NovelToon NovelToon

Aku Mengandung Anak Majikanku

Ternodai

Selamat Membaca

🌹🌹🌹🌹🌹

Langkah drap kaki seorang pria rupawan begitu menjadi pusat perhatian bagi semua orang yang telah menghadiri sebuah acara besar perusahaan yang cukup ternama.

Banyak pasang mata yang begitu menginginkannya saat ini, baik itu untuk bisa bekerja sama dengannya maupun untuk mendapatkan hatinya.

Ya, mereka yang ingin bekerja sama dengannya adalah para kaum pria yang ingin mendapatkan keuntungan besar untuk perusahaannya, sedangkan mereka yang ingin mendapatkan hatinya adalah para wanita yang begitu ingin dan berambisi untuk menjadi istrinya. Bahkan banyak dari mereka yang rela jika harus bermalam dengannya, namun sayang pria ini adalah sosok pria dingin yang tidak mudah untuk di luluhkan oleh seorang wanita.

" Selamat datang tuan Al, Terima kasih karena tuan mau menyempatkan diri untuk datang ke acara ulang tahun perusahaan saya ". Ucap Hendri ramah sambil mengulurkan tangannya pada Al.

" Sama - sama tuan ". Jawab Al singkat.

" Ya sudah kalau begitu, mari tuan, silahkan tuan menikmati jamuan yang sudah kami hidangkan ". Lanjut Hendri lagi dengan ramah.

" Terima kasih tuan ". Jawab Al lagi singkat.

Ya, pria tampan itu adalah Alexander Gerald Georgino, seorang CEO ternama pemilik perusahaan G. Group, yang sudah memiliki cabang perusahaan yang sudah tersebar ke seluruh negeri.

Pria blasteran Indonesia - Inggris itu memang terkenal dengan sosoknya yang dingin dan sedikit bicara, jadi wajar saja jika begitu banyak dari kalangan kaum hawa yang begitu penasaran dengannya bahkan begitu menggilai nya.

Tubuh tinggi nan gagah, wajah yang begitu tampan, berkarisma, cerdas, dan kaya raya adalah suatu kelebihan yang membuatnya nyaris sempurna sebagai seorang laki - laki. Sehingga dari kelebihan itulah banyak lawan bisnisnya yang begitu ingin menjatuhkannya bahkan mereka tidak segan - segan untuk mencari kesempatan untuk membuat image nya menjadi buruk.

Namun semua usaha mereka selalu gagal, karena orang - orang kepercayaan Al selalu dapat diandalkan.

" Permisi tuan, ini minumannya, semoga anda suka ". Ucap salah seorang pelayan pria yang menggunakan kemeja putih itu dengan meletakkan minuman khusus tamu di meja Al.

" Terima kasih ". Ucap Al.

Al yang pada saat itu memang merasa sangat haus pun langsung meminum minuman yang diberikan oleh pelayan itu. Ia meminumnya hingga tandas tak tersisa.

Di sudut ruangan lain, seorang pria yang berdiri agak jauh dari tempat Al duduk tersenyum dengan puas. Pria itu merasa rencananya sudah berjalan sesuai dengan yang diinginkan nya, bagaimana tidak sudah berkali - kali dirinya melakukan cara untuk menjebak lawan bisnisnya itu namun nyatanya selalu saja gagal karena campur tangan dari asisten lawannya itu.

Tapi kali ini tidak lagi, Al yang saat ini sedang tidak di dampingi oleh asistennya yang bernama Andrew Choi itu benar - benar telah di manfaatkan oleh musuh yang telah mengincarnya.

Pada saat Al meminum minuman yang diberikan oleh pelayan pria tadi, ia merasa ada yang aneh dengan minumannya entah kenapa rasanya tidak seperti minuman pada biasanya.

" Ada apa dengan minuman ini, kenapa rasanya aneh ". Gumam Al setelah menghabiskan minuman itu.

Sambutan demi sambutan pun telah dilakukan oleh sang tuan rumah, hingga sudah sekitar tiga puluh menit lamanya Al merasa ada yang aneh dengan tubuhnya. Tubuhnya menjadi terasa panas dan sangat tidak nyaman.

Kucuran keringat kini sudah mulai hampir memenuhi bagian tubuhnya. Raut wajahnya pun saat ini terlihat sedikit berubah akibat dari dirinya yang sedang berusaha menahan gejolak tubuh yang sulit untuk ia kendalikan.

" Sial, siapa yang sudah berani bermain - main denganku ". Gumamnya dengan rasa kesal.

" Sial, seseorang sudah memberi obat perangsang di minumanku, aku harus pergi dari tempat ini ". lanjut Al lagi.

Dan Al pun langsung bergegas ingin keluar dari tempat acara itu, namu tiba - tiba seseorang datang dengan di dampingi wanita cantik dan berpenampilan terbuka, menghentikan langkahnya.

" Apa kabar tuan Al, senang bisa bertemu dengan anda ". Ucap Viko pada Al dengan mengulurkan tangannya hendak bersalaman pada Al.

" Apa kabar tuan ". Jawab Al dengan tetap bersikap tenang dan menyaut uluran tangan dari Viko.

Pada saat mereka berjabat tangan dapat dirasakan oleh Viko, jika telapak tangan Al begitu sangat berkeringat, dan hal itu membuat Viko tersenyum puas karena dirinya telah berhasil menjebak seorang Alexander.

Ya, orang yang telah memberi obat perangsang pada Al adalah Viko, lawan bisnis Al yang masih belum Al ketahui belangnya. Al yang merasa gejolak di dalam tubuhnya begitu menggebu - gebu benar - benar membuat dirinya ingin segera keluar dari tempat yang menurutnya terkutuk itu.

Namun Viko yang memiliki rencana buruk pada Al, benar - benar telah mempersulit Al untuk pergi. Viko yang ingin Al melakukan kegilaan yang dapat menjatuhkan imagenya pun telah menyuruh sang sekretaris untuk melanjutkan aksinya, yaitu menggoda Al.

" Selamat malam tuan Al, senang bisa bertemu dengan anda ". Ucap Siska sekretaris Viko dengan suara yang dibuat sedikit menggoda.

" Selamat malam ". Jawab Al singkat.

" Tuan Al, tuan hendak kemana, bukankah acaranya masih lama selesainya, lebih baik kita menikmati acaranya dulu tuan, saya yakin setelah ini pasti acaranya akan semakin seru ". Ucap Siska dengan memegang dan sedikit meraba bahu hingga lengan Al.

Al yang mendapatkan perlakuan seperti itupun benar - benar semakin tidak nyaman, dirinya saat ini benar - benar ingin menyalurkan dan menuntaskan gejolak dalam tubuhnya. Namun hal itu tidak mungkin ia lakukan di tempat seperti ini, karena itu akan sangat merusak nama baiknya.

" Kalau begitu saya permisi dulu ". Ucap Al pada mereka dengan berusaha melangkah.

" Tuan Al, anda hendak kemana disinilah dulu tuan, ada beberapa hal yang cukup penting seputar bisnis yang ingin kami bicarakan sebenarnya dengan dengan anda tuan ". Ucap Viko dengan berusaha menahan agar Al tidak pergi.

" Benar tuan, orang seperti anda adalah orang yang sangat di hormati oleh banyak orang, apakah tidak sebaiknya jika anda juga berusaha untuk meluangkan sedikit waktu anda untuk kami tuan sebagai orang yang sangat menghormati anda ". Ucap Siska pada Al yang berusaha menjerat Al dengan kalimatnya.

Al sudah benar - benar sangat muak dengan situasi ini, hasrat dalam dirinya sudah tidak bisa ia bendung lagi. Ingin sekali rasanya ia menendang kedua makhluk ini hingga ke laut Cina, tapi tidak mungkin ia lakukan.

Tanpa memperdulikan keberadaan mereka berdua lagi, Al langsung menerobos mereka dan melangkah dengan tergesa-gesa menuju mobilnya.

" Sial, br*ngs*k ". Umpat Viko kesal karena Al sudah berhasil pergi.

*****

Di dalam mobil kondisi Al sudah tidak karuan lagi saat ini, jas mahal yang sudah ia kenakan dengan rapi kini sudah tergeletak mengenaskan karena ulahnya sendiri.

Beberapa kancing di kemejanya pun telah terhempas tidak jauh berbeda dengan nasib jasnya. Al benar - benar merasa jika dirinya saat ini sudah benar - benar gila.

Al mengendarai mobil mewahnya itu dengan kecepatan tinggi, dengan tujuan agar dirinya cepat sampai di rumah dan mengguyur tubuhnya dengan air karena hanya itulah satu - satunya cara untuk menuntaskan hasratnya.

Sekitar hampir lima belas menit lamanya Al pun, telah sampai di kediamannya. Namun kali ini ada yang terlihat berbeda dari rumahnya, mengapa tiba - tiba rumahnya gelap gulita, bukankah tempat tinggalnya itu memiliki sistem penerangan yang sangat baik, bahkan lebih baik dari sistem penerangan di konser musik sekalipun.

Tapi sekarang bukanlah saatnya dirinya memikirkan hal itu, yang lebih penting yang harus ia lakukan adalah menuntaskan gejolak tubuh yang sedari tadi sudah meronta - ronta ingin di keluarkan.

Dengan terus melangkah, Al menuju kamarnya, tetapi tiba - tiba saja kepalanya terasa agak pusing, dan hal itu mengharuskannya menghentikan langkahnya menuju kamar.

" Aakkhh..... sial, ada apa dengan kepalaku, kenapa jadi pusing begini, merepotkan saja ". Umpat Al kesal.

Al mendesah tidak kuat karena harus terus menahan. Sudah tidak bisa digambarkan lagi bagaimana tersiksanya tubuhnya saat ini. Hingga ******* suaranya itupun berhasil menarik perhatian Adinda, salah satu ART nya, dan datang menghampirinya.

" Tuan Al, tuan kenapa apa yang terjadi pada tuan? ". Tanya Adinda cemas.

" Jangan mendekat, aakkhh..... menghindar dariku ". Bentak Al.

Bukannya merasa takut Adinda malah tetap di tempat dan ingin menolong tuannya.

" Tidak tuan, sepertinya saat ini anda sedang tidak baik - baik saja, anda sedang sakit tuan ". Jawab Adinda dengan nada khawatir.

" Sudah aku katakan jangan mendekat, atau aku tidak bisa menahan diriku ". Sergahnya lagi dengan berusaha menahan gejolak dalam tubuhnya.

Namun sepertinya kalimat tuannya itu tidak di hiraukan oleh Adinda. Dia yang notabene nya adalah orang yang memiliki sifat penolong tidak berfikir panjang lagi untuk menolong tuannya. Ia tidak tahu bahaya apa yang akan terjadi jika sampai dirinya menolong tuan Al nya itu.

Dengan tanpa aba - aba, Adinda pun berusaha memapah tubuh Al untuk menuju kamarnya. Namun tindakannya itu malah mendapatkan respon yang begitu brutal dan membuat Adinda begitu terkejut.

Al yang memang sudah tidak mampu menahan gejolak di dalam tubuhnya pun benar - benar sudah lepas kendali. Dengan tidak memperdulikan siapa orang yang mencoba menolongnya, Al langsung menarik dan menyeret tubuh Adinda masuk ke kamarnya.

" Aakkhh..... astagfirullah, tuan apa yang tuan lakukan? ". Pekik Adinda yang sudah merasa ketakutan karena tiba - tiba tubuhnya di seret oleh Al.

Dengan tidak menghiraukan Adinda, Al langsung menutup pintunya dengan kencang.

Gedorrr..........

Suara geprakan pintu itupun berhasil menarik perhatian Sintia, yang kalau itu baru selesai meminum air minum di dapur.

" Apa yang terjadi, kenapa gelap - gelap begini ada suara bantingan pintu?, heemm aku harus mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi ". Gumam Sintia.

Dengan kondisi rumah majikan yang masih gelap gulita, Sintia berjalan dengan mengendap - ngendap hingga sampai di lantai atas.

Namun seketika langkahnya terhenti ketika ia mendengar suara jeritan seorang wanita yang sedang memohon untuk dilepaskan di kamar tuan mudanya.

Dengan tanpa aba - aba Al langsung melepas semua helaian benang yang melekat di tubuh Adinda termasuk penutup kepalanya yang Adinda gunakan untuk menutupi rambut indahnya.

" Tuan hiks..... saya mohon tuan hiks..... jangan lakukan ini hiks..... saya mohon tuan ". Mohon Adinda kepada Al dengan tangisan yang begitu memilukan, yang akan menyayat hati siapapun yang mendengarnya.

" Tuan hiks..... tolong jangan lakukan ini hiks hiks..... kasihanilah saya tuan hiks hiks..... ". Seru tangisnya dengan segala ketidak berdayaannya.

Al yang sudah tenggelam dalam kabut ***** itupun sudah benar - benar tuli akan permohonan Adinda yang ingin dilepaskan.

Hingga sekarang tubuh mereka telah sama - sama tanpa helaian benang. Adinda terus menangis, memohon, dan memberontak, tapi apalah daya tubuh kecilnya tidak bisa mencegah setiap sergahan dari Al, hingga Adinda telah kehabisan tenaganya.

Dengan tanpa melakukan pemanasan terlebih dahulu, Al langsung melakukan penyatuan nya dengan Adinda.

" Aakkhh..... ". Pekik Adinda kala Al telah berhasil menerobos pertahanannya.

Sakit..... Hancur..... itulah yang dirasakan oleh Adinda saat ini.

Tidak ada lagi hal yang bisa ia banggakan sebagai seorang gadis. Mahkota yang selama ini Adinda jaga untuk ia berikan pada suaminya kelak kini sudah ternodai.

Adinda hanya bisa menangis menerima nasib malangnya saat ini. Dirinya tidak menyangka di usianya yang baru saja menginjak usia delapan belas tahun harus kehilangan keperawanannya dengan cara yang memilukan seperti ini.

Sudah tidak bisa digambarkan lagi bagaimana penderitaannya saat ini. Tubuhnya teramat sangat sakit, dan hatinya pun jauh lebih sakit lagi.

Sintia yang sedari tadi berada di balik pintu kamar tuan Al nya, membekap mulutnya tak percaya, ia membelalakkan bola matanya kala mendengar suara jeritan wanita yang sangat tidak asing ditelinga nya.

" Suara itu, suara itu, astaga ya Tuhan, wa wanita di dalam sana A Adinda, astaga aku tidak percaya ini, astaga, lama lama aku bisa mati berdiri kalau tetap berada disini ". Gumam Sintia shock dengan kedua kakinya yang sudah gemetar. Dan diapun memilih pergi dari tempat itu.

*****

Adinda terbangun dari tidurnya, tubuhnya masih terasa sakit. Dia mencoba mengingat kejadian apa yang telah dialaminya, apakah yang terjadi semalam adalah mimpi.

Adinda mencoba menelisik ke setiap sudut ruangan di kamar itu, dan benar, ini bukanlah kamarnya. Lalu Adinda menoleh ke arah samping tubuhnya, dan ternyata memang benar tuan mudanya saat ini masih dalam kondisi terlelapnya.

Jadi benar, yang terjadi semalam bukanlah mimpi. Jadi laki - laki yang sudah menodainya adalah majikannya sendiri. Air mata Adinda meluncur begitu derasnya membasahi pelipisnya hingga menembus bantal yang ia kenakan semalam.

Sungguh Adinda tidak sanggup menerima kehancuran dirinya.

" Hiks..... aku sudah hancur hiks..... aku sudah tidak suci lagi ". Batin Adinda menangis.

" Aku harus pergi dari kamar ini sebelum tuan Al bangun ". Gumamnya dengan berusaha menghapus air matanya.

Adinda berusaha bangkit dari posisi berbaringnya secara perlahan. Di singkapnya selimut yang menutup tubuhnya itu. Dan terlihat jelas ada banyak bercak merah di bawah sana. Sungguh itu benar - benar menambah kehancuran hati Adinda.

Di langkahkannya kaki dan tubuh lemahnya itu, untuk memungut semua pakaian yang sudah tergeletak di lantai yang dingin itu.

Dengan sambil berurai air mata, Adinda memasang semua pakaiannya, hingga pada helaian benang terakhir yaitu hijab yang selalu setia ia kenakan sebagai penutup kepalanya, entah kenapa hatinya merasa sangat malu dengan hijab yang selalu ia kenakan.

*****

Pagi hari ini semua pekerja di rumah Al tengah sibuk dengan aktivitasnya masing -masing, kecuali Adinda, entah apa yang dilakukan oleh gadis itu.

Al mengerjapkan kelopak matanya, setelah cukup lama dirinya terlelap dalam tidur nyenyak ya akhirnya pria berbola mata biru keabu - abuan itu sadar juga.

Untung hari ini adalah hari libur kantor, jadi dirinya tidak perlu melakukan persiapan lebih. Al bangkit dari posisi tidurnya, diperhatikan nya kasur empuknya itu, kenapa berantakan sekali.

Hingga kini pandangannya terarah pada bercak merah yang mewarnai sprei kasurnya. Al mencoba mengingat kejadian apa yang terjadi sebelumnya. Di saat dirinya mengingat semuanya betapa menyesalnya ia.

" Astaga ya Tuhan, aku sudah meniduri seorang gadis, astaga siapa gadis yang sudah aku tiduri semalam? ". Ucap Al frustasi dengan meremas rambutnya.

Al mencoba mengingat siapa gadis semalam yang sudah di nodainya semalam, namun ia tidak bisa mengingatnya dengan jelas, itu semua karena kondisi rumahnya yang gelap gulita di tambah lagi kepalanya yang saat itu terasa agak pusing.

Hingga otak cerdasnya teringat akan CCTV rumahnya, ya itu adalah satu - satunya petunjuk untuk mengetahui siapa gadis semalam yang sudah ia nodai.

" Semua CCTV di rumah ini harus aku cek ". Ucap Al dan bergegas dari kasurnya.

Namun aksinya itu terhenti kala ia melihat sebuah kalung cantik yang terletak di samping bantalnya, bisa dipastikan jika kalung itu adalah milik gadis yang sudah ia nodai. Diraihnya kalung itu, dan sejalan dengan itu pula Al merasa ada yang basah dengan bantal yang satunya, bisa di pastikan jika yang basah itu adalah bekas tetesan air mata.

Rasa bersalah dan menyesal pun begitu menyelimuti hati Al. Ia sadar jika dirinya sudah menghancurkan hidup seorang gadis.

" Siapa pun kamu tolong maafkan aku, bukan maksudku untuk melakukan perbuatan keji itu dan membuat hidupmu hancur, tolong maafkan aku ". Seru Al penuh rasa bersalah dengan menggenggam erat kalung Adinda.

Bersambung..........

🌹🌹🌹🌹🌹

Pengakuan Palsu Sintia

Selamat Membaca

🌹🌹🌹🌹🌹

" Siapapun kamu, tolong maafkan aku, bukan maksudku untuk melakukan perbuatan keji itu dan membuat hidupmu hancur, tolong maafkan aku ". Seru Al penuh rasa bersalah dengan menggenggam erat kalung Adinda.

*****

Suasana pagi menjelang siang tidak menyurutkan semangat para pelayan di kediaman Alexander untuk melakukan tugasnya dengan baik.

Namun dibalik semangat mereka, ada sesuatu yang membuat hati mereka menjadi harap - harap cemas. Bagaimana tidak, akibat dari kelalaian merekalah kediaman seorang Alexander menjadi gelap gulita bak kuburan.

Sebenarnya tidak begitu banyak jumlah pelayan di rumah Al, hal itu memang sengaja dia lakukan karena dirinya tidak terlalu suka jika banyak orang di kediaman pribadinya.

Para pelayan pria yang hanya berjumlahkan lima orang itu, kini tengah dalam posisi siap menghadap sang tuan. Mereka sudah mengetahui apa yang menjadi penyebab mereka dikumpulkan, pasti itu karena kelalaian mereka.

" Aku minta semua hasil rekaman CCTV semalam " . Perintah Al pada para pelayan yang sudah berdiri tegak di ruangan itu.

Mereka semua ketakutan bahkan lebih takut dari sebelumnya. Bagaimana tidak, mereka mengira jika tuannya itu sengaja mengumpulkan mereka karena akan membahas tentang masalah sistem penerangan di rumahnya tetapi yang ditanya malah hasil rekaman CCTV.

" Ma maafkan kami tuan ". Jawab salah satu dari mereka dengan rasa takut.

" Kenapa meminta maaf?, aku tidak butuh maaf kalian yang aku butuhkan sekarang cepat ambil hasil rekaman CCTV nya ". Perintah Al dengan tatapan yang kini sudah menajam.

" Tu tuan, C CCTV di kediaman anda ba banyak mengalami kerusakan tuan ". Jawab pelayan itu dengan rasa takutnya.

" Apa?, rusak?, bagaimana bisa hah? ". Bentak Al marah.

" Ma maafkan kami tuan, kami baru mengetahuinya pagi tadi ". Jawab yang lain dari mereka.

" Apa?, tadi pagi kalian bilang?, bagaimana bisa CCTV mengalami kerusakan dan kalian baru mengetahuinya tadi pagi?, kenapa kalian begitu teledor seperti ini? ". Tanya Al yang sudah sangat frustasi.

Kelima pelayan pria itu hanya bisa menunduk dengan rasa bersalah.

Ya, Al sebenarnya bukanlah tipe majikan yang suka memaki - maki pelayannya, tetapi karena insiden semalam dimana dia sudah meniduri seorang gadis yang ia tidak ketahui itulah yang menjadi penyebab dirinya sangat marah. Karena hanya bukti dari rekaman CCTV itulah dirinya dapat mengetahui dengan pasti siapa sebenarnya gadis yang sudah ia renggut secara paksa kesuciannya.

Sesaat setelah dirinya marah, Al tersadar dari luapan emosinya. Ia tersadar jika marah - marah bukanlah cara yang benar untuk menyelesaikan masalah.

Al membuang nafas nya dengan kasar dan berusaha menenangkan dirinya.

" Ivan ". Seru Al yang sudah mulai tenang.

" Iya tuan " Jawab Ivan.

" Apakah bukti rekaman CCTV semalam benar - benar tidak ada yang bisa dilihat hasilnya? ". Tanya Al lagi.

" Tidak ada tuan, setelah kami periksa ternyata CCTV banyak mengalami kerusakan sekitar satu minggu ini tuan, dan bagian utama yang banyak mengalami kerusakan adalah bagian DVR CCTV nya tuan, sehingga dari sekitar satu minggu ini banyak bukti rekaman yang tidak dapat dilihat. Mohon maafkan atas keteledoran kami tuan ". Jawab Ivan panjang lebar dengan rasa bersalah.

Al mengusap wajahnya dengan kasar. Ia merasa frustasi saat ini. Satu - satunya bukti yang paling kuat untuk mencari tahu kebenaran tentang insiden semalam sudah tidak bisa diharapkan lagi. Dan kali ini hanya tersisa satu bukti saja yaitu kalung gadis itu.

Di sudut ruangan lain Sintia yang sedang berpura - pura membersihkan berbagai perabot rumah sedang menguping pembicaraan Al dengan para pelayan prianya. Ia merasa sangat senang setelah mendengarnya.

Wanita berusia dua puluh tiga tahun itu yang juga berprofesi sebagai ART di rumah Al, memiliki sebuah ide baru yang sepertinya dapat menguntungkannya. Dan inilah saatnya keuntungan itu ia dapatkan.

Di lain tempat, Adinda masih dalam rasa kehancurannya. Ia sama sekali tidak mau bercerita tentang apa yang dialaminya pada bu Nadia bibi kandungnya.

Adinda terlalu takut untuk menceritakan semua kejadian buruk yang telah dialaminya semalam, apalagi hal itu berkaitan dengan majikannya.

Di kamar pembantu yang tidak terlalu luas namun masih sangat layak untuk ditempati itu telah menjadi saksi bisu keterpurukan Adinda. Rasa takut masih begitu mendera jiwanya saat ini. Hingga tanpa Adinda sadari ada kehadiran Sintia di dekatnya.

" Adinda ". Panggil Sintia.

" Iya kak ". Jawab Adinda terkejut.

" Kamu dari tadi pagi tidak keluar membiarkan aku sama ibu kerja, enak sekali kamu ". Ketus Sintia.

" Ma maaf kak ". Sahut Adinda.

" Maaf, maaf, kamu itu di ajak ke kota untuk bekerja bukan untuk bermalas malasan seperti ini ". Ucap Sintia lagi.

" Maaf kak, Adinda sedang kurang enak badan ". Jawab Adinda apa adanya.

Ya, akibat kejadian semalam tubuh Adinda menjadi sakit - sakit dan menyebabkannya kurang bertenaga untuk beraktivitas.

Sintia menyeringai, sekarang saatnya lah dirinya memulai semua rencananya.

" Adinda, aku tahu kenapa kamu bisa sakit seperti ini ". Ucap Siska dengan tatapan yang tidak biasa.

Adinda terkesiap, seketika itu tubuhnya menjadi menegang. Apa maksud dari saudara sepupunya itu, kalau dia tahu penyebab dirinya sakit.

" Apa maksud kak Sintia? ". Tanya Adinda yang merasa cemas, dan langsung terjaga dari posisi berbaringnya.

" Adinda, Adinda, iya, aku sudah tahu kejadian semalam antara kamu dengan tuan Al ". Ucap Sintia lirih namun begitu mencekam bagi Adinda.

Deg.......

Bak disambar petir di tengah cerahnya mentari. Adinda terkejut membelalakkan kedua bola matanya. Deru nafas dan detak jantungnya pun terasa terhenti saat itu juga.

" Kenapa Adinda?, yang aku katakan benar bukan, antara kamu dan tuan Al telah terjadi sesuatu semalam ". Ucap Sintia lagi dengan mendekatkan dirinya pada Adinda yang sedang duduk di kasurnya.

" Kak, da dari mana kak Sintia bisa tahu? ". Tanya Adinda dengan suara yang bergetar dan kedua matanya yang mulai berkaca - kaca.

" Ya, aku sudah tahu semuanya bahkan aku sudah mendengar semuanya ". Ucapnya lagi dengan tersenyum puas.

Air mata yang sedari tadi menggenang akhirnya jatuh juga. Rasa sedih, marah, kecewa, begitu mendera hati Adinda. Bagaimana tidak saudara sepupunya sendiri mengetahui jika dirinya telah di lecehkan oleh majikan nya sendiri tetapi ia malah diam dan tidak menolongnya.

" Kak hiks..... ka lau kak Sintia tahu hiks..... kenapa kakak tidak mencoba hiks..... untuk menolong Adinda kak hiks..... ". Tanya Adinda kecewa dengan beruraikan air mata.

" Apa?, menolong?, bukannya itu bagus, itu artinya kamu dapat kesempatan bermalam dengan tuan Al. Apa kamu tahu, di luar sana banyak wanita yang begitu tergila - gila dengan tuan Al, bahkan mereka sangat ingin untuk bisa bermalam dengan tuan Al, jadi kamu itu beruntung Adinda bisa dapat kesempatan bermalam dengan tuan Al ". Ucap Sintia tanpa memperdulikan kesedihan Adinda.

" Kak hiks..... Adinda tidak ingin hal itu kak hiks..... ".

" Aduh aduh Adinda sudah ya tidak usah menangis, anggap saja antara kamu dengan tuan Al tidak pernah terjadi apa - apa. Dan perlu kamu tahu Adinda, sebenarnya ada hal yang lebih penting dari tangisanmu ini yang perlu aku beri tahu padamu ". Bentak Sintia dengan memelototkan kedua matanya.

" Dengarkan ini baik - baik Adinda, jangan pernah kamu katakan pada semua orang kalau kamu sudah di nodai oleh tuan Al ". Ancam Sintia.

" Apa maksud hiks..... kak Sintia bicara seperti itu ". Tanya Adinda dengan tatapan nanarnya.

" Dengarkan ini baik - baik ya Adinda, kamu masih ingin bekerja disini bukan, kalau kamu masih ingin tetap bekerja disini maka jangan pernah mengatakan pada siapapun kalau kamu sudah di lecehkan oleh tuan Al. Kamu tahu kan Kelvin, pacarku di desa?, kamu ingat dengan ayahmu di desa? ". Tanya Sintia dengan senyum terselubung nya.

" Apa maksud kak Sintia, kenapa kakak menanyakan ayah Adinda dan pacar kakak? ". Tanya Adinda yang merasa bingung dengan air matanya yang sudah mulai surut.

" Dengar ya Adinda yang oon, kalau kamu ingin ayah kamu ingin baik - baik saja maka jangan pernah mengatakan pada siapapun tentang masalah kamu ini, karena kalau tidak, maka pacarku itu si Kelvin akan membuat ayahmu tidur untuk selama - lamanya ". Ancam Sintia dengan tatapan tajamnya.

Deg.......

Bak di hantam batu besar. Seketika itu tubuh Adinda mematung. Deru nafasnya terasa terhenti saat itu juga. Adinda terkejut bukan main. Bagaimana bisa saudara sepupunya itu mengatakan hal yang begitu sangat keji, bahkan mengancamnya.

" Mak maksud kak Sintia, kakak ingin mencelakai ayahku? ". Tanya Adinda dengan rasa tak percayanya.

" Kalau itu sih tergantung dirimu Adinda, kalau kamu mau mengikuti semua perintah ku, maka akan aku pastikan hidup ayahmu akan tetap aman ". Ucap Sintia santai.

" Kak, bagaimana bisa kak Sintia tega melakukan ini pada Adinda kak? ". Tanya Adinda lagi dengan suara yang sudah bergetar.

" Kenapa hem, kamu heran, asal kamu tahu Adinda, aku itu sangat muak denganmu, aku sangat membencimu karena apa, karena kakek dan ayah aku selalu saja membanding - bandingkan aku dengan kamu ". Seru Sintia yang merasa kesal dengan Adinda.

Hancur, sedih, tidak menyangka, itulah yang dirasakan oleh Adinda saat ini. Saudara yang selama ini ia anggap sebagai peri penolongnya ternyata itu hanyalah tipu muslihat nya saja untuk memperalat dirinya.

Jadi selama ini sikap baiknya adalah karena dia ingin memanfaatkan dirinya saja.

" Jadi sekarang kamu sudah tahu aku bukan, jadi mulai sekarang ikuti semua perintahku ". Perintah Sintia.

Setelah ancaman Sintia pada Adinda, tidak berselang lama dari itu bu Nadia datang menghampiri Sintia dan Adinda.

" Ya Allah, Sintia ternyata kamu ada disini, ibu cari - cari kamu ternyata kamu ada di kamar Adinda ". Seru bu Nadia yang sedang mencari anaknya.

" Ada apa sih ibu, kenapa ibu jadi tergesa - gesa seperti ini? ". Tanya Sintia pada ibunya.

" Ayo, sekarang kita semua di suruh kumpul di ruang utama dengan tuan Al. Eh maksud ibu semua pelayan perempuan di suruh berkumpul di ruang utama oleh tuan Al ". Ucap bu Nadia memperjelas.

Adinda yang mendengar penuturan bibinya pun menjadi takut. Pasti tuan Al nya itu ingin mencari tahu wanita semalam.

" Adinda, nak, apa kondisimu sudah membaik? ". Tanya bu Nadia lembut.

" Sepertinya belum bu ". Sahutnya.

" Tapi nak, kita semua di suruh berkumpul oleh tuan Al. Jadi kamu mau ya, biar nanti ibu yang bantu kamu, kalau kamu merasa lemas ". Ucap bu Nadia dengan mengelus kepala Adinda yang tertutup hijab itu.

Bingung, takut, itulah yang dirasakan oleh Adinda saat ini. Ia masih belum siap jika harus bertemu dengan tuan Al, rasa trauma masih melekat kuat di hatinya.

" Adinda, mau ya nak? ".

" Ba baik bu ". Sahutnya pada akhirnya.

*****

Deretan pelayan wanita di ruang utama Alexander kini sudah berjejer rapi. Dalam benak mereka bertanya - tanya, mengapa sang tuan rumah menyuruh untuk berkumpul. Namun hal itu dirasakan berbeda oleh oleh Adinda.

Gadis itu kali ini sudah pucat pasi. Keringat dingin sudah hampir memenuhi bagian tubuhnya. Trauma, itulah yang dirasakan oleh Adinda. Menunduk dan menunduk itulah yang bisa dilakukannya saat ini. Dirinya masih terlalu takut untuk menatap tuannya.

" Pasti kalian semua bertanya - tanya kenapa kalian semua di suruh berkumpul ". Seru Al.

" Baiklah, aku akan langsung bicara pada intinya. Ingat, kalian harus menjawab dengan jujur, karena kalau sampai kalian berbohong, akan aku pastikan kalian akan mendapatkan hukuman yang tidak akan pernah kalian bayangkan ". Ucap Al dengan tatapan tajamnya.

Merasa takut, itulah yang dirasakan oleh hampir semua pelayan wanita di rumah itu. Pasalnya tidak biasanya tuannya seperti ini. Pasti ini adalah hal yang sangat penting, sehingga tuannya hanya menginginkan kejujuran mereka.

" Apa kalian paham ".

" Paham tuan ". Jawab mereka bersamaan.

" Siapa pemilik kalung ini? ". Tanya Al pada akhirnya dengan menunjukkan kalung putih yang cantik.

Para pelayan wanita menatap memperhatikan kalung itu. Namun mereka menjadi bertanya - tanya, karena mereka sama sekali tidak mengenali kalung yang di tunjukkan oleh tuan Al.

Terkecuali Adinda. Dia sudah tahu kalung itu, karena dialah pemiliknya. Namun Adinda tetap diam tak bergeming. Ia masih teringat akan perkataan Sintia. Tentu saja Adinda tidak akan mengakuinya, karena kalau sampai dirinya mengaku, maka tuan Al nya akan mengetahui kebenarannya, dan hal itu pasti akan berimbas pada keselamatan ayahnya.

" Kenapa kalian hanya diam, cepat mengaku padaku siapa pemilik kalung ini?, kalau tidak aku akan menghukum kalian semua ". Ancam Al dengan tatapan menghunus nya.

Masih belum ada jawaban.

" Masih belum ada yang mau mengaku? ". Tanya Al lagi dengan tatapan tajamnya.

" Sa saya tuan ". Ucap salah satu dari mereka. Ya dia. Tidak lain dan tidak bukan adalah Sintia.

Semua pasang mata di ruangan itu mengarah pada Sintia. Begitupun dengan Adinda.

Deg..... " Apa kak Sintia mengaku itu adalah kalungnya, apa maksud semua ini kak, kenapa kakak berbohong, bukankah itu adalah kalungku ". Batin Adinda.

Seketika itu tatapan Al menjadi sendu, rasa bersalah begitu menyeruak dari dalam hatinya.

Dengan kondisi yang sengaja di buat sedih. Sintia menunduk seolah seperti orang yang sedang ketakutan melihat musuhnya. Dan hal itu berhasil membuat Al semakin merasa bersalah.

Namun di balik pengakuan Sintia, ada yang menjadi tanda tanya besar di benak bu Nadia saat ini.

Mengapa putrinya mengakui kalung yang di tunjuk oleh tuan Al. Padahal setahunya putrinya itu tidak memiliki kalung seperti itu. Apa mungkin putrinya itu mendapatkan dari orang lain, dan ia tidak mengetahuinya.

Al memandang Sintia. Dilangkahkannya kaki yang jenjang nan kokoh itu untuk mendekat ke arahnya. Hingga kini Al telah berdiri tepat di hadapan Sintia. Namun yang di pandangnya masih tetap menunduk.

" Kamu Sintia kan? ". Tanya Al lembut.

" I, iya tuan ". Jawabnya dengan pura - pura gugup.

" Bolehkah aku berbicara berdua denganmu? ". Tanya Al lagi.

Bukan tanpa sebab Al ingin mengajak berbicara berdua, setelah ketidak beradaan gadis yang sudah ia nodai semalam. Pasti gadis itu mencoba menutupi kejadian buruk yang telah dialaminya.

Sintia tidak menjawab pertanyaan Al. Seolah seperti layaknya seorang anak yang masih polos. Sintia berhasil mengelabuhi Al.

Al yang melihat kebisuan Sintia bisa memahami, jika gadis di depannya ini sedang berusaha meminta persetujuan dari ibunya.

" Bu Nadia, saya ingin berbicara empat mata dengan putri anda Sintia, apakah ibu memperbolehkan? ". Tanya Al dengan sopan.

" Boleh tuan, tentu boleh ". Jawab bu Nadia.

Rasa tak percaya begitu menggelayuti hati Adinda saat ini. Ia sangat tidak menyangka jika saudara sepupu nya sendiri telah mengelabuhi semua orang. Dan yang paling membuatnya sedih adalah dia yang masih bersaudara dengannya telah memanfaatkan kemalangan nya untuk mendapatkan apa yang diinginkannya.

" Jadi inikah alasan kenapa kakak berbohong di depan tuan Al, karena kak Sintia ingin bersamanya, kenapa kakak begitu tega padaku, sebegitu bencinya kah kak Sintia padaku? ". Batin Adinda menangis.

*****

Di sebuah ruangan mewah yang merupakan favorit yang Al sukai setelah ruang kantor, kini telah ada dua anak manusia yang sedang duduk tenang.

" Sintia ". Panggil Al setelah cukup lama hening.

" Iya tuan ". Jawab Sintia dengan menunduk.

" Sintia, pasti kamu sudah tahu kenapa aku ingin bicara berdua denganmu? ". Ucap Al dengan menatap Sintia.

Dan Sintia menjawabnya dengan sebuah anggukan.

" Sintia, sebelumnya aku ingin meminta maaf padamu, karena aku sudah melakukan perbuatan keji itu..... ".

Belum sempat Al menyelesaikan kalimatnya Sintia sudah menangis.

" Hiks..... hiks..... hiks..... ". Suara tangisan Sintia.

Al yang menyaksikan itupun tidak bisa membendung rasa bersalahnya lagi. Pria berbola mata biru ke abu - abuan itu langsung mendekat ingin menenangkan Sintia.

" Sintia, tolong maafkan aku Sintia, bukan maksudku untuk melakukan perbuatan keji itu, itu semua terjadi di luar kendaliku Sintia ". Seru Al dengan penuh rasa bersalah.

" Tuan hiks..... saya sudah hancur tuan hiks..... hidup saya hiks..... semuanya hiks..... dan pasti setelah ini hiks..... tidak ada lagi hiks..... laki - laki hiks..... yang mau dengan saya tuan hiks hiks..... ". Seru Sintia tersedu - sedu dengan air mata kebohongannya.

Merasa bersalah dan bersalah itulah yang dirasakan Al. Ia tidak tahu harus bersikap bagaimana di depan Sintia saat ini.

" Tuan hiks..... saya sudah memohon - mohon agar tuan mau melepaskan saya hiks..... tetapi apa, tuan dengan tanpa rasa iba hiks..... tuan memaksakan kehendak tuan hiks..... dan merenggut paksa kesucian saya hiks hiks..... ". Seru Sintia dengan tangis yang begitu memilukan. Dan hal itu telah berhasil memporak - porandakan hati seorang Alexander.

Perkataan Sintia benar - benar telah menyayat hati Al. Betapa kejinya perbuatan dirinya itu.

" Dan tidak ada lagi laki - laki yang mau menerima saya tuan hiks hiks..... ". Seru Sintia lagi.

Al terdiam.

Ditatap nya wajah lusuh Sintia. Al membuang nafasnya dengan kasar. Diayunkannya kedua tangannya itu untuk menyentuh kedua bahu Sintia dengan lembut.

" Kata siapa tidak ada laki - laki yang mau menerima mu?, masih ada laki - laki yang mau menerima mu Sintia. Aku akan bertanggung jawab padamu Sintia ".......

Bersambung.............

🌹🌹🌹🌹🌹

Keputusan Al

Selamat Membaca

🌹🌹🌹🌹🌹

" Kata siapa tidak ada laki - laki yang mau menerima mu?, masih ada laki - laki yang mau menerima mu Sintia ". Seru Al lembut dengan menatap wajah Sintia.

" Apa maksud tuan? ". Tanya Sintia yang juga menatapnya.

" Aku akan bertanggung jawab Sintia. Aku akan mempertanggung jawabkan semua kesalahanku padamu. Aku akan menikahi mu Sintia ". Ucap Al dengan segala kesungguhannya.

" Be benarkah itu tuan?, tuan akan menikahi saya?, tuan tidak berbohong kan? ". Tanya Sintia untuk memastikan.

" Iya ". Mengangguk pasti.

" Tapi tuan, ibu saya tidak tahu masalah yang saya hadapi, ibu saya tidak tahu kalau saya emm..... sudah di nodai, karena kalau sampai ibu saya tahu dia pasti akan sangat hancur ". Ucap nya sedih dengan tatapannya yang mulai sendu.

Al terdiam. Rasa bersalah semakin menggrogoti hatinya. Akibat dari perbuatan kejinya, seorang gadis yang begitu baik dan lugu harus menyimpan dan menanggung masalah yang disebabkan oleh dirinya.

Tekad kuatnya untuk menikahi Sintia sudah semakin bulat. Al tidak ingin jika gadis di depannya ini menderita lagi karena perbuatannya.

" Baiklah aku akan merahasiakannya ". Jawab Al setelah beberapa detik terdiam karena larut dalam pikiran nya.

" Terima kasih tuan ". Ucap Sintia.

Senyum kemenangan begitu menggelora di hati Sintia saat ini. Keinginan untuk menjadi istri seorang Alexander lengkap dengan kekayaannya yang yang tidak akan habis hingga tujuh turunan hanya tinggal selangkah lagi.

" Ternyata untuk menjadi istri dari seorang tuan Alexander, sangat mudah. Hemm ini semua berkat kalung itu. Terima kasih Adinda, kamu dan kalung mu itu sudah melancarkan semua apa yang menjadi keinginanku selama ini ". Batin Sintia tersenyum puas.

Flashback on

Sekitar pukul tiga dini hari, Adinda keluar dari kamar tuan Al nya. Suasana masih nampak begitu lengang tanpa adanya aktivitas apapun. Yang menandakan bahwa masih belum adanya aksi dari para pelayan untuk melakukan aktivitas seperti pada biasanya.

Dengan langkah yang tertatih - tatih Adinda berusaha menahan rasa perih dan sakit yang ada di bawah sana.

Dengan tetesan air mata yang masih setia bercucuran membasahi wajah cantiknya. Kesedihan dan kehancuran begitu teramat mendalam mendera batinnya.

Dilangkahkannya terus kaki jenjang yang tertutup rok panjang itu dengan perlahan. Sesekali Adinda berhenti melangkah dan meringis menahan sakit di bagian sensitif nya, dengan telapak tangan yang berusaha menekan bagian itu agar dapat mengurangi rasa sakitnya, meski pada faktanya hal itu tetap tidak dapat mengurangi rasa sakitnya.

Adinda menuruni anak tangga secara perlahan, hingga dirinya telah sampai di tempat dimana ia biasa melepaskan segala kepenatan nya.

Di atas sebuah ranjang kasur kini dirinya berada. Disandarkannya bagian belakang tubuhnya itu pada papan kasur. Kejadian yang dialaminya benar - benar membuat dirinya terpuruk. Hancur, merasa kotor, merasa lalai itulah yang dirinya rasakan.

Tatapan nya tertuju ke arah depan, mengingatkan memori otaknya akan sang ayah dan juga almarhumah ibunya.

" Ayah, ibu, tolong maafkan Adinda. Adinda sudah mengecewakan ayah dan juga ibu. Adinda sudah gagal. Adinda tidak bisa menjaga sesuatu yang harus Adinda jaga. Tolong maafkan Adinda ayah, ibu ". Seru Adinda sedih saat mengingat kedua orang tuanya.

" Ibu, ibu pasti sedih kan melihat Adinda seperti ini?, ibu jangan sedih ya bu, Adinda ingin ibu tetap tersenyum di surga sana. Adinda tidak ingin karena masalah yang Adinda hadapi ini membuat ibu jadi ikutan sedih. Percayalah bu Adinda akan berusaha untuk tetap tegar dalam menghadapi semua ini. Adinda janji setelah ini Adinda akan berusaha untuk menjaga diri lebih baik lagi ". Serunya dengan mengingat almarhumah ibunya.

Diperhatikannya pakaian yang ia kenakan, terlihat sangat kusut, bahkan ada sebagian dari bajunya yang robek akibat di tarik paksa oleh tuan Al nya.

Adinda ingin mengguyur tubuh nya dengan air, berharap agar bekas kejadian buruk yang dialami nya bisa menghilang.

Ia beralih dari kasurnya menuju lemari, hendak mengambil pakaian ganti, di tanggalkan nya pakaian kusutnya itu dan beralih dengan pakaian yang lebih bersih.

Saat semua pakaian yang Adinda butuhkan terasa sudah lengkap, ia merasa ada sesuatu yang kurang dari dirinya. Bahkan itu adalah sesuatu yang sangat berharga yang diberikan oleh kedua orang tuanya.

" Kalung ku, dimana kalungku?, kenapa kalungku tidak ada?, Ya Allah, astagfirullah hal adzim kalungku, kalungku ada di kamar tuan Al, iya kalungku tertinggal disana, bagaimana ini?, aku harus bagaimana? ". Serunya cemas.

Entah keberuntungan apa yang berpihak pada Sintia. Ia mendengar semua keluh kesah saudara sepupunya. Ya, saat Adinda berjalan menuju kamarnya di waktu sebelum subuh, secara tidak sengaja Sintia melihatnya. Rasa penasaran di dalam dirinya pun mengajaknya untuk terus mengawasi Adinda, hingga ia mendengar semua apa yang menjadi keluh kesah saudara sepupunya itu.

Hingga sekitar pukul 09:30 pagi menuju siang, Sintia yang pada kala itu sedang membersihkan ruang tamu melihat para pelayan pria sedang tergesa - gesa bersiap menemui tuan Al. Pasti ada hal yang sangat penting.

Tidak ingin melewatkan informasi penting, Sintia pun beralih ke tempat dimana dirinya bisa mendengar semua perkataan tuannya.

Ia mendengar semuanya dengan jelas. Hingga sebuah rencana jahat telah muncul di kepalanya.

Sintia yang ingin rencananya terlaksana pun segera mendatangi Adinda di kamarnya. Ia mengancam Adinda untuk tidak memberi tahu siapa pun tentang apa yang dialaminya bersama tuan Al.

Hingga tidak berselang lama dari itu, bu Nadia ibu kandungnya sendiri datang mencarinya. Ia ingin dirinya dan juga Adinda menemui tuan Al.

Sintia yang memang sudah mengetahui alasan tuannya itu, benar - benar telah memanfaatkan situasi ini untuk mencapai tujuannya. Hingga tiba saat......

" Ingat, kalian harus menjawab dengan jujur, karena kalau sampai kalian berbohong, akan aku pastikan kalian akan mendapatkan hukuman yang tidak akan pernah kalian bayangkan ". Seru tuan Al.

" Apa kalian paham ".

" Paham tuan ". Jawab mereka bersamaan.

" Siapa pemilik kalung ini ". Tanyanya dengan menunjukkan sebuah kalung emas putih yang sangat cantik.

Namun tidak ada satupun dari mereka yang menjawab.

" Kenapa kalian hanya diam, cepat mengaku padaku siapa pemilik kalung ini?, kalau tidak ada yang mau mengaku aku akan menghukum kalian semua ". Ancam nya.

Namun lagi - lagi mereka masih diam tak menjawab.

" Masih belum ada yang mau mengaku? ". Tanya nya lagi.

Hingga salah satu dari mereka ada yang menjawab.

" Sa saya tuan ". Sahutnya. Ya dia yang tidak lain dan tidak bukan adalah Sintia. Wanita yang sudah begitu tega memanfaatkan penderitaan saudara sepupunya sendiri demi mencapai apa yang di inginnya.

Tangisan palsu, dan pengakuan palsu pun telah ia lakoninya demi mencapai tujuannya.

Flashback Off.

Dan seperti inilah sekarang. Ia tersenyum puas karena sebentar lagi dirinya akan menjadi istri dari seorang Alexander, pewaris tunggal dari keluarga Georgino.

*****

Wanita yang berusia delapan belas tahun itu kini sedang duduk termenung di atas kasurnya. Setelah kejadian di ruang utama tadi tidak ada niat pun bagi Adinda untuk keluar dari ruang kamarnya.

Ketidak beradaannya itu tentu menjadi tanda tanya bagi pelayan wanita yang lain.

" Bu Nadia, putrimu tadi di ajak bicara hanya berdua dengan tuan Al, memangnya mereka mau membicarakan apa? ". Tanya bu Tarsih yang juga ART di rumah Al.

" Saya juga tidak tahu bu, kenapa tuan Al ingin bicara berdua dengan putri saya. Semoga saja tidak ada masalah ". Sahut bu Nadia yang merasa cemas.

" Iya semoga saja ".

" Ayo kita makan dulu, sekarang sudah masuk waktunya makan siang ". Seru bu Tarsih pada semua temannya yang ada di sana.

Hanya tersisa lima orang pelayan wanita di rumah itu. Tidak ada keberadaan Sintia dan juga Adinda di antara mereka. Hingga salah satu dari mereka membuyarkan fokus mereka yang sedang makan siang.

" Oh iya bu Nadia, dari tadi pagi saya tidak melihat Adinda, kemana anak itu? ". Tanya bu Fifah yang juga bekerja sebagai ART di kediaman Al.

" Iya bu Nadia, dimana Adinda? ". Tanya bu Romlah yang juga teman mereka.

" Eh iya saya lupa cerita pada kalian. Adinda saat ini sedang kurang enak badan. Dia sakit, ada di kamarnya sekarang ". Sahut bu Nadia.

" Aduh, kasihan sekali anak itu, baru tiga bulan bekerja sudah sakit ". Seru mereka sedih.

" Bu Nadia, apa Adinda sudah makan bu? ". Tanya bu Ima yang sedari tadi hanya menyimak.

" Belum bu Ima, sebentar lagi kalau saya sudah selesai makan, saya akan membawakan dia makan siang ". Sahutnya.

Mereka pun mengangguk paham. Setelah percakapan singkat itu, kelima wanita parubaya itu kembali fokus menikmati makan siangnya.

" Bu Nadia, biarkan saya yang mencuci piring bekas ibu. Lebih baik bu Nadia kasih makan siangnya dulu pada Adinda ". Seru bu Romlah.

" Tidak apa - apa bu, mencuci piring tidak lama kok, biar saya mencuci piring saya sendiri saja ". Sahut bu Nadia.

" Aduh bu Nadia, lebih baik ibu antarkan saja dulu makan siangnya untuk Adinda. Kasihan anak itu pasti sudah lapar ". Sahut bu Ima dan langsung menyaut piring bekas bu Nadia.

" Terima kasih ibu - ibu, sudah mau peduli pada keponakan saya ". Ucapnya.

" Tentu saja bu Nadia, kami peduli pada Adinda. anak itu adalah anak yang baik, kami sudah menganggap nya seperti anak kami sendiri ".

Terharu itulah yang dirasakan oleh bu Nadia.

Makanan yang akan diberikan pada Adinda pun telah siap. Bu Nadia terus melangkah menuju kamar pribadi keponakannya itu. Dengan memegang sebuah nampan yang berisikan nasi lengkap dengan lauk dan pauk nya.

Ya, di kediaman Alexander, semua pelayan memang memiliki kamar masing - masing yang tidak terlalu besar, namun kamar - kamar tersebut sangatlah layak untuk di jadikan tempat istirahat bagi seorang pelayan.

Hal itu sengaja Al lakukan sebagai majikan, karena Al tetap ingin para pelayannya tetap merasa nyaman saat bekerja padanya.

Tok..... tok..... tok.....

Ceklek.....

" Adinda, bibi membawakan makan siang nak,..... loh kemana anak itu?.

Suara gemericik air terdengar samar - samar di balik sebuah pintu berwarna coklat yang ada di kamar Adinda.

" Rupanya anak itu di kamar mandi ". Lanjut bu Nadia, dengan meletakkan makanan yang dibawanya di atas meja yang tidak terlalu jauh dari kasur Adinda.

Hingga sekitar lima menit lamanya barulah muncul sosok Adinda dari kamar mandi itu.

Diperhatikan nya langkah keponakannya itu. Sepertinya ada yang aneh. Kenapa langkah Adinda sedikit di seret - seret dan terkesan mengambang. Apakah selain demam keponakannya itu juga sakit kaki?.

" Adinda ". Panggil bu Nadia.

Terkejut..... " Eh, bibi, iya bi ". Sahut Adinda terkejut.

" Ayo kamu makan siang dulu nak, pasti kamu sudah lapar kan? ". Tanyanya memastikan.

" Maaf bi, Adinda tidak dengar bibi masuk ". Sahut nya.

" Tidak apa - apa, ayo kemari makan dulu makananmu! ". Perintahnya lembut.

" Adinda, ada apa dengan kakimu nak?, bibi lihat langkahmu sedikit di seret - seret, apa kamu sakit kaki nak? ". Tanya bu Nadia saat Adinda sudah duduk di atas kasurnya.

Deg.....

" Ti, tidak bi, mungkin karena Adinda, masih belum fit, jadinya seperti ini jalannya ". Sahut nya dengan setenang mungkin.

" Ya sudah kalau begitu, habis makan kamu istirahat ya nak, biar tubuhmu cepat pulih ". Seru bu Nadia dengan mengelus bahu keponakannya itu.

" Iya bi ". Sahutnya.

*****

Rumah mewah, lengkap dengan banyaknya hiasan - hiasan indah di setiap dindingnya. Ditambah lagi dengan suasana rumah yang begitu nyaman dan sejuk, ternyata tidak selamanya bisa memberikan kenyamanan bagi pemiliknya.

Bagaimana tidak, sebuah pengakuan dari satu - satunya penerus keluarga Georgino, telah berhasil memporak - porandakan hati sepasang suami istri yang sudah hampir tiga puluh tahun hidup bersama.

" Apa katamu Al, kamu menodai seorang gadis? ". Seru Enriko tak percaya pada putranya.

" Bagaimana bisa nak hiks..... bagaimana bisa kamu melakukan perbuatan keji itu pada pelayanmu sendiri hiks..... ". Seru Devina pada putra semata wayangnya itu.

Ya, Enriko Gerald Georgino dan Devina Putri Georgino, adalah sepasang orang tua yang sangat menyayangi putra semata wayangnya Alexander Gerald Georgino. Namun pengakuan putranya itu benar - benar telah memberi luka dan kekecewaan yang teramat mendalam. Devina sebagai mama Al, merasa sangat kecewa pada dirinya sendiri karena telah gagal mendidik putranya.

" Ma, pa, tolong maafkan Al. Itu semua terjadi di luar keinginan Al ". Sahut Al mencoba menjelaskan.

" Di luar keinginan bagaimana maksudmu Al. Jangan kamu mengada - ngada membuat alasan yang tidak masuk akal. Papa tahu, bagaimana tabiat seorang laki - laki normal ". Bantah Enriko.

" Pa, percayalah pa, bukan keinginan Al untuk melakukan semua itu. Seseorang sudah mencampur obat perangsang di minuman Al pa, dan itu dosisnya sangat tinggi. Al pulang dari acara itu, karena Al tidak ingin sesuatu yang di luar kendali terjadi di sana. Saat Al sampai di rumah, rumah sudah dalam keadaan gelap, dan kepala Al juga pusing saat itu. Dan..... dan seseorang datang waktu itu ingin menolong Al, tapi Al sudah menolaknya dengan sangat keras, karena Al tidak ingin lepas kendali pa, tetapi apa, dia tetap ingin menolong Al, hingga Al tidak bisa mengendalikan diri Al lagi, dan akhirnya..... terjadilah hal itu ".

Kini air mata Devina sang mama, semakin meluncur deras, ia merasa bersalah karena sudah salah menilai putranya.

Seharusnya ia percaya, bahwa putranya tidak mungkin begitu dengan tega dan sengaja melakukan perbuatan se keji itu pada seorang wanita.

Begitu pun dengan Enriko, setelah mendengar penjelasan dari putranya, tidak semua yang terjadi adalah murni kesalahannya. Bahkan disini putranya adalah korban.

Melihat kesedihan dan tangisan sang mama benar - benar telah menyayat hati Al. Ia benar - benar tidak sanggup jika membuat mama kandungnya itu bersedih apalagi sampai mengeluarkan air mata.

Dirangkul nya tubuh sang mama untuk ia masukkan dalam dekapannya.

" Ma, maafkan Al ma, tolong mama jangan menangis seperti ini, Al tidak sanggup melihatnya ". Serunya.

" Seharusnya mama yang minta maaf nak, karena sudah menilai mu dengan buruk " Sahutnya.

Enriko yang tidak sanggup melihat kesedihan istrinya pun, ingin memastikan bagaimana tindakan putranya.

" Setelah semua ini terjadi, apa yang ingin kamu lakukan Al ". Tanya Enriko ingin memastikan.

Al membuang nafasnya dengan kasar.

" Al akan menikahi nya ". Sahutnya.

" Apa kamu sudah yakin nak? ". Tanya Devina.

" Al yakin, dan ini sudah menjadi keputusan Al ". Sahut Al yakin.

Bersambung.....

🌹🌹🌹🌹🌹

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!