Alina gadis dengan wajah biasa saja berkacamata tebal dan hobi memakai pakaian olahraga. Rambut ikal yang selalu di gulung, alis mata tebal membingkai wajahnya yang lebar. Alina termasuk kategori gadis gemuk, karena berat dan tingginya tak ideal. Jika ditanya pada kaum adam, bagaimana mereka menilai penampilan Alina mereka akan langsung mencibir dan mengatakan tidak. Ya memang begitu adanya, Alina bukanlah gadis cantik meskipun arti dari namanya adalah " Cantik,"
Alina seorang mahasiswa yang sudah 6 tahun kuliah tapi belum juga wisuda. Bukan karena dia bodoh, tapi karena Alina di paksa oleh orang tuanya kuliah mengambil jurusan Manajemen bisnis . Alasannya supaya Alina bisa jadi penerus dari restoran ayam yang mereka kelola. Padahal itu sama sekali bukan bidangnya.
Saat ini Alina sedang menyusun skripsinya yang sudah puluhan kali di tolak dan minta di revisi oleh dosen pembimbingnya.
Tanpa ada yang tau bahkan orang tuanya sendiri Alina merupakan seorang penulis daring. Alina selalu menciptakan dunianya sendiri lewat coretan tangannya. Bagi Alina menulis adalah surganya. Begitu banyak pengemar tulisannya yang bergendre Romance Fantasi itu.
Meskipun di dunia nyata dia bukan apa - apa. Tapi di dunia halusinasinya dia adalah dewinya. Alina selalu bersembunyi di balik nama penanya. Bahkan tak seorang penggemarnya pun tau bagaimana rupa penulis favoritnya itu. Alina menjadikan foto idolanya sebagi foto profilnya.
Alina tersenyum sumbringah, melihat begitu banyak like dan komentar dari pembaca untuk novel yang baru di rilisnya itu.
" Waah,, baru dua episode saja popularitasnya sudah segini," Alina mencubit pipinya tak percaya.
" Auw, ini nyata lin, " gadis itu tertawa cekikikan. Namun tawa itu terhenti ketika mendengar suara jeritan dari lantai bawah.
" Alinaaaaa… antar ayamnya,?" suara cempreng wanita yang sudah melahirkannya itu membuat Alina kesal seketika. Gadis itu tak segera beranjak dari depan komputernya, jarinya malah terus menari - nari dia atas keyboard.
" Astaga , aku mau menyiapkan satu episode lagi, " gerutunya.
Braak
Alina tersentak, ketika pintu kamarnya di buka paksa.
" Astaga, kenapa aku melahirkan anak sepertimu, Apa kau tuli? hardik wanita paruh baya melangkah masuk ke kamarnya.
" Auw,,, bu,, sakit bu," Alina terpaksa bangkit dari duduknya karena telinganya di tarik sang ibu.
" Cepat antar ayamnya,?" bentak wanita itu lagi.
" Iya," merunggut kesal.
Sang Ibu melirik sekilas pada komputer miliknya, namun Alina langsung menyadari dan mengklik windows.
" Cepat ," pekik wanita itu karena Alina masih berdiri mematung.
Alina pun berjalan mendahului ibunya keluar kamar. Si ibu pun mengikuti langkah putrinya.
Sampai di lantai bawah yang merupakan restoran ayam mereka sang ayah langsung menyerahkan dia kantong ayam pada Alina.
" Jangan sampai lupa minta uangnya," bisik sang ayah.
Alina mengangguk, dia mengambil kunci motor. Ayah membantu Alina memasang helm di kepala anak gadisnya itu.
" Aarrgh, lihatlah anakmu itu, sampai kapan dia akan begitu. Ketika temannya sudah bekerja dia masih saja belum wisuda," gerutu wanita itu setelah Alina hilang dari pandangannya.
Dia kembali ke dapur dengan mulut tak henti menggerutu.
Ayah Alina hanya menggelang pelan kepalanya. Dia tak terlalu ambil pusing karena itu sudah makanan sehari - hatinya. Dia terus melakukan tugasnya menggoreng ayam.
Restoran ayam itu sudah di kelola turun temurun. Alina adalah penerus satu - satunya dari Restoran yang sangat di banggakan ibu dan ayahnya itu.
Restoran legendaris itu sangat terkenal dan begitu banyak peminatnya. Meskipun sudah terkenal sang Ayah tak mau mengembangkan usahanya. Mereka masih betah mengelola restoran di ruko dua lantai itu. Sementara di luar sana sudah banyak Restoran berinovasi mulai dari tempat dan cita rasa makananya. Tapi prinsip mereka adalah tidak akan mengubah cita rasa makanan leluhur mereka.
Itulah sebabnya Ayah Alina menyuruh Alina mengambil kuliah jurusan Management supaya kelak Alina bisa mengembangkan bisnis keluarga itu.
Alina berhenti di depan sebuah gedung production house, Shalu picture. Alina mengangkat kaca helmnya, dia merogoh kertas kecil di dalam saku celana trainingnya. Lalu membaca nya.
" Iya ini tempatnya," Alina pun melanjutkan mengendarai motornya sampai parkiran gedung itu. Alina memarkir motornya. Alina tak melepaskan helmnya dan kembali menutup kacanya.
Dengar langkah buru - buru Alina melangkah masuk. Dan saat dia mendorong pintu kaca tanpa sengaja dia menabrak dada seorang pria yang baru saja keluar.
" Oh, maaf" ujar Alina membungkuk.
Pria itu mendorong helm di kepala Alina sehingga dia berjalan mundur.
" Minggir," ujar pria itu ketus.
" Aku kan sudah minta maaf," ujar Alina merasa tak terima sambil tertunduk.
" Kalau bicara buka helm mu itu," bentak pria itu.
Alina pun membuka kaca helmnya, dan mulutnya menganga sempurna melihat pria di depannya. Pria yang ada di foto profil pada akun menulisnya.
" Idolaku, Jordan Antonio " ucapnya tanpa sadar.
" Cih, tak sudi aku tak sudi punya fans seperti kamu,!" ujar pria itu menatap Alina jijik.
Alina kembali menutup kaca helmnya, Alina mengambil langkah ke kiri dan melewati pria itu begitu saja. Pria itu hanya menggidikan bahunya, lalu kembali berjalan ke arah parkiran.
" Semua 170 mbak," kata Alina pada seorang OG.
" Makasih," ujar alina saat mendapatkan bayaran, lalu memasukan uang itu ke dalam saku celana trainingnya.
Alina pun melangkah keluar gedung itu bersiul ria. Dia sudah tak sabar ingin pulang dan melanjutkan menulis novel barunya itu.
Namun Alina terkejut melihat seorang pria bertopi sedang mestarter motornya.
" Hei, itu motorku," teriak Alina.
Pria itu menoleh ,namun sesaat kemudian dia langsung membawa kabur motor Alina.
" Maling...curanmor," teriak Alina panik.
Satpam gedung itu pun berlari mendekati Alina.
" Mana mbak,?" tanyanya.
" Sudah pergi pak," Alina mulai terisak.
Dia bisa digantung oleh ibunya karena menghilangkan motor aset keluarganya itu.
Alina merosot terduduk, meratapi motornya yang sudah hilang di curi.
...----------------...
Hai,, ini karya baruku, jangan lupa dukung dengan memberi like dan komentarnya..
Alina duduk tertunduk di depan meja kerja seorang polisi yang mengintrogasinya. Dia terus meremas jari - jari tangannya. Kakinya tak henti bergoyang, sehingga polisi di depannya itu menjadi sebal karena suara tapak sendalnya yang menyentuh lantai.
" Bagaimana kejadiannya,?" ujar Polisi itu sambil menatap komputer di depannya.
" Hem,, saat saya keluar dari gedung itu saya melihat seorang pria bertopi menghidupkan motor saya, saat saya panggil dia langsung kabur dengan motor saya," ujar Alina terisak.
" Apa kau tak mengunci stangnya,?" tanya polisi itu.
" Aku meninggalkan kunci motornya di sana,"! tangis Alina semakin pecah.
Polisi itu mendesah panjang. Sebelum meneruskan memproses laporan kehilangan Alina.
" Tentu saja motornya hilang, dasar ceroboh," gumam polisi itu.
" Pak, tolong temukan motor saya pak, saya bisa di kirim ibu saya ke luar angkasa kalau dia tau motor itu hilang," rengek Alina.
" Iya, tapi kami butuh waktu, karena tempat kau memarkir motormu di luar jangkauan CCTV"
" Tolonglah pak, saya mohon, motor saya itu bewarna ungu, flatnya BZ 3311 M1," ujar Alina mengiba sambil terus menangis.
" Adek tenang dulu, kalau begini saya tidak bisa konsentrasi," desis polisi itu.
Sementara itu di restoran ayam keluarganya..
" Kenapa dia belum balik,? Padahal jaraknya dekat, dasar anak nakal itu, aarggh, lama - lama bisa mati mendadak aku," gerutu ibu Alina.
" Mungkin sedang di jalan, sabar bu, " Ayah Alina berusaha menenangkan istrinya yang mengamuk.
" Coba telepon orang yang memesan ayam tadi, jangan - jangan dia memakan ayamnya dan tak mengantarnya," ujar Ibu Alina.
Ayah Alina pun menelepon orang yang memesan Ayam yang di antar Alina.
" Halo, apa ayamnya sudah sampai,?" tanya Ayah Alina ketika panggilan itu tersambung.
" ___"
" Bukan dia anak saya, kenapa? "
" ___"
" Apa?" pekik Ayah Alina .
Ibu Alina yang baru balik mengantar pesanan pelanggannya ke meja menatap curiga suaminya yang tiba - tiba panik.
" Kenapa,?" ujarnya seraya meletakkan nampan di atas meja dapur.
" Anu bu, hemmm" jawab Ayah Alina ragu.
Dengan cepat ibu Alina merampas gagang telepon yang di pegang suaminya itu.
" Apa ayamnya belum sampai,?" tanya ibu Alina pada orang di seberang sana.
" ___"
" Apa?????.
Dengan nafas tersengal ibu Alina menghempaskan gagang telepon itu pada tempatnya.
" Sa..sabar bu, " Ayah Alina terbata.
" Cepat kita ke kantor polisi," ujarnya seraya melepaskan apronnya. Ayah Alina menurut saja, bibirnya tak mampu berucap lagi melihat istrinya sudah berubah menjadi singa betina kelaparan. Takut nanti dia malah jadi mangsa sang istri.
Kembali ke kantor polisi.
" Pak, saya tak mau pulang sebelum motor itu di temukan,!" ancam Alina.
" Kalau sampai setahun motor itu belum di temukan apa kau akan tetap di sini,?" ujar polisi itu kesal, karena sudah berulang kali dia menyuruh Alina untuk pulang dulu.
" Pak.." ujar Alina lemes.
" Kami akan kabari kalau ada informasi, jadi.."
perkataan polisi itu terpotong saat seorang wanita paruh baya masuk dengan meneriakkan nama Alina sangat keras .
" Alinaaaaaa, kau... akan aku bunuh," suara ibu Alina menggema di ruangan itu.
Alina langsung menegang seketika, tenggorokannya tercekat, Alina hanya mampu menunduk tanpa mau menoleh.
" Kauuu," bentak ibunya. Lalu wanita itu celingukan mencari sesuatu. Matanya tertuju pada sebuah buku tebal di atas meja polisi itu mengambilnya dan memukulnya tanpa henti ke tubuh Alina.
" Ampun bu," teriak Alina kesakitan.
" Dosa apa aku di masa lalu, sehingga melahirkan anak sepertimu," omel ibu Alina.
Ayah Alina berusaha menenangkan amukan sang istri begitu juga dengan beberapa aparat polisi mereka menjauhkan Alina dari amukan ibunya itu.
" Kemari kau, akan aku bunuh," teriak ibu Alina meronta dari cekallan sang ayah.
" Maaf ibu, maaf..maaf" ujar Alina.
" Apa kau bilang, maaf,? Aku akan memaafkan mu jika kau sudah mati di tanganku," marah ibu Alina.
" Sabar bu kami sedang mencari pencuri motor anak ibu ini, mohon jangan membuat kegaduhan di sini," suara bariton seorang aparat polisi berhasil menenangkan ibu Alina.
Setelah laporan motor hilang itu selesai di proses, mereka pun pulang. Alina terpaksa duduk di belakang mobil pick up yang di bawa ayahnya. Kalau di depan dia takut sampai di rumah dia akan jadi mayat.
" Cepat kemassi barang mu,!" titah sang ibu saat mereka turun dari mobil.
"Hah," Alina mengangkat kepalanya yang sedari tadi tertunduk.
" Apa kau mengusir anak kita,?" tanya sang Ayah merasa kasihan dengan putri semata wayangnya itu.
" Aku akan kirim di ke rumah eyang nya, itu hukuman yang paling kejam untuknya" ujar sang ibu.
Mendengar itu Alina langsung tersentak, bergegas dia menyusul langkah ibunya.
" Tidak ibu, aku tidak mau ke rumah eyang. Aku akan ganti motor yang yang hilang itu tapi please bu, jangan kirim aku ke rumah eyang," rengek Alina sambil memegangi kaki ibunya.
" Minggir lah, " dengan sekali gerakan pegangan Alina lepas dari kaki ibunya. Ibu pun kembali melangkah masuk ke dalam restoran mereka.
" Ayah,?" Alina beralih ke ayahnya berharap dapat pembelaan. Tapi sang Ayah hanya menggelengkan kepalanya.
Ibu Alina itu adalah Ratu di keluarga mereka, tak ada yang berani membantah titah sang Ratu meskipun Ayahnya sendiri.
" Cepat kemasi barang mu," ujar ayah Alina seraya mengelus kepala putrinya, kemudian ayahnya menyusul ibu masuk ke dalam restoran.
" Tidaaaaakkk," teriak Alina sambil menangis.
Kenapa mengirim Alina ke tempat eyang yang tak lain ibu dari ayahnya itu menjadi hukuman terkejam bagi Alina? Itu karena rumah eyangnya ada di sebuah desa kecil yang jauh dari ibu kota. Tempat terisolir yang masih jauh dari perkembangan teknologi. Yang bisa membuat Alina gila berada di sana adalah, tidak stabilnya jaringan internet. Bagaimana dia akan berselancar di dunia Maya yang merupakan ujung tombak kehidupannya.
...----------------...
Jangan lupa tinggalkan jejak ya...
Keesokan harinya Alina pergi ke rumah eyangnya di antar oleh Alan menggunakan mobil pick up ayahnya. Sepanjang perjalanan Alina tampak murung, dia terus membuang pandangan ke luar jendela.
" Kenapa aku di hukum ibu seperti ini," ujarnya tiba - tiba.
Alan yang dari tadi hanya fokus menyetir menoleh sesaat.
" Nikmati saja liburan dadakanmu itu, dengan begitu kau tak perlu mengantar Ayam pesanan pelanggan selama masa hukumanmu kan,,?" jawab Alan. Karena Alan tau itu adalah hal kedua yang tak disukai Alina selain pergi ke rumah neneknya.
" Itu lebih baik dari pada aku di kirim ke desa terpencil itu."
" Huaaaaa… Alan, turunkan saja aku di sini, aku ingin kabur saja,!" ujar Alina.
" Jangan harap, kau pikir aku tak takut mati. Ibumu itu lebih mengerikan dari pada mafia kelas dunia," jawab Alan bergidik ngeri.
" Bagaimana aku akan melanjutkan novelku, ?" Alina mulai curhat.
Alan adalah satu - satunya orang yang tau tentang rahasianya itu. Alan merupakan teman dari kecil sekaligus satu - satunya karyawan di restoran ayam milik keluarganya.
" Tulis saja dari ponselmu," saran Alan.
" Aku tak bisa, mataku cepat lelah dan aku tak bisa mengetik hanya dengan jempol saja," Alina beralasan.
" Hem, ya tunda saja,"
" Apa katamu, aku tak mau membuat pembaca setiaku menunggu," bentak Alina.
" Kenapa kau marah padaku,?" sengit Alan tak terima.
" Terus aku harus marah pada siapa, pada mobil butut ini,?" jawab Alina semakin kesal.
" Terserah pada siapa pun, asal jangan lampiaskan kekesalanmu itu padaku," Jawab Alan.
Setelah itu keduanya membisu sampai akhirnya mereka sampai di tempat tujuan menjelang sore.
" Ah, pantatku jadi mata rasa," ujar Alina saat mereka sudah sampai.
Alina turun dari mobil, dia memandang malas rumah eyangnya yang menyerupai rumah orang belanda jaman dulu. Seorang wanita tua membuka pintu saat mendengar suara mobil masuk pekarangan.
" Siapa itu, kau kah Haikal,?" eyang wati menyipitkan matanya.
" Bukan eyang, ini aku Alina," jawab Alina berjalan mendekat.
" Oh, kenapa kau seperti laki - laki dari jauh," ujar eyang Wati.
Alan yang baru turun dari mobil terkekeh mendengarnya dan langsung di balas tatapan tajam dari Alina.
Alina menyalami eyangnya begitu juga dengan Alan.
" Mari masuk,mana orang tuamu" ujar eyang wati.
" Mereka tak bisa ikut, siapa nanti yang akan menjaga Restoran,"
" Orang tuamu itu taunya hanya mencari uang saja," marah eyang.
" Mana paman,?" tanya Alina melihat rumah eyang tampak sepi.
" Masih di kebun,"
Alina mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan. Rumah itu tampak bersih dan rapi seperti biasa. Eyangnya hanya tinggal berdua dengan pamannya yang masih bujangan itu.
" Apa kalian lapar,?" tanya eyang.
" Iya eyang, aku lapar sekali," jawab Alan mantap.
" Aku tidak, " jawab Alina malas.
Alina memilih untuk rebahan di sofa model lama di ruang tamu, sementara Alan langsung mengikuti eyang Wati ke dapur.
Alina merogoh ponsel dari saku celana trainingnya, saat ia menghidupkan benda pipih itu Alina mendesis kesal melihat jaringam internetnya hanya 2G. Dia melempar ponsel itu ke atas meja.
" Aarrrhhhh," raung Alina menendang - nendangkan kakinya ke udara.
" Alinaaaa," teriak eyang dari belakang.
Alina langsung terdiam, karena eyang tak suka kegaduhan dan keributan. Itulah alasannya eyang betah tinggal di desa yang sepi itu. Desa itu hanya ramai bagian ke dekat pasarnya selebihnya jarak rumah ke rumah satunya mungkin ada sekitar 30 meter. Orang - orang di sana pada umumnya adalah petani. Jadi mereka hanya di rumah pada malam hari.
Keesokan harinya,
Alina bangun kesiangan, setelah keluar kamarnya dan sarapan Alina hanya menghabiskan waktu rebahan di sofa sambil menatap malas telivisi yang menyala. Hanya siaran TV nasional saja yang dapat di tonton di sana. Alan pagi - pagi sekali juga sudah kembali ke kota.
" Hei, apa seharian ini kau hanya akan rebahan seperti itu," ujar paman Alina yang sudah tampak bersiap menuju ladang.
" Hem,"
" Badanmu bisa tambah bengkak pulang dari sini,"
" Biarlah, aku suka punya badan gemuk," jawab Alina asal.
" Kau ini, nanti tak ada laki - laki yang menyukaimu, apa kau mau jadi perawan tua," nasehat paman Haikal.
" Ck, paman sendiri bagimana, sampai saat ini belum juga beristri," cibir Alina.
" Ya itu karena paman tak tega meninggalkan eyangmu," jawab Haikal.
" Cih, Alesan ," Alina menjulurkan lidahnya.
Haikal mendengus kesal dia pun berlalu dari hadapan Alina dari pada dia jadi sasaran bully nya Alina.
Alina mulai merasa bosan rebahan di sofa, dia juga tak melihat eyangnya. Mungkin eyang ikut paman ke kebun. Alina bangkit dan duduk sejenak memikirkan apa yang akan di lakukannya.
" Dalam pikiranku hanya satu, aku ingin melanjutkan novelku," ratap Alina.
Gadis itu pun beranjak,menelusuri setiap inci rumah eyangnya yang lumayan besar itu.
" Bagaimana eyang membersihkan rumah sebesar ini seorang diri," gumam Alina. Tangannya menyentuh setiap perabot yang bergaya kuno.
Tanpa sadar Alina sudah ada di ujung ruangan. Dia melihat sebuah pintu ruangan.
" Oh ternyata masih ada ruangan di sini, apa ini kamar,?" tangan Alina menyentuh gagang pintu itu. Ternyata pintu itu di kunci. Saat akan berbalik mata Alina menangkap sebuah kunci tergantung di depan pajangan dinding.
Alina meraih kunci itu dan memasukannyan ke lubang kunci. Dan ternyata itu memang kunci dari pintu itu.
Saat pintu itu dibuka Alina sedikt terbatuk karena debu. Alina menghidupkan lampu ruangan itu. Matanya terbelalak melihat banyak barang antik tersimpan dii sana.
" Wah apa ini gudang penyimpanan,?"
Alina berdecak kagum melihat semua barang antik itu. Puas melihat - lihat Alina pun hendak keluar dari ruangan itu namun matanya menangkan sesuatu yang aneh. Ada pintu lain di ruangan itu. Alina pun mendekat ke pintu yang hanya setinggi badanya.
Saat pintu itu di buka Alina di hadapkan pada sebuah anak tangga menuju ruang bawah tanah.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!