NovelToon NovelToon

Hijrahku Dari Pacaran

part 1

Matahari bersinar cerah, menyinari suasana ceria anak-anak SMA N 1 jakarta sepulang dari Persami. Ya, SMA kami telah mengadakan Perkemahan Sabtu Minggu. Dan aku terpilih menjadi salah satu Panitia Persami, rasanya capek sekali. Setelah semuanya selesai dan Evaluasi Kegiatan dari Panitia, kami beranjak pulang. Kami saling bersalaman. Anehnya, ada seorang kakak kelas yang mengajakku salaman agak lama dan tersenyum padaku. Aku agak gugup karena baru kali itu disenyumi seorang cowok.

.

"Aneh," batinku.

.

Namaku annisa, siswi kelas XI. Aku anak rantau, kedua orangtuaku tinggal di kota Garut.. Sedangkan di jakarta, aku tinggal di rumah pamanku, kakak dari ayahku. Aku pulang ke Garut sebulan sekali.

.

"Annisa, kamu pulang kemana? Aku ke Garut," tanya meli, sahabat karibku.

"Aku pulang ke Garut, Mel. Bareng yuk. Aku tadi udah ijin sama paman lewat telfon" jawabku.

"Cie HP baru," ledeknya sambil tertawa.

Aku memang gadis polos yang tak pernah dipegangi HP oleh orang tua ku. Dan aku membelinya diam-diam karena untuk keperluan listening pelajaran Bahasa Inggris, dengan uang tabunganku sendiri. Aku dan meli sama-sama perantau. Kebetulan, ortu kami bertetangga dan saling mengenal dekat. Di Garut, Meli tinggal di rumah sahabat karib ibunya, Bu Nana. Beliau seorang janda yang belum punya anak. Sehingga, Bu Nana meminta Meli tinggal di rumah beliau dan sudah menganggap Meli seperti anaknya sendiri.

.

"Eh, itu bus nya datang. Ayo naik," kataku.

"Ayo".

Kamipun menaiki bus antarkota Jakarta-Garut, tak lupa mengucap do'a naik kendaraan.

.

.

***

Dua jam kemudian.

"Assalaamu'alaikum," salamku sesampainya di rumah.

"Wa'alaikumussalaam," jawab kedua orangtuaku, tersenyum melihat anaknya sudah pulang. Wajar, aku anak tunggal.

Aku mencium kedua tangan orangtuaku, lalu ke kamar untuk berganti baju. Setelah itu, ke kamar mandi untuk mengambil air wudlu untuk menunaikan sholat 'Ashar.

Kemudian makan dengan hidangan yang telah disiapkan oleh Mamaku.

"Bagaimana Persaminya tadi, Nak?" tanya Papa yang sedang membaca koran di ruang tengah, dekat ruang makan.

"Alhamdulillaah. Aku senang, Pa. Baru kali pertama ikut Persami." jawabku sambil tersenyum senang.

"Maafkan Mama, Nak. Dulu di SD dan SMP, tak pernah mengizinkanmu ikut kemah. Habisnya, takut kamu sakit," ucap mama sambil mencuci panci yang habis digunakan untuk memanasi sayur, di wastafel.

"Iya gakpapa, Ma". Aku tersenyum, lalu menyelesaikan makanku.

Aku memang anak yang setengah dimanja oleh mamaku. Namun, tidak dengan Papa. Papa selalu tegas mengajariku disiplin dan melaksanakan tugasku sendiri. Kadang, aku juga merasa lucu. Koq bisa ya, Papa yang disiplin dan Mama yang lembut. Keduanya bisa jadi jodoh? Wkwk. Aku senyum-senyum sendiri.

.

"Kamu kenapa Annisa, senyum-senyum sendiri?" tegur Mamaku.

"Eh gakpapa, Ma."

"Jangan mikirin cowok dulu. Ingat, kamu gak boleh pacaran!" tegas Papaku curiga.

"Hah, enggak Pa. Itu lho, mikirin Papa sama Mama koq bisa jodoh, ya? Padahal beda sifat. Tegas dan lembut," jawabku sambil terkekeh.

"Ah, kamu. Udah selesai makannya?" tanya Mama.

"Udah, Ma".

Lalu aku berdiri menuju wastafel.

.

Tiba-tiba...

"Itu apa yang di kantongmu, Nis? Kotak seperti HP. Kamu beli HP, ya?" tanya Papaku melihat ke arah kantong bajuku.

Deg. Aku gemetar memegang piring. Perasaan, tadi udah ditaruh di kamar. Langkahku terhenti.

.

.

***

Bersambung.

tunggu yah kelanjutannya

part 2

Aku membuka sedikit kantongku yang ada di bawah kanan baju & mengintip.

"Apaan si, Pa. Curigaan banget." jawabku ngeles dan mencoba tenang. Aku melihat sedikit hitam-hitam tadi. HP ku kan, casingnya hitam. Aku melanjutkan langkah, pura-pura langkah santai.

"Jangan bohong, Annisa!"

Dag dig dug dar. Papa yang meletakkan korannya, mengagetkanku. Lagi-lagi, aku gemetar.

Lalu aku memegang barang kotak itu.

"Cuma ini, Pa." jawabku lega setelah mengeluarkan isinya yang ternyata adalah dompet dan menunjukkannya ke Papa.

"Papa ini, jangan bentak-bentak anak yang akan mempengaruhi psikologis anak. Introspeksi kesalahan Papa juga, yang ternyata menduga namun salah," bela Mamaku yang memang pekerjaannya seorang Psikologis.

Papa hanya menghela nafas panjang, lalu melanjutkan bacanya. Papa memang tegas, namun kadang malu untuk mengakui kesalahannya.

Lalu aku mencuci piring dengan membatin, "Untung gak ketahuan".

.

***

Senin pagi yang cerah. Hari ini libur, sebagai ganti hari Minggu kemarin yang digunakan untuk Persami. Aku segera mandi dan sarapan.

"Tumben, jam segini udah mandi?" tanya ibu yang sedang mengambil nasi di sela-sela sarapan bersama.

"Iya, Ma. Mau cari tugas di Warnet," jawabku senang.

"Bukannya di rumah pamanmu ada laptop dan Wifi?" tanya Papa.

"Iya, Pa. Tapi tugasnya harus dikumpulkan Selasa besok. Gak cukup waktunya kalau menunggu ngerjain di rumah paman," jawabku sambil mulai makan.

"Oh. Tapi sama Sari, kan? Ingat. Jangan sama cowok," nasihat Papa, santai.

"Siap, Pa!" kataku sambil mengangkat tangan ke alis, tanda hormat dalam upacara.

.

***

"Kita mau ke warnet yang mana, Mel?" tanyaku saat sudah menyusuri pasar, membonceng motor Meli.

"Yang ini aja, ya" jawab Meli sambil memarkir di sebuah warnet.

.

*Di warnet*

.

Setelah selesai tugasku dan mendownloadnya di flashdisk, aku membuka akun fbku. Ya, aku bisa punya fb karna terlalu sering main ke warnet, karena tidak dipegangi HP oleh orangtuaku. HP yang baru saja kubeli, memang bisa buat fb an. Namun, tidak maksimal alias sedikit lola.

"Ha, ada cowok yang add," batinku. Aku menerima permintaan pertemanannya, yang tak lain adalah kakak kelas yang kemarin senyum padaku.

Jantungku berdebar. Maklum, sejak SMP, aku polos soal cinta. Belum pernah mengenal apa itu cinta.

"Hemzt," dia menginbokku seperti itu. Aku tambah dag-dig-dug.

"Iya," balasku.

"Boleh minta nomornya?" jawabnya.

Lalu aku menulis nomorku.

"Oo, jadi namanya Kak Bim," kataku dalam hati.

Aku stalking dia, cek kronologi dan fotonya. Ganteng juga, hihi. Sepertinya aku terpesona. Ah, apaan sih, aku kan gak boleh pacaran. Mmm...

.

"Udah selesai, Annisa?" tanya Meli dari bilik sebelah, membangunkan lamunanku.

"Udah. Ni lagi fb an," jawabku sambil tetap stalking.

"Hehe. Aku juga," kata Meli.

Aku hanya nyengir kuda.

Tak terasa, satu jam sudah kami di warnet. Kami beranjak menuju kasir. Setelah ngeprint tugas dan membayar totalnya, kamipun pulang.

.

***

Sesudah sholat Isya', aku merebahkan tubuhku di kasur, untuk mempersiapkan perjalanan besok. Masih memikirkan Kak Bimm. Tiba-tiba, HP ku berbunyi tanda pesan masuk. Bunyinya nyaring sekali. Aku lupa silent. Dengan segera, aku menyembunyikannya.

"HP siapa yang bunyi?" teriak ibuku dari ruang tengah.

"Ga tahu, HP Mama mungkin," jawabku ketakutan.

Setelah melongok ke meja belajarku, aku lega. Ternyata HP Mama tertinggal. Kebetulan, ada pesan masuk juga. Lalu aku memberikannya ke Mama dan masuk kamar lagi. Aku menguncinya dan bernafas lega.

.

.

***

Aku melangkahkan kaki menuju halte dengan perasaan bebas dari kekangan. Huh, akhirnya bisa buka HP juga setelah semalam aku matikan karna takut ketahuan.

"Hai!" sapa Meli.

"Hai juga," sapaku sambil tersenyum.

Sembari menunggu bus, aku membuka pesan masuk. Sementara Meli, sedang telfonan dengan seseorang di seberang sana.

"Ciye, telfon dari siapa tuh?" ledekku.

"Kayak ga tahu aja deh," jawabnya.

Enak ya Meli, dibolehin pacaran sama orangtua nya. Batinku.

Aku melihat nomor yang masuk di HP ku. Nomor baru.

"Assalaamu'alaikum. Ini Kak Bimm, dek" isi SMS dia.

"Wa'alaikumussalaam, iya Kak," balasku.

"Lagi apa, dek?" tanyanya.

"Ni, nungguin bus sama Meli, Kak. Kakak sendiri lagi apa?" jawabku.

"Ni, di Perpus dek. Ya udah, hati-hati di jalan, ya!" tulisnya menutup chat SMS.

Kak Bim memang dikenal sebagai bintang kelas di sekolah. Seperti aku. Karena orang tua ku selalu menyuruhku belajar dan belajar. Apalagi Mama, gak boleh bantu ini gak boleh bantu itu, yang penting belajar!

.

***

Jam demi jam pelajaran pun terlalui. Kami pulang. Aku dan Kak Bim jarang bertemu karena jauhnya jarak kelas kami.

"Hai dek!" sapa Kak Bim mengagetkanku.

"Tumben Kak, lewat sini?" tanyaku.

"Hehe, iya dek. Mau anterin kamu. Boleh, kan?" tawarnya membuat jantungku berdebar.

" I... iya, Kak," jawabku gugup, sambil naik di motornya. Lalu aku SMS Meli yang masih di kantin, kalau aku pulang duluan. Pertama kali bareng cowok. Deg-degan.

.

***

Brsmbung

part 3

Di motor, kami saling diam sampai di rumahku. Hari-hari sesudahnyapun, Kak Bim selalu bersamaku ketika pulang sekolah. Namun, kami tetap saling diam membisu. Hingga pada suatu hari, aku memberanikan diri bertanya.

.

"Maaf Kak, mengapa 1 minggu ini Kak Bim selalu mengantarkanku pulang? Padahal, aku bisa naik bus sama Meli," tanyaku penasaran.

"Mmm.. Kakak juga gak tahu, kenapa rasanya nyaman gitu boncengin kamu. Seolah Kakak bisa menemukan sosok yang mengusir kesepian Kakak selama ini," ucapnya yang membuat jantungku berdegup kencang.

Susana kembali hening.

"O ya Annisa, besok hari Minggu. Kamuu...ada acara, gak?" tanya Kak Bim memecah keheningan.

"Ga ada, Kak. Gimana emangnya?" tanyaku.

"Mmm boleh gak Kakak ajak kamu main ke taman kota?" tanyanya membuatku kaget.

"Hah! Eh ee.. Iya boleh, tapi Kakak harus minta ijin dulu sama paman dan bibi," jawabku gugup.

"Iya dek," ucapnya.

Wajahku jadi memerah, tersipu malu.

.

Hm, Papa & Mama memang memiliki aturan yang ketat. Namun, tidak dgn paman dan bibi yang aturannya lebih fleksibel. Paman & bibi sangat menyayangiku seperti anaknya sendiri. Mereka punya 1 anak laki-laki, namanya Kak Sam. Namun, ia sudah pergi dari rumah tak tau kemana. Lebih tepatnyaa, "minggat". Aku dengar dari paman & bibi bahwa perginya dulu karena dilarang pacaran. Jadi, mereka tidak mau kehilangan aku yang sudah mereka anggap anak mereka sendiri, seperti peristiwa Kak Sam. Aku sendiri tidak pernah akun sosmednya semenjak kepergiannya, sepertinya aku diblokir. Kalau tidak diblokir, mungkin sudah aku tanyakan dia ada dimana.

.

***

Tok-tok-tok!

"Assalaamu'alaikum," seseorg mengetuk pintu.

Aku segera membukanya.

"Wa'alaikumussalaam. Oh, Kak Bim. Sini Kak masuk dulu," jawabku saat mengetahui Kak Bim berdiri di depan pintu.

Namun, Kak Bim hanya mematung memandangiku. Ia melamun.

"Hallo, Kak?" tanyaku sambil melambaikan tangan di depan wajahnya untuk membangunkan lamunannya.

"Eh eeh! Kamu bilang apa tadi?" tanyanya seperti orang linglung.

"Ayo masuk dulu, Kak," jawabku.

Lalu terdengar langkah kaki menghampiri kami, yang tak lain adalah paman dan bibi.

"Kenalin Bi, Paman. Ini Kak Bim, kakak kelasku," ucapku memperkenalkan Kak Bim.

Lalu Kak Bim mencium tangan paman & bibi.

"Salam kenal Om, Tante." ucapnya sambil tersenyum ramah.

"Iya Nak Bim. Ayo masuk?" tawar bibiku.

"Eee tidak usah Tante. Saya mau minta izin mengajak Annisa main ke taman kota, Tante, Om. Apakah boleh?" pinta Kak Bim.

"Iya, boleh. Tapi, tidak mau masuk dulu?" pamanku memberi izin.

"Tidak usah, Om. Kalau Annisa nya udah siap, kami langsung pergi saja," jawab Kak Bim.

"Baiklah, ingat Annisa yang Paman pesankan untuk kamu tadi malam," ucap paman mengingatkan.

"Iya Paman. Assalaamu'alaikum," ucapku sambil mencium tangan mereka berdua.

Ya, tadi malam aku sudah menceritakan semua tentang Kak Bim. Setiap kami makan malam, aku selalu curhat kepada mereka, aku merasa lebih dekat dengan mereka. Karena waktu bertemu kami hanya saat makan malam. Mereka selalu disibukkan dengan pekerjaan mereka sebagai Guru. Tadi malam, paman memberi tahu aku bahwa ada mata-mata teman paman untuk mengawalku. Sehingga jika ada apa-apa, teman pamanku tidak akan segan-segan memukul orang yang menyakitiku.

.

***

Sesampainya di taman, kami duduk di salah satu bangku. Kak Bim tersenyum memandangi wajahku. Akupun jadi malu dan menunduk. Aku memejamkan mata.

Tiba-tiba, tangan gemetar berkeringat memegang tanganku. Aku membuka mata, Kak Bim telah berjongkok di depanku.

.

"Dek, Kakak mau jujur sama kamu," ujarnya gugup.

"Tentang apa, Kak?" tanyaku dengan jantung berdegup kencang. Panas dingin menyelimuti seluruh tubuhku.

"Dengarkan ya, Dek. Jangan potong sebelum Kakak selesai. Jujur, sejak pertama kali kita bertemu sekitar 1 bulan sebelum persiapan Persami, Kakak menyukaimu. Tapi, Kakak itu selalu gugup untuk mengungkapkan perasaan pada wanita. Lihat, ini aja gemetar. Tapi, Kakak beranikan diri menembak kamu. Yaa walaupun resiko ditolak udah ada. Karena, Kakak tahu kamu gak dibolehin pacaran. Kakak tahu semua itu dari Fadil, temen sekelasku, pacarnya Meli. Yang penting Kakak udah lega bisa mengungkapkan ini semua yg udah Kakak rencanain berhari-hari. Kamu gak perlu jawab, karna kamu butuh waktu. Dan untuk sementara, kamu menenangkan diri dulu selama seminggu. Kita gak usah SMS an & pulang sendiri dulu. Minggu depan insyaaAllaah, kita kesini lagi buat mendengar jawabanmu. Annisa, aku sayang kamu," jelas Kak Bim panjang lebar membuatku tak karuan.

Mungkin, wanita lain akan berbunga-bunga jika seperti ini, namun tidak denganku. Aku menunduk dan meneteskan air mata. Rasa perih antara pilihan menerima Kak Bim atau patuh aturan Papa Mama. Sedih, dilema, bimbang, tapi ada sedikit rasa senang. Entahlah.

Kak Bim pun duduk di sampingku. Tanpa sadar, kusandarkan kepalaku di bahu kirinya.

.

***

Bersambung.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!