NovelToon NovelToon

Misteri Pernikahan Remaja

Pertemuan

Perkampungan:  06 Agustus 2001.

Malam itu! Dua mahluk yang berbeda. Menyelusuri jalan setapak. Menuju sebuah hutan yang rimbun. Sejak pukul 22.00, keduanya meninggalkan sebuah desa, menuju hutan.

Hutan larangan! Ya, mereka adalah Renata dan pak Iskandar. Anak dan ayah. Renata anak tunggal, ibunya telah meninggal 3 tahun yang lalu.

Akibat kecelakaan. Sewaktu Renata SMP. Pak Iskandar membawa Renata ke sebuah tempat yang begitu sunyi. Jauh dari keramaian. Apalagi, ini malam yang pekat.

Hanya suara binatang yang terdengar, serta gonggongan anjing hutan.Bulu kuduk Renata berdiri. Tangan gadis itu, memegang tangan ayahnya yang berjalan di depan. Renata, berkali kali melirik kebelakang. Ia merasakan kalau ada orang yang mengikutinya. Tapi, saat menengok kebelakang.  Ia tidak melihat apa apa kecuali warna pekat.

Daun daun yang besar telah menutupi jalan yang mereka lalui. Biarpun jam menunjukan pukul 22.00 seakan akan tengah malam saja. Terdengar ******* yang menyeramkan.

Sangat menakutkan. Kalau sendirian masuk hutan.  Mustahil dilakukan. Kerena saking takutnya.

Pohon pohon besar, menjulang tinggi.  Akar akar pohon, keluar dari tanah.  Ada juga, beberapa pohon beringin, yang berukuran besar berdiri dengan ponggahnya. Pohon beringin. Sangat menyeramkan.

Apalagi, rambut rambut kecil bermunculan di setiap dahan pohon. Renata, berkali kali bergidik.  Setiap kali mendengar suara yang aneh. Tapi, pak Iskandar tidak demikian. Pria, yang berusia kira kira kepala 5 lebih.  Berjalan tanpa rasa takut. Ia, berjalan seakan akan di siang hari. Suasana yang gelap, tidak membuat hati pak Iskandar ciut.

Malah, pak Iskandar bahagia.  Kerena malam Jumat ini, adalah penentuan kehidupan yang ia dan putrinya jalani. Malah, ia begitu semangat untuk memasuki hutan lebih dalam lagi. Hatinya, semakin berbunga bunga saat tahu.  Kalau malam ini, adalah babak akhir untuk menjauhkan Renata pada Rey.

Renata tidak habis pikir. Ia tidak tahu apa yang ada dipikiran ayahnya.Malam malam, seperti ini bukannya di dalam rumah.  malah kelayaban tidak tentu arah. Hutan yang ditujunya, membuat nyali gadis cantik itu ciut.

Apalagi malam itu. Adalah malam Jumat Kliwon! Malam Jum'at  menurut orang. Syetan dan kawan kawannya berkeliaran mencari mangsa.

Entah benar atau tidaknya. Itu hanya kata orang tua jaman dulu. Tapi, semakin kedalam tiba tiba Renata seperti mencium aroma sesuatu. Menyengat hidung.

Bulu roma Renata tiba tiba berdiri. Bau khas  kemenyan masih mengiringi langkah mereka berdua. Mungkin, kalau manusia jaman sekarang, tidak akan percaya ocehan dunia mistik.

Kerena menurut orang orang modern. mustahil kalau di jaman maju ini, harus ada jin, syetan, dan mahluk halus lainnya.

Bukan ia tidak percaya. Kerena dalam hidupnya ada dua dunia yang di ciptakan Tuhan. Yaitu, kehidupan nyata dan kehidupan ghaib.

Jalan yang dilalui mereka, adalah jalan setapak menuju sebuah hutan. Terpaksa Renata hanya bisa memegang baju ayahnya dari belakang.

Ya, perjalanan ini Renata berada di depan.  Sedangkan ayahnya berada di belakang Renata. Semak perdu menutupi perjalanan. Apalagi, pak Iskandar tidak membawa lentera. Selama perjalanan mereka hanya diam saja.

Tadi pak Iskandar hanya mengajak Renata pergi. Awalnya, Renata menolak. Tapi, pak Iskandar memaksa.  Tanpa, menyebutkan tempat yang mereka tuju.

Saat, pak Iskandar mengajak Renata. Saat itu juga, Renata sudah terlelap tidur sejak isya. Tadi pagi,  ia sekolah sampai jam 13.00. Setelah itu, melakukan ekstrakulikuler dulu di sekolah. Pulang sekolah jam 17.00, tadinya mau langsung istirahat.  Tapi, ayahnya mengajak Renata untuk melakukan ritual. Meminum cairan yang Renata tidak tahu apa itu. Ritual itu, dilakukan setiap hari Kamis sore.

Biarpun, ia malas melaksanakannya. Renata mengikuti saja. Kerena percuma.  Menolak pun, ayahnya akan memaksa seperti tiga bulan yang lalu. Ayahnya, memaksa meminum cairan yang berbau anyir.  Hampir saja, Renata memuntahkan cairan itu. kerena mual dan jijik.

Setiap cairan yang terbuang akan diberikan lagi. Sejak itu, Renata harus meminumnya. Kerena telah menjadi kebiasaan.  Akhirnya Renata meminumnya seperti air putih biasa lagi.

Dengan malasnya, Renata akhirnya mengikuti ayahnya masuk hutan. Ya, ini pertama kali Renata masuk hutan. Awalnya, pak Iskandar meminta Renata untuk pergi sendiri. Tapi, Renata keburu menggigil ketakutan.

Pikiran gadis itu melayang, kalau ia pergi sendirian. Menembus hutan tanpa ditemani siapapun. Ya, akhirnya mereka pergi juga. Renata menanyakan kemana pergi dan tujuannya, ayahnya hanya diam saja.

Terpaksa. Renata, tidak mencari tahu biarpun penasaran juga. Biarpun,  beberapa kali Renata meminta pada ayahnya untuk pulang.  tapi rengekan, Renata tidak digubris oleh sang ayah.

Rengekan Renata, hanya didengar oleh telinga kiri, keluar lagi dari telinga kanan. Sebuah hutan, yang jauh dari jangkauan orang orang kampung.

Mungkin, sebagian orang kampung tidak akan berani berkunjung ke hutan,  Apalagi pada malam yang sunyi seperti ini.

Boro boro malam. Siang juga, jarang ada manusia yang masuk hutan. Untuk apa coba? Apalagi, malam malam seperti ini, kecuali?

Tapi, pak Iskandar.  Tidak memperdulikan ajakan, Renata.  Untuk balik lagi ke rumah. Pekatnya malam, yang mulai merayap.

Angin mulai dingin. Mulai menyusup ke tulang dan kulit, membuat bibir Renata bergetar, menahan dingin.  Kerena hawa di hutan itu begitu dingin dimalam hari.

Mungkin, Kalau siang hari pun dingin.  Kerena, banyak pohon yang berdaun lebar. Dan pohonnya saling berdekatan satu sama lainnya.

Di sebuah pondok di dalam hutan. Pondok itu, terbuat dari papan yang mulai lapuk. Dimakan usia. Mungkin. Ukuran pondok itu hanya 3x3m².

Di dalam pondok itu, tercium bakaran kemenyan yang baunya menyengat hidung. Ya, jaman dahulu kala. Di pedesaan, atau perkampungan.  Kalau malam Selasa dan Jum'at, akan dijadikan ritual membakar kemenyan.

Entah? untuk apa! Menurut mereka, asap dupa kemenyan itu. Makanan para roh yang telah lama di kubur. Benar atau tidaknya. Itu hanya keyakinan  seseorang saja.

Keduanya. Pak Iskandar dan Renata, telah sampai ke depan pondok. Lalu lelaki itu, mengetuk pintu pondok. Sedangkan, Renata hanya memandang sekelilingnya.

Seseorang, keluar dari pondok. Seorang pria tua dengan baju hitam, mengunakan kupluk senada dengan bajunya.

Kerena gelap keadaan sekitarnya. Renata, tidak bisa melihat jelas.  Sosok pria tua, pemilik pondok di tengah hutan.

Dalam hati gadis itu, bertanya tanya. Kenapa, masih ada orang yang mau hidup di tengah hutan.  Tanpa penerang seperti listrik.

Tanpa, disuruh masuk pak Iskandar dan Renata masuk gubug itu. Mengikuti pria tua, dari belakang. Pria tua.  Mempersilahkan pak Iskandar, untuk duduk di dekat pembakaran dupa. Pondok yang tidak pantas!  Untuk dihuni. Kerena, sebagian pondok itu roboh. Tanpa diperbaiki oleh pemiliknya.

Bangku, yang terbuat dari bambu terlihat tua dan lapuk. Dinding pondok itu. Begitu memperhatikan sekali. Di dalam lebih parah lagi.

Sebuah bangku, tanpa wujud. Teronggok di sudut ruangan yang redup. Ditengah ruangan. Terlihat asap kecil, dari sebuah dupa, yang dibakar pemiliknya.

Pak Iskandar dan Renata, akhirnya duduk di depan dupa.  masih  terlihat meninggalkan asap kecil. Saat duduk,  Renata merapatkan tubuhnya ke tubuh ayahnya. Pak Iskandar hanya diam saja. saat putrinya merapatkan tubuhnya.*

Pertemuan dengan Mbah Mardi

Cahaya dilentera yang dipasang begitu saja.

Mata Renata menatap tirai berwarna hitam di sebelah kiri.

Cahaya, atau lampu.  Hanya mengandalkan dari, lentera yang ada di ruangan itu.

Pria tua pun ikut duduk. Mereka bertiga akhirnya duduk berhadapan.

"Bagus, kalian kesini malam ini!

Malam ini adalah malam penentuan diantara kamu dan dia,"

suara sang pemilik pondok itu menatap Renata tajam dan nanar.

"Malam penentuan,"gumam gadis itu spontan.

Renata mendadak mundur.

Suara sang pemilik begitu berat dan menggelegar bagaikan reruntuhan batu menimpah rumah.

"Ya, malam ini adalah penentuan perjodohan yang kami telah janjikan  sejak lama." ujar pak Iskandar menatap wajah putrinya.

"Maksud ya apa?" tatap Renata pada Pak Iskandar.

"Kami, menjodohkan kamu dengan Gio." ucap ayahnya pelan.

"Gio? Gio itu siapa?"

"Iya, anak cantik.

Kamu akan menjadi bagian kami.

Dan, kamu jangan menolak keputusan kami."

suara pemilik pondok itu kembali  terdengar.

"Kami hanya ingin kamu tahu, kalau Rey bukan bukan laki laki yang baik dan,..."kata pria itu menatap wajah Renata.

"Ayah! Aku nggak mau di jodohkan. Apalagi aku sama cowok itu nggak saling kenal." teriak Renata histeris.

Renata membabi buta. Pak Iskandar langsung memeluk tubuh putrinya.

Tapi, Renata tetap mengamuk dan memukul ayahnya berkali kali, melepaskan kekesalan hatinya pada sang ayah.

Saat pegangannya ayahnya longgar.

Renata langsung membalikan badannya menuju pintu yang masih terbuka, ia hendak pergi.

Tapi, tangan pemilik gubug itu langsung mencengkram tubuh Renata. Dengan cepat dan tangkas.

Tapi, saat pria pemilik pondok itu berhasil.  Meraih Renata.

Dupa, yang membakar kemenyan tumpah.  Dan berhamburan kemana mana.

Gadis usia 18 tahun berontak. Mereka akhirnya bergumul di dalam gubug tua itu.

Pak Iskandar membantu pria itu! Beberapa kali Renata menendang perut, tangan, dan kaki pemilik gubug itu.

Akhirnya Renata bisa melepaskan diri dari cengkraman pria tua!

Renata, tanpa menunggu waktu lama lagi.  Langsung berlari menyongsong pekatnya malam.

"Mbah Mardi nggak apa apa'kan?"tanya pak Iskandar memburu tubuh tua yang kena tendang kaki Renata.

Untung!  Burung Mbah Mardi, tidak terkena sasaran tendangan gadis manis itu. Kalau terkena, mungkin lebih fatal lagi.

Akhirnya, Renata lolos.  Dan berhasil mendorong tubuh pemilik gubug itu. Dengan keras. Melihat Renata berhasil lolos.

Pak Iskandar, langsung mengejar  putri satu satunya itu.

Tapi, jejak Renata tidak ditemukan. Pria tua, yang di sebut mbak Mardi.  Oleh pak Iskandar, langsung bangun dan mengejar Renata.

Tapi gadis itu, telah lenyap ditelan malam yang mulai turun.

Mbah Mardi, geram melihat apa yang dilakukan Renata pada dirinya.

Maupun, pada alat pembakaran dupa.  Tanpa sengaja di tendang oleh Renata. dan tempat itu pecah seketika juga.

Itu!  yang membuat Mbah Mardi, marah dan geram.

Mbah Mardi keluar pondok. Dan melihat pak Iskandar, berdiri di bawah pohon sebelah kanan pondok.

PLAK

Tiba tiba.  Tangan tua itu, menampar wajah pak Iskandar dengan keras.

Pria muda itu! Hanya diam. Ia.mengaku salah atas lolosnya Renata.

"He, tengik! Jangan sampai gadismu dimiliki Rey! Awas kalau ini terjadi!" teriak Mbah Mardi marah sekali.

Suaranya, ibarat halilintar yang gelegar.  membelah kesunyian hutan.

"Iya, mbah saya mengerti." ujar pak Iskandar ketakutan.

Ia, merasa dipermalukan oleh Renata.

Akhirnya, mbah Mardi meninggalkan pak Iskandar.

Ia, tidak memperdulikan lagi, terhadap pak Iskandar. Pak Iskandar, masih berada di luar dengan perasaan berkecamuk.

Mengingat Renata masuk hutan sendirian, tanpa siapapun.

Ada perasaan menyesal. Tapi penyesalan itu tidak ada gunanya kerena Renata telah pergi.

Awalnya, pak Iskandar akan meninggalkan pondok itu.  Tapi pikirannya langsung tertuju pada putri semata wayangnya.

Kalau saja malam ini.  Ia tidak membawa Renata bertemu, dengan Mbah Mardi. Mungkin akan lain ceritanya.

Akhirnya, pak Iskandar hanya bisa duduk dibawah pohon.

Hutan larangan.

Banyak orang yang mengatakan itu. Pada hutan yang disinggahi, pak Iskandar dan Renata.

Tiba tiba halilintar bersautan.

Angin mulai menderu kencang. pohon pohon menari nari tertiup angin.

Hujan yang sejak dua bulan tidak turun.  Kini, turun dengan lebatnya. Kaki kaki hujan, mulai berlomba dengan kaki Renata berlarian keluar dari hutan itu.

Pak Iskandar, masih diluar. Saat turun hujan pun ia masih duduk di bawah pohon memikirkan putrinya.

Ingin rasanya menyusul. Tapi ia takut, tidak bisa menemukan putrinya. Putrinya peninggalan istri satu satunya telah pergi.

Menerobos, lebatnya hutan yang belum terjamah manusia.

Malam mulai tiba. Gelap semakin pekat. ditambah hujan menguyur tanpa henti. 2 jam sudah, Renata terjebak di dalam hutan tanpa arah dan tujuan.

tempat itu! Semakin membuat pusing dirinya.  Kerena sudah 10 kali balikan, Renata mengitari hutan itu.

Mencari jalan keluar. Tapi ia harus kembali ke tempat semula. Badannya mulai menggigil, kedinginan, apalagi malam seperti lambat untuk menjadi siang.

Akhirnya! Renata sesegukan menangis.

Berteriak minta tolong.  Tapi suaranya, seperti tertelan oleh rimbunnya pepohonan yang tinggi.

Hujan masih menyisakan rintikan, yang kian membuat menyeramkan.

Apalagi, Ditambah tidak ada penerang sama sekali. Membuat nyali Renata ciut.

Keadaan gelap seperti ini membuat penglihatannya kabur.

Hanya dengan tangan dan kaki.  Ia, meraba mencari jalan yang bisa dilalui.

Suara binatang malam masih menghiasi kesunyian.

Perasaan lelah mulai terasa.

Waktu meloloskan diri. Kakinya terpeleset dan kini terasa sakit dan perih.

Renata hanya bisa menahan sakit.

Tangannya, juga lecet akibat terbentur batu saat jatuh.

Dan waktu, ia jatuh seperti ada orang yang meraih tangannya.

Tapi saat ia bangun.  Ia, tidak bisa melihat apa yang terjadi.  Dan siapa yang ada dihadapannya.

Bulu kuduk Renata berdiri.  Saat mendengar seseorang tertawa nyaring dibelakang.

***

Tiba tiba Renata tersentak.

Ia berada di pondok itu lagi!

tanpa ayahnya. Gadis itu terbangun saat mendengar suara burung bernyanyi dengan merdunya.

Bias bias mentari pagi, juga menyerobot ke lubang lubang dinding bambu, yang terlihat koyak dan rapuh.

Renata, langsung duduk dan tercenung.  mengingat kejadian malam tadi.

Ia merasa kalau malam itu, ia kabur meninggalkan pondok tua.

Tapi, kenapa dia kini berada di gubug tua itu lagi.

Apa aku bermimpi? Gumam gadis itu tercenung. Apa mungkin yang menolongnya?

Renata, hanya menggelengkan kepalanya saja.

"Ha ha ha...selamat datang kembali di pondok ini gadis cantik."

tawa suara Mbah Mardi pemilik gubug itu menghampiri Renata.

Renata, yang duduk menyandarkan punggungnya di dipan itu mengangkat badannya.

"Kamu siapa sebenarnya. Mau kamu apa?"

suara Renata tergetar saat melihat penampilan lelaki tua itu.

Ada perasaaan takut, saat pria itu duduk di depannya sambil terkekeh.

Waktu pertama kali ke pondok. Renata tidak begitu jelas, melihat wajah Mbah Mardi.

Wajah pria tua itu! Menyeramkan sekali.

Baju pria itu compang camping.

Rambut yang panjang, terlihat tergerai tidak karuan.

Rambut memiliki dua warna berbeda.

Matanya bersinar. bercahaya menyeramkan sekali, kulit pria itu hitam legam.

Disana sini terlihat keriputan.  otot otot terlihat menakutkan.

Suara berat dan keras. Serta menggelegar membuat bulu kuduknya berdiri.

"Kamu perlu tahu. Kalau ayahmu menyerahkan kamu, untuk dijodohkan sama Gio. Kerena ayahmu berhutang sama diriku."

kekeh Mbah Mardi menatap wajah cantik Renata.

Renata terhenyak.*

Pertemuan dengan Gio dan Nenek

Tapi, dalam tawanya pria tua itu. Hanya mengelabui Renata.

"Bohong! kamu jangan mengada ngada.

"Aku, nggak percaya! kalau ayah melakukan itu sama diriku!" teriak Renata keras.

Gadis itu beranjak berdiri dari dipan yang ia tiduri semalam.

Tapi, Mbah Mardi langsung menarik tangan gadis itu,  sampai  tubuh Renata terjatuh.

Gadis itu terduduk kembali.

Renata meringis kesakitan.

Tiba tiba mbak Mardi, langsung berdiri dan  menarik tangan Renata menuju ruangan lain.

Renata, awalnya berniat melepaskan ngenggaman tangan pria tua itu.  Tapi tidak bisa, genggaman Mbah Mardi terlalu kuat.

Renata, akhirnya mengikuti mbak Mardi.

Mbah Mardi, telah menyediakan tali tambang yang besar.

Renata akan menghindar.

Tapi, mata jeli Mbah Mardi menangkap gerakan tubuh Renata.

Gadis itu gagal.  untuk melarikan diri.  Dari Mbah Mardi. Renata tidak bisa berkutik.

Percuma berontakpun.  Genggaman Mbah Mardi, terlalu kuat untuk tenaga seorang gadis seperti dirinya.

Renata dibawa oleh Mbah Mardi.

Sebelum dibawa.  Tangan Renata diikat kebelakang oleh Mbah Mardi.

Beberapa kali gadis itu berteriak! Tapi, tidak seorangpun yang datang menolong.

Mbah Mardi tertawa riang.  mendengar tangisan dan teriakan gadis yang belum berusia 20 tahun itu.

Renata pasrah!

lelaki tua itu! langsung mendorong tubuh gadis itu menuju sebuah bangunan yang berada dibelakang pondok tua.

Sebuah bangunan yang kontras sekali dengan pondok yang di depan.

Di bangunan itu, Renata dimasukan. Hanya ada satu jendela yang ada, ruangan berukuran 4x4m²,  hanya ada dipan tempat tidur dan selembar tikar yang kusam.

Ruangan tanpa adanya wc.

Kini di diami oleh Renata.

Sedangkan, mbah Mardi, setelah memasukan Renata ke ruangan itu.

Lalu ia meninggalkan Renata sendirian.

"Malam ini kalian akan bertemu disini."

Renata hanya diam saja.

Tubuhnya, dilempar kearah tembok.  Tanpa dibuka tali yang mengikat tubuhnya.

Gadis itu, berusaha untuk melepaskan tali, yang mengikatnya. Tapi nihil.

Tiba tiba, ia mendengar perutnya berteriak!  meminta jatah.

Ya, seharusnya pagi ini.  Ia, sarapan nasi uduk, buatan bi Inem tetangga rumahnya.  pedagang nasi uduk.

Disertai, goreng bakwan maupun tahu yang kriuk.

Mengingat itu.  Perut Renata terus menerus, berteriak teriak. Renata, hanya diam membisu tidak bisa berbuat apa apa.

Tidak lama.  Setelah Mbah Mardi meninggalkan Renata. Ia sendirian berusaha membuka tali.

Tiba tiba, pintu yang menutup terbuka lebar. Terlihat seorang remaja sebaya. Muncul memberikan senyuman indah pada gadis itu.

"Gio!" ujar Renata pelan sambil menatap cowok itu dengan nanar.

Cowok itu mendekati Renata.

Ia berjongkok dekat Renata.

Cowok itu,  membuka ikatan tali yang mengikat tubuh Renata.

Melihat perilaku Gio. Hati Renata berdesir  halus sekali.

"Ya, aku Gio cucu Mbah Mardi. "ucap cowok hitam manis tersenyum.

Cowok itu akhirnya duduk disamping Renata.

"Kenapa? Kamu harus melakukan ini sama diriku.

Apa salahku sama kamu?" ujar Renata getir.

"Apa kamu tahu. Aku juga nggak mau ada perjodohan ini.

Aku udah punya pacar. Amanda nama gadis itu.  tapi kerena perjodohan ini, harus hancur kerena perjodohan  dengan kami."ujar Gio tanpa semangat.

"Lo punya pacar?"

Gio mengangguk.

Mereka berdua diam sejenak.

Gio diam, tapi hatinya mengingat nama Amanda. Seorang gadis satu sekolah dengannya.

Amanda seorang gadis yang manis, berkerudung panjang. anak rohis.

"Gio, kamu sekolah dimana?"

"SMUN I Panimbang,"

Angin pagi hari begitu sejuk sekali.

Gio memperhatikan Renata yang begitu tersiksa.

"Kamu lapar kan? Nanti, tunggu aku ya." kata Gio, langsung meninggalkan Renata di tempat itu.

Awalnya, Renata ingin mencegah Gio. Tapi, cowok itu langsung menghilang dihadapan Renata.

Terpaksa Renata diam saja. tubuhnya terasa sakit sekali. lengan atasnya terasa perih, kerena tambang yang mengikat tubuhnya sangat kuat sekali.

Tidak lama, kemudian Gio datang.  Membawa nasi bungkus. Cowok itu, memberikan nasi itu ke Renata.

Renata, menatap nasi bungkus yang ada dihadapannya. Bukan hanya nasi bungkus saja, tapi cowok itu membawa satu botol minuman untuk Renata.

Renata akhirnya menyantap nasi itu dengan lahapnya.

Nasi, ayam goreng, sayuran dan sambel menambah nikmat yang dirasakan oleh Renata.

Gio terenyuh.  Melihat Renata seperti itu. Biarpun, cowok itu. Baru pertama kali bertemu dengan Renata.

Hatinya tersentuh. Oleh penderitaan yang dialami oleh Renata. Baru pagi ini, Gio mendengarkan, penderitaan Renata dari Mbah Mardi.

Ya, tadi Mbah Mardi menceritakan secara singkat tentang Renata.

Awalnya.  Gio ingin menceritakan apa yang ia tahu, tapi niat diurungkan kerena ia melihat kondisi Renata seperti itu.

Ia takut terjadi apa apa pada Renata.

"Insya Allah.  Kamu bisa melalui ini, semuanya."ujar Gio.

Setelah melihat Renata, telah menyelesaikan makan dan minumnya.

Gio menatap Renata dengan seksama.

Gadis itu hanya diam saja. Gadis itu, hanya mendesah saat Gio berkata seperti itu.

"Aku akan menemani kamu,  tapi aku nggak bisa membantumu," lanjut Gio kembali.

"Maksudmu?"

"Maksudnya, hanya kamu yang bisa menolong dirimu sendiri bukan orang lain.

Aku hanya menemani kamu, kamu tetap semangat ya?" kata Gio menyentuh bahu Renata dengan lembut.

Malam mulai menyapa hutan. Renata mulai kedinginan.

sejak siang tadi hujan turun dengan deras sekali, sampai saat ini gemericiknya masih ada.

Angin begitu kencang tertiup. Untung tidak disertai halilintar.

Kalau disertai halilintar, mungkin ia begitu bergidik ya.

Kerena sejak Gio pamit, ia di ruangan itu sendirian tanpa teman.

Waktu hujan turun. ia,  tidak lama kemudian tertidur dan bangun entah jam berapa. Tapi, kayanya mendekati magrib.

TOK TOK TOK

Suara daun pintu dikutuk dari luar.

Renata diam diam, berjingkrak menuju pintu yang tidak terkunci.

Gadis itu, mengintip dulu dari jendela.  Terlihat sesosok nenek, dengan dua warna rambut, sedang menunggu dibukanya pintu. Renata langsung membuka pintu.

"Nenek," suara Renata tertahan melihat keadaan nenek yang renta.

Dengan tongkat bambu, baju seadaanya. serta baju yang basah kuyup.

"Nenek, sendiri!" lanjut Renata merasa heran sekali.

Gadis manis itu memalingkan kepalanya mencari seseorang di luar tapi nihil.

Sang nenek, di bawa masuk oleh Renata menuju ruangan itu! Dan, diberi beberapa roti yang disuguhkan oleh Gio pada dirinya.

"Terimakasih, cu. Cucu baik. Maaf, nenek ngerepotin cucu," ujar sang nenek menatap wajah Renata dengan perasaan sayang.

"Nggak apa apa, Nek. Nek, nenek malam malam begini mau kemana?" kata Renata heran.

Kerena ini hari sudah mulai gelap. Di tengah hutan dikunjungi nenek yang tidak tahu asal usulnya.

"Nenek cuma haus, cu." ujar nenek itu.

"Nenek haus ya. Ntar aku ambilkan minum buat nenek." kata Renata merasa bersalah.  Tidak langsung menyodorkan minuman sama nenek.

"Itu bukan minuman nenek, cu." ujar nenek setelah Renata menyodorkan beberapa Aqua, gelas yang diberikan oleh Gio untuk persediaan Renata.

"Trus nenek mau minum apa? Disini nggak ada teh manis, maupun minuman lainnya."

kata Renata merasa heran sekali melihat kelakuan nenek yang baru dikenalnya.

"Sepertinya, nenek ingin minum darah segar." ucap nenek seperti berbisik.

Tapi, biarpun berbisik ucapan nenek terdengar dengan jelas di telinga Renata.

"Nenek!"ujar Renata terkejut. Bulu roma nya langsung berdiri.*

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!