NovelToon NovelToon

Shadow Of Princess

Episode 1

"Tuan Shang, mereka sudah dekat. Mereka semua sudah mengepung pintu gerbang." Ujar Zhang Chagyi pria yang berusia satu tahun lebih tua dariku surainya yang hitam juga irisnya yang hitam.

Aku berpikir bagaimana mungkin mereka menyerang secepat itu. Apalagi mereka baru saja mengalami kekalahan. "Tuan." Aku tersentak.

Aku menatap Zhang Chagyi menunggu jawabanku meskipun dia berusaha menyembunyikan perasaan nya yang gelisah.

Aku dapat ide meski ini berisiko tapi kalau tak dilakukan akan jadi masalah yang berkepanjangan. Dan,lagi aku memikirkan pasukan ku yang terluka. Aku tidak bisa membawa mereka bertarung.

Sebenarnya,aku datang ke sini karena kaisar Li Quin memberi titah agar menyerang kerajaan Qian Lian Do berhubung kaisar nya akan melakukan penjajahan terhadap kerajaan Wang Jian Li.

Kami memenangkan pertarungan dan membiarkan mereka melarikan diri bersembunyi di suatu tempat. Aku akui mereka sangat hebat membuat pertahanan menggunakan sihir.

"Buka pintu gerbang biarkan mereka masuk kalian semua sembunyi dan ungsikan prajurit yang terluka." Zhang Chagyi menatap ku bingung.

"Lalu,tuan bagaimana?" Aku tersenyum sinis. "Serahkan padaku. Malam ini kita akan meraih kemenangan." Aku menatap keluar jendela melihat bulan sabit yang tertutup awan.

Dua bulan lagi akan ada bulan purnama sebaiknya aku menyelesaikan perang ini agar semuanya beres. Lagipula,saat bulan purnama aku tak bisa mengontrol kekuatanku karena aku manusia setengah vampir.

Semuanya keluar mereka bersiap siap melaksanakan perintahku istana ini memiliki ruang bawah tanah yang sengaja kubuat untuk berjaga jaga sebenarnya ini bukan istanaku.

Ini rampasan saat perang karena  aku mengirim surat, kaisar langsung mengirimkan uang agar aku merombak istana selagi aku disini. Meski dadakan kami tetap bisa menyelesaikannya.

Aku melihat keluar segerombolan pasukan mendekat. Aku menarik napas saatnya aku menggunakan kekuatanku. Aku memejamkan mata mengubah diriku menjadi vampir.

Suraiku berubah hitam pekat sepekat langit malam irisku berubah menjadi sekuning bulan purnama. Kuku ku berubah memanjang taringku mencuat keluar.

Musuh tak tau saat aku berubah karena ini situasi yang menguntungkan yaitu malam hari tak ada yang melihatku dengan jelas.

Terdengar gerbang dibuka ini saatnya aku bertarung aku melompat berdiri ditengah lapangan. Aku mengeluarkan pedang yong jian pedang peninggalan ayah.

Mereka yang datang berjumlah 32 orang membawa pedang. Aku menatap mereka satu persatu.

Mataku tertuju pada seorang wanita muda berusia 19 tahun surainya yang berwarna kecoklatan dengan iris kelabu pakaiannya yang seperti menyiratkan kalau dia anak bangsawan berdiri di belakang pasukan.

Wanita itu memberi kode agar segera menyerang ku. Aku segera memasang kuda kuda.

Mereka langsung menyerang. Aku langsung mengayunkan pedangku. Dua pria bertubuh tegap menyerang ku dari belakang juga tiga orang pria menyerang dari depan.

Aku berputar mengayunkan pedang menebas kepala mereka dalam sekejap. Tak lepas dari situ mereka menyerangku secara bersamaan aku menghilang dan muncul di tempat lain membuat mereka saling bertubrukan.

Meski begitu mereka tidak pantang menyerah mereka mengejarku ada yang mengayunkan pedang ke depanku membuat aku menghindar.

Ada yang menyerangku dari belakang membuatku mengubah arah serangan. Mereka yang menyerang ku secara acak membuat ku harus lebih sering menghindar dan bertahan.

Pertahanan mereka yang masih lemah membuat ku bisa menyerang mereka secara beruntut. Meski aku sangat lelah karena serangan mereka acak dan aku menghindar dari sabetan pedang.

Pertarungan ini memakan waktu lama aku mendongak melihat langit sebentar lagi matahari akan terbit. Sial! Kalau seperti ini aku bisa ketahuan. Aku menghilang lalu muncul di belakang mereka.

Mereka terkejut melihat aku muncul di belakang pasukan. Aku mengangkat pedang dalam sekali ayunan. Semua yang berada didepannya langsung musnah. Teriakan kesakitan terdengar menggema.

Darah tercipta di jirahku. Melihat hampir sebagian pasukan tewas membuat wanita itu geram dia berlari mendekat menggunakan sihir api untuk menyerang ku.

Api keluar dari mulutnya berusaha membakarku. Aku menghilang serangannya mengenai udara kosong. Dia mengedarkan pandangan waspada.

Aku muncul di sisi kanannya tempat pertahanannya terbuka. Aku menendang tubuhnya membuat dia terpental dan menghantam dinding istana.

"ARGH!" Darah keluar dari mulutnya aku menyeringai kali ini mereka benar benar bertekuk lutut didepan kami.

Dia menatap ku nanar tak terima dengan serangan yang kuberikan. "Aku akan membalasmu." Ujarnya lirih. Pasukan yang tersisa mendekatinya membantu nya berdiri.

Mereka membopong nya mundur dari arena. Aku melangkah mendekati mereka yang beringsut mundur menunduk.

Tubuh mereka gemetaran ketakutan tak ada yang berani melihat sorot mataku yang buas tak sabar melahap mangsa.

Mereka menoleh menatap gerbang yang terbuka. Lalu,kembali menatapku aku menaikkan sebelah alis.

"Jadi,kalian ingin kabur ya?" Ujar ku terkekeh belum sempat mereka melarikan diri aku muncul di depan pintu gerbang.

"Jangan kalian pikir bisa kabur dariku." Semburat kekuningan mulai terlihat tanda matahari akan segera terbit.

Aku menjentikkan jari pintu gerbang tertutup. Mereka tercengang melihat kekuatanku terutama wanita itu. "Kalian tidak bisa kabur jika tidak merasakan serangan pedangku." Aku mengangkat pedang hendak mengayunkan nya.

Aku menyeringai melihat mereka bersimpuh memohon ampunan dariku. "Ampuni kami tuan. Tolong biarkan kami hidup." Ujar salah satu dari mereka.

"Iya tuan ampuni kami. Kamu tau kami salah mohon anda mengampuni kesalahan kami." Sahut mereka dengan nada ketakutan.

"Jadi,kalian ingin aku mengampuni kalian?!. Jangan mimpi!" Aku mengayunkan pedang tapi tiba tiba seorang pria dengan hanfu hitam muncul di depan.

Aku menahan seranganku menatap pria yang menghadang pedangku. "Minggir!" Ujarku dingin. Dia tak bergeming tetap di tempat.

"Yang mulia." Ujar mereka lirih dahiku berkerut. "Yang mulia?" Gumam ku dia menoleh mereka menunduk sayu.

"Jadi,kamu putra mahkota di sini? Tapi,kenapa kamu tidak terlihat justru yang kutemui seorang wanita tua." Aku menyeringai putra mahkota mendongak kilat kebencian terlihat di iris safirnya.

"Biarkan mereka pergi kamu boleh membawa ku sebagai tawanan." Ujarnya membuat mereka terkejut aku tersenyum miring tak menyangka jika dia pemimpin yang baik.

"Yang mulia, biarkan saja aku yang menjadi tawanan." Sanggah wanita itu histeris air mata nya menetes. Putra mahkota menggelengkan kepala.

"Biarkan saja mereka membawa ku. Aku ingin kamu cepat pergi dari sini, Yuen." Putra mahkota menatap ku tajam.

"Yang mulia.. aku.." Putra mahkota menatap tajam Yuen nama wanita tadi. Yuen menangis sesunggukan.

Kalau ditilik seperti nya mereka sepasang kekasih aku menghela napas. "Baiklah jika itu memang keinginanmu." Aku memasukkan kembali pedang yong jian.

Aku menjentikkan jari bersamaan dengan itu wujudku kembali seperti semula. Suara deritan terdengar gerbang terbuka.

Aku menepi membiarkan mereka keluar mereka saling tatap ragu melihat aku mengabulkan permintaan nya.

Episode 2

Aku memperhatikan mereka Yuan menangis sejadi jadinya. "Yang mulia aku mohon biarkan saja aku yang menjadi tawanan mereka."

Putra mahkota menatap ku tajam. "Tidak,kalian cepat lah pergi. Aku akan baik baik saja." Mereka menunduk sedih. "Maafkan kami, yang mulia." Mereka berlarian keluar meninggalkan putra mahkota sendirian.

"YANG MULIA, TIDAK!! LEPASKAN AKU!! YANG MULIA!!" Teriak Yuan pilu namun tak ada satupun yang mendengar teriakannya.

Mereka terus membawa Yuan menjauh. Aku menghampiri putra mahkota yang menunduk. "Heh,aku pikir putra mahkota adalah orang yang hebat tapi seperti nya aku sudah salah."

Putra mahkota mendongak. "Jadi,kamu Li Shang yang terkenal itu?" Ujarnya membuatku tersenyum.

"Aku tak menyangka jika orang seperti ku terkenal." Putra mahkota terkekeh. "Tapi,aku tak menyangka jika kamu seseorang yang sangat bengis." Ujar nya tajam.

"Dan,kamu juga telah membunuh nenekku dasar pembunuh." Aku mengeluarkan pedang yong jian meletakkan di lehernya. Putra mahkota menelan ludah aku bersiap melayang kan pedang ke lehernya.

"Tuan Li Shang hentikan." Lagi aku menahan serangan menoleh. Seorang pria tua dengan usia 45 tahun menghampiri ku surai hitam dan iris yang hitam kontras dengan hanfu putih yang selalu dipakainya.

"Ada apa paman Gong Duan?" Ujarku ketus paman Gong Duan membungkuk. "Tuan,anda tidak perlu mengotori pedang anda dengan darah. Lebih baik anda bawa saja dia ke penjara."

Aku menghela napas jika paman Gong Duan berkata demikian aku bisa apa. Aku memasukkan pedang yong jian kedalam sarung.

Paman Gong Duan adalah orang yang menjagaku selama perang. Terkadang dia menasehatiku jika aku berbuat berlebihan terhadap lawan.

"Baiklah,urusan ini aku serahkan padamu." Aku melangkah memasuki istana. Dua orang prajurit mengikat kaki dan tangan lalu membawa pergi.

Aku menyandarkan diri di kursi menulis surat untuk kaisar Li Quin atau ayahanda. "Paman Gong Duan."

"Iya,tuan ada apa?" Aku menggulung surat. "Masuklah." Paman Gong Duan melangkah masuk membungkuk. Aku menyerahkan gulungan kertas. "Kirimkan ini kepada kaisar Li Quin. Dan katakan pada yang lain kita untuk bersiap esok pagi kita akan kembali."

"Baik tuan,lalu bagaimana dengan tawanan kita?" Aku mendesah. "Tentu saja kita akan membawanya."

.....

Setelah perbekalan sudah dikemas kami akan berangkat melakukan perjalanan pulang tak lupa putra mahkota ikut serta.

"Apa semua sudah siap?" Tanyaku memimpin didepan. Mereka mengangguk kecuali putra mahkota yang mendengus.

Aku memacu kuda dengan cepat meninggalkan Qian Lian Do. Perjalanan kali ini memakan waktu satu hari dua malam jadi kami tak perlu menyiapkan perbekalan yang banyak.

Untuk ke Wang Jian Li kami melewati desa yang terletak di pinggiran Qian Lian Do dan hutan. Kami melewati desa, rakyat yang melihat kami menepi. Aku bisa melihat kalau mereka masih takut.

Tak terasa malam sudah tiba kami memutuskan untuk beristirahat. Kami tiba di tepi hutan. "Tuan,kita beristirahat disini saja." Ujar Zhang Chagyi aku mengangguk.

Sementara yang lain sibuk mencari kayu bakar aku duduk di sisi putra mahkota yang cemberut.

Sebagian prajurit membangun tenda untuk kami tempati. Setelah,mendapat kayu mereka menghidupkan unggun untuk menghangatkan diri.

Kami pun mengeluarkan bekal menikmati di bawah langit malam yang gelap. Aku menoleh melihat putra mahkota yang tak nafsu makan.

"Apa kamu lapar?" Putra mahkota menatapku sinis. "Heh,aku tak butuh makanan dari pembunuh seperti mu." Zhang Chagyi yang mendengar mengeluarkan pedangnya aku menahan nya.

"Tuan,dia sudah bersikap kurang ajar terhadap anda. Dia pantas di hukum biarkan aku memberi pelajaran padanya." Aku menggelengkan kepala.

"Biarkan saja dia memang pantas bersikap seperti itu padaku." Ujarku menyantap bekalku. "Bagus jika kamu sadar jangan harap aku akan.."

KRUYUK.. KRUYUK...KRUYUK

Kami semua menoleh ke asal suara. Putra mahkota menunduk malu. Sontak Zhang Chagyi dan paman Gong Duan serta pasukan tertawa terbahak.

Aku menahan tawa menghampiri nya memberikan bekal. "Makanlah." Putra mahkota menatap ku ragu tapi mengambilnya juga.

"Siapa namamu?" Putra mahkota melirik ku. "Aku pikir kamu tau siapa aku." Aku tersenyum tipis menggelengkan kepala. "Jika aku tau aku tak mungkin bertanya." Sahutku membuat nya terdiam.

"Namaku Do Jian putra mahkota kerajaan Qian Lian Do." Ujarnya aku mengangguk. "Do Jian." Gumamku lirih.

......

Sorak sorai rakyat terdengar menggema memenuhi halaman istana. "Li Shang! Li Shang! Li Shang!"

Teriakan mereka sahut menyahut menyambut kepulanganku. Aku tersenyum melihat mereka. Do Jian mendengus sebal.

"Selamat datang Li Shang." Ayahanda menyambut kedatangan kami. "Hormat pada yang mulia kaisar Li Quin semoga anda di berkati dan berumur panjang." Ujar kami memberi salam serempak.

"Dayang antarkan tamu kita ke balairung istana." Beberapa dayang menghampiri kami aku mengikuti mereka.

Di balairung istana aku menopang dagu menghela napas panjang. "Tuan,setelah kita melakukan perang apa yang akan kita lakukan setelah ini?"

"Mungkin kita akan istirahat dulu. Lalu,bagaimana denganmu?" Zhang Chagyi tersentak.

"Tentu saja saya akan mengikuti kemana pun tuan pergi." Aku menunduk dalam merasa sedih mendengar perkataannya.

"Ah,lebih baik kamu masuk kedalam pasukan inti kerajaan." Zhang Chagyi menatap ku tak percaya. "Bagaimana bisa tuan berkata demikian? Saya bahkan belum bisa menguasai pedang dengan sempurna." Tukasnya.

Aku menggelengkan kepala. "Aku tidak mau mendengar protesmu. Aku akan membicarakan ini dengan kaisar."

"Tapi..." Kalimatnya terpotong ayahanda menghampiri kami. Sontak kami langsung membungkuk hormat.

"Selamat datang yang mulia kaisar Li Quin semoga anda diberkati dan berumur panjang." Ayahanda duduk terlebih dahulu kami mengikutinya.

"Bagaimana keadaan selama di medan perang?" Tanya ayahanda memperhatikan kami satu persatu.

"Semua berjalan lancar kami berhasil memenangkan pertempuran berkat tuan Li Shang." Ayahanda tersenyum sumringah.

"Ehm,sebagai hadiah aku akan mengabulkan satu permintaan Li Shang. Katakanlah apa yang kamu inginkan?" Aku melirik Zhang Chagyi.

"Maafkan saya yang mulia saya hanya menginginkan Zhang Chagyi bergabung ke dalam pasukan inti kerajaan." Ayahanda mendesah kecewa dengan jawabanku.

"Padahal aku sangat berharap jika kamu yang masuk kesana." Aku menggelengkan kepala. "Saya masih belum pantas untuk masuk kesana."

"Tuan." Ujar Zhang Chagyi lirih. "Baiklah,jika itu permintaan mu akan ku kabulkan. Dan untuk perayaan kemenangan kalian silakan nikmati arak ini." Kami bersulang merayakan kemenangan.

Setelah,perang aku memutuskan bersantai di taman istana menikmati indahnya bunga yang bermekaran.

"Shuwang." Aku menoleh seorang pria berusia 23 tahun menghampiri ku surai nya yang hitam dengan iris ruby.

"Ada apa lagi kak Luan?" Kak Luan cengengesan. "Besok temani aku keluar. Tapi,aku ingin kamu menjadi Li Shang." Aku menggelengkan kepala.

"Shuwang, aku mohon sehari saja. Jadilah, Li Shang sehari saja." Aku mendesah jika menolak permintaan kak Luan ayahanda akan memarahiku. "Baiklah." Kak Luan berlonjak senang.

Episode 3

Aku memperhatikan mereka Yuan menangis sejadi jadinya. "Yang mulia aku mohon biarkan saja aku yang menjadi tawanan mereka."

Putra mahkota menatap ku tajam. "Tidak,kalian cepat lah pergi. Aku akan baik baik saja." Mereka menunduk sedih. "Maafkan kami, yang mulia." Mereka berlarian keluar meninggalkan putra mahkota sendirian.

"YANG MULIA, TIDAK!! LEPASKAN AKU!! YANG MULIA!!" Teriak Yuan pilu namun tak ada satupun yang mendengar teriakannya.

Mereka terus membawa Yuan menjauh. Aku menghampiri putra mahkota yang menunduk. "Heh,aku pikir putra mahkota adalah orang yang hebat tapi seperti nya aku sudah salah."

Putra mahkota mendongak. "Jadi,kamu Li Shang yang terkenal itu?" Ujarnya membuatku tersenyum.

"Aku tak menyangka jika orang seperti ku terkenal." Putra mahkota terkekeh. "Tapi,aku tak menyangka jika kamu seseorang yang sangat bengis." Ujar nya tajam.

"Dan,kamu juga telah membunuh nenekku dasar pembunuh." Aku mengeluarkan pedang yong jian meletakkan di lehernya. Putra mahkota menelan ludah aku bersiap melayang kan pedang ke lehernya.

"Tuan Li Shang hentikan." Lagi aku menahan serangan menoleh. Seorang pria tua dengan usia 45 tahun menghampiri ku surai hitam dan iris yang hitam kontras dengan hanfu putih yang selalu dipakainya.

"Ada apa paman Gong Duan?" Ujarku ketus paman Gong Duan membungkuk. "Tuan,anda tidak perlu mengotori pedang anda dengan darah. Lebih baik anda bawa saja dia ke penjara."

Aku menghela napas jika paman Gong Duan berkata demikian aku bisa apa. Aku memasukkan pedang yong jian kedalam sarung.

Paman Gong Duan adalah orang yang menjagaku selama perang. Terkadang dia menasehatiku jika aku berbuat berlebihan terhadap lawan.

"Baiklah,urusan ini aku serahkan padamu." Aku melangkah memasuki istana. Dua orang prajurit mengikat kaki dan tangan lalu membawa pergi.

Aku menyandarkan diri di kursi menulis surat untuk kaisar Li Quin atau ayahanda. "Paman Gong Duan."

"Iya,tuan ada apa?" Aku menggulung surat. "Masuklah." Paman Gong Duan melangkah masuk membungkuk. Aku menyerahkan gulungan kertas. "Kirimkan ini kepada kaisar Li Quin. Dan katakan pada yang lain kita untuk bersiap esok pagi kita akan kembali."

"Baik tuan,lalu bagaimana dengan tawanan kita?" Aku mendesah. "Tentu saja kita akan membawanya."

.....

Setelah perbekalan sudah dikemas kami akan berangkat melakukan perjalanan pulang tak lupa putra mahkota ikut serta.

"Apa semua sudah siap?" Tanyaku memimpin didepan. Mereka mengangguk kecuali putra mahkota yang mendengus.

Aku memacu kuda dengan cepat meninggalkan Qian Lian Do. Perjalanan kali ini memakan waktu satu hari dua malam jadi kami tak perlu menyiapkan perbekalan yang banyak.

Untuk ke Wang Jian Li kami melewati desa yang terletak di pinggiran Qian Lian Do dan hutan. Kami melewati desa, rakyat yang melihat kami menepi. Aku bisa melihat kalau mereka masih takut.

Tak terasa malam sudah tiba kami memutuskan untuk beristirahat. Kami tiba di tepi hutan. "Tuan,kita beristirahat disini saja." Ujar Zhang Chagyi aku mengangguk.

Sementara yang lain sibuk mencari kayu bakar aku duduk di sisi putra mahkota yang cemberut.

Sebagian prajurit membangun tenda untuk kami tempati. Setelah,mendapat kayu mereka menghidupkan unggun untuk menghangatkan diri.

Kami pun mengeluarkan bekal menikmati di bawah langit malam yang gelap. Aku menoleh melihat putra mahkota yang tak nafsu makan.

"Apa kamu lapar?" Putra mahkota menatapku sinis. "Heh,aku tak butuh makanan dari pembunuh seperti mu." Zhang Chagyi yang mendengar mengeluarkan pedangnya aku menahan nya.

"Tuan,dia sudah bersikap kurang ajar terhadap anda. Dia pantas di hukum biarkan aku memberi pelajaran padanya." Aku menggelengkan kepala.

"Biarkan saja dia memang pantas bersikap seperti itu padaku." Ujarku menyantap bekalku. "Bagus jika kamu sadar jangan harap aku akan.."

KRUYUK.. KRUYUK...KRUYUK

Kami semua menoleh ke asal suara. Putra mahkota menunduk malu. Sontak Zhang Chagyi dan paman Gong Duan serta pasukan tertawa terbahak.

Aku menahan tawa menghampiri nya memberikan bekal. "Makanlah." Putra mahkota menatap ku ragu tapi mengambilnya juga.

"Siapa namamu?" Putra mahkota melirik ku. "Aku pikir kamu tau siapa aku." Aku tersenyum tipis menggelengkan kepala. "Jika aku tau aku tak mungkin bertanya." Sahutku membuat nya terdiam.

"Namaku Do Jian putra mahkota kerajaan Qian Lian Do." Ujarnya aku mengangguk. "Do Jian." Gumamku lirih.

......

Sorak sorai rakyat terdengar menggema memenuhi halaman istana. "Li Shang! Li Shang! Li Shang!"

Teriakan mereka sahut menyahut menyambut kepulanganku. Aku tersenyum melihat mereka. Do Jian mendengus sebal.

"Selamat datang Li Shang." Ayahanda menyambut kedatangan kami. "Hormat pada yang mulia kaisar Li Quin semoga anda di berkati dan berumur panjang." Ujar kami memberi salam serempak.

"Dayang antarkan tamu kita ke balairung istana." Beberapa dayang menghampiri kami aku mengikuti mereka.

Di balairung istana aku menopang dagu menghela napas panjang. "Tuan,setelah kita melakukan perang apa yang akan kita lakukan setelah ini?"

"Mungkin kita akan istirahat dulu. Lalu,bagaimana denganmu?" Zhang Chagyi tersentak.

"Tentu saja saya akan mengikuti kemana pun tuan pergi." Aku menunduk dalam merasa sedih mendengar perkataannya.

"Ah,lebih baik kamu masuk kedalam pasukan inti kerajaan." Zhang Chagyi menatap ku tak percaya. "Bagaimana bisa tuan berkata demikian? Saya bahkan belum bisa menguasai pedang dengan sempurna." Tukasnya.

Aku menggelengkan kepala. "Aku tidak mau mendengar protesmu. Aku akan membicarakan ini dengan kaisar."

"Tapi..." Kalimatnya terpotong ayahanda menghampiri kami. Sontak kami langsung membungkuk hormat.

"Selamat datang yang mulia kaisar Li Quin semoga anda diberkati dan berumur panjang." Ayahanda duduk terlebih dahulu kami mengikutinya.

"Bagaimana keadaan selama di medan perang?" Tanya ayahanda memperhatikan kami satu persatu.

"Semua berjalan lancar kami berhasil memenangkan pertempuran berkat tuan Li Shang." Ayahanda tersenyum sumringah.

"Ehm,sebagai hadiah aku akan mengabulkan satu permintaan Li Shang. Katakanlah apa yang kamu inginkan?" Aku melirik Zhang Chagyi.

"Maafkan saya yang mulia saya hanya menginginkan Zhang Chagyi bergabung ke dalam pasukan inti kerajaan." Ayahanda mendesah kecewa dengan jawabanku.

"Padahal aku sangat berharap jika kamu yang masuk kesana." Aku menggelengkan kepala. "Saya masih belum pantas untuk masuk kesana."

"Tuan." Ujar Zhang Chagyi lirih. "Baiklah,jika itu permintaan mu akan ku kabulkan. Dan untuk perayaan kemenangan kalian silakan nikmati arak ini." Kami bersulang merayakan kemenangan.

Setelah,perang aku memutuskan bersantai di taman istana menikmati indahnya bunga yang bermekaran.

"Shuwang." Aku menoleh seorang pria berusia 23 tahun menghampiri ku surai nya yang hitam dengan iris ruby.

"Ada apa lagi kak Luan?" Kak Luan cengengesan. "Besok temani aku keluar. Tapi,aku ingin kamu menjadi Li Shang." Aku menggelengkan kepala.

"Shuwang, aku mohon sehari saja. Jadilah, Li Shang sehari saja." Aku mendesah jika menolak permintaan kak Luan ayahanda akan memarahiku. "Baiklah." Kak Luan berlonjak senang.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!