Di sebuah ballroom hotel di kota Jakarta, nampak banyak tamu undangan yang sudah berdatangan. Mereka terdiri dari kalangan keluarga, kerabat, dan relasi bisnis seorang pengusaha bernama Hendrawan. Beliau sedang mengadakan acara pernikahan untuk putri bungsunya yang bernama Niranida Alifia.
Di kamar hotel yang masih satu bangunan dengan tempat diadakannya acara. Nira, nama panggilan wanita berusia 25 tahun tersebut. Terlihat sangat cantik mengenakan kebaya berwarna putih dengan riasan natural flawless di wajahnya, membuatnya terlihat semakin mempesona.
"Wow! It's so perfect!" ucap sosok setengah perempuan setengah laki-laki yang dari subuh sibuk merias, Nira. Orang itu memandang Nira dari atas sampai bawah sambil mengacungkan kedua jempolnya dengan gaya yang kemayu.
Nira berdiri di depan kaca setelah selesai dimake up. Dia sendiri pangling melihat penampilannya saat ini. Pasti calon suaminya yang sebentar lagi akan resmi menjadi suaminya, akan terpesona.
"Wahhhh, anak Mami cantik banget." puji mami Rita dari belakang Nira, sambil mengusap-usap pundak putrinya.
"Makasih, Mi." Nira tersenyum kecil sambil menatap maminya yang terlihat dari pantulan kaca di depannya. Nira mengerutkan keningnya saat melihat wajah maminya yang berubah sedih.
"Mami kenapa?" tanya Nira.
"Mami teringat kakakmu." jawab mami Rita.
"Mi, ini hari bahagiaku. Jangan sedih dong!" seru Nira.
"Ya, kamu benar." sahut mama Rita lalu bangkit dari duduknya. "Mami mau keluar sebentar mencari papimu. Dari tadi Mami hubungi kenapa tidak bisa. Awas saja kalau tebar pesona!" kata mami Rita, yang otaknya sudah berkelana karena rasa cemburunya pada suaminya.
"Ohh, ya ampun, Mi! Ingat umur! Mungkin, papi sedang sibuk menjamu para tamu, Mi." jelas Nira, karena dia tahu maminya itu adalah sosok yang selalu cemburuan walaupun usia keduanya sudah tak muda lagi.
"Kamu, selalu saja membela papimu." kata mami Rita lalu melangkah meninggalkan kamar tempat Nira dirias, sekaligus kamar yang akan menjadi kamar pengantin nantinya.
Nira duduk sambil meremas jemarinya sendiri untuk menghilangkan rasa gelisahnya. Jantungnya berdebar-debar. Semua perasaan bercampur menjadi satu, membuatnya merasa tak karuan. Hari ini adalah hari yang akan menjadi sejarah untuknya. Menikah dengan laki-laki yang ia cintai.
________
Di ballroom,
Mami Rita sibuk mencari pak Hendra. Matanya tertuju pada Bayu, orang kepercayaan suaminya. Dengan segera mami Rita menghampiri Bayu yang sedang berbincang dengan seorang tamu.
"Bayu." mami Rita menepuk bahu Bayu dari belakang.
Bayu langsung menoleh ke sampingnya dan sudah berdiri istri dari tuannya.
"Iya, Nyonya. Ada yang bisa saya bantu?" tanya Bayu dengan penuh hormat.
"Hendra kemana?" tanya mami Rita tanpa basa-basi sambil sesekali matanya masih mencari keberadaan suaminya. Dia tidak mau kecolongan kalau sampai suaminya mengobrol dengan perempuan lain.
"Tuan sedang mengobrol di sebelah sana, Nyonya." jawab Bayu sambil menunjuk salah satu sudut di ruangan yang sangat luas itu.
Tanpa menjawab, mami Rita berjalan ke tempat yang diberitahukan oleh Bayu. Bayu hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat kelakuan nyonyanya itu.
"Papi!" teriak mami Rita dengan berkacak pinggang. Sorot matanya menunjukkan amarah besar yang siap meledak saat itu juga.
Tuan Hendra langsung balik badan mendengar suara yang sangat ia kenal. Suara yang selalu memekakkan telinganya.
"Mami? Mami kenapa di sini?" tanya tuan Hendra.
"Kenapa? Papi bilang kenapa? Pantas saja ya, papi menyuruh Mami menemani Nira. Ternyata, supaya papi bisa bebas? Bebas dekat-dekat sama daun muda seperti dia?" sentak mami Rita sambil melirik pada wanita yang berada di samping suaminya. Wanita yang masih sangat muda. Wanita itu hanya menundukkan kepalanya.
"Mi..."
"Diam! Jangan panggil mami lagi!" potong mami Rita. Dia tak mau mendengarkan penjelasan apa pun dari mulut suaminya.
"Mi. Dengarkan Papi dulu!"
"Tidak ada yang perlu Mami dengarkan! Dan, tidak ada jatah selama sebulan!" bentak mami Rita.
Dari kejauhan, Bayu hanya mengelus dadanya. Dia sudah menduga kalau akan ada perang dunia. Sebenarnya ada hal penting yang ingin ia sampaikan pada tuan Hendra. Tapi dia takut akan terseret ke dalam pertengkaran kedua pasangan yang sudah berumur itu.
Dia berdiri cukup lama menunggu sampai pertengkaran itu reda. Tapi ternyata itu sangatlah lama. Dia memutuskan untuk menghampiri tuan Hendra dan berdiri tepat di samping atasannya itu sambil membisikkan sesuatu.
"Hei! Mau kemana kalian?" tanya mami Rita yang ditinggal begitu saja oleh suaminya dan Bayu.
"Bayu! Awas kamu! Aku akan memecatmu!" ancam mami Rita dan masih bisa didengar oleh Bayu. Tapi Bayu tak menggubrisnya, karena dia tahu itu hanya sebuah gertakan saja. Sudah kerap kali dia digertak oleh nyonyanya. Nyatanya sampai sekarang dirinya masih berdiri di samping tuan Hendra.
Tuan Hendra berjalan diikuti oleh Bayu dengan langkah cepat. Mereka mencari tempat yang aman untuk berbicara tentang hal yang disampaikan oleh Bayu tadi. Raut wajah tuan Hendra terlihat sangat marah mendengar berita yang disampaikan Bayu tadi dengan tangan mengepal erat.
Penghulu sudah datang dan menunggu cukup lama. Bahkan berkali-kali penghulu itu melihat jam yang melingkar di tangannya sambil sesekali menoleh ke belakang. Tamu undangan pun sudah saling bisik-bisik satu sama lain karena memang acara sudah molor hampir satu jam lamanya. Ditambah lagi, keluarga dari mempelai laki-laki belum ada yang terlihat datang satu pun. Membuat orang-orang semakin bertanya-tanya dengan apa yang sebenarnya terjadi.
"Bagaimana ini? Acaranya lanjut atau tidak?" tanya penghulu yang sudah hampir kehabisan waktu karena masih ada jadwal di tempat lain.
Semua hanya diam. Tidak ada yang mampu menjawab karena tidak ada yang tahu situasi saat ini. Pihak keluarga hanya saling pandang, dan tak berani angkat bicara.
"Lanjut!" teriak tuan Hendra dengan lantang, yang berjalan ke arah penghulu dengan diikuti oleh seorang pria di belakangnya. Pria yang gagah dan tampan. Para tamu menatap empat pria yang sedang berjalan beriringan itu.
Pria itu langsung duduk di depan penghulu. Tuan Hendra mengisyaratkan pada Bayu untuk segera memanggil Nira.
______________
Di dalam kamar hotel,
Nira berjalan mondar-mandir. Kini dia tidak bisa tenang lagi karena acara ini sudah mundur sangat lama ditambah lagi ponsel milik Saka, calon suaminya, tidak aktif. Membuat prasangka-prasangka buruk bermunculan di pikirannya. Nira takut terjadi apa-apa pada calon suaminya itu.
"Nira, duduklah dulu. Apa kamu tidak lelah? Dari tadi mondar-mandir seperti setrika saja." ujar mami Rita yang dari tadi pusing melihat Nira berjalan bolak-balik di depannya.
"Mami! Kenapa Mami bisa setenang itu?" tanya Nira, heran melihat maminya yang terlihat santai tanpa ada beban. Padahal ini menyangkut masa depan anaknya sendiri.
"Mami tahu sendiri, seharusnya acara ijab qabul sudah terlaksana. Ini sudah mundur berapa lama? Saka juga tidak bisa ditelfon lagi!" imbuh Nira, dari tadi sibuk mengotak-atik ponselnya mencoba menghubungi pujaan hatinya.
"Mungkin saja Saka terjebak macet di jalan. Ini hari Minggu, sudah semestinya jalanan padat. Berfikir positif dong!" ucap mami Rita, mencoba menenangkan Nira. Walaupun sebenarnya dirinya saat ini juga harap-harap cemas.
Nira lalu duduk. Mungkin memang benar yang dikatakan maminya. Semoga saja karena terjebak macet di jalan.
Tok,,, tok,,, tok
"Nah, itu pasti suruhan papi kamu. Saka pasti sudah datang. Apa mami bilang? Kamu sih! Berpikir yang tidak-tidak." kata mami Rita, lalu beranjak dari duduknya untuk membuka pintu.
"Ada apa?" tanya mami Rita pada Bayu dengan ketusnya. Mami Rita belum bisa melupakan kejadian tadi dan masih memendam rasa jengkel pada Bayu.
"Nona Nira dipersilahkan untuk turun." jawab Bayu, dia tak berani menatap istri tuannya itu.
Wajah Nira yang tadinya gelisah berubah menjadi ceria setelah mendengarnya. Memang benar yang dikatakan maminya tadi. Harus berfikir positif.
Nira berjalan didampingi oleh mami Rita dan Ana, kakak iparnya. Nira berjalan sambil terus menundukkan kepalanya. Dia tidak berani mengangkat kepalanya.
Sampailah di kursi tempatnya duduk saat ini yang membuat jantungnya berdegup kencang. Sampai-sampai dia tak berani mengangkat kepalanya untuk menatap kekasih hatinya yang sebentar lagi akan menjadi suaminya. Yang dia tahu, di sampingnya sudah duduk seorang pria dan pastinya itu adalah Saka.
Karena terlalu gugup, pikiran Nira menjadi kosong dan tidak konsentrasi. Dia sampai tidak sadar kalau ijab qabul sudah terlaksana. Yang membuatnya tersadar kembali saat kata "SAH" terdengar lantang dari para saksi dan tepuk tangan meriah dari para tamu.
Lega, yang dirasakannya. Akhirnya peristiwa sakral yang membuat otaknya blank dan yang membuat hatinya tak karuan karena mundur hampir satu jam lamanya itu berjalan sangat lancar tanpa kendala apa pun.
Dengan kepala masih tertunduk, Nira mencium tangan suaminya dan setelah itu, dengan malu-malu dia memberanikan diri untuk menatap Saka. Pria yang dua minggu ini selalu ia rindukan, karena memang tidak boleh bertemu dulu sampai hari H.
DEG.........!!!
Seketika Nira membatu di tempat. Tak ada sepatah kata pun terucap. Mulutnya seakan terkunci menatap pria yang sekarang berhadapan dengannya dan yang kini telah sah menjadi suaminya. Lidahnya terasa kelu. Dia mengedip-ngedipkan matanya beberapa kali, mungkin saja dia sedang halusinasi.
Apa yang terjadi? Kenapa wajahnya berubah? tanyanya dalam hati.
Tangan Nira reflek menyentuh wajah suaminya, mengusapnya pelan, lalu mencubitnya dengan keras.
"Awww..." pekik suami Nira sambil memegangi pipinya yang terasa sakit dan juga menahan malu pastinya.
Para tamu undangan pun sontak tertawa melihat ulah Nira.
Ini wajah asli. Lalu, dimana Saka? Dan, siapa dia? batinnya dalam hati.
Acara pun selesai. Tuan Hendra merasa sangat lega karena acara pernikahan putrinya tetap bisa berlanjut dan berjalan dengan lancar walaupun tadinya ada sedikit kendala. Sudah dipastikan tuan Hendra akan menanggung malu kalau sampai acara itu batal. Beliau juga tidak sanggup melihat putrinya hancur karena dipermainkan dan dipermalukan begitu saja. Berbagai cara akan ia lakukan demi keluarganya tidak menjadi bahan olok-olokan dan gunjingan orang karena pernikahan yang batal. Tuan Hendra mengingat kembali saat-saat genting sebelum acara.
*flashback on*
Satu jam sebelum ijab qabul,
Buuughhhh.....!
Tuan Hendra mendaratkan pukulannya ke tembok setelah mendengar semuanya dari, Bayu. Dia membayangkan kalau yang dihantamnya itu adalah Saka, calon menantunya. Yang tanpa ada angin, tanpa ada hujan, mengambil keputusan sepihak untuk tidak jadi menikahi putrinya tanpa adanya alasan.
Bayu menatap ngeri pada tuannya sambil mengelus pipinya yang ikut terasa ngilu. Dia yakin kalau tembok itu Saka, pasti pipinya akan penyok tak berbentuk lagi.
"Tuan, tenang dulu!" ucap Bayu.
"Tenang-tenang bagaimana?" bentak tuan Hendra.
Sebagai seorang ayah, pastinya tuan Hendra sangat terpukul, tidak terima dan marah. Tetapi emosinya harus dikesampingkan dulu. Dia harus tetap tenang dan berfikir jernih. Tuan Hendra mencari cara agar pernikahan tetap berjalan sesuai rencana.
Dengan tangan yang masih bersedekap, matanya langsung tertuju pada sosok pria yang baru saja lewat di depannya.
"Tuan Arka." gumam tuan Hendra.
Dia lalu berjalan mengejar pria tersebut.
"Tuan Arka." panggil tuan Hendra.
Pria itu balik badan lalu menatap tuan Hendra dan mengingat-ingatnya. Pria itu lalu berjalan mendekat dan mengulurkan tangannya. Keduanya saling berjabat tangan.
"Apa kabar, Tuan Arka?" sapa tuan Hendra pada pengusaha muda yang tampan tapi memiliki sifat dingin itu.
"Seperti yang Anda lihat. Sudah lama tidak bertemu, ternyata Anda masih mengingat saya." balas Arka dengan sedikit senyum.
"Ada keperluan apa Tuan Hendra memanggil saya?" tanya Arka.
"Bisakah kita berbicara sebentar?" tuan Hendra balik bertanya.
Arka tampak berfikir sejenak. Dia kemudian melihat wajah tuan Hendra yang diliputi kepanikan.
"Boleh." jawab Arka lalu mengajak tuan Hendra ke ruangan khusus miliknya. Karena memang hotel tempat pernikahan Nira saat ini adalah milik keluarga Arka.
"Apa yang ingin Anda bicarakan?" tanya Arka setelah mereka duduk di sebuah ruangan yang luas dan tak lupa diikuti oleh asisten masing-masing.
"To the point saja, Tuan. Saya ingin meminta tolong sekaligus memohon pada Tuan Arka. Menikahlah dengan putriku, Tuan!" pinta tuan Hendra dan membuat Arka sedikit terkejut. "Saya akan memberikan imbalan apa pun itu. Asalkan putri saya tidak batal menikah, apapun akan saya lakukan. Saya mohon!" lanjut tuan Hendra. Dia menurunkan harga dirinya saat ini, memohon pada seseorang yang jauh lebih muda darinya.
Arka tertawa kecil.
"Tuan Hendra jangan menganggap pernikahan itu seperti mainan. Saya jelas belum mengenal putri, Anda. Tapi dengan entengnya, Anda meminta saya untuk menikahinya?" tanya Arka dengan sorot mata tajamnya.
"Setidaknya putriku bisa tetap melanjutkan pernikahan ini, dia tidak akan merasa malu karena pernikahannya batal. Apa yang akan dikatakan orang nantinya?" jelas tuan Hendra dengan wajah memelasnya.
Rey selaku asisten Arka berjalan mendekat dan membisikkan sesuatu. Terlihat Arka mengangguk-anggukkan kepalanya.
Sebenarnya Arka yang mendengar permintaan tuan Hendra sedikit kaget. Dia tak habis fikir ada orang tua yang memohon permintaan konyol seperti itu. Tapi penawaran tuan Hendra cukup menarik baginya.
Arka diam sesaat dan kembali mengingat apa yang dibisikkan oleh Rey tadi. Dulu, karena Arka sangat sibuk dia mengutus orang kepercayaannya untuk mewakili bertemu dengan tuan Hendra untuk mengajukan kerjasama. Tapi, ditolak. Dan menurut Arka, itu termasuk penghinaan besar baginya. Sekarang, orang yang telah membuatnya marah, memohon-mohon padanya.
Tuan Hendra menjadi gelisah karena Arka tak kunjung memberi jawaban.
"Begini saja, Tuan Arka bisa berpisah dengan anak saya setelah beberapa bulan menikah." saran tuan Hendra, karena melihat keraguan di wajah Arka. Dia tidak ingin ada penolakan. Karena inilah satu-satunya cara yang bisa ia lakukan demi putrinya.
"Baiklah. Saya setuju. Tapi dengan satu syarat." jawab Arka dengan seriangaian tipis.
Arka membisikkan sesuatu di telinga tuan Hendra. Sesuatu yang ia minta sebagai imbalan. Tuan Hendra agak kaget mendengar permintaan Arka. Tapi ia langsung mengangguk mantap tanpa ada keraguan.
*flashback off*
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!