NovelToon NovelToon

MEMETIK KETULULUSAN CINTA

Bab 1

Ranty seorang pustakawan yang telah menyelesaikan studinya dan mengabdi di SMP tempat ia sekolah dulu.

Ranty menikah dengan Bayu, kepala sekolah dan sekaligus gurunya waktu di SMP.

Sejak suaminya meninggal Ranty hidup sendiri, ia pernah menikah sebelum bertemu dengan Bayu.

Pernikahan Ranty berakhir sejak 2 tahun yang lalu, suami Ranty yang dulu meninggal dunia akibat kecelakaan menuju kantor.

Dan ia menerima lamaran Bayu yang saat itu masih menyandang suami dari Wulan kakak kelasnya sewaktu SMP.

Wulan dan ia adalah alumni SMPN l Angsana. Sebuah sekolah yang berada di sebuah perbukitan kecil termasuk kp Citoke desa Angsana, kecamatan Angsana.

Ranty alumni SMPN l Angsana 1999. Dan, Wulan alumni tahun 1998 di sekolah yang sama.

Pernikahan antara Ranty dan Bayu, yang telah melukai hati putri bungsunya Anindya gadis 14 tahun yang kini duduk di kelas 8 C di SMPN l Angsana. Bukan hanya Anindya yang terluka oleh pernikahan Bayu, tapi melukai hati Wulan dan Riri.

Keputusan ayahnya yang menurut Anindya keterlaluan. Apalagi ia dan Ranty harus tiap hari ketemu dan bersua di perpustakaan. Itu yang membuat Anindya kadang suka uringan sama Ranty, apalagi melihat Bayu yang suka mepet pada Ranty kalau di perpustakaan.

Apa yang dipikirkan Anindya , itupun yang dirasakan oleh Ranty. Ranty rindu Anindya yang dulu, Anindya yang selalu menemani dirinya di ruang perpustakaan. sejak memutuskan menikah dengan Bayu, hubungan Ranty dan Anindya renggang seketika juga.

Tapi masih untung dengan Wulan tidak begitu kentara. Wulan bersikap biasa saja kalau bertemu dengan Ranty.

Tapi Ranty hanya bisa menebak, kerena kalau bertemu kadang Wulan menghindar seperti tidak ingin bertemu dirinya.

Itu yang dirasakan oleh Ranty sendiri.

Apalagi saat Anindya tahu kalau Ranty kini sedang mengandung, anak Bayu. otomatis itu juga adik kandungnya. Anindya, jujur tidak bisa menganggap janin yang dikandung gurunya adalah adik.

Tapi itu fakta yang harus diakuinya.

Anindya dari dulu ingin punya adik. Ya sejak mamanya keguguran dan vonis dokter mengatakan kalau mama tidak akan hamil lagi.

kandungannya lemah. sejak itu keinginan punya adik dipendam saja, ia kadang iri melihat teman temannya mengasuh seorang adik. Tapi, Anindya tidak boleh egois.

Mama bisa hamil tapi itu resiko lebih tinggi kata dokter. Bisa bisa nyawa mama jadi taruhannya.

Anindya awalnya senang mendengar ibu Ranty hamil ya ibu Ranty adalah sebutan Anindya saat itu. Kerena ia tidak ingin menyebut mama sama Ranty.

Ranty juga tidak akan memaksa Anindya untuk sebutan mama. kerena ia lebih nyaman kalau Anindya menganggap gurunya bukan sebagai ibunya. Tapi di lubuk hati paling dalam ingin rasanya Anindya menganggap dirinya seperti menganggap pada Wulan.

Tapi Ranty tidak memaksa Anindya untuk menganggap lebih dari itu. Ranty hanya ingin Vira tidak membencinya lagi. itu keinginan saat ini. Tapi, itu mustahil sekali kerena, ia tahu kelakuan dirinya salah apalagi pada Anindya. Ya, mungkin kalau ia berada diposisi gadis 14 tahun itu, ia akan melakukannya.

Ya untuk sementara ini, Ranty hanya mengambil dari sudut Anindya itu saja tidak lebih Bukan hanya Ranty yang merasakan perubahan Anindya . Bayu pun juga merasakan.

Apalagi kalau di rumah Anindya sering mengurung diri di kamar. Hanya makan dan shalat saja ia keluar kamar. Pas, ditanyakan pada Wulan, Wulan hanya menggelengkan kepala tanpa ada penjelasan sama sekali.

Bayu menikah dengan Ranty bukan kerena Wulan kurang perhatian. Tapi, melihat hidup Ranty yang tidak karuan apalagi harus ditinggal meninggal oleh suaminya yang dulu.

Ranty, juga harus mengikhlaskan janin yang dikandung gugur akibat kecelakaan bersama suaminya..

Kecelakaan yang membuat dirinya, tidak punya tujuan hidup yang berarti sama sekali. satu tahun setelah suaminya meninggal akhirnya Bayu melamar.

Tanpa diduga Ranti langsung menyetujui ajakan Bayu untuk ke pelaminan. Satu tahun setelah menikah, Bayu mendapat khabar kalau istrinya yaitu Ranty hamil. Usia kehamilan menginjak 27 minggu.

Mendengar kehamilan Ranty. Anindya ngamuk kalang kabut. Histeris. Wulan pun begitu. Tapi, Bayu tidak merasakan apa yang dirasakan oleh Wulan maupun Anindya

Bayu lebih memperhatikan kondisi Ranty! itu yang tidak disuka oleh Anindya , ya sejak kehamilan Anindya tahu perhatian ayahnya lebih ke Ranty. Biarpun ayah tiap malam selalu ada di rumah tapi Vira nyakin kalau hati dan pikiran ayah ada di rumah Ranty itu yang tidak disuka oleh Anindya.

Biarpun Anindya tidak pernah mengungkapkan pada Wulan. Wulan merasakan kalau hati Anindya pada Bayu agak berubah sama sekali. Wulan hanya pura pura tidak tahu saja, kerena ia juga menjaga perasaan Anindya, Riri dan dirinya.

Kalau mau mengakui Wulan lebih menjaga perasaan dirinya. Ia bukannya tidak sakit harus membagi cinta dan perhatian.dengan wanita lain. Tapi percuma kalau ia berontak pun Bayu tidak bakal mengubris kata kata yang ia lontarkan itu akan membuat mereka bertengkar.

Wulan masih bertahan, kerena ia lebih memperhatikan kedua anaknya. Anak yang seharusnya diberikan kasih sayang yang cukup oleh dirinya dan Bayu malah di sia siakan begitu saja.

"Ma, apa mama harus diam saja ayah seperti itu?" protes Anindya waktu itu.

"Mama harus ikhlas, Nin. Mereka menikah secara sah dimata Allah maupun manusia, kenapa harus marah?" ujar Wulan membalikan pertanyaan pada Anindya.

Mereka melakukan obrolan itu disaat rumah tidak ada siapa siapa kecuali keduanya. Riri sedang mengantar neneknya ke pasar Panimbang sedangkan Bayu masih di sekolah. Itu yang Bayu katakan pada Wulan. Wulan hanya diam saja saat mendengar kata kata Bayu saat laki laki itu memberitahukannya.

Wulan tidak menanggapi apa yang Bayu katakan. Tapi apa yang Bayu katakan pada Wulan memang benar apa adanya. Ia ada kegiatan Pramuka disana bersama guru guru lainnya, sedangkan Ranty sama sekali tidak ikut.

"Ma, kenapa harus ikhlas. Ayah seharusnya tidak pernah menduakan mama, mama tidak pantas untuk disakiti, apalagi sama dia." kata Anindya sinis saat ia menyebut nama Ranty mengunakan kata dia.

Anindya sebenarnya geram melihat Wulan bersikap seperti itu. Wulan hanya tersenyum manis kearah putrinya, sambil tersenyum.

Anindya yang masih di kamar masih mendengar pertengkaran demi pertengkaran diantara mama, ayah dan kakaknya. Ia sudah bosan mendengar pertengkaran yang terjadi di rumah ini. Gadis itu akhirnya keluar diam diam dari kamarnya tanpa sepengatahuan kedua orang tua dan kakaknya.

Untung motor belum dimasukan ke dalam, jadi ia masih bisa mengunakannya. Apalagi kuncinya juga ada di motornya. Anindya langsung menuju rumah Ranty, ia ingin membuat perhitungan pada wanita itu! Wanita yang membuat keluarganya hancur seperti ini. Kalau bisa Anindya ingin sekali kalau wanita itu mengakhiri pernikahan dengan ayahnya demi keutuhan rumah tangga yang lain.

Anindya berpikir seperti itu hanya untuk dirinya saja, ia tidak tahu kalau Bayu tidak akan mungkin meninggalkan Ranty apalagi Ranty sekarang sedang hami. Kalau Bayu meninggalakan Ranty bagaimana anak yang ada dalam kandungan Ranty, itu yang belum Anindya pikirkan.***

Bab 2

PLAK!

Sebuah tamparan tiba tiba mendarat di pipinya Ranty. Wanita itu memekik saat pipinya terasa terbakar setelah diberi cap tangan oleh seorang gadis dihadapan.

Kira kira usia 20 tahunan. Gadis manis. Wajahnya begitu familiar.

"Kamu! Kamu apa apaan datang datang malah cari ribut." cerca Ranty beranjak dari duduk.

"Kamu yang cari ribut tahu. Nggak malu merebut suami orang,"hantam gadis itu beringas.

"Riri!" teriak suara seseorang mengangetkan keduanya.

"Ayah!" suara Riri gadis itu kaget melihat kedatangan ayahnya yang tiba tiba.

"Mas," Ranty menatap wajah Bayu dengan seksama.

Bukan hanya Riri yang kaget tapi Ranty juga. Ranty berjalan menghampiri Bayu dan Ririn.

Ya, yang datang adalah anak pertama Bayu dengan Wulan. Ririn nama gadis cantik itu. Riri adalah orang pertama yang tidak bisa menerima kenyataan ayahnya menikah lagi.

Ya pernikahan siri. Seorang PNS seperti dirinya, seharusnya tidak berpoligami. Tapi kenyataan yang ada, ia tidak bisa. Ya, sejak melihat Ranty hidup sendirian tanpa orang yang menjaganya.

Mungkin banyak orang berkata kalau pernikahan yang dilakukan kerena anak. Tidak. Kerena pernikahan yang ia lakukan dengan Wulan telah memiliki anak yang kini beranjak remaja. Bayu dan Wulan punya anak 3, tapi anak bungsunya keguguran.

"Ri, kamu tahu ini sekolah. Seharusnya,.."

"Seharusnya apa. Ayah tahu, mama selalu menangis gara gara ayah menikah dengan wanita itu. wanita bejat.

PLAK

Sebuah tamparan keras melayang di pipinya Ririn Gadis itu memekik keres.

"Mas!" teriak Ranty kaget melihat Bayu menampar wajah Ririn

"Anak kurang ajar! Harusnya diberi pelajaran seperti ini." amarah Bayu mendidih sampai ubun ubun.

"Ayah, apa gara gara wanita ini, ayah menamparku. Ayah jahat!" tangis Riri langsung meninggalkan perpustakaan.

Awalnya. Ranty akan mengejar Riri, tapi Bayu memegang tangan Ranty.

Terpaksa Ranty mengurungkan niatnya untuk mengejar Riri.

"Mas, seharusnya mas jangan bersikap seperti itu. Apa yang dikatakan Riri benar. Apa kerena aku istrimu, kamu seperti itu pada Riri." ujar Ranty mengelus tangan Bayu dengan lembut.

"Kita salah, mas. Kenapa dulu aku menerima lamaran mu, kalau saja aku nggak menerima kamu, mas." kata Ranty sambil menyandarkan tubuhnya ke kursi.

"Kamu menyesal, kita menikah?" tatap Bayu nanar.

Ranty diam.

"Jawab!" teriak Bayu keras.

Ranty diam dan beranjak dari kursi mengambil tas lalu meninggalkan ruang perpustakaan.

Siang itu! para siswa siswi telah di pulangkan di sekolah pada jam 10.00 tadi. Jadi pertengkaran antara Bayu dan Riri, tidak akan menjadi buah bibir siswa siswi lainnya.

Bayu mengejar Ranty. Tapi wanita itu menolak saat Bayu memegang tangannya.

"RAN!"

"Apa? Mas, udah jangan dibahas lagi. Aku cape. pengen istirahat."akhirnya Ranty angkat bicara.

"Aku antar yuk!

Ranty menolaknya. Bayu hanya bisa melihat kepergian Ranty.

Jarak antara SMPN l Angsana dan desa Perdana hanya sekitar 7 menit naik kendaraan roda dua.

Ranty menempati sebuah rumah yang sederhana bersama ART. Rumah itu peninggalan kedua orang tuanya.

Sejak menikah Bayu berniat membelikan rumah, tapi Ranty menolaknya dan lebih baik menempati rumah kedua orang tuanya.

Orang tua Ranty telah lama meninggal sejak ia menikah yang pertama kali.

****

"Kamu ikut aja,"ajak Bayu disaat senja akan tiba. Semilirnya angin sore begitu sejuk.

Di pekaran rumah, Ranty dan Bayu duduk bersama. Ditemani dua gelas susu dan goreng pisang buatan Ranty sendiri.

Sore itu.

Bayu ke rumah untuk mengajak dirinya ke puncak bersama Wulan dan kedua putri Bayu.

Ranty hanya bisa mendesah mendengar ajakan Bayu, ia tahu ajakan Bayu hanya untuk mengakrabkan dirinya dengan kedua putrinya saja tidak.lebih.

"Aku nggak bisa, mas."

"Kenapa?"

Ranty terdiam.

Ya, malam ini insya Allah mereka berangkat ke puncak. itu yang dikatakan Bayu.

"Perutku sakit. Kamu udah pergi saja, biarpun tanpa aku." tiba tiba alasan itu terlintas dalam pikirannya.

"Kita ke dokter yuk!" ajak Bayu.

Di wajahnya tersirat rasa kuatir.

"Aku, nggak apa apa kok! Mungkin aku agak kecapean." kata Ranty agak menghindar.

"Bener nggak apa apa? Ya udah kalau begitu, aku batalkan aja ke puncaknya.

Biar aku bisa menemani kamu."

"Mas, kan ada mbok inem." Mas, lebih baik pulang saja. Takut kak Wulan nyari mas." ujar Ranty secara halus mengusir Bayu supaya pulang.

Akhirnya, Bayu dengan berat hati meninggalkan rumah Ranty. Sebenarnya Ranty juga suka puncak.

Tapi, ia lebih memilih menolak ajakan Bayu. Bukan apa apa, ia ingin menjaga kemungkinan kemungkinan yang terjadi kalau dirinya ikut ke puncak.

Ranty sadar kalau dirinya tidak pantas berada diantara kebahagiaan istri Bayu dan kedua anaknya. Ia lebih baik tidak ikut dibandingkan harus makan hati melihat kebahagian mereka. Bukan Ranty egois tapi itu kenyataan yang akan ia hadapi disana kalau misal ikut. Apalagi kalau ia harus melihat kemarahan Riri dan Anindya kedua putri Bayu.

Bayu sampai ke rumah dengan pikiran hanya tertuju pada Ranty. Apalagi Ranty sedang hamil trisemester pertama, rawan untuk usia kehamilan muda. Apalagi Bayu pernah mendengar kalau Ranty pernah hamil dan keguguran. Itu yang jadi pikiran dirinya sekarang. Bayu tidak ingin kalau Ranty kenapa kenapa, apalagi seperti Wulan keguguran. Bayu tahu resiko keguguran kerena ia pernah melihat keguguran Wulan.

Bayu mendesah berat. Hatinya galau sedemikian rupanya.

"Mas, kenapa? Apa yang kamu pikirkan?" tanya Wulan dengan lembut sambil menyentuh bahu suaminya.

"Jangan nganggu aku!" Hindar Bayu sambil beranjak dari kursi meninggalakan Wulan.

"Pasti mikirin wanita itu!" teriak Riri berang.

"Diam! kamu!" hentak Bayu kasar menatap Riri.

"Kenapa harus marah? Kalau memang itu kenyataannya!" balas Riri tajam.

"Kamu hanya anak ingus, nggak perlu ikut campur urusan orang tua!" hantam Bayu.

"Emang aku anak kecil. Apa kalau anak kecil harus diam kalau ditindas!"

"Riri!" teriak Wulan.

"Apa? Mau belain ayah yang telah melukai hati mama?" tanya Riri menatap pada mamanya.

Anindya yang ada di kamarnya hanya mendengar pertengkaran demi pertengkaran antara mama, ayah dan kakaknya. Anindya mengaku kalau pertengkaran itu berawal dari pernikahan ayah dan ibu Ranty seorang pustakawan sekolahnya.

Anindya hanya bisa mengigit bibir bagian bawah. Hatinya sakit sekali. Tapi ia hanya diam saja kerena ia sama sekali tidak bisa berbuat apa apa pada mamanya.

Dan yang lebih menyakiti hatinya. Ia juga harus tiap hari bertemu dengan Ranty di sekolah, ya biarpun Ranty bukan seorang guru, kerena kalau di kelasnya tidak ada guru otomatis harus menghabiskan waktu di perpustakaan

Itu yang ia tidak suka. Harus bertemu dengan Ranty. Tidak nyaman saja. Tidak seperti dulu sebelum ayahnya menikah dengan pustakawan sekolahnya.*

Kamu, jangan egois Nindy!

"Nindy!" teriak Ranty.

Nindy adalah panggilan dari Anindya. Semua orang yang mengenal Anindya selalu memanggil nama Nindy dimana pun juga begitu juga dengan Ranty saat ini. Bukan hanya di rumah tapi di sekolah juga ia memanggil nama Anindya dengan panggilan Nindy.

Ranty sangat terkejut melihat kedatangan anak sambungnya. Kerena Ranty belum pernah sama sekali menerima kedatangan Anindya, baru kali ini Anindya datang ke rumahnya. Apalagi kedatangan gadis itu hanya untuk dirinya dan Bayu berpisah. Ranty sangat terkejut mendengar apa yang diungkapkan gadis 14 tahun itu. Gadis berkerudung Dongker itu menatap tajam kearah Ranty. Dimatanya ada kilatan kemarahan jelas terlihat oleh Ranty sendiri.

"Kamu sudah sholat? Lebih baik kamu sholat dulu, ibu baru saja sholat." kata Ranty berusaha menenangkan peradabannya.

Ranty meraih tangan Anindya lembut. Tapi gadis itu hanya menepiskan tangan Ranty begitu saja. Melihat itu Ranty tersenyum, ia tersenyum juga hanya mengusir rasa resah dalam hatinya, melihat Anindya seperti itu. Memang tidak mudah masuk dalam hati Anindya kerena status keduanya yang belum bisa Anindya terima sebagai ibu dan anak.

Ranty sebenarnya dalam hatinya ingin sekali memeluk Anindya tapi hatinya menepiskan begitu saja, kerena ia nyakin gadis itu masih menerima dirinya menjadi bagian dari keluarganya.

"Jangan sok perhatian. Kamu bukan mama aku. Hanya perebut suami orang. Pelakor!" sinis Anindya tajam.

"Non Nindy jangan bilang gitu sama ibu. Mbok tahu ayah non yang ngejar ngejar ibu, bukan ibu yang ngejar ngejar ayah non," bela mbok Inem sambil membawa minuman dan menyimpan di meja ruang tamu.

"Kamu ngomong begitu kan kerena dibayar sama dia! Kalian komplotan!"

"Emang komplotan mafia ya?"

"Mbok!" suara Ranty terdengar lembut ditelinga mbok Inem. wanita tua itu langsung terdiam seketika. Mungkin kalau Ranty tidak memanggil nama mbok inem wanita itu bakal bicara trus. Dan tidak akan berhenti sama sekali. Ranty menyuruh mbok Inem untuk masuk, tapi wanita tua itu terlihat tahu sekali.

Ranty mendekati Anindya yang duduk di kursi dekat pintu. Ia hanya ingin bicara hati kehati dengan Anindya kerena kalau di sekolah tidak mungkin kerena jam yang singkat dan Anindya juga harus belajar. Apalagi kalau ada gurunya, biarpun tidak ada gurunya Anindya selalu menghabiskan waktunya bukan di perpustakaan tapi di kantin.

Ranty tidak bisa berbuat apa apa untuk mendekati Anindya, hanya menatap dari kejauhan saja. Dan hari ini Ranty ingin sekali bicara sebagai seorang sahabat, atau apalah asal Anindya nyaman bersamanya.

Anindya langsung pindah duduk ke kursi yang lain, saat Ranty mendekati dirinya. Melihat itu Ranty hanya tersenyum kecut.

"Kalian jadi ke puncak?" akhirnya Ranty menemukan alasan untuk bertanya.

"Bu, jangan ngomong kemana mana deh! Seharusnya ibu minta cerai, tinggalkan ayah dan hidup bahagia sendirian dari pada ngurusin rumah tangga orang," hantam Anindya menatap Ranty.

"Nin, nggak segampang itu. Memangnya gampang meninggalakan ayahmu?" tanah Ranty berusaha menahan gejolak hatinya yang tiba tiba muncul begitu saja.

"Emang dasar ibu itu hanya bisa merusak tanpa ingin memperbaiki semuanya. ibu tahu kenapa aku kesini?" tanya Anindya.

Ranty langsung menatap wajah Anindya. Ya dari tadi hatinya bertanya tanya kedatangan Anindya ke rumah ini.

"Ayah bertengkar sama ka Riri. Semuanya gara gara ibu. ibu yang membuat rumah tangga ayah dan mama bagaikan neraka," suara Anindya pelan.

Dengan terbata bata Anindya akhirnya mencurahkan kesal hatinya dihadapan Ranty. Ranty terpekur. ia sama sekali membeku ditempat itu, hatinya terasa sakit sekali.

"Ibu puas! Ibu jahat. Semuanya gara gara ibu, ibu nggak punya hati. Iblis!" teriak Anindya marah.

PLAK!

Sebuah tangan tanpa Anindya duga melayang dengan keras menghantam pipi gadis SMP itu. Anindya langsung terpekik dan memegang pipinya yang terasa panas sekali. Anindya menyangka kalau Ranty melakukannya. Tapi yang di disangkanya juga heran melihat Anindya terpekik kesakitan.

Mbok Inem tanpa disuruh telah berdiri di hadapan Anindya. wanita itu tidak segan segan membuat cap lima jarinya ke pipi gadis remaja itu. Ranty sama sekali tidak menduga kalau mbok Inem melakukan itu pada Anindya. Anindya langsung berdiri hendak membalas kelakuan mbok Inem. Tapi dengan cepat Ranty langsung memegang tangan Anindya.

Ranty tidak ingin kalau Anindya melakukan hal hal yang tidak terduga SMA sekali di rumah itu.

"Bu, kenapa sih ibu bela dia?" geram Anindya saat tangannya ditarik oleh Ranty.

Anindya langsung menepiskan nganggaman tangan Ranty dengan kasar.

"Bu, biarkan dia pukul aku. Biarkan kerena dia nggak tahu sopan santunnya pada orang tua." tantang mbok Inem dengan suara keras.

Ia tidak getar sama sekali melihat Anindya marah seperti itu. Malah wanita itu menantang gadis remaja. Hampir saja Anindya menyerang tubuh wanita tua itu kalau saja Ranty dengan cepat menarik tangan Anindya keluar, ia berusaha menghalangi Anindya untuk memukul mbok Inem.

Ranty juga berusaha sekuat tenanga supaya mbok inem juga tidak melakukan hal hal yang tidak diinginkan.

"Mbok nggak malu bertengkar sama anak kecil." lerai Ranty tegas.

"Aku bukan anak kecil, aku sudah gede!" bela Anindya tidak suka dibilang anak kecil.

Ia berontak. Tapi Ranty dengan kuat menahan ngenggaman tangannya supaya Anindya bisa dipengang.

BUG!

Anindya menjerit. Ranty menatap mbok Inem. Wanita tua itu langsung mengambil sapu dan memukulkan ke pinggang Anindya otomatis gadis remaja itu menjerit kesakitan. Ranty yang melihat mbok Inem membawa sapu langsung merampas dari wanita itu.

"Mbok, aku nggak suka ya. Jangan pakai cara mukul!" teriak Ranty tidak suka.

"Habis dia ngeyel." sembur mbok Inem melirik Anindya.

"Jangan ikut campur. udah tua, bau bangkai, bentar lagi kamu mati!" suara Anindya pedas melengking.

"Jaga mulutmu!"

"Sudah mbok!"

Mbok Inem langsung diam seketika juga. Anindya mencipir bibirnya kearah mbok Inem. Ranty menyuruh mbok inem masuk kedalam, mau tidak mau akhirnya wanita itu mau kerena ini perintah dari Ranty.

Ranty langsung melepaskan tangan Anindya dari ngenggaman tangannya. Anindya tanpa permisi lagi langsung pulang ke rumahnya. Ranty ingin mencegah tapi keburu Gadi itu meninggalakan dirinya.

Setelah Anindya pergi mbok Inem menghampiri Ranty.

"Bu, ibu nggak apa apa kan?" tanya mbok Inem khawatir.

Ranty tersenyum lembut.

"Apaan sih mbok. Aku nggak kenapa kenapa kok!" senyum Ranty langsung masuk ke ruang tv.

Tadi ia nonton tv.

Mbok Inem mengikuti dari belakang. Ia pun duduk di lantai dekat Ranty.

"Aku nggak suka sama dia. Arogan." celetuk mbok Inem.

"Sudah. Sebentar lagi magrib kita siapa siap sholat." ujar Ranty beranjak dari duduknya.

Ia tadi tidak menyadari kalau waktu telah bergulir dengan cepat sekali, tadi waktu kedatangan Anindya baru jam 16.00 sekarang sudah mulai magrib, satu jam Anindya di rumahnya ya biarpun ada konflik juga.*

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!