Siapa yang tidak kenal dengan negara Gurso, negara dengan kekuasaan yang besar dan sangat kuat. Rajanya tidak pernah pandang bulu dalam memberi hukuman pada siapa saja yang berbuat salah.
Selama masa kepemimpinannya, Raja di Gurso mampu mensejahterakan rakyatnya. Raja juga selalu memberikan ketentraman bagi rakyatnya.
Setiap satu bulan sekali Raja akan berkeliling di dalam negerinya guna melihat langsung kehidupan rakyatnya dan bagaimana kinerja para bawahannya yang di percayakan untuk memimpin rakyat di bawahnya.
Seperti kali ini Raja Hunter sedang berada di salah satu desa di bawah kekuasaannya. Kehidupan rakyatnya yang makmur san sejahtera membuatnya mengangguk pada pemimpin di desa itu.
"Terus pastikan seluruh rakyat mendapatkan pasokan benih dan bibit yang cukup untuk pertanian dan perkebunan mereka" ucap Sian yang merupakan pembicara Raja Hunter.
Karena Raja yang tidak suka banyak bicara jika di luar kerajaan maupun di depan umum, kecuali ada acara tertentu atau di saat-saat tertentu. Di saat itulah baru sang raja akan angkat suara.
Wajah dinginnya tidak membuat rakyat takut padanya karena sikapnya yang merakyat walau tidak banyak bicara. Dan hanya anak kecil yang akan mendapat respon jawaban dari sang Raja jika ada yang menyapanya.
"Baik tuan Sian, saya akan melakukan semua tugas saya dengan baik" sahut di kepala desa menundukkan kepalanya tanda hormat.
"Kau pasti tahu apa akibat dari melaanggar aturan bukan! jadi jangan macam-macam" ancam Sian yang memang suka bercanda tapi terkesan serius hingga orang-orang yang tidak mengenalnya dengan baik akan merasa takut dengan ucapannya.
"Iya pasti tuan, anda bisa memeriksa semua pembukuan desa dan bertanya pada rakyat langsung" ucap kepala desa takit.
Sian hanya menepuk pundak kepala desa itu kemudian berjalan mendekati Raja Hunter yang masih terlihat memandang indahnya persawahan dengan di pinggiran bedengnya terdapat tanaman sayuran.
"Sudah semakin siang tuanku, apa tidak sebaiknya kita kembali ke penginapan untuk istirahat dan makan siang" ucap Sian pada Rajanya.
"Hm" sahut Raja Hunter dan berjalan menyusuri jalan setapak di sawah-sawah itu.
"Semua aman?" tanya Raja Hunter pada Sian.
"Aman tuanku" Raja Hunter mengangguk.
"Kemana Buya?" tanya Raja Hunter lagi.
"Tadi saya lihat dia mendekati seorang wanita tuanku, mungkin dia menggoda wanita itu"
"Mimpi apa aku punya pengawal begitu"
"Mimpi yang sangat indah makanya bisa ketemu kami berdua yang hebat ini" kekeh Sian pelan yang tidak mendapat respon apapun dari Raja Hunter.
Buya adalah pengawal pribadi Raja Hunter, Buya dan Sian selalu ada di manapun sang Raja berada dan bagai bayangan yang tidak akan pernah meninggalkan sang tuan. Kecuali jika di kamar atau sang raja ingin sendirian, barulah keduanya meninggalkan tian mereka itu.
Raja Hunter memasuki kediaman yang selalu di gunakannya untuk istirahat jika datang kedesa itu. Bukan hanya di desa itu saja, di setiap tempat sang raja memiliki tempat untuk istirahat kalau ingin menginap di suatu tempat yang di datanginya.
"Aku ingin sendiri, jadi siapkan saja semuanya di dalam" ucap sang raja yang diangguki oleh bawahannya.
"Baik Yang Mulia" sahut mereka.
Dengan cepat mereka menyiapkan semua kebutuhan sang raja, setelahnya mereka keluar dan membiarkan raja mereka sendirian di dalam. Meski sang raja ingin sendiri tidak serta merta membuat para prajuritnya pergi.
Mereka akan berjaga di sekitar tempat tinggal sang raja, ada pula para pelayan yang siap sedia di depan penginapan jika sewaktu-waktu di panggil akan cepat datang. Sian dan Buya pun ikut duduk santai di luar sembari makan siang.
"Kalian gantian berjaganya, sebagian makan siang lebih dulu sebagian lagi berjaga, nanti kalau sudah selesai yang makan gantian jaga" ucap Buya yang baru menampakkan diri.
"Baik panglima" sahut mereka karena memang pangkat Buya seorang panglima.
Setelah para prajurit membagi dua kelompok barulah Buya menghampiri Sian yang sudah duduk bersantai di bawah pohon rindang dengan beberapa makanan di hadapannya.
"Dari mana saja kau? tadi tuan menanyakan dirimu, kalau sampai kau ketahuan tuan lalai bekerja siap-siap saja" ucap Sian sembari mengunyah.
"Lalai apanya? kau tidak tahu saja kalau tadi perutku sangat sakit" ucap Buya membela diri.
"Sakit apa? sakit tidak tahan melihat wanita cantik?"
"Aku hanya bertanya padanya di mana toiletnya? tidka mungkinkan aku menahan rasa sakitnya sampai kita kembali kesini"
"Tahan saja, kau akan jadi pria paling kuat jika sanggup menahannya sampai kita kembali" ejek Sian.
"Hey, yang benar saja! kau tahukan kalau tadi itu kita di luar sampai beberapa jam dan perutku sakit dua jam sebelum kita kembali, bisa mampet berkepanjangan kalau di tahan"
"Hahaha itu sih deritamu"
"Sialan"
Kedua orang kepercayaan raja Hunter itu terus bercanda sembari makan. Sedangkan di dalam ruangan yang terbilang mewah itu, sang raja berkuasa sedang menikmati makan siangnya.
Kesunyian dan kesendirian sudah menjadi teman sehari-hari bagi raja Hunter. Ketentraman hidupnya adalah kesendiriannya, dengan menyendiri sejenak raja muda itu bisa melepaaskan segala kepenatan akan kesibukan kerajaan.
Meski di kerajaannya ada tiga selir yang di berikan oleh ibu suri yang memaksanya untuk memiliki pasangan saat wanita tua itu akan menyerahkan tahta sebagai syarat darinya untuk jadi raja. Raja Hunter sama sekali tidak pernah memanggil mereka untuk menemaninya makan atau istirahat.
Meski beberapa pejabat di istananya juga mulai mendesaknya untuk menjadikan salah satu dari mereka permaisuri. Raja Hunter tetap tidak perduli, baginya ketiga selir itu hanya untuk pajangan hidup yang berseliweran di istananya.
Selama ketiga wanita itu tidak melanggar aturan dan membantah setiap ketetapan di kerajaannya untuk setiap selir maka raja Hunter tidak perduli. Bahkan raja Hunter tidak pernah menatap ketiganya walau sekejab saja.
Kalaupun bertemu maka merekalah yang akan berusaha mencari perhaatian sang raja. Sedangkan rajanya acuh tak acuh dan langsung pergi.
Sembari bersandar di kursinya dengan buku di tangan kanan, raja Hunter membaca dengan tenang di temani semerbak harum bunga yang tumbuh di sekitar penginapan. Juga hembusan angin yang sepoy-sepoy semakin menentramkan hati sang raja.
Lelah membaca buku raja Hunter mengalihkan pandangannya pada hamparan bunga dan rumput yang tertata rapi di luar.
"Kalau saja aku bukan anak satu-satunya, dan pewaris sah yang ada, aku tidak akan mau hidup seperti ini" gumam Raja Hunter yang terkadang merasa lelah dengan segala aktifitasnya.
"Sepertinya pulang dari sini aku harus berburu" lanjutnya mulai memikirkan kemana ia akan pergi berburu nanti.
Raja Hunter memang satu-satunya ahli waris yang di miliki kerajaan Gurso. Bukan dari terlahir dari seorang ratu, melainkan seorang permaisuri.
Raja sebelumnya alias ayah dari raja Hunter memiliki dua istri, istri pertama pilihan keluarga atau pernikahan atas nama keuntungan kerajaan. Dan yang kedua itu pernikahan antara raja dengan wanita yang merupakan ibu dari Raja Hunter.
Ibu raja Hunter adalah wanita yang di cintai oleh raja atau ayah raja Hunter dan di jadikan permaisuri setelah istri pertama menginginkan posisi seorang ratu sebagai syarat agar raja bisa menikah lagi.
Ratu yang saat itu tidak memiliki keturunan merasa sangat marah ketika ibu raja Hunter hamil. Segala cara di lakukannya agar ibu raja Hunter keguguran, tapi tidak pernah berhasil karena akhirnya raja mengurung istri mudanya di kamar pribadinya dan tidak mengijinkan ornag menemuinya tanpa ijin.
Selain untuk menjaga kehamilan dan keturunannya, raja terdahulu juga tahu akan kebusukan ratu yang ingin melenyapkan keturunannya dengan cara halus.
Raja juga mengancam akan menggantung ratu hidup-hidup jika sampai keturunannya tidak lahir.
Dari sana pula sang ratu semakin membenci ibu dari Raja Hunter juga anak kecil yang tidak tahu apapun. Bahkan ratu terus berusaha mengendalikan Hunter kecil agar bisa mengaturnya dan di jadikan boneka yang patuh.
Apa lagi ketika Hunter kecil kehilangan ibunya yang meninggal akibat penyakit bawaan yang diderita.
Perjalanan pulang yang cukup jauh membuat rombongan Raja Hunter harus menempuh waktu sampai dua hari. Tapi itu tidak jadi masalah bagi sang raja yang justru menggunakan kesempatan itu untuk sekalian berkunjung kekota yang di lewatinya.
Dan karena kunjungan mendadaknya itu membuat pihak pemerintahan kota kelabakan dan seperti sedang menyembunyikan sesuatu. Terlihat dari cara mereka yang buru-buru membereskan berkas di meja dan juga terlihat gugup saat berhadapan dengan raja langsung.
"Si silahkan duduk Yang Mulia" ucap walikota gugup juga berkeringat.
Pada hal hari masih pagi dan sedikit dingin untuk daerah yang sedang musim panas itu.
"Keluarkan semua laporan bulan ini" ucap Sian yang semakin membuat walikota gugup.
"Eh ehm maaf tuan ta tapi laporannya belum selesai, ka kami baru akan merevisi semuanya" ucapnya meremas tangannya takut.
"Aku mau sekarang" titah sang raja dengan suara dingin dan aura yang tidak bersahabat.
"Ba baik Yang Mulia"
Wali Kota memerintahkan beberapa orangnya dan mengarahkan pandangan kearah lemari yang terkunci rapat di pojokan ruangan. Dengan cepat orang suruhan Wali Kota itu bergerak dan membuka kunci lalu mengambil beberapa buku dan lembaran dari dalam lemari.
"I ini Yang Mulia" ucap Wali Kota saat sudah menerima apa yang diberikan bawahannya.
Raja Hunter mengambil buku dan kertas itu kemudian mulai menelitinya. Baru saja melihat beberapa detik sang Raja sudah murka.
"Apa kau bodoh sampai tidak bisa melihat hah?" marahnya yang semakin membuat suasana mencekam.
"Mak maksud anda Yang Mulia? s saya tidak mengerti" ucap Wali Kota, keringat semakin bercucuran di wajah dan tubuhnya akibat sudah sangat ketakutan.
"Bulan juga tahun dalam buku itu sudah sangat lama, dan itu pembukuan 10 tahun lalu, apa kau ingin menipuku HAH!"
Raja Hunter yang marah langsung melemparkan seluruh buku dan kertas di tangannya kearah wajah Wali Kota itu.
"M ma af Yang Mu lia, sepertinya ba wahan sa ya salah mengam bil, ijinkan sa ya mengambil yang baru" suara si Wali Kota itu terdengar bergetar juga sarat dengan ketakutan yang besar.
"Pastikan tidak ada kesalahan atau kepalamu taruhannya" ucap Raja Hunter tajam.
Wali Kota itu menunduk sejenak lalu pergi menuju meja kerjanya. Di sana Wali Kota itu terlihat membuka laci meja dan mengambil sesuatu dari dalamnya.
"Ini Yang Mulia, saya sendiri yang mengerjakan semuanya" ucap Wali Kota kembali menyerahkan buku yang lebih tebal lagi.
Raja Hunter membukanya setelah menerima, mata tajamnya meneliti satu persatu huruf dan angka yang ada di dalam sana dengan cermat dan cepat.
"Periksa seluruh ruangan ini dan ambil apapun yang kalian temukan, bawa kehadapanku segera" ucap Raja Hunter membuat Wali Kota gelagapan dan ketakutan.
"Ke kenapa begitu Ya.."
"Bawa keluar mereka semua dan awasi" ucap Sian yang tidak ingin semakin membuat rajanya marah.
Karena saat inipun Raja Hunter sudah terlihat mengeraskan rahangnya dengan wajah yang begitu dingin juga datarnya. Belum lagi tatapan tajamnya pada buku itu yang bahkan bisa mengoyak buku tebal itu.
"Lapor Yang Mulia, peeintah anda sudah terlaksana, semua ini kami kumpulkan dari ruangan ini" lapor kepala prajurit.
"Sian, Buya"
"Baik Tuanku" sahut kedua pemilik nama itu.
Sian dan Buya memang memanggil Raja Hunter dengan sebutan tuanku, semua itu karena kedua pria itu merupakan orang-orang pilihan sang Raja langsung dan menjadi pengikut pribadi raja yang melayani langsung pula.
Keduanya langsung mendekati semua barang yang kebanyakan buku dan terdapat satu peti berisi uang dan satu berisi perhiasan. Meneliti begitu banyaknya buku dan kertas tidak membuat Sian dan Buya kesulitan.
"Apa yang kalian dapatkan?" tanya Raja Hunter mendekati tumpukan di hadapannya.
"Tuanku, sepertinya ada konspirasi di derah ini" ucap Sian.
"Benar tuan, bahkan pengeluaran di masing-masing catatan berbeda, pemasukan, pendapatan daerah juga berbeda jauh" sahut Buya pula.
"Panggil mereka semua"
"Baik Yang Mulia" sahut kepala prajurit.
Raja Hunter membuka kedua peti yang ada di sana dan membiarkannya terbuka begitu saja. Satu amplop berwarna cokelat menarik perhatian Raja Hunter yang langsung mengambil dan membukanya.
Tiga lembar kertas ada di dalamnya lengkap dengan tulisan yang membuat Raja semakin meradang di buatnya.
"Yang Mulia, saya sudah membawa mereka masuk" ucap kepala prajurit.
Raja Hunter berbalik badan dan langsung menatap tajam dan membunuh pada Wali Kota yang menunduk takut tapi masih curi pandang pada atasannya itu.
"Katakan apa kesalahnmu" ucapnya.
"Kesalahan apa Yang Mulia?" tanya Wali Kota pura-pura tidak tahu sembari mengusap keringat di dahinya.
Tanpa berkata lagi Raja Hunter maju dan menendang perut Wali Kota hingga pria paruh baya itu terpental menabrak pintu keluar. Akibat tendangan keras dari raja itu membuat Wali Kota mengeluarkan darah dari mulut dan hidungnya.
"A apa salah saya Yang Mulia?" tanyanya lagi sembari mengelap mulutnya.
Raja Hunter menatap marah dan tajam pada Wali Kota yang terkulai lemah itu, tapi tidak ada yang berani menolongnya karena takut dengan raja mereka.
"Sian" ucap Raja Hunter.
Sian mengangguk dan maju di samping raja.
"Sebelum anda menerima jabatan Wali Kota, tentu anda sudah menerima semua mandat dari Yang Mulia untuk bekerja jujur dan baik serta memperhatikan rakyat bukan!" ucap Sian.
"Kami menemukan banyak kejanggalan dalam semua laporan keuangan di pimpinanmu, bahkan gaji pejabat yang jabatannya sama berbeda, pemasukan daerah juga rendah padahal potensi perdagangan di kota ini cukup besar, selain itu dana yang seharusnya di salurkan kepedesaan di sekitar juga tidak sesuai yang di keluarkan dari kerajaan" jelas Sian.
"Katakan atau mati" ucap Raja Hunter yang seakan sudah tidak sabar untuk menguliti Wali Kota yang bertubuh gemuk itu.
"Maafkan saya Yang Mulia, tapi saya memang tidak tahu apapun, semua yang tertulis disitu adalah sama dengan yang selama ini saya jalankan" ucap Wali Kota dengan suara lemah dan terus memegangi dadanya yang sesak akibat benturan tadi.
"Ada yang bisa menjelaskan?" tanya Sian yang selalu tahu kalau tuannya ingin penjelasan dari yang lainnya.
"Jangan takut jika tidak salah" ucap Buya membuat beberapa pejabat saling pandang sejenak.
"Yang Mulia, maaf sebelumnya tapi memang di pemerintahan ini telah terjadi banyak masalah sejak Wali Kota baru menjabat" ucap seorang pejabat pria.
"Benar Yang Mulia, gaji kami yang biasanya tiga puluh lembar tael sekarang hanya lima belas lembar tael saja" sahut yang satunya.
"Kami harus menghidupi keluarga dan orang tua yang sakit, dengaan gaji yang di kurangi 50% itu membuat kami harus pandai-pandai mencari pemasukan"
Raja Hunter memandang keduanya tajam seakan menilai kejujuran keduanya.
"Apa yang kalian lakukan untuk mencari pemasukan?" tanya Sian.
"Kami mencari ikan ke sungai di pinggiran lota untuk di jual tuan"
"Kenapa hanya kalian berdua saja yang mendapat pengurangan gaji?" tanya Sian lagi.
"Karena kami selalu menentang kebijakan Wali Kota yang selalu mempermainkan buku pemasukan dan segala sesuatunya, meskipun pangkat kami baik tapi sebenarnya pekerjaan kami di sini hanya sebagai pelayan mereka tuan"
"Mohon keadilan Yang Mulia, sudah lama kami menderita tapi tidak bisa berbuat banyak karena keluarga kami taruhannya" ucap kedua pejabat itu mengadu, kesempatan tidak boleh di lewatkan begitu saja pikir mereka yang memang sudah lama ingin bicara pada pihak kerajaan langsung.
"Ada yang mengancam keluargamu?" tanya Buya.
"Ada Panglima, seorang yang memiliki kedudukan di kerajaan, dia yang bekerja sama dengan Wali Kota dan beberapa pejabat desa juga"
"Kurung mereka semuaa sampai masalah ini memiliki selesai di selidiki" ucap Sian yang tidak ingin kecolongan jika info yang diberikan kedua pejabat itu palsu.
Bisa saja orang yang memiliki jabatan di kerajaan itu mengetahui hal yang terjadi pada sekutunya dan menghilangkan bukti.
Raja Hunter kembaali melanjutkan perjalannya kesokan harinya setelah lebih cepat. Raja muda itu tidak ingin membuang waktu lebih lama lagi.
Tidak ketinggallan pula para pejabat yang ketahuan bermasalah itu turut ia bawa bersamanya ke istana. Raja Hunter sudah meminta Sian memilih beberapa orang yang akan mengisi kekosongan di pemerintahan kota itu dengan pengawasan yang sangat ketat.
Sepanjang jalan memasuki ibu kota semua rakyat menatap rombongan kerajaan itu dengan tatapan kagum. Terlebih lagi pada pemimpin mereka yang begitu berwibawa dan terlihat garang duduk di atas kudanya.
Kuda hitam tinggi nan gagah itulah tunggangan sang raja yang selalu di menemani setiap perjalanan sang raja. Tidak ada kabar apapun mengenai kepulangan raja kali ini, karena biasanya Raja Hunter baru akan kembali ke kerajaan setelah seminggu pergi.
Tapi kali ini kepulangannya yang begitu cepat benar-benar mengherankan seluruh rakyat yang melihat kepulangan mereka yang bukan untuk pergi berperang itu.
Tidak terkecuali di pihak kerajaan yang sudah mendapat pengumam kepulangan raja mereka dari penjaga gerbang yang sudah melihat rombongan raja mendekat.
Terjadi kehebohan di harem tempat dimana ketiga selir raja itu tinggal, tempat yang di buat oleh ibu suri atau ratu terdahulu.
"Bagaimana ini? Raja kembali" ucap selir agung.
"Kita harus segera keluar menyambut Raja selir agung We" ucap pelayan.
"Panggil selir ketenangan Yun dan selir utama Suci"
"Baik selir agung"
Setelah pelayan itu pergi, selir itu menatap dirinya di pantulan cermin.
"Huh untung masih rapi dan cantik dandananku" gumamnya.
"Ayo kita pergi lebih dulu kedepan" ajaknya pada pelayannya.
Raja Hunter memasuki gerbang istana tanpa penyambutan dari pihak dalam istana. Hanya para penjaga depan yang menundukkan kepala mereka melihat kepulangan tuan rumah.
Prajurit mengambil alih kuda Raja Hunter dan membawanya untuk istirahat, dan tidak sembarangan orang bisa mendekati kuda galak itu kalau tidak mengenal orang yang mendekatinya. Bahkan seragam kerajaan saja ia bisa tahu, jika ada yang mendekatinya menggunakan baju perang atau seragam lainnya di kerajaan itu maka si kuda akan menurut, tapi kalau lain pakaiannya maka kuda itu enggan bahkan melawan.
Kembali ke Raja Hunter yang sudah berjalan masuk menyusuri jalan menuju dalam istana.
"Kumpulkan semua orang sekarang juga"titah sang raja sembari terus berjalaan menatap lurus kedepan dengan wajah dinginnya.
"Baik Yang Mulia" sahut prajurit yang langsung pergi.
Saat akan masuk kedalam istana, selir agung We muncul tiba-tiba hingga mengagetkan bebedapa pelayan di balakang raja Hunter.
"Salam Yang Mulia, selamat datang kembali" ucapnya dengan senyuman termanis yang di milikinya seraya membungkuk hormat.
Tanpa perduli dengan hal itu Raja Hunter terus berjalan melewati selir agung We. Senyum manis yang sejak tadi di berikan selir agung We langsung luntur karena tidak mendapatkan respon apapun dari sang raja.
"Silahkan selir agung mengambil tempat di ruang pertemuan" ucap kepala prajurit sopan.
"Untuk apa? apa ada pertemuan siang ini? kenapa sangat mendadak? bahkan Yang Mulia baru saja tiba, tidakkah kalian seharusnya membiarkannya untuk istirahat lebih du.."
"Ini keinginan Yang Mulia langsung selir agung" sela Buya yang sebenarnya sudah lelah dan lebih lelah lagi mendengarkan pertanyaan tidak bermanfaat dari selir itu.
"Ta.."
"Terserah anda saja mau datang atau tidak, yang pasti Yang Mulia ingin semua orang hadir" sela Buya lagi dan langsung pergi meninggalkan selir agung We.
Selir cerewet batin Buya kesal.
Raja Hunter langsung duduk di singgasananya dengan mengangkat wajah dinginnya itu. Jangan lupakan pula tatapan tajamnya yang seakan bisa membunuh itu terus menatap setiap orangnya yang masuk ke dalam ruang pertemuan itu.
Satu persatu orang muncul dengan tergopoh-gopoh, para menteri dan jajaran petinggi kerajaan lainnya. Juga para selir yang ikut masuk langsung mengambil posisi di tempat mereka.
"Kenapa ada pertemuan tiba-tiba? apa tidak bisa tunggu besok atau nanti sore saja" gerutu seorang menteri pada temannya sesama menteri.
"Sudahlah yang penting kita harus datang jika di panggil, tahu sendiri Yang Mulia tidak suka orang yang terlambat, ingat resikonya kalau terlambat" ingatkan temannya.
"Iya tapi terlalu mendadak, aku tidak menyiapkan apapun" bisiknya lagi dan hanya di balas gelengan kepala.
Sedangkan ketiga selir yang sudah duduk di tempat mereka itu saling pandang.
"Kapan Yang Mulia tiba?" tanya selir utama Suci.
"Entahlah, tiba-tiba ada pengumuman dari penjaga gerbang" sahut selir agung We.
"Hah, padahal tadi masih tanggung" keluh selir ketenangan Yun.
Kedua temannya menatap selir Yun melotot, bisa-bisanya dia bicara begitu di tempat ini pikir mereka heran.
Setelah semuanya berkumpul barulah Raja Hunter memberi kode pada Sian untuk angkat biacara. Sian mengangguk paham dan menatap kedepan dimana semua ornag sudah berkumpul.
"Karena semua orang sudah datang, maka langsung saja kita pada inti dari pertemuan ini"
"Bawa mereka masuk" teriak Sian membuat bingung seluruh orang di dalam sana.
Beberapa prajurit masuk bersama tiga orang yang di ikat tangannya dan mulutnya di bungkam kain.
"Dia adalah wali kota di daerah barat yang ketahuan korupsi dana untuk desa dan pembangunan kota" Sian menatap tajam kedepan, lebih tepatnya pada para petinggi yang masih kaget melihat kedatangan wali kota yang giring tidak hormat.
"Siapa yang bertanggung jawab atas penempatan pejabat daerah?, dan mana mentri kas negara?" tanya Sian.
Semua ornag slaing pandang lalu menatap dua orang di antara mereka.
"Maaf tuan Sian, saya menteri Jenu yang bertanggung jawab atas penempatan pejabat daerah" ucap seorang priaa maju beberapa langkah kedepan.
"Sa saya mentri kas negara" ucap satu pria tua lagi.
Hah kenapa mentrinya tidak ada yang tampan sedikit ya heran Sian. Semua menteri dan pejabat di istana memang masih yang lama, pejabat masa pemerintahan raja terdahulu dan raja Hunter belum menggantinya karena ia yang masih sibuk memulihkan keadaan rakyatnya yang saat itu masih kacau akibat ulah ratu yang sempat memimpin kerajaan setelah raja meninggal.
"Berikan buku laporan keuangan padaku" ucap Raja Hunter menatap tajam pada menteri itu.
"Maaf Yang Mulia, saya rasa sekarang belum waktunya kita me.."
"Sekarang" tegas raja Hunter semakin terlihat menyeramkan bila di bantah.
Menteri kas negara itu melirik beberapa orang yang ada di tengah-tengah ruangan itu dengan perasaan was-was.
"Buya" yang di panggil mengangguk mengerti.
Buya pergi meninggalkan ruangan itu untuk menuju satu tempat yang di maksud rajanya.
"Maaf Yang Mulia kalau hamba lancang, tapi ada masalah apa hingga kami di panggil berkumpul seperti ini secara mendadak" ucap salah satu pejabat memberanikan diri.
Raja Hunter menatap tajam semua pejabatnya di ruangan itu, tidak terkecuali para selir yang langsung gugup di buatnya. Seringai mengerikan di tunjukkan raja Hunter pada seluruh orang yang membuat mereka ketakutan.
Buya masuk kedalam ruangan itu dengan satu kotak di tangannya, lalu menyerahkan kotak itu pada Raja.
"Yang Mulia, kami menemukan semua ini tersembunyi di ruang kerja menteri Beno"
Raja Hunter membuka kotak dan mengambil buku di dalamnya lalu membacanya dengan seksama.
"IBU SURI MEMASUKI RUANGAN" teriak seorang kasim memberitahukan.
Buat apa wanita tua sekarat itu kesini batin Raja Hunter.
Ada sedikit perubahan cerita di awal ya kalau kalian merasa ada yang beda di ceritanya, sengaja author buat supaya ceritanya bisa lebih menarik😁😁
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!