Malam purnama itu, seorang gadis berlari di jalanan sepi dengan penuh ketakutan. Dua preman mengejarnya mengancam akan memperkosa dirinya.
Liana terus berlari seraya berteriak meminta pertolongan, tetapi tak ada seorangpun disana. Jalanan yang ia lalui sangat sepi dan pertokoan pun sudah tutup.
Sampai akhirnya ia bertemu dengan sosok pria berjas yang sedang bersandar pada sedan hitam sambil menikmati aroma tembakau yang ia hisap. Liana segera mendekati pria itu dan meminta tolong.
"Tuan, tolong saya Tuan. Hiks! Mereka mau memperkosa saya," ucap Liana terisak, seraya tangannya menunjuk ke arah dua pria di belakangnya yang berjarak 20 langkah darinya.
Pria itu menoleh dengan sinis memperhatikan penampilan Liana dengan riasan wajah yang sudah berantakan dan pakaian yang robek pada bagian lengan serta pinggang.
"Apa untungnya buatku?" tanya pria itu dengan datar.
Tanpa menaruh curiga dan menganggap pria itu adalah orang yang baik, Liana langsung berkata, "Saya akan melakukan apapun yang Tuan inginkan. Tapi saya mohon, tolong saya!"
Seketika senyum menyeringai terlihat di wajahnya yang sejak tadi terlihat datar, tanpa menunggu lama pria itu segera membuang puntung rokok dan berkata, "Ok, aku akan menolongmu, tapi kau harus menepati janjimu," ucapnya dengan lirih seraya menatap Liana dengan tajam hingga membuatnya tergidik.
Pria itu lalu menghadang dua preman yang ingin menangkap Liana. Dengan cepat, Liana bersembunyi di belakang pria itu yang lebih besar darinya.
"Hey! Kau jangan ikut campur urusan kami!" seru salah satu preman yang mengejar Liana seraya mendorong tubuh pria tersebut dengan kasar.
Namun dorongan itu tidak membuatnya bergerak sedikitpun, juga tidak membuatnya merasa takut. Tubuhnya pun jauh lebih tinggi dari dua preman itu. Tanpa banyak bicara, ia langsung mengangkat tangannya dan mengayunkan jari telunjuknya ke arah atas. Tiba- saja tubuh kedua preman itu terangkat melayang di udara. Liana yang mengintip dari balik punggung pria tersebut hanya tercengang saat melihat apa yang sedang terjadi di depan sana.
Pria itu mendekat ke salah satu preman tersebut dan menyentuh dada sebelah kiri dengan ujung telunjuk sebelah kanan. Kuku pria itu kemudian memanjang dengan tajam dan menusukkan kukunya semakin ke dalam hingga menembus jantungnya. Dalam sekejap preman itu tewas dan tubuhnya terjatuh ke tanah. Anehnya tak ada darah yang mengucur keluar. Hingga akhirnya Liana jatuh pingsan setelah melihat kejadian yang tak masuk akal.
Target selanjutnya adalah si preman yang memiliki tubuh lebih pendek. Badannya gemetar, setelah melihat apa yang terjadi pada temannya. Dengan tajam pria tersebut langsung melirik ke arahnya, hingga membuat wajahnya pucat pasi.
"L-lepaskan aku ... aku janji tak akan mengusik gadis itu," ucapnya ketakutan dan ternyata sudah kencing di celana.
"Kau mau seperti dia? Atau mau mengakui bahwa kau yang sudah membunuh temanmu itu?" pria berjas tersebut justru memberikan sebuah tawaran yang menarik.
Preman itu hanya menelan ludah dan berpikir, jika lebih baik ia mendekam dipenjara daripada terbunuh saat itu juga.
"Baik aku akan mengakui kalau aku yang membunuhnya. Lepaskan aku," jawabnya dengan suara yang bergetar.
"Jika kau tak menepati janji mu. Maka kau ... juga akan berakhir sepertinya," ujarnya berbisik.
Dengan cepat pria berjas itu menurunkannya dan membiarkan pergi dengan lari yang terbirit-birit.
Melihat Liana yang pingsan, ia bergegas membawanya masuk ke dalam mobil sedan miliknya dan membawa pergi meninggalkan tempat itu. Sedangkan jasad salah satu preman masih tergeletak begitu saja di tanah. Tanpa darah yang menetes, karena ternyata pria berjas tersebut yang telah menghisap seluruh darahnya hingga membuat tubuh pria itu sedikit kurus.
Dua jam berlalu, Liana terbangun dari pingsannya. Ia membuka matanya dengan perlahan dan melihat dirinya yang sedang berada didalam mobil bersama pria berjas tadi. Lantas Liana mulai tersadar dan ingat akan kejadian sebelumnya. Ia sedikit menjauh dan semakin takut dengan pria yang berada di sampingnya kini.
"Kenapa? kau takut? Ingatlah akan janjimu padaku tadi," ucap pria itu kembali mengingatkan.
"Sas-saya mengucapkan terimakasih, Tut-Tuan! A-apa keinginan Tuan?" Tanya Liana dengan terbata.
"Jangan terlalu berbahasa formal denganku," ucapnya seraya mengulurkan tangan.
"Kau bisa memanggilku Tuan D," ujarnya. Liana pun menerima uluran tangan itu dengan tubuhnya yang sedikit gemetar.
"Saya ... maksudku ... aku Liana," jawabnya dengan gugup, Dengan cepat Liana segera melepas tangannya dari genggaman pria itu yang kuat. Perasaan takut itu masih saja menghantuinya, dan sempat terpikir jika Pria yang sedang bersamanya adalah seorang pembunuh.
"Permintaanku sederhana, aku ingin kau menjadi kekasihku. Setahun kemudian tepat di hari kelulusan mu dari perguruan tinggi, kita akan menikah. Bagaimana?" ucap Tuan D yang berhasil membuat kedua mata Liana membulat dengan sempurna.
Hah! Apa? Kekasih? Menikah?? Dan sejak kapan dia tahu kalau setahun lagi aku akan lulus? Siapa dia? Astaga ... sepertinya aku terjebak dalam perkataan ku sendiri.
"Ingat aku tidak mau menerima kata penolakan! Sebaiknya kau bangga, karena aku telah memilihmu!" ucap Tuan D dengan tatapan tajam.
Jantung Liana berdegup kencang menatap kedua matanya yang begitu tajam. Seperti tatapan seorang pembunuh. Baru saja dia bisa bebas dari tangan pria hidung belang, kini dia malah masuk ke genggaman seorang iblis.
"Siapa kau sebenarnya? Kenapa kau tahu jika aku akan lulus kuliah setahun lagi? Dan ... kenapa kau bisa mengangkat orang tanpa menyentuhnya? Dan ... dan kenapa kau membunuhnya hanya dengan satu jari!?" beberapa pertanyaan berhasil Liana layangkan dan berharap pria itu akan menjawabnya.
Tiba-tiba saja Tuan D mendekatkan tubuhnya ke hadapan Liana. Dengan spontan Liana mundur dan takut jika pertanyaannya membuatnya tersinggung. Tuan D semakin mendekat dan bahkan kini wajah mereka saling berhadapan dan hanya berjarak 3 centimeter.
"Kau belum memakai seat belt, ingatlah untuk memakainya sayang!" ucap Tuan D seraya memasangkan sabuk pengaman. Kemudian dia kembali duduk di kursinya dan mulai melajukan mobilnya.
"Tet-trimakasih," ucap Liana yang seketika wajahnya menjadi bersemu merah karena sudah berpikiran negatif.
"Dimana rumahmu?" tanya Tuan D.
Hah aneh, dia tahu identitas ku tapi tidak tahu rumahku?
"Rumah di sekitar zona x,"
Liana kembali terdiam begitu juga Tuan D meskipun Liana sangat ingin mengetahui jawaban dari pertanyaannya tadi.
"Kau belum menjawab pertanyaan ku, maka aku tidak akan menjawab pertanyaan mu," ujar Tuan D seakan mengetahui apa yang dipikirkan Liana.
"Untuk apa aku menjawab, jika Tuan tidak menerima penolakan,"
"Setidaknya kau berkata 'ya sayang, aku bersedia' ... ." ucap Tuan D.
Liana tertawa lepas karena mendengar Tuan D dengan suara yang menyerupai perempuan.
"Aku suka senyummu," sahutnya seraya memperhatikan Liana.
Lagi-lagi wajahnya memerah dan dia mendapati Tuan D sedang memperhatikannya, dan kali ini tatapannya lebih lembut.
"Hemm bisa kah kita menjalin pertemanan dulu sebelum memulai hubungan sepasang kekasih? Aku belum mengenalmu Tuan D ... dan kau juga belum mengenalku," ujar Liana dengan sedikit takut.
Tak ada jawaban dari mulut Tuan D, Liana lupa jika Tuan D tak akan menerima kata penolakan.
"Baiklah, aku akan mencoba menjadi kekasihmu. Tapi ... jawab dulu pertanyaan ku tadi,"
Tuan D menghentikan mobilnya dan berkata, "Kita sudah sampai,"
Apa? bagaimana mungkin, perjalanan ke rumahku seharusnya butuh waktu satu jam untuk sampai kesana ... .
"Kenapa? bukankah lebih cepat sampai itu lebih bagus? Ini sudah jam 11 malam,"
"Sekali lagi terimakasih Tuan D, kalau begitu aku keluar dulu," Liana bergegas keluar dari mobil dengan perasaan kecewa karena tidak mendapatkan jawaban dari segudang pertanyaan yang ada dalam otaknya.
"Liana!" teriak Tuan D memangilnya.
Dengan cepat Liana berbalik, Tuan D mendekat dan memakaikan jasnya menutupi tubuh Liana.
"Pakaianmu robek, tutuplah dengan jas ini. Dan ... ." ucapnya terhenti.
"Dan apa?"
Tuan D meraih tangan Liana dan membuka telapak tangannya. Dia menusuk telapak tangan Liana dengan kuku tajamnya.
Cess!!
"Ah! Apa yang kau lakukan Tuan?" pekik Liana seraya meniup telapak tangannya yang berdarah.
Wajah Tuan D berubah pucat dengan matanya yang sedikit merah. Dia segera menarik kembali tangan Liana dan menjilati darah yang keluar.
Liana ketakutan dengan apa yang dilakukan Tuan D.
"Maaf, aku hanya membuat tanda jika kau sudah menjadi milikku. Supaya tidak akan ada yang berani mengganggumu. Manusia, siluman, drakula atau dedemit sekalipun," jelasnya.
"Apa maksudnya? Aku tak mengerti. Tanda apa? ini jelas melukaiku, dan ... sakit!" ucap Liana dengan sedikit nada tinggi tapi berbisik mengingat waktu sudah beranjak malam.
Tuan D mengusap telapak tangan Liana dengan lembut, seketika rasa sakit itu hilang.
Liana terkejut, tangannya sudah tak sakit lagi. Dia semakin penasaran siap sebenarnya pria yang ada di hadapannya ini.
"Siapa kau sebenarnya tolong jawab aku!" tanya Liana dengan tatapan lembut kali ini dia sedikit tidak takut karena Tuan D menghilangkan rasa sakitnya di tangannya tadi.
"Berjanjilah untuk tidak akan takut padaku,"
Liana mengangguk pelan dan siap mendengarkan dengan seksama.
"Aku bukanlah manusia, aku Drakula. Mungkin kau tak percaya dengan apa yang aku katakan tapi spesies seperti ku sudah merevolusi. Kami tak makan darah lagi, kecuali saat bulan purnama. Kami tak takut panas matahari lagi karena kami memiliki obat penawarnya. Dan aku sudah lama jatuh cinta padamu," jelas Tuan D panjang lebar.
Seketika itu juga Liana kembali pingsan.
Di sebuah ruangan besar dan gelap. Liana terbangun karena mendengar suara langkah kaki yang bergema. Pintu ruangan itu terbuka. Pandangan Liana samar-samar karena ruangan itu sangat gelap, sedangkan dibalik pintu ruangan itu sangat bercahaya terang.
Pintu yang terbuka tadi tertutup kembali hingga suara gema bersahut-sahutan. Ruangan kembali gelap. Ingin rasanya gadis itu melihat siapa yang datang. Saat Liana hendak beranjak bangun. Matanya terbelalak mendapati kedua tangannya sedang di rantai. Ternyata dirinya berada di lantai saat itu dan kedua tangannya di rantai dengan rantai besi yang menjulur panjang.
"Dimana Aku?" gumam Liana
Terdengar kembali suara langkah kaki yang bersepatu hak fantofel mendekatinya. Sepatu laki-laki.
Mata Liana memandang mencoba melihat dalam kegelapan yang sangat minim cahaya. Seseorang berjubah panjang. Ketika pandangannya sampai pada wajah orang itu. Wajah pria itu tiba - tiba berada persis di hadapan wajah Liana. Liana dikagetkan olehnya hingga menjerit histeris.
Sontak saja Liana langsung memundurkan dudukannya hingga punggungnya menabrak dinding. Bagaimana tidak terkejut, wajah pria asing itu pucat dengan mata putih dan bergigi taring yang panjang serta sedikit darah dalam mulutnya.
"Hahaha, sudah lama aku tak mendengar teriakan seperti ini ketika mereka melihatku," ucap pria itu.
"Hiks... siapa kau! kenapa aku dirantai...?" ucap Liana ketakutan.
Pria itu menjentikkan jarinya, tak berapa lama 8 obor yang terpasang mengelilingi dinding yang tinggi itu menyala.
Terlihat ada banyak wanita seperti Liana yang dirantai. Bahkan beberapa diantaranya ada yang jatuh tersungkur dan berdarah. Ada yang sedang di hisap darahnya dari leher, bahkan ada yang sedang menghisap darah itu dari lengan yang sudah terpotong. Mereka makhluk lain, manusia menyebutnya dengan sebutan drakula.
Pemandangan itu membuat Liana takut dan seketika menjadi mual. Pikirannya kini kosong, hanya dapat memikirkan cara bagaimana dia bisa keluar dari penjara itu dengan segera.
"Tolong lepaskan aku, aku tak ingin menjadi seperti kalian!" Liana berkata sambil menangis seraya menutupi wajahnya dengan kedua tangannya yang di rantai dengan rantai panjang
Pria dihadapannya kini semakin tertawa terbahak-bahak. Dia lalu mengangkat Liana berdiri dengan kekuatan yang keluar dari tangannya. Tangannya mengelus kepala Liana kemudian ia menyentuh pipi mulus Liana dengan satu jari telunjuk yang mempunyai kuku panjang. Sentuhannya turun ke leher dan semakin turun.
Tubuh Liana tak dapat bergerak atau memberontak. Ia teringat hal yang dilakukan Tuan D saat menyelamatkannya. Tuan D melakukan hal yang sama membuat tubuh korban melayang tak dapat bergerak sama sekali. Seperti itulah dia saat ini.
Matanya terpejam, ia tak ingin melihat apa yang akan dilakukan Pria drakula dihadapannya kemudian. Tubuhnya bergetar ketakutan.
"Aku menginginkan jantungmu hidup-hidup, kau sangat special, aroma mu membuat ku kembali hidup," ucap pria itu dengan berbisik di telinga Liana.
Lantas pria itu menjulurkan lidah panjangnya ke dalam telinga, bau nafas pria itu sangat menjijikan, aroma anyir sepertinya drakula itu baru saja memangsa korbannya. Aroma yang membuat Liana ingin muntah
Saking takutnya Liana tak sengaja memanggil Tuan D di dalam hatinya dan mengucapkan sebuah perjanjian.
Aku akan menuruti semua keinginanmu hingga akhir hidupku, tapi selamatkanlah aku dan tetap biarkan aku menjadi manusia.
Tanpa sadar Liana telah menjual jiwanya pada Tuan D.
Whuusss
Bagaikan kilat Tuan D datang bersama angin hingga memadamkan api obor bersamaan dan seketika itu juga melepaskan Liana dari rantai yang di jerat drakula jahat.
Liana dibawa ke dimensi yang berbeda, ia sendiri pun tak tahu. Matanya masih terpejam saking takutnya.
"Hey cantik, bukalah matamu. Aku disini jangan takut," ucap Tuan D.
Dengan ragu ia membuka mata dengan sedikit mengintip. Dihadapannya kini benar Tuan D, drakula yang baik yang telah menyelamatkannya lagi.
Liana lalu melihat sekelilingnya, ia berada diatas awan. Tak jelas hari itu, apakah pagi, siang atau bahkan sore. Karena udaranya sangat sejuk tetapi juga hangat. Hal yang tak pernah ia bayangkan terjadi. Benarkah ini? Nyatakah ini?.
Liana yang masih berada di gendongan Tuan D , mereka melayang di udara. Entah kenapa Liana merasa Tuan D sangat tampan saat itu, tak ada perasaan takut lagi. Bahkan sangat nyaman. Aromanya pun wangi tak seperti drakula yang menyanderanya tadi. Liana tak sadar dirinya tersenyum sendiri.
"Apa kau baru saja mengagumi diriku?"
"Hah? hemm...." Liana tertunduk tersipu malu.
"Istirahatlah, dan ingat akan janjimu. Kau sekarang milikku," ucap Tuan D seraya mengecup kening Liana.
Liana terpejam entah kenapa ia menerima kecupan dari pria asing itu dan ketika ia membuka matanya kembali dirinya tengah berada di tempat tidur di sebuah kamar.
"Tu-tuan D?" Ucap Liana.
Ini aneh? apakah aku hanya mimpi? Tapi...tapi aku mengenal Tuan D karena aku dikejar preman yang ingin memperkosa aku. itu berarti nyata kan? ahh Ini semua pasti ada sangkut pautnya karena kak Arin.
Liana melihat jam yang ada di meja sudut kamarnya. Waktu menunjukkan pukul 7 pagi, itu artinya dia harus segera membersihkan diri dan pergi ke kampus.
Di dalam kamar mandi, Liana banyak merenung.
Dia ingat betul, Arin mengajaknya ke sebuah Lounge di salah satu hotel menghadiri pesta ulang tahun temannya. Lalu ia pamit ke toilet, sampai tempat itu tutup dia tak pernah kembali. Sepertinya Arin sengaja meninggalkannya.
"Jika kak Arin sengaja meninggalkanku dan preman itu suruhannya, maka aku akan membalas mu," ucap Liana.
Arin adalah kakak kandungnya tetapi mereka tak pernah akur sedari kecil. Biasanya anak paling ragil adalah anak yang dimanja dan disayang tapi tidak di keluarga Ye.
Bagi keluarga Ye, anak pertama adalah anak kesayangan, dimanja dan dinomorsatukan segala permintaannya. Bahkan jika orang tuanya meninggal nanti, pewaris tunggal akan diberikan kepada anak pertama. Tak heran jika terjadi perkelahian dalam keluarga besar Ye.
Liana sama sekali tak mempermasalahkan kedudukannya, baginya selama dia masih bisa sekolah dan hidup tercukupi itu sudah cukup.
Saat membilas busa-busa yang membalut badannya, ia melihat telapak tangan kanannya. Sama sekali tak ada bekas tusukan atau luka. Juga tidak ada sakit sama sekali.
"Ini pasti mimpi, hari gini gitu loh, 2021 masa sih ada drakula? ahh aku yakin ini cuma mimpi. Pasalnya aku baru aja nonton film drakula kemarin lusa, sudah pasti ini pasti terbawa mimpi gara-gara film," ucapnya yakin.
Saat selesai mandi Liana keluar dari kamar mandi dan menuju kamarnya tepat diseberang kamar mandi. Kamar mandi itu terpisah dari kamar tidur, sehingga harus sedikit waspada kalau-kalau ada tamu yang datang.
"Liana?" Sapa Arin yang keluar dari kamar Liana dengan sedikit terkejut saat berpapasan oleh Liana.
"Ya? kenapa kak? mau apa di kamarku?" Liana balas bertanya.
"Ah, Aku cuma, cuma mau pinjem baju aja kok, tapi kamu tidak ada dikamar," jawab Arin seperti ketakutan.
"Baju yang mana, pinjem aja gak papa kok? oh ya kenapa kak Arin ninggalin aku kemarin?" tanya Liana.
"Kakak gak ninggalin kok, justru kamu yang ninggalin kakak?" ucap Arin dengan nada tinggi, seolah-olah Liana yang salah.
"Eh apa ini?kok marah-marah?" tanya Yuan Ye, Ayah Liana dan Arin.
"Dia menuduhku Yah, Liana meninggalkanku di pesta itu, sampai aku terjebak di sana karena tempat itu tutup. Ayah tau sendiri kan, Aku baru pulang subuh tadi. Tapi Liana malah menuduhku jika Aku yang meninggalkannya," ucap Arin.
"Ya benar Liana, kamu jangan sembarangan menuduh, apalagi dia kakakmu. Sudah sana masuk ke kamar, pakai bajumu dulu.
"Hemm aku masuk dulu, kita bahas ini setelah aku berpakaian!" ucap Liana yang ingin meluruskan permasalahannya.
"Gawat bagaimana ini jika aku ketahuan ingin mencelakai dia." gumam Arin dalam hati.
Liana pergi ke ruang makan untuk sarapan, disana sudah ada Ayah, Ibu dan Arin. Sambil berjalan dengan kesal Liana melempar pakaian yang ia kenakan tadi malam. Dress yang terdapat sobekan di bagian lengan dan pinggang.
"Ahh sialan, adik tidak punya sopan santun. Untuk apa kau melempar pakaian kotor ini ke muka ku!" Ucap Arin dengan nada marah.
"Liana, Ayah tidak pernah mengajarimu tidak sopan seperti itu! apalagi kita sedang makan!" Ucap Yuan Ye
"Sekarang minta maaf pada kakakmu," sahut Raline, Ibu Liana.
"Tidak Bu, Kak Arin yang seharusnya minta maaf padaku. Pakaian Itu bukti karena semalam aku di datangi preman dan mereka mencoba memperkosa aku! Kak Arin, kau juga tahu sendiri kan orang luar tidak diijinkan masuk saat sedang ada acara. Dan preman itu masuk saat acara itu sudah selesai. Itu artinya aku tidak bohong, Aku ada disana hingga Lounge itu tutup. Bodohnya aku menunggumu saat itu!" Jelas Liana dengan panjang lebar.
"Lihat Bu, dia terus memojokkan aku. Padahal siapa yang duluan sampai dirumah? Dia kan?"
"Lalu dengan siapa kau semalam, kenapa bisa pulang sampai subuh?" Ucap Liana.
"Cukup Liana? Aku tidak ingin darah tinggi ku kumat! Kakakmu sudah bilang dia tidak meninggalkan mu. Dan kamu juga mengatakan jika tidak meninggalkan kakakmu. Anggap saja kalian berselisih di jalan. Soal preman itu hal biasa jika mereka masuk ke dalam Lounge," sahut Raline mencoba melerai adik kakak itu.
"Ehemm maaf semuanya, Saya mengetuk pintu didepan tapi tidak ada jawaban," ucap seorang pria dengan suara nge-bass. Mendengar suaranya saja sudah membuat jantung Liana berdegup kencang.
Suara khas Rey, mantan kekasih Liana. Rey memutuskan tali kasihnya dengan Liana setelah tiga tahun ini mereka berpacaran. Dan seminggu ini Rey sudah menjalin kasih dengan Arin. Liana sempat tak percaya begitu cepatnya Rey melupakan Liana dan kenapa harus Arin yang menjadi kekasihnya.
"Oh nak Rey, masuk sini, ayo duduk, kita sarapan bersama," ajak sang Ayah.
Rey tersenyum dan menganggukkan kepala, dia sama sekali tidak memandang Liana yang berdiri tepat di hadapannya. Rey duduk dan Liana memilih pergi meninggalkan ruang makan. Dia berbalik, tak terasa bulir bening di matanya jatuh begitu saja. Liana masih belum bisa melupakan cinta pertamanya.
"Hey Liana, mau kemana? kemari cepat! ada yang Ingin Ayah bicarakan," ucap Yuan Ye
"Aku tidak lapar, Aku mau ke kampus segera," Liana menolak.
"Liana, duduk!" perintah Raline seraya menatap tajam dan menyuruhnya untuk duduk dengan sorotan matanya.
Liana kembali dan duduk untuk sarapan. Terlihat Arin sedang menyuapi Rey dengan sikap manis dan manjanya. Tapi bagi Liana itu sikap itu tidak tulus.
"Begini, Kakek Ye dan Nenek, besok lusa akan kemari," ucap Ayah memulai pembicaraan yang sepertinya serius.
"Kakek dan Nenek akan kemari? kapan Yah? biasanya Kakek akan datang jika kita ada acara besar, memangnya akan ada acara apa, Yah?" Tanya Liana.
"Loh memangnya kamu tidak tahu? Arin dan Rey akan segera bertunangan," jelas Raline.
"Apa?" Tanya Liana tak percaya.
"Iya kenapa? Kamu sepertinya tidak suka jika aku bertunangan dengan Rey?" Terka Arin yang tersenyum kecut.
"Bu-bukan seperti itu," hardik Liana.
"Halah ngaku aja?"
"Aku terkejut karena itu sangat mendadak sekali, bukan karena aku tidak suka," jelas Liana seraya melihat Rey yang juga menatapnya datar.
"Hemm Liana," panggil Ayah seraya menaruh sendok dan garpu
"Ya,"
"Ayah minta tolong padamu Liana, tolong jangan bersikap seperti anak kecil. Jangan bertengkar. Kalian tahu sendiri kan? Kakek Ye sangat tidak suka jika melihat cucunya bertengkar," ujar Ayah.
"Dan soal masalah preman, lupakan saja. Jangan diungkit lagi. Toh kamu juga baik-baik saja kan?" Timpalnya lagi.
Apa-apaan ini kenapa hanya aku yang Ayah tegur. Dan kenapa Ayah tidak cemas tentang aku yang di kejar preman. Apakah aku anak kandungnya?
"Oh ya Ayah, mumpung ada Rey disini, dia bisa menjelaskan bahwa Aku di Launge mencari-cari keberadaan Liana hingga Launge itu tutup. Kalau tidak percaya Rey saksinya." ucap Arin.
Hah Syukurin kamu Liana, kali ini aku yang akan menang, Ayah lebih percaya aku.
"Rey bisa kau jelaskan?" Tanya Ayah
"Ya benar Om, waktu itu pesta sudah usai. Lounge sudah tutup tetapi saya kembali lagi karena kunci saya tertinggal. Untung saja masih ada karyawan disana. Lalu saya melihat Arin berjongkok di pintu masuk Launge. Dia menangis mencari-cari Liana, bahkan Arin khawatir jika sesuatu terjadi dengan Liana. Karena di pesta itu juga ada orang asing, Arin takut jika Liana di bawa laki-laki hidung belang," jelas Rey panjang lebar.
"Dengar sendiri kan Yah? Aku dan Rey mencari-cari Liana di sekitar jalanan dan meneleponnya hingga tak terasa sudah larut, aku menginap di rumah Nana yang dekat dengan tempat Launge tersebut," ucap Arin.
"Memangnya kenapa sayang? Apa Ayah tidak percaya padamu?" tanya Rey.
"Ayah mana mungkin tidak percaya, karena aku ini jujur. Tetapi Dia menuduh ku sayang, dia menuduhku jika aku menyuruh preman itu untuk mencelakainya," ucap Arin menunjuk Liana.
"Ya aku sendiri percaya dengan Arin, dia anak tersayang ku tak mungkin dia menyuruh preman untuk mencelakai Liana," jawab Yuan Ye
"Liana atas dasar apa kamu menuduh Arin seperti itu. Tak ku sangka Lian hatimu ... ,aku rasa aku memilih pilihan yang tepat," ucap Rey
Liana mengepalkan tangannya ingin sekali dia berteriak dan menusuk-nusuk Arin yang mulutnya sangat berbisa. Percuma saja Liana menjelaskan tetap tak akan ada yang mendengar.
"Andai saja aku bertemu dengan detective Wasabi, dia pasti akan membongkar semua kebusukan mu," ucap Liana seraya meninggalkan ruang makan dan kembali ke kamar.
"Kak Arin, aku tahu kamu baik di depan semua orang. Aku yakin preman itu pasti suruhan mu. Kalau tidak kenapa dia mengincar aku. Kenapa kamu selalu jahat. Merebut apa yang aku miliki. Dulu kamu merebut masa kecilku. Mainan ku, kasih sayang orang tuaku, teman-temanku dan sekarang Rey? Kenapa harus dia...hiks..hiks...." gumamnya dengan lirih di dalam kamar sembari menangis. Segera dia hapus air mata dan bersiap berangkat ke kampus.
****
Disisi lain, seorang wanita tua duduk dengan cemas, memikirkan cucu kesayangannya yang selalu berbuat ulah.
"Gadis itu tidak boleh terlalu dekat dengan D. Kehadirannya bisa membawa malapetaka. Entah dari mana dia dapat membuka portal yang sudah lama ku tutup padahal aku telah menyegelnya dengan air suci," ucap Wanita tua yang tak lain adalah Nyonya Mary, Nenek dari Tuan D.
"Lalu apa rencana Mama? Apakah kita harus berpindah lagi?" tanya Bella, Ibu Kandung dari Tuan D.
"Kita lenyap kan gadis itu," ucap sang Nenek.
"Aku tidak mengijinkan Nenek menyentuh jodohku," ucap Tuan D yang datang tiba-tiba.
"Jodoh? Apa kau yakin dia Jodohmu?" tanya Nenek
"Aku telah menandai darahnya dan meneteskannya di batu cincin ku, dan sesuatu yang ajaib muncul. Batu itu berubah warna menjadi merah dan jantungku berdetak," ucap Tuan D
"Mustahil!" Ucap Nenek Mary dan Bella bersamaan.
"Jantung yang telah lama mati tak mungkin berdetak, kecuali dia orang terpilih. Mama, dia dapat menyelamatkan kita," ucap Bella pada Mary, Ibunya dengan wajah berbinar.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!