Seorang perempuan muda, sibuk di perusahaan miliknya. Berjalan dengan cepat, memperhatikan setiap karyawan.
"Apa karyawan dan karyawati sudah bekerja dengan baik?" tanya Yuci.
"Seperti yang nona lihat." jawab Aldo.
"Aku membutuhkan laporan yang teliti, bukan membiarkan diriku mengecek ke lapangan sendiri. Aku ini atasan, dan aku tidak menyukai cara bekerja seperti ini." ujar Yuci.
"Maaf nona muda." jawab Aldo.
"Aku melihat ada karyawati yang masih menyempatkan diri, menonton drama Korea. Belum lagi ada yang duduk santai di sofa, khusus untuk para klien datang. Ada juga yang berkirim pesan, sambil meminum jus. Apa mereka pikir, di sini tempat santai." ucap Yuci panjang dan lebar.
"Maaf nona, waktu selanjutnya diusahakan tidak ada yang seperti itu lagi." jawab Aldo.
"Berikan hasil laporan keuangan bulan ini." titah Yuci.
"Baik nona muda." Aldo memperlihatkan layar ponselnya.
Tiba-tiba ponsel Yuci berbunyi, ternyata itu adalah telepon adiknya. Dia meminta Kakaknya untuk datang ke sekolah, karena dia tertangkap basah sedang bertinju.
”Sungguh merepotkan, apa dia tidak tahu aku sedang sibuk.” batin Yuci.
Yuci segera mengendarai mobilnya, menuju ke sekolah SMA 45. Tidak disangka, dia bertemu dengan teman lamanya. Dia menggendong anak bayi, yang terlihat memejamkan mata.
"Hai Falen!" sapa Yuci.
"Iya, kamu siapa?" tanyanya bingung.
"Ini aku Yuci, teman SD kamu dulu." ujarnya.
"Oh Yuci, berubah banget sekarang. Maaf iya, aku tidak mengenalimu tadi." jawab Falen.
"Iya tidak apa-apa." ujar Yuci.
"Oh iya Yuci, aku titip anakku sebentar iya. Aku harus segera menemui anakku, yang sedang terlibat perkelahian." Falen meminta tolong.
"Tapi, aku juga mau melihat adikku." ujar Yuci.
"Sebentar saja." jawab Falen, seraya memberikan anaknya pada Yuci.
Yuci mengambilnya, meskipun dengan rasa enggan. Sementara Falen segera berlari, masuk ke ruangan medis di sekolah.
"Rifky, kamu tidak apa-apa 'kan?" tanya Falen.
"Tidak apa-apa, ini semua karena dia." Rifky menunjuk Hanry.
"Memangnya dia ngapain kamu?" tanya Falen.
"Dia sudah membuatku kehilangan muka, di depan teman-teman. Sengaja menagih hutang, di depan semua orang." jelas Rifky.
Oak! Oak!
Bayi yang ada dalam dekapan Yuci menangis, karena gendongan Yuci benar-benar tidak membuat nyaman.
"Tolong! Tolong!" Yuci berteriak.
Tiba-tiba ada seseorang datang. "Ada yang bisa dibantu?"
"Anak ini menangis." jawab Yuci.
"Sini, coba saya yang gendong." pinta Rui.
Yuci melepaskannya dengan perlahan, Rui segera menggendongnya. Anak itu langsung diam, hanya dalam waktu satu menit saja. Yuci tersenyum memandang wajah sang bayi.
"Lucu sekali iya, dia sedang tersenyum." ujar Yuci.
"Iya, tentu saja. Dia tidak menyukai posisi yang tidak enak. Kita harus benar-benar paham, untuk memberikan efek nyaman." jelas Rui.
Yuci terus memperhatikan Rui yang tampan, juga senyumnya yang tulus. Rui begitu menyukai anak kecil, sedangkan Yuci tidak sama sekali. Yuci melihat lambang nama pada baju dinas Rui.
”Ternyata, dia seorang guru dan juga memiliki hati yang tulus. Aku harus mendapatkan cintanya, bagaimanapun cara yang harus ditempuh.” batin Yuci.
"Kamu ternyata ahli iya, dalam mengatasi si kecil yang rewel." ujar Yuci canggung.
"Iya, di kampung ku dulu ada tradisi menggendong bayi baru lahir. Jadi, aku bisa ikut-ikutan belajar. Lihatlah dia nyaman, karena lehernya ditopang oleh tangan." Rui melirik bayi itu, yang sedang tersenyum.
Tiba-tiba ada yang menepuk pundak Yuci, dia merupakan Falen. Ternyata sudah kembali, bersama dengan Rifky.
"Terimakasih iya Yuci, kamu sudah mau menjaga anakku." ucap Falen.
"Iya Falen, sama-sama." jawab Yuci.
Yuci juga mengucapkan terimakasih pada Rui, lalu segera berlari untuk melihat Hanry adiknya. Ternyata wajahnya sudah babak belur, karena bertinju dengan anak Falen.
"Dik, ada apa denganmu? Mengapa harus mengganggu jam kerjaku, dengan bertinju di sekolah." gerutu Yuci.
"Kak, dia itu musuhku. Akan sangat mengesalkan, bila dia melawanku." jawab Hanry.
"Kakak tidak mau tahu, jangan membuat onar lagi." ujar Yuci.
"Iya kak, jika sedang tidak darurat." jawab Hanry sambil nyengir.
Keesokan harinya, Yuci sengaja mengantar Hanry. Dia ingin bertemu dengan Rui lagi.
"Kak, kenapa Kakak begitu ngotot ingin mengantarku?" tanya Hanry.
"Nanti kamu bertinju lagi." jawab Yuci.
"Tidak Kak, biarkan aku naik motor sendiri besok pagi. Aku tidak mau kelihatan seperti anak manja." ujar Hanry.
"Biarkan saja, kamu memang anak manja." jawab Yuci.
Beberapa menit dalam perjalanan, akhirnya mereka sudah sampai. Hanry keluar dengan wajah cemberut, karena takut diledekin oleh teman-temannya.
"Belajar yang benar, ayo Kakak antar ke kelas." tawar Yuci.
"Untuk apa Kak, aku malu dengan Pak Rui." jawab Hanry.
"Oh, jadi hari ini kamu ada kelas dengannya. Baiklah, Kakak akan ikut mengawasi." ucap Yuci.
"Kak, please jangan mempermalukan aku." Hanry memohon, sambil merengek-rengek.
"Pokoknya Kakak tidak mau tahu, bakalan tetap mengawasi kamu." ujar Yuci memaksa.
"Kakak keras kepala banget sih, lebih baik ke kantor saja." jawab Hanry.
"Memangnya siapa kamu, berani-beraninya memerintah ku." Yuci mendorong kedua pundaknya, agar berjalan sampai ke kelas.
Sementara Rui, sedang berada di ruangannya. Yuci segera melangkahkan kaki, menuju ke kantor sekolah. Membuka tas, dan mengambil cermin.
"Ternyata aku sudah cantik, saatnya aku menjelajah kantor untuk mencari pemuda itu." Yuci melompat-lompat.
Yuci melihat kantor sekolah yang begitu sepi, terlebih lagi koridor kantor yang tidak ada orang. Dia berpikir semua orang sudah masuk kelas masing-masing. Seketika langkahnya terhenti, tatkala melihat ruangan kurikulum bertuliskan Rui. Ternyata dia juga ketua kurikulum di sekolah ini, pikir Yuci.
Yuci membuka pintu ruangan dengan perlahan, ternyata sedang tidak ada orang. Yuci melihat meja dan kursi, serta buku-buku di atas meja. Yuci tersenyum sendiri, karena merasa jatuh cinta. Tiba-tiba sebuah tirai terbuka, Rui muncul dengan keadaan lagi mengancing baju.
"Kamu, ngapain masuk ruangan tanpa ketuk pintu?" tanyanya, dengan raut wajah tidak suka.
Yuci tersenyum, melihat perut Rui yang tidak tertutup. Seketika pria itu menjadi malu, dan langsung berbalik badan. Tangannya terburu-buru menutup kancing baju, sedangkan Yuci menahan tawa atas tindakannya.
"Aku masuk ke ruangan ini, karena merasa ada daya tarik. Hal itulah, yang membuat diriku lupa mengetuk pintu." jawab Yuci.
Rui segera berbalik badan, hingga posisi mereka kini berhadapan. Rui segera melangkahkan kaki, melewati Yuci yang sedang berdiri. Tangan Rui meraih pintu, lalu membukanya lebar-lebar.
"Bisakah anda pergi sekarang juga." ujarnya datar.
"Hmmm.... bisakah kita mengobrol berdua." Yuci tersenyum, sambil mengangkat jari telunjuk dan jari tengah.
"Tidak bisa, anda harus segera keluar. Aku sekarang sedang sibuk, tidak ada waktu." ujar Rui, dengan suara dingin.
”Waw, penolakan yang begitu dahsyat. Sejak kapan, ada pria yang berani menolak ku. Bukan Yuci namanya, bila tidak bisa mendapatkan hatinya.” batin Yuci.
Yuci segera mendekat, dan kedua telapak tangan menyentuh tembok. Dia menghadang pergerakan kepala Rui, agar tidak menghindari tatapannya.
"Kalau kamu tidak ada waktu, aku masih bisa meluangkan waktu menunggu." Yuci tersenyum, sambil mengusap dada Rui.
Rui terlihat salah tingkah, karena baru pertama kali bertemu perempuan aneh. Bahkan dia tidak mau minta maaf, setelah melakukan kesalahan.
"Ternyata, orang sepertimu tidak tahu kata maaf." Rui tersenyum mengejek.
"Maaf, karena telah memasuki ruangan pribadimu." jawab Yuci.
Yuci segera keluar ruangan, setelah sebelumnya tersenyum sambil mengedipkan mata. Rui sedikit kesal, lalu menggelengkan kepalanya.
Beberapa menit dalam perjalanan, akhirnya Yuci sudah sampai di perusahaan. Dia masih membayangkan perjumpaan dengan Rui tadi.
"Hahha.... dia pasti menjadi salah tingkah." Yuci bertepuk tangan di atas udara.
Pada siang harinya, Hanry sudah pulang. Lonceng sekolah juga berbunyi, memberi tanda bahwa pelajaran telah usai.
"Adikku sayang, kamu mau tidak bila Kakak berbaik hati?" Yuci memberikan penawaran.
"Tentu saja mau Kak, pasti bersyarat." jawab Hanry
Yuci menepuk-nepuk pundak adiknya, sambil tersenyum. "Tentu saja, cepat mendekatlah."
Hanry mendekatkan dirinya, lalu Yuci berbisik. "Tolong cari tahu, seperti apa perempuan idaman Pak Rui."
"Untuk apa Kakak ingin tahu?" tanya Hanry penasaran.
"Jangan banyak bertanya, intinya laksanakan saja." jawab Yuci.
"Oke Kakak, aku paham." ujar Hanry, sambil mengacungkan dua jempolnya.
"Bagus, itu baru remaja jenius." puji Yuci.
Keesokan harinya, Yuci sengaja mengantar Hanry lagi. Hanya sekedar ingin melihat Rui, namun ternyata dia tidak ada. Hanry turun dari mobil, karena sudah sampai.
"Hanry, kamu cepat tanyakan padanya. Jangan sampai, aku tidak mendapatkan jawaban memuaskan." ujar Yuci.
"Oke Kak, serahkan saja padaku." jawab Hanry.
Hanry segera masuk ke kelasnya, dia melirik ke arah meja musuh. Hanry sengaja mencoret-coret meja Rifky.
"Hahah... rasain kamu." Hanry segera keluar kelas.
Karena terlalu terburu-buru, dia tidak sengaja menabrak Rui. Hanry meminta maaf, karena sudah berlari-larian hingga menabraknya.
"Pak, bisakah kita berbicara sebentar." pinta Hanry.
"Baiklah, ayo duduk di kursi sana." Rui menunjuk kursi.
Hanry menganggukkan kepalanya, lalu mengikuti langkah kaki Rui. Duduk manis di kursi, dan memberanikan diri bertanya.
"Pak Rui, tipe cewek idaman Bapak yang seperti apa?" tanya Hanry.
"Tipe cewek idamanku adalah, yang permainan olahraganya bisa jauh lebih baik dariku." jawab Rui.
"Wah, keren sekali sesuai dengan Bapak." puji Hanry.
"Masih belum ditemukan." jawab Rui.
"Pasti nanti Bapak dapat menemukannya." ucap Hanry.
"Semoga saja, bantu doanya." jawab Rui.
"Pak, bila ada perempuan yang naksir, apa Bapak akan mau dengannya juga?" tanya Hanry.
"Sudah aku katakan, harus seperti yang aku sebutkan tadi." jawab Rui.
Yuci memutar kursi duduknya, ke kanan dan kiri. Dia sedang memikirkan, bagaimana caranya untuk mendapatkan Rui.
"Hih, aku kok bisa segila itu padanya. Dia saja tidak suka pada diriku. Tapi bagaimana mau mengetahui hasilnya, bila aku tidak mencoba sama sekali." monolog Yuci.
Aldo mengetuk pintu ruangan Yuci, lalu masuk ke dalam setelah dipersilahkan. Aldo duduk sebentar, memperlihatkan desain kreatif terbaru
"Nona muda, ini bagus sekali. Keluaran terbaru, dan benar-benar kreatif." ujar Aldo.
"Aku akan melihat semuanya satu persatu." jawab Yuci.
Aldo memberikan ponselnya, dan Yuci melirik desain tersebut. Desainer yang tidak terlalu banyak pengikut, namun konsep bentuk dan warna natural. Yuci benar-benar menyukainya, dan langsung jatuh cinta.
"Aku ingin bertemu dengan dia." ujar Yuci.
"Tentu saja bisa, kenapa tidak." jawab Aldo.
"Kamu hubungi dia, dan urus semuanya." titah Yuci.
"Baik nona muda." jawab Aldo.
Beberapa menit kemudian, Aldo sudah mendapatkan kontaknya. Dia mengatakan bahwa Yuci bisa bertemu, dengan perancang kreatif tersebut.
"Katakan alamatnya." ujar Yuci.
"Di jalan Beringin." jawab Aldo.
Yuci segera beranjak dari duduknya, lalu melangkahkan kakinya keluar dari kantor. Dia masuk ke dalam mobil, sampai ke tempat yang dituju.
"Kamu, pasti Yeye 'kan?" Yuci mendekati seorang perempuan, yang rambutnya dikucir sederhana.
"Benar, aku Yeye." jawabnya.
"Aku adalah orang, yang mau bertemu denganmu." Yuci membenarkan kacamatanya.
"Oh nona Yuci, ayo kita duduk." ajak Yeye.
Mereka segera duduk, lalu memesan es Boba. Yuci benar-benar haus, karena belum sempat minum.
"Yeye, aku tertarik dengan rancangan kreatif milikmu. Setiap yang kamu unggah, memberikan kesan tersendiri bagi yang melihat." puji Yuci.
"Terimakasih nona, namun awalnya hanya untuk tugas kuliah. Di sana aku diberi tugas dari dosen, supaya mengunggahnya di internet. Berteman dengan para pengusaha, dan biarkan orang menilainya. Siapa yang mendapatkan nilai terbagus, maka akan mendapat penilaian akhir yang baik." jelas Yeye, panjang dan lebar.
"Kalau begitu, kamu pasti bisa merancang baju unik untuk perusahaanku. Kamu tenang saja, bayarannya juga lumayan." tawar Yuci.
"Benarkah? Bukankah nona Yuci adalah pebisnis terkenal. Pasti banyak yang lebih hebat, kenapa memilih aku?" Yeye bingung.
"Karena kamu memiliki bakat, meski masih menjadi mahasiswi." puji Yuci.
"Baiklah nona, tapi aku tidak punya modal. Bisakah, kau memberi uangnya dulu. Bila takut tertipu, aku berikan jaminan KTP. Aku tidak bisa kabur, karena cuma punya tempat tinggal satu." Yeye mengusulkan idenya.
"Seperti ini juga bagus." Yuci mengeluarkan selembar cek dari dalam tasnya.
Yeye memberikan KTP, yang berada dalam tasnya. "Ini KTP milikku, pegang sementara."
Mereka berjabat tangan, setelah sama-sama sepakat. Yuci menyeruput bola-bola Boba, karena keinginannya sudah tercapai.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!