yang salah dengan istrinya. Ketika perusahaannya hampir bangkrut, istrinya yang kesana kemari mencari kolega bahkan donatur dari perusahan lain. Istrinya juga tidak banyak menuntut, lembut dan penyayang.
Setiap hari bersama istrinya ia tidak permah merasa kekurangan karena istrinya juga memiliki usaha lain. Namun kini, perusahaan istrinya sudah bergabung dengan perusahaannya dimana dialah direktur utamanya karena istrinya mengalami kecelakaan saat mencari kolega bisnis untuknya. Saat ini istrinya harus berjalan dengan tongkat besi. Tetapi hatinya kini tiba tiba terpaut dengan mantannya kembali. Kekurangan istrinya hanya pada fisiknya yang sudah cacat.
"Tidak boleh, aku tidak boleh terlena lagi. Aku harus bercerai." Pikir Ardan menepis rasa cintanya pada istrinya.
"Salahnya aku sudah tidak mencintaimu, kumohon lepaskan aku. Aku sudah jijik ketika melihatmu." Ucap Ardan menyakitkan hati dua perempuan yang mendengarnya itu.
Ardan fikir dengan berbicara kasar istrinya marah lalu menyetujuinya. Tetapi yang terjadi Laras malah tersenyum.
"Mas, tenanglah. Kita akan bercerai setelah Tuhan menceraikan kita. Saat itu aku pastikan kamu akan bahagia dengan pilihanmu. Tapi saat ini, demi Angela kumohon bersabarlah. Dia akan ujian akhir. Jangan sampai hal ini mengganggu pikirannya nanti. Aku mohon. Walaupun kamu sekarang sudah bersama wanita lain, demi Angela... tolong datanglah kemari menjenguknya. Juga rahasiakan permasalah ini padanya. Aku takut akan mempengaruhi mentalnya nanti" ucap Laras.
Brak...Ardan memukul meja.
"Tidak bisa" bentak Ardan
"Kau wanita licik. Jangan harap ucapanmu bisa menghentikanku. Benar kata Aliana kau pasti mengulur waktu agar kita tidak bercerai. Kau tidak usah berharap lagi." Ucapnya sebelum pergi.
Laras mematung. Jantungnya memompa dengan cepat. Tangisannya tidak terbendung lagi. Inikah pria yang dia pertahankan sampai saat ini? Inikah pria yang dia cintai? Inikah balasan dari cinta, kesetiaan dan pengorbanannya?
"Dulu saat aku masih berdiri tegak dengan kakiku, kamulah yang mengemis padaku. Setelah aku cacat. Kakiku cacat, penampilanku berubah dan hanya tinggal di rumah membuat kamu berubah. Seperti inikah cinta yang kamu janjikan padaku? Hahhh, setelah aku tidak berguna kamu seenaknya membuangku. Seperti sampah" Isak Laras terdengar jelas di telinga Angela.
Angela tiba didepan rumahnya. Dia melihat ayahnya keluar dari rumah begandengan dengan seorang wanita yang tidak dikenalnya. Mobil di depan rumanya terbuka lalu keluarlah seorang gadis cantik 20 tahunan berlari melaluinya.
"Ayah... Ibu... " Teriak gadis itu.
Angela terkesima.
"Ayah... Ibu...?" Mulutnya mengikuti ucapan gadis itu.
"Hahhh... Sialan... Manusia berhati binatang" maki Angela.
Plak. Tamparan itu terasa di pipinya. Dengan amarah dia menatap ayahnya.
"Jaga bicaramu. Apa itu yang di ajarkan ibumu?" Ardan marah sambil menunjuk nunjuk Angela.
"Ibuku tidak pernah mengajarkan hal buruk padaku. Ibu selalu mengajarkan aku berbuat baik pada orang lain. Disaat senang bahkan saat sedih dia selalu mengingat suaminya. Tapi apakah anda mengingatnya? Saya sama sekali tidak berharap nantinya memiliki suami seperti anda. Bapak Ardan yang terhormat. Sekarang pergi bersama dua belatung ini. Saya tidak mengharapkan anda datang lagi." Ucap Angela
"Hiks... Ayah..." Tangis gadis itu sambil memeluk erat lengan Ardan, perkataan Angela menyakiti hatinya.
"Hiks... Mas... Apa aku terlalu bersalah sampai mendapat penghinaan seperti ini? Kalau aku tidak masalah tapi Ana anak kita, mas?" Tangis wanita itu
"Dasar anak tidak tahu diri. Saya sumpahi kamu tidak akan bahagia dalam hidupmu. Sekalipun ayah bersalah tetapi tidak seharusnya kamu menghina kakak dan ibumu" serapah Ardan
"Kakak? Hahahaha. Kapan aku punya kakak bukankah aku anak tunggal? Ibu, ibuku adalah wanita yang melahirkankanku bukan wanita perusak yang menghancurkan kebahagiaanku. Di dunia ini tidak ada wanita baik-baik yang menghancurkan rumah tangga wanita lain." Sanggah Angela.
"Aku bukan seperti itu. Hubunganku dengan ayahmu berakhir karena ibumu. Dia kakakmu, saat aku dan ayahmu berpisah karena ibumu. Aku sudah hamil." Jelas wanita itu sambil memegang tangan Angela.
Angela menepis tangan itu. Wanita itu terkejut karena hentakan Angela kuat dia terdorong ke belakang.
Plak. Tangan Ardan menampar pipi anaknya lagi. Tapi kini ia terkejut melihat mata anaknya yang menyimpan kesedihan.
"Ayah, tolong katakan saat ayah dan ibu masih pacaran. Apa ayah selingkuh dengan wanita ini? Atau saat ayah pacaran dengan wanita ini lalu ibu datang merusak hubungan kalian?" Tanya Angela.
Pertanyaan itu membuatnya pucat pasi. Dari mana anaknya mengetahui kalau dia berselingkuh? Ditatapnya wajah Aliana, wanita yang kini menjadi pujaan hatinya, lalu gadis itu, anak yang dia tak tahu kelahirannya kecuali DNAnya yang membuktikan kalau ia darah dagingnya, Ardan diam tidak bisa menjawab.
"Ayah dan ibu saling mencintai,kan? Tante Laras itu yang mengganggu hubungan ayah dan ibu, kan?" Tanya Ana berlinangan air mata.
Angela menatap ayahnya menanti jawaban yang pastinya akan mengecewakan gadis itu. Mana mungkin ibunya perusak hubungan? Bukankah ayahnya yang tidak setia, pantas di cap sebagai penghianat yang sangat tidak tahu malu.
"Ana, itu semua memang benar. Ayah dan ibumu saling mencintai." Ardan membelai kepala Ana, matanya tidak berani menatap putrinya yang lain, Angela.
Pias wajah Angela ketika mendengar ucapan ayahnya. Kejam.
Demi menyenangkan istri barunya ayahnya sampai memfitnah ibunya. Apakah ibunya tidak baik? Bukan. Ibunya adalah ibu terbaik sedunia hanya manusia didepannya ini yang jahat. Angela tersenyum menatap ayahnya. Senyum tanda dia kalah atau mengalah pada kenyataan bahwa tidak ada tempat bagi ibunya di hati ayahnya saat itu.
"Baiklah, kalau begitu anak pelakor seperti saya tidak berhak untuk tempat yang layak bagi anda, Tuan" jawab Angela lirih.
"Itu tidak benar, nak. Ayah akan tetap membiayai kamu. Ayah ..." Ardan terdiam saat mendengar ucapan anaknya.
"Pulanglah... Pergilah dari tempat ini, rumah saya terlalu kotor dan najis buat orang suci seperti anda" ucap Angela matanya menatap ketiga manusia didepannya dengan kecewa.
"Nak, kalau kamu mau kamu bisa tinggal dengan kami..." Ucap Aliana
"Iya, Dek... Nanti kita bisa jalan jalan bersama" ucap Ana hendak meraih tangan Angela.
Namun Angela malah masuk dan menarik pintu gerbang.
"Darah saya terlalu kotor karena bercampur dengan darah pelakor. Bukankah saat ini ibu saya dianggap memiliki hubungan haram dengan ayahmu? Saya bisa pastikan ayahmu ini tidak akan pernah menjadi ayahku. Begitupun ayahku bukan ayahmu. Ayahku hanya memiliki satu putri yaitu aku, Angela. Saya harap kalian segera pergi dari rumah hina ini, saya sama sekali tidak layak tinggal dengan kalian. Semoga kamu dan ibumu yang cantik dan suci itu tidak bercela dan memalukan seperti saya dan ibu saya" ucap Angela tersenyum menatap Aliana dengan sinis.
Aliana terdiam. Matanya memerah menahan tangis. Anak ini tahu segalanya. Dipikirnya setelah Ardan bercerai dia akan merawat Angela menjadi anaknya sendiri karena Ardan menyayangi dan tidak mau berpisah dengan anaknya itu, tetapi itu sepertinya tidak akan pernah terjadi.
"Angela, kamu harus ikut dengan kami. Ayah minta maaf dengan ucapan ayah tadi. Kalau kamu tidak ikut, kamu tidak akan punya tempat tinggal lagi" pinta Atdan.
"Tidak, ini tidak boleh terjadi. Anak ini harus ikut dengan kami. Jika tidak, Ardan akan tidak tenang bersama kami" batin Aliana.
Aliana mengejar Angela dan mencengkeran tangannya. Angela menyentakkan tangannya tak mau mengikuti keinginan ayahnya untuk ikut. Sekuat tenaga ia mendorong Aliana akibatnya Aliana terjembab.
"Angelaaa..... " Ardan berang. Ia lalu menampar Anaknya itu dengan keras melebihi tamparan sebelumnya.
Plak... Angela terhuyung. Kepalanya mengenai pagar besi. Darah menguncur dari pelipisnya.
"Ayah...inikah ayahku? Ayah yang selalu menemaninya bermain sepeda, ayah yang selalu membuatku bahagia dengan dongeng dan hadiah. Tidak, dia bukan ayah tetapi iblis yang menyerupai ayah. Ayah pasti disuatu tempat mempersiapkan hadiah kelulusannya." Hibur Angela dalam hati. Ini terlalu tiba - tiba kejiwaannya mulai terganggu. Ia tidak bisa menerima kenyataan yang sementara dihadapinya itu. Pikirannya membuat ilusi bahwa bukan hal ini yang terjadi.
Angela hendak berlalu tanpa memperdulikan wajah ayahnya yang merah padam. Sambil memeluk Aliana, Ardan meluapkan amarahnya.
"Kau tidak tahu selama ini Aliana sangat menderita. Ana harus menanggung malu dihina tidak punya ayah. Aku tidak bisa membiarkan ini terjadi terus menerus. Mereka harus bahagia. Akulah yang akan membahagiakan mereka. Aku harus bertanggungjawab. Angela kamu sudah bahagia dari kecil. Sekarang kamu harus ikut ayah. Jika tidak kamu bukan anak ayah lagi. Ayah tidak akan menganggap kamu anak. Ingat Angela. Ibumu yatim piatu. Tidak ada sanak keluarganya. Lihat mama Aliana. Dia baik. Dia akan merawatmu seperti Ana, ayah janji." ancam Ardan.
"Iya, ayah" jawab Angela
Ardan tersenyum. Ia senang anaknya menuruti keinginannya. Sebentar lagi impiannya akan terlaksana. Memiliki istri cantik dan anak-anak penurut.
"Kalian adalah keluarga baik." Lanjut Angela.
Ketiga makhluk didepannya terdiam menanti dengan was was karena dari matanya tersirat Angela menahan kebenciannya.
"Baik - baik saja ketika menghancurkan keluargaku. Baik - baik saja ketika menyakiti ibuku. Baik - baik saja menghancurkan kebahagiaanku." Angela berhenti sejenak menghapus kasar air mata yang tidak bisa dibendungnya lagi.
"Hubungan orangtua dan anak seharusnya didasari dengan kasih sayang. Namun kasih sayang itu hanya sekuat kaca yang mudah retak. Apa bisa aku bahagia dengan harta yang berlimpah sementara ibuku setiap malam menangis dalam doa menyebut nama seseorang yang bahkan sudah menganggapnya menjijikan? Suatu hari nanti harta yang kalian banggakan itulah yang menghancurkan kalian. Apakah yang ibu korbankan selama ini tidak berarti, ayah?" Ucap Angela sambil menatap ayahnya.
Ardan serba salah. Dihati kecilnya ia membenarkan ucapan anaknya. Tanpa istrinya, ia tidak mungkin sampai seperti ini. Tetapi jiwa laki lakinya membenarkan tindakannya. Dia juga berhak membahagiakan Aliana dan anaknya. Belum lagi saat ini Laras tidak lebih seperti wanita yang tidak pantas mendampinginya.
Hal ini berbeda dengan Aliana, wanita ini selalu menyenangkannya, pandai merawat tubuh, mencintainya, bahkan sudah mengikatnya dengan seorang anak yang cantik. Apakah salah jika dia mencintai Aliana kembali? Tidak ini tidak salah.
Namun putrinya yang lain membuat hatinya ragu apakah benar tindakannya ini? Cinta, air mata dan penderitaan Aliana menyentuh hatinya. Saat ia menatap wajah Aliana, hatinya tidak tega. Teringat bagaimana Aliana hampir diperkosa orang ketika mencari Ana yang hilang. Bagaimana Aliana dihina karena memiliki anak tanpa ayah. Bagaimana Ana tersenyum bahagia ketika Aliana memperkenalkan dirinya sebagai ayahnya. Membuat hatinya membatu menutup mata melihat air mata anak kandungnya, anak dari istri pertamanya. Lamunannya terhenti dengan ucapan Angela.
"Baiklah, kalau ayah tidak menganggapku anak maka jadilah seperti itu. Aku tidak bisa memaksa ayah untuk tetap menjadi ayahku. Aku juga menyesal lahir dengan darah yang sama denganmu, ayah." lanjutnya kecewa karena ayahnya hanya diam.
Ardan tersentak dengan ucapan anaknya. Anak yang menjadi alasan ia masih mau pulang ke rumah malah berkata menyakiti hatinya. Anaknya menyesali memiliki ayah seperti dirinya. Ardan sangat marah. Dengan tangan gemetaran ia menunjuk-nunjuk Angela, kata-kata kasar keluar dari mulutnya.
"Kau... Kau anak sialan. Anak tidak tahu diri. Mulai sekarang kau bukan anakku lagi. Aku mengharamkanmu memanggil aku ayah. Seumur hidupku." Kata Ardan.
Aliana sangat kaget dengan ucapan Ardan. Disatu sisi dia merasa kasihan dengan hubungan ayah-anak ini tetapi disisi lain ia merasa tenang sebab tidak ada lagi yang mengganggu kebahagiaannya dan anaknya. Ia mengelus punggung Ardan memberikan kekuatan. Ardan tersenyum dia bahagia dengan tindakan Aliana. Ia merasa pilihan ini sudah tepat. Tetapi ia masih berharap anaknya memohon dan meminta maaf kepadanya.
"Baiklah, ayah. Mulai saat ini aku mengharamkan diriku seperti ucapanmu. Bahkan aku Angela tidak akan menggunakan namamu lagi. Aku mengharamkanmu menyebut aku anak. Aku mengharamkanmu menyentuh jasadku saat mati. Apakah ayah sudah puas? Semoga pilihan ayah membuatmu bahagia di atas penderitaanku dan ibu" kata Angela. Ia segera masuk ke dalam rumah.
Ardan terkejut. Dia tidak menyangka jawaban anaknya seperti itu. Pikirnya tadi anaknya akan memohon padanya. Tetapi ini yang terjadi, anaknya berlaku tanpa menoleh padanya. Aliana yang menyadari perubahan raut wajah Ardan mulai takut jangan sampai Ardan mengejar Angela.
" Mas, apakah mas menyesal?" Tanya Aliana. Bulir air mata mengalir dipipinya.
Ardan jadi tidak tega. Ia lalu merangkul istri dan anaknya itu.
"Ayuk kita pulang" ucapnya sambil mengecup kening kedua perempuan itu.
Mereka masuk ke mobil dan pergi meninggalkan Angela dan ibunya. Tanpa tahu kehancuran lainnya akan terjadi di rumah itu.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!