Kehidupan pernikahan muda itu ada yang buruk ada yang mulus. Seperti yang di alami Meira, mungkin ini sedang mulus-mulusnya. Nggak tau nanti bakalan gimana. Kita tidak tau garis takdir.
Memindahkan tangan besar yang berada di atas perutnya. Meira pun bangun saat hari mulai pagi.
Bersiap untuk pergi ke sekolah dan menyiapkan pakaian kerja suaminya juga. Mereka baru menikah tiga bulan.
Pernikahan ini menjamin kehidupan keluarganya. Semenjak Ayahnya meninggal tabrak lari, ekonomi Meira menurun. Lagian yang menjadi suaminya saat ini adalah anak teman Ayahnya.
Keluar dari kamar mandi dengan handuk yang melilit di kepalanya. Mengambil hair dryer untuk mengeringkan rambutnya.
Reyhan terbangun saat meraba di sampingnya tak ada istri kecilnya itu.
"Kamu udah bangun?" tanya Reyhan tanpa menoleh pada Meira yang berada di meja rias.
"Udah, bangun gih mandi sana. Aku mau siapkan sarapan."
Mendudukkan dirinya untuk mengumpulkan nyawa terlebih dahulu. Reyhan beranjak dan menghampiri Meira, mengecup sekilas pipi gadis itu.
Meira hanya menggeleng lemah saja. Ia baru ingat kalo hari ini ada ulangan harian, tadi malam ia sudah belajar.
Setelah siap dengan seragam sekolahnya. Ia pun menuju ke dapur untuk membuat sarapan. Hanya sekedar roti panggang dan segelas susu saja sarapannya kali ini.
Rumah sebesar ini hanya tinggal berdua saja. Meira tidak mempercayai adanya pembantu dirumah ini.
"Pagi Nyonya Meira," sapa Tommy sekretaris Reyhan di kantor.
"Pagi Tommy. Mau sarapan bareng?" tawar Meira.
"Terimakasih, kalo memaksa sih boleh." Tommy menyengir lebar.
"Istri gue nggak maksa," sahut Reyhan yang sedang menuruni anak tangga sembari membenarkan jas nya.
"Aku bikinin dulu," kata Meira pamit ke dapur lagi.
Tommy dan Reyhan pun duduk di meja makan saat ini. Tommy memberikan materi untuk rapat pagi ini.
"CEO dari California ingin menambah saham," ucap Tommy.
"Berapa?"
"Kisaran 20 persen lah."
"30 persen permintaan diterima." Reyhan kembali menyerahkan ipad pada Tommy saat istrinya datang membawakan sarapan untuk Tommy.
"Duh Mei, repot-repot aja," seru Tommy.
"Santai Bang Tom, dimakan."
Ketiga orang itupun sarapan dalam keadaan hening. Karena Reyhan tak suka saat sedang sarapan ada yang berbicara. Jika ingin berbicara maka harus menunggu selesai sarapan.
Setelah menyelesaikan sarapan. Tommy kembali berujar pada Reyhan lagi. Meira membereskan meja makan terlebih dahulu baru bergabung lagi.
"Sini dasi kamu," kata Meira saat melihat dasi Reyhan tidak rapi.
Dengan telaten ia merapikan dasi Reyhan. Reyhan tidak begitu tua bagi Meira, karena umurnya masih dua puluh lima dan Meira akan menginjak usia delapan belas tahun.
...***...
Di dalam mobil. Tommy memang selalu jadi obat nyamuk yang berada di depan sendiri, menjadi seorang sopir. Mau bagaimana lagi, ia terlalu lama menjomblo.
Urusan tentang perusahaan terlalu menyita banyak waktunya daripada berkencan buta dengan wanita cantik.
Reyhan menggenggam tangan Meira. Pernikahan ini hanya diketahui oleh kedua teman Meira saja, masih merahasiakan dari sekolah hingga lulus nanti.
"Pulang sekolah dijemput sama Tommy. Aku ada urusan lain dulu."
"Iya nggak papa."
"Pulang sekolah langsung pulang jangan kemana-mana."
"Mau kerumah Mama dulu."
Reyhan langsung menoleh pada Meira. "Mau ngapain?"
"Berkunjung."
"Usahakan kalo berkunjung kerumah Mama bawa aku. Jangan bawa Tommy mulu!" ucap Reyhan dengan nada menyindir.
"Lo sih sibuk! Jadi kalo gue kerumah Tante Juliani gue selalu kenyang." Tommy girang.
"Biasanya juga kerumah Mama sama kamu," ketus Meira.
"Itu 'kan jarang."
Mobil itu berhenti di depan gerbang sekolah. Meira menyalami punggung tangan Reyhan dan lelaki itu mencium lembut puncak kepala Meira sembari mengusapnya pelan.
"Belajar yang benar! Cepat lulus biar bisa punya anak!"
"Ck, iya! Bawel!"
Meira pun turun dari mobil dan melambaikan tangannya. Keinginan untuk memiliki anak harus Reyhan tahan karena Meira masih sekolah.
Mereka pun belum pernah berhubungan badan. Menghindar aja untuk hal yang tak diinginkan, padahal cara lain ada. Tapi, Reyhan tetap tak ingin sebelum Meira lulus sekolah. Ya terkadang hanya ciuman-ciuman kecil saja.
"Modernisasi berarti proses perubahan dari cara-cara tradisional ke cara-cara baru yang lebih maju, di mana dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Secara sederhana, dapat dikatakan modernisasi ialah proses menuju masa kini atau proses menuju masyarakat yang modern."
Saat ini di kelas Meira jam pelajaran berlangsung. Pelajaran sosiologi itu sedikit mudah dan sulit baginya. Jam pertama tadi sudah ulangan harian.
Bu Gita menjelaskan materi Modernisasi dan Globalisasi.
Anak kelas yang mendengar penjelasan tidak begitu banyak. Kebanyakan mereka bergurau diam-diam, tidur, coret-coret buku, dan membaca novel diam-diam.
Mencoret buku paketnya dengan stabilo di bagian penting agar Meira tak lupa.
"Mei," panggil Tasya yang duduk di sebelahnya.
Meira duduk di bangku nomor tiga barisan kedua bersama Tasya dan temannya Arnetta duduk didepan keduanya.
"Apa?" dengan malas Meira menoleh.
"Lo udah isi?"
Meira langsung menatap tajam Tasya. Yakali dia masih sekolah udah isi aja, otak temannya ini memang agak dewasa.
"Ngaco lo!" maki Meira.
"Ish lo benar-benar nyiksa Pak Reyhan ya. Kasihan tau dia nahan ***** nya."
"Mau gue jahit tuh mulut!" ancam Meira pada Tasya.
Bel istirahat pun berbunyi. Meira membereskan buku-bukunya di atas meja. Ia akan pergi ke kantin bersama kedua temannya ini.
"Meira," sapa Arnetta.
"Hm."
"Kantin yuk," ajak Arnetta.
"Bentar."
Ketiganya beranjak dari kursi menuju ke kantin. Ramai dengan anak kelas lain juga. Meira mengambil jurusan IPS, ia kurang suka dihadapi dengan rumus-rumus MIPA.
Di sepenjang koridor menuju ke kantin. Mereka saling bercanda dan bergurau. Kadang juga Tasya akan membahas orang korea lagi, idol nya itu. Kalo Meira kurang suka sih, kalo drama korea juga kurang. Kecuali drama thailand baru ia suka.
"Biar gue pesanin makanan, kalian cari tempat duduk," tutur Arnetta.
Mereka berdua pun mencari tempat duduk di kantin ini. Hanya satu tempat duduk yang tersisa, berada di pojok kantin.
Tak lama Arnetta datang dengan membawa nampan dibantu sama pemilik salah satu stand minuman.
"Terimakasih, Mbak," ucap Meira saat Mbak kantin membantu membawakan minuman.
"Sama-sama."
Di depan pintu kantin. Berdiri 2 remaja laki-laki yang sedang mencari meja kosong untuk ia duduki.
"Yah penuh, Son," ucap Dio.
"Noh disana masih muat," tunjuk Jason pada meja Meira dan kedua temannya itu.
"Wih nyari kesempatan dalam kesempitan nih," ledek Dio dengan senyuman mengintimidasi Jason.
Jason menyukai Meira dari masuk SMA hingga sekarang. Sudah berkali-kali mengungkapkan perasaannya namun ditolak dengan alasan bahwa Meira tak ingin memiliki pacar.
Kedua remaja itu menghampiri meja Meira dengan santai dan sudah memesan makanan tentunya.
"Boleh duduk disini, meja udah penuh," kata Jason.
"Oh duduk aja," jawab Tasya.
Meira tampak diam menikmati baksonya. Ia duduk bersama Arnetta dan Tasya duduk di sebrang sendiri.
Jason dan Dio duduk di sebelah Tasya. Dengan sengaja Jason menyuruh Tasya untuk geser agar ia berhadapan dengan Meira.
"Makan, Mei," seru Jason basa-basi.
"Iya makan. Lo?" balas Meira memandangi lelaki itu.
"Lagi nunggu pesanan. Oh iya tamat ini mau lanjut kemana?"
"Universitas Dewangga."
"Sama dong gue rencana nya mau kesitu juga."
"Lah Son. Bukannya lo mau ke Universitas Pradipta ya?" celetuk Dio.
Jason melemparkan tatapan tajamnya pada Dio yang tak mengerti sedang basa-basi sekarang. Tasya menahan tawanya.
"Sok-sok-an mau Universitas Dewangga. Noh tutup dulu mulut Dio!" ejek Arnetta.
"Si Dio nggak bisa diajak kompromi!" ketus Tasya menyalahkan Dio.
"Gue salah."
"Gue memang mau ke Universitas Dewangga kok. Kalo nggak keterima ya Universitas Pradipta sih," lanjut Jason.
"Oh," jawab Meira santai.
Tawa Arnetta, Tasya, dan Dio meledak saat Meira hanya ber oh ria saja dan Jason kehabisan topik pembicaraan saat ini.
Meira memang tipe yang biasa saja. Ia akan sayang sama satu lelaki saja sampai kapanpun dan itu suaminya karena perasaan cinta sudah mulai tumbuh selama tiga bulan bersama.
Meira akan cinta dan sayang sama satu lelaki saja, dan kesetiaannya tidak diragukan lagi. Tidak tau bagaimana hancur hatinya jika dikhianati.
Bakso dan minuman Dio dan Jason pun datang. Mereka segera melahap habis bakso itu sebelum bel masuk berbunyi.
Meira membalas pesan dari suaminya dengan senyuman kecil.
Husband : Makan yang banyak aku nggak mau istri aku nggak bahagia
Me : Udah makan tadi. Kamu?
Husband : Lagi makan sama Tom
Me : Gimana rapatnya?
Husband : Lancar, eh bentar ada klien aku datang nih. Nanti dirumah aja ya ngomongnya. Bye ❣️
Me : ❣️
"Kenapa Mei senyum-senyum?" tanya Jason.
"Lagi baca artikel," bohong Meira dan berdiri. "Gue duluan," pamitnya dan pergi.
Tasya dan Arnetta mengerutkan keningnya heran. "Artikel punya humor juga kah?"
Tommy membawa banyak berkas di tangannya dari lantai bawah akan menuju ke lantai atas dimana ruangan CEO Reyhan berada.
Ia tersenyum saat salah satu karyawan membantu ia memencet tombol di lift dan menunggu lift beberapa saat.
"Proyek hotel gimana?" tanya Lusi saat masuk bersama Tommy ke dalam lift.
"Bagus, pembangunan udah 50 persen lah ya. Cuman klien dari California ini agak ribet," ujar Tommy sedikit memelankan suaranya saat menyebut klien dari California.
Lusi tertawa pelan. Memang banyak masalah dengan klien dari California ini. Banyak hal yang harus di revisi dan di tuntun juga.
"Gimana kencan buta lo?"
"Boro-boro gue mau kencan buta, Lus. Satu detik aja gue istirahat, tuh Reyhan udah manggil gue aja. Mau itu tengah malam, waktu libur, bahkan mandi juga harus cepat."
"Tapi gaji menjamin lah ya," sindir Lusi.
"Menjamin banget. Bahkan kalo gue punya bini, beuh nggak akan kekurangan. Udah serasa jadi CEO Reyhan aja gue. Bergelimang harta."
Lusi tertawa pelan mendengarnya. Tommy memang tampan, tapi pria itu masih betah menjomblo. Reyhan yang selalu bergantung padanya, jadi ia susah untuk punya waktu sendiri.
Pintu lift terbuka dan mereka pun berpisah saat di pertigaan koridor kantor. Tommy menuju ke ruangan Reyhan, dan Lusi menuju ke kantor pemasaran.
Membuka pintu ruangan Reyhan dengan sedikit kesusahan. Ia menyimpan semua berkas itu di meja Reyhan dengan napas ngos-ngosan.
"Yatuhan, rasanya tangan gue pingin putus," keluh Tommy.
"Lebay!" ketus Reyhan.
"Gue duduk dulu ya."
"Hm."
Reyhan masih fokus pada layar komputernya saat ini yang menampilkan pembangunan proyek hotel yang tak lama lagi akan jadi hotel ternama. Untuk pembangunan ini, menghabiskan cukup banyak biaya juga.
"Oh iya, Rey. Istrinya Pak Roni hari ini melahirkan di rumah sakit Cahaya Bunda," kata Tommy yang baru teringat.
"Kirimin hadiah untuk mereka dari gue dan perusahaan. Jadi ada dua hadiah."
Meraih ipad untuk mencari hadiah yang cocok. Lagian Tommy tidak tau jenis kelamin anak Pak Roni.
"Hadiah apa, Rey?" tanya Tommy.
Reyhan langsung menatap tajam pria itu.
"Iya iya gue tau."
Dengan tatapan saja bisa membuat nyali Tommy ciut seketika. Kalo urusan memilih pasti selalu dia, kalo tidak sesuai dia lagi yang dimarah. Tommy memang sadboy sejati.
Tommy sudah lama temenan sama Reyhan sejak SMA hingga sekarang. Karena bekerja dengan Reyhan lah ekonomi keluarganya sangat baik sekali. Tidak seperti waktu SMA dulu.
"Jangan lupa anterin Meira ke rumah Mama," peringat Reyhan tetap fokus pada layar komputernya.
"Satu jam lagi Meira pulang. Masih ada waktu gue buat istirahat."
"Hm."
Tommy tak sengaja menjatuhkan majalah di atas meja. Ia sedang duduk di sofa ruangan Reyhan yang memang luas ini.
Mengambil majalah itu dan melihat model yang tak asing baginya. Ia langsung menatap ke Reyhan yang masih fokus.
"Rey, majalah ini?" tanya Tommy ragu-ragu.
"Gue nggak tau," acuh Reyhan.
"Yakin."
"Tommy."
"Sori-sori, karena hubungan ini masih ada."
"Jangan dibahas!"
"Lo udah jatuh cinta 'kan sama Meira," tuduh Tommy.
"Tommy!" Reyhan meninggikan suaranya.
Tommy pun diam dengan kepala mengangguk pelan dan menyimpan majalah itu di dalam laci. Kembali mencari-cari hadiah yang akan ia kirimkan kerumah sakit.
"Gue harap ini jangan sampai ke telinga Meira. Gue nggak mau dia terluka," ucap Reyhan.
"Siap, tapi lo harus ubah semua."
"Gue usahakan."
"Usahakan terus," cibir Tommy yang tidak di dengar Reyhan.
Tommy pun izin keluar sekedar untuk ke kantin menikmati segelas kopi susu sebelum menjemput Meira untuk mengantar gadis itu ke rumah Mamanya.
Di kantin Tommy bersenandung kecil sembari menikmati kopi susu es nya. Karena cuaca panas begini. Enaknya yang dingin-dingin.
"Nyantai nih, Tom," sapa Faisal.
"Iya santai. Bentar lagi mau jemput Nyonya Meira."
"Beruntung banget ya CEO Reyhan dapat gadis cantik yang masih muda."
"Sstt, kedengaran CEO Reyhan dimarahi lo!"
"Sori."
Tommy hanya mengedikkan bahunya acuh saja. Tommy sih sering berinteraksi dengan Meira. Awal-awal Reyhan dan Meira menikah. Tommy sulit berinteraksi dengan gadis itu karena Reyhan memiliki batasan waktu untuk Meira. Tidak seperti sekarang.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!