NovelToon NovelToon

My Ex Mr Duke

Kota Hunderbugh

Kota Handerbugh, sebuah kota yang terletak di perbatasan Kekaisaran Fictor Xander dan Kekaisaran Ares Will. Kota yang terkenal sangat indah, penginapan yang berlantai dua dan Luas, Penginapan Rose Moor. Penginapan yang sangat memanjakan para bangsawan yang menginap, ada Restauran dengan berbagai macam hidangan, toko gaun yang terkenal, menjual bahan sutera yang sangat berkualitas dan modelnya tidak kalah menarik, hingga para bangsawan berbondong-bondong mendatangi toko itu, toko yang sangat terkenal di kedua Kekaisaran itu.

Tak hanya itu, Penginapan Rose Moor menyediakan rumah kaca yang lumayan luas itu bersantai sekaligus menyediakan kue cokelat dan berbagai macam jus serta menyediakan toko bunga.

Kota Huderbugh juga terkenal tanah yang sangat subur, bagus untuk memanen berbagai macam sayuran.

Sehingga rata-rata penduduk di sana seorang bercocok tanam.

"Ibu," sapa seorang anak laki-laki, memakai kemeja warna putih dan tuxedo berwarna silver. Kedua tangannya di masukkan ke kedua saku celana pendeknya selutut. Matanya menatap hamparan ladang ubi ungu milik sang ibu. Ladang itu cukup luas, di bagi tiga macam tanaman ubi ungu, wortel dan jagung. Ibunya berkerja keras, padahal sudah ada pelayan.

"Iya, sayang."

Wanita itu tersenyum, ia memanen ubi ungunya dengan tangannya sendiri. Peluh keringat membasahi dahinya, ia mengusap buliran keringat yang berjatuhan itu. Sementara pelayan lainnya melanjutkan kembali pekerjaannya.

Laki-laki yang di sapa dengan tuan muda Alfred itu langsung duduk di hamparan rumput hijau dengan menyandarkan tubuh kecilnya di bawah pohon rindang itu. "Sebaiknya Ibu istirahat, sudah banyak pelayan yang melakukannya, Ibu."

Wanita itu tersenyum, ia ikut duduk di samping putra pertamanya. "Apa kamu tidak ingin ke kota?"

Anak kecil itu menoleh dan tersenyum kecut. Dia memang suka dengan tempat keduanya, di Kota Handerbugh ini. Ibunya menjalani sebuah bisnis. Awalnya hanya sebuah toko kecil yang menjual gaun, namun seiringnya waktu toko gaun milik ibunya melebar, banyak wanita bangsawan yang memesannya, hingga sampai saat ini, toko itu menyebar di kota Huderbugh. Bisnis miliki ibunya berkerja sama dengan penginapan Rose Moor dan pemilik penginapan itu adalah orang yang menolong ibunya sewaktu pingsan di tengah jalan. Dia tidak tahu persis ceritanya, ibunya hanya mengatakan ayahnya telah meninggal.

"Apa kamu merindukan rumah kita?" tanya Violeta. Matanya menengadah ke langit, masih ia rasakan. Dulu, ia seorang mahasiswa di salah satu Universitas London. Ayahnya berasal dari London, ibunya berasal dari Indonesia. Kedua orang tuanya telah meninggal akibat sebuah kecelakaan. Ia hidup sendiri, di asuh oleh pamannya dan setelah lulus kuliah, ia mendirikan sebuah butik.

Saat itu, ia pulang larut malam karena pesanan gaun pernikahan sangat banyak, dan siapa sangka, kejadian naas menimpa dirinya. Tubuhnya pun menjelajah, yang lebih mengejutkannya lagi. Ia menggantikan tubuh Violeta yang sedang koma sehabis melahirkan. Mengejutkan bukan, sudah pasti ia terkejut, tidak ingin menerima. Pacar saja ia tidak punya, selama menjadi Mahasiswa, ia hanya fokus belajar dan belajar, setelah itu bekerja. Tidak ada yang lebih penting dari pada itu.

Semenjak hidupnya berada di negeri asing ini, ia pun menerima keadaan dan mencoba bangkit, rasa sayangnya melihat dua anak kembar yang berbeda identik itu menumbuhkan cinta di hatinya. Dia menerimanya lapang dada setelah mengingat semua perlakuan suami dari pemilik asli tubuhnya, Duke Arland Brezil.

Laki-laki yang sangat dingin dan kejam, terkenal dewa perang dari Kekaisaran Ares Wiil. Laki-laki itu tidak pernah menghargai Violeta selama menjadi istrinya, sebuah kejadian yang membuatnya sakit hati. Ingatan. milik tubuh ini di bawa oleh suruhan Duke Arland untuk di bunuh karena Duke Arland akan menikahi kekasihnya, Felica. Beruntungnya pemilik tubuh ini berhasil kabur. Dengan matanya sendiri, Duke Arland membawakan sebuah sup, entah apa yang terjadi, tiba-tiba tubuh ini sudah ada di jalan. Ia mendengarkan semuanya, pembunuh bayaran itu mengaku di suruh oleh Duke Arland.

Pertemuan

"Alfred akan menyusul Aleta ke kota, Bu." Anak kecil bernama Alfred itu bangkit dari duduknya.

"Hati-hati," ujar sang ibu mengingatkan. Anak kecil itu mengangguk dan tersenyum. Kemudian beranjak pergi.

Sedangkan di kota.

Seorang gadis kecil tengah asik memakan kue cokelat di Restauran Rose Moor. Tangannya mungil begitu elegan menyodorkan kue cokelat itu ke dalam mulutnya. "Mike, ayo makan!" seru sang gadis itu tersenyum.

Sang pelayan tersenyum kikuk, ia memakan kue di depannya. Kemudian menyeruput teh hangatnya. "Apa nona sudah selesai? kita tidak bisa berlama-lama di sini nona."

"Tunggulah sebentar, aku belum puas." Celoteh Aleta sembari melahap kue cokelat di tangannya. Pelayan Mike hanya tersenyum pasrah menanggapinya.

Dari luar pintu, seorang anak kecil menatap kagum melihat nama Restaurant itu, tampa banyak berfikir, dia langsung berlari menuju ke dalam di ikuti satu pelayan dan satu kesatria.

"Tuan kita duduk di sana," ujar sang pelayan menunjuk ke salah satu tempat yang kosong.

Laki-laki bernama Arenz itu menggeleng, matanya tertuju pada sosok anak kecil yang berambut hitam berkilau. Dia pun berlari, menghampiri sosok anak kecil perempuan itu. "Hay, bolehkah aku duduk di sini," ujarnya tersenyum ramah.

Sekilas dua orang wanita berbeda usia itu menatapnya. "Nona,"

Aleta melirik ke arah pelayan Mike, ia paham, pelayan Mike ingin menolaknya, ibunya sangat melarang Aleta dan Alfred menerima orang asing. "Tidak masalah, duduklah," ujarnya. Hatinya tak tega melihat anak laki-laki memohon mengiba.

"Tapi, Nona."

Pelayan yang menjaga Arenz itu tampak tak senang pada pelayan Mike yang merasa risih dengan kehadiran tuan mudanya. "Hey, pelayan! jaga batasan mu, kamu tidak tahu tuan muda Arenz. Dia sosok tuan muda yang di hormati," ucapnya dengan nada meninggi.

"Menurut ku, "

"Sudah cukup!" tegas Aleta. Dia tidak suka ada yang mengganggu acara makan paginya. Dia menatap luar jendela, sebelum salju turun lebih lebat. Dia harus kembali.

"Ayo Mike!" Aleta turun dari kursinya, namun seorang anak kecil menghentikannya.

"Kamu mau kemana? temani aku makan dulu," ujarnya. Dia merasa aneh, setiap melihat anak kecil itu jantungnya berdetak, ia seperti merasakan sesuatu yang aneh. Entah apa itu? ia tidak bisa memahaminya.

"Maaf, saya harus pulang. Ibu ku pasti mengkhawatirkan diri ku." Aleta memberikan hormat layaknya putri bangsawan. Pelayan Mike langsung mengekorinya.

"Tuan muda, biar saya yang memberikan pelajaran. Karena sudah berani menolak tuan muda," ujar sang pelayan dengan amarahnya.

"Tidak perlu, dia tidak bermaksud menolak. Hanya saja, dia takut ibunya mengkhawatirkannya. Aku ingin sekali berteman dengannya, baru kali ini aku di tinggal sendiri, biasanya banyak sekali anak bangsawan yang mau bermain dengan ku," ujarnya menatap sendu. "Aku merasakan, aku dekat sekali dengannya. Besok kita akan menemuinya lagi di sini," ujar Arenz. Kini dia melanjutkan santapannya.

"Aleta!" panggil seorang laki-laki bertubuh kecil.

"Kakak!" Aleta berhambur memeluk Alfred dengan tangan mungilnya. Kedua anak kembar itu berpelukan di tengah-tengahnya hujan salju. "Tumben Kakak ke sini, biasanya kakak tidak suka di ajak oleh ku ke kota."

Alfred tersenyum, ia memang tidak suka dengan keramaian. "Aku mengkhawatirkan mu, takut saljunya lebat dan kamu tidak bisa pulang."

"Ya sudah, kita pulang," ujar Aleta menyudahi pelukannya.

Alfred mengangguk, saat kakinya melangkah, ia merasakan sesuatu yang tengah menatapnya. Dia memutar lehernya, mencari sosok orang yang tengah menatapnya. Dari balik kaca jendela itu, ia melihat sosok anak laki-laki yang menatap ke arahnya dan Aleta.

Masih Mengingatnya

"Apa laki-laki itu temannya? dia akrap sekali," ujar Arenz. Dia menaruh sendok itu di atas piringnya. Wajahnya menunduk lesu, baru kali ini tidak ada yang mau berteman dengannya.

Sang Kesatria itu mengepalkan tangannya, ia langsung keluar dari Restaurant itu untuk menghampiri dua anak yang sudah mengabaikan tuan mudanya. "Tunggu!" teriaknya.

Alfred mengamati pakaian laki-laki di depannya, baju zirahnya dan pedang di samping pinggang kanannya. "Ayo Aleta,"ujarnya menarik sang adik.

"Tunggu! apa kamu tidak memiliki sopan santun? sudah beruntung dirimu di sukai tuan muda ku," ujarnya menatap tajam.

"Apa itu penting?" Alfred melangkah ke depan, tatapannya tak kalah dingin. Ibunya selalu mengajarkan tidak boleh membedakan status. Ia sangat benci seseorang yang mengandalkan statusnya dalam hal yang tidak benar.

Sang Kesatria itu selangkah mundur, apa yang ia takutkan pada anak kecil seumuran majikannya? tapi aura membunuh itu lebih kuat dari auranya. Entah kenapa? ia pernah merasakan aura itu.

"Jangan mengusik Adik ku, aku tidak akan segan pada mu." Kata Alfred menekan. Dia akan melindungi ibu dan adiknya dari siapapun. Sekalipun orang itu adalah sang penguasa. "Ayo Aleta!" sambungnya lagi seraya menarik tangan gadis mungil di sampingnya.

"Tuan muda, biar saya saja yang menghadapinya," ujar kusir kuda itu. Dia melangkah ke depan dua majikannya. Kusir kuda itu, bukanlah kusir sembarang. Laki-laki itu sangat ahli bermain pedang. Suatu hal yang Alfred dan Aleta sembunyikan, keduanya jago bela diri dan ahli bermain pedang. Selama di Kekaisaran Arez, keduanya telah memiliki seorang guru yang di segani oleh semua bangsawan. Awal pertemuan keduanya, Ibunya, Violeta yang tampa sengaja menolong seorang laki-laki yang terkena sebuah peluru. Selama itu pula, kedua anaknya di asah oleh guru itu dan menjadikan keduanya jago dalam segala hal. Violeta pun malah mendukung, ia ingin kedua anaknya bisa melindungi dirinya sendiri, jika ada sesuatu yang mendesaknya.

"Tidak perlu! jangan meladeninya, kita tidak memiliki urusan dengannya," ujar Alfred dingin.

"Lio!" anak kecil di belakangnya menyadarkan sang kesatria yang bernama Lio itu. "Apa ada sesuatu yang membuat mu melamun?" tanya Aronz, kemudian melihat kereta yang telah menjauh.

"Ti-tidak ada, tuan. Sebaiknya kita pulang," ujar Kesatria Lio.

Siapa anak kecil itu? kenapa aku tidak merasa asing dengan wajahnya batinnya.

"Apa yang kamu lakukan pada mereka? awas saja, jika kamu berbicara macam-macam padanya, aku tidak akan memaafkan mu."

"Tidak Tuan! aku tidak berbicara apa-apa pada mereka. Aku hanya mengatakan, tuan muda ingin berteman saja."

Arenz tak begitu percaya pada Kesatrianya, melihat wajahnya tadi. Kesatria Lio pasti mengatakan sesuatu.

"Awas saja, jika terbukti kamu melakukannya, ayo kita pulang. Ayah pasti mencari kita," ujarnya sembari menuju ke arah kereta.

Tak berselang lama, kereta itu berhenti di halaman depan yang cukup luas. Aneka bunga berjejer rapi di halaman itu, butiran demi butiran salju itu menutupi hamparan rumput hijau dan beraneka bunga itu.

Kaki mungilnya terus berjalan sampai tubuh itu memasuki sebuah kediaman. Dia terus berjalan ke lantai dua, menghampiri sebuah ruangan. "Aku ingin beristirahat, kamu pergilah Lio," ujarnya menunduk lesu.

"Apa ada sesuatu yang tuan muda resahkan?"

"Tidak ada!" jawabnya ketus. Tangannya memutar handle pintu. Lalu menutupnya kembali.

Kesatria Lio menatap pintu bercat putih itu, ia tahu siapa yang menyebabkan semuanya. Lebih baik dia menuju ke ruangan Duke Arland untuk menanyakan, apa ada sesuatu yang harus ia tangani?

Kesatria Lio memasuki ruangan itu, matanya tertuju pada sosok laki-laki yang tengah menyandarkan kepalanya ke sisi kursinya seraya menatap langit-langit. "Tuan, Duke."

"Apa ada sesuatu yang tuan Duke butuhkan?"

"Tidak ada, aku tidak membutuhkan apapun. Apa kamu sudah menemukan sesuatu?"

Kesatria Lio menunduk, setiap ia datang, pertanyaan itu tak pernah lepas dari mulut majikannya. Sudah lima tahun lamanya, majikannya belum yakin istri pertamanya meninggal. "Aku harus mencarinya, aku yakin dia masih hidup."

"Tapi kereta itu jatuh ke sungai tuan," ujarnya. Karena penyelidikannya, kereta nyonya Duchess di temukan di sungai, dan besar kemungkinan nyonya Duchess telah meninggal, meskipun jasadnya belum di temukan."

"Dimana Felica?" tanya Duke Arland tak melihat istrinya selama di rumah.

"Nyonya sedang menghadari pertemuan sosialitanya, Tuan Duke."

"Aronz?"

"Tuan muda murung tuan, semenjak ada seorang anak kecil yang menolak bermain dengannya."

"Siapa dia? anak dari bangsawan mana? beraninya menolak putra ku itu,"

"Saya tidak tahu, Tuan Duke. Saya akan mencari anak bangsawan mana, tapi tuan muda berpesan, saya tidak boleh melakukan apapun, tuan muda menegaskan, akan menghukum saya jika melakukan sesuatu pada anak asing itu."

Duke Arland mangut-mangut, semenjak kapan sikap Arenz berubah? ia merasa aneh dengan putranya itu.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!