Deg
Yudha terbangun dengan keringat yang bercucuran di dahinya. Mimpi itu kembali datang. Tak terasa 4 tahun sudah setelah kejadian itu. Bahkan Dia sudah menikah dan memiliki seorang putri yang baru berusia satu tahun.
Yudha melirik ke sampingnya dimana istrinya masih terlelap. Sudah hampir dua tahun mereka menikah namun anehnya belum ada perasaan apapun di hati Yudha. Pernikahan mereka memang terjadi karna perjodohan antara orang tua Yudha dan orang tua Eliana.
"Eughh"
Lenguhan dari wanita di sampinya menyandarkan Yudha dari lamunannya. Dia menoleh dan mendapati sang istri sedang mengerjap ngerjapkan matanya.
"Sayang sudah bangun?" Kata Eliana sambil bangun terduduk di samping suaminya
Yudha mencoba untuk tersenyum "Iya El, aku baru bangun kok"
"Aku mandi duluan ya, sekarang ada pemotretan pertama setelah aku berhenti jadi model setelah hamil Safira" kata Eliana sambil beranjak turun dari tempat tidur lalu pergi ke kamar mandi
Yudha hanya menghela nafas, istrinya memang sangat terobesisi dengan karirnya. Sekarang bahkan Dia rela memberi anaknya susu formula hanya karna tidak mau tubuhnya rusak dan tidak bagus lagi. Bahkan setelah melahirkan, Eliana langsung melakukan operasi agar tubuhnya tetap bagus dan ideal.
Entahlah, Yudha sangat malas berdebat dan Dia hanya mengiyakan saja apa yang di inginkan istrinya. Mungkin karna tidak ada cinta di antara mereka membuat Yudha malas ikut campur urusan Eliana.
Yudha meraih ponsel di atas nakas, Dia ingin menelpon asisten pribadinya Bima.
"Hallo, Bim cepat carikan babby sister dari yayasan untuk menjaga Safira"
"Baik Tuan"
Bima asisten yang paling bisa Yudha andalkan. Bahkan Dia sudah seperti kakak untuk Yudha. Umur mereka memang berbeda tiga tahun lebih tua Bima.
Sepertinya mencari pengasuh untuk putrinya adalah pilihan yang tepat. Yudha tidak mungkin bisa mengurus putrinya sendiri, karna dia juga di sibukan dengan pekerjaan nya.
Hidupnya terasa hampa meski dia sudah memiliki keluarga. Yang Yudha tunjukan di depan media dan yang banyak orang ketahui tentang keharmonisan keluarga kecilnya adalah kebohongan semata.
Dia hanya tidak ingin orang di luar sana menjadikan keluarganya sebagai bahan berita. Apalagi saat ini banyak sekali isu rumah tangga yang tidak harmonis di kalangan pengusaha dan juga para artis artis tanah air.
Yudha keluar kamar dan menuju kamar putrinya yang saat ini masih di temani oleh pelayan di rumah ini. Sebenarnya Yudha sedikit khawatir karna pelayan ini bukanlah ahli dalam mengurus anak anak.
Ceklek
Yudha membuka pintu kamar Safira dan masuk ke dalamnya. Dia melihat gadis kecilnya baru saja selesai mandi dan sedang minum susu di botol susunya sambil di pangku oleh pelayan di rumah ini.
"Kamu boleh kembali ke kamarmu sampai nanti aku berangkat kerja" kata Yudha dingin
Pelayan mengangguk hormat "Baik Tuan"
Setelah pelayan keluar dan menutup kembali pintu kamar Safira. Yudha menghampiri anaknya yang sedang duduk dengan botol susu masih di mulut nya.
Yudha meraih tubuh gadis kecilnya dan memangkunya. Mencium puncak kepala Safira dengan penuh kasih sayang.
"Sehat sehat terus, untuk Daddy Nak"
Safira juga salah satunya alasan Yudha bertahan dengan pernikahan yang hanya di lingkupi dengan kepura puraan ini. Jika saja Safira tidak hadir dalam hidupnya, mungkin sudah lama Yudha mengakhiri pernikahan nya bersama Eliana.
Namun, bayi kecil yang lahir dengan tangisan saat itu adalah kebahagiaan tersendiri untuk Yudha. Meski Eliana bahkan tidak mau menggendong nya dengan alasan dia masih lemah pasca lahiran.
"Aku masih lemah Sayang, nanti saja aku gendongnya. Oh ya, kamu suruh asisten kamu itu buat beliin susu formula ya. Aku gak mau tubuhku rusak karna harus menyusuinya."
"Aku sudah banyak berkorban untuk bisa melahirkan dia dengan selamat ke dunia ini. Dan satu lagi, aku sudah menjadwalkan operasi ke luar negri untuk memperbaiku tubuhku yang rusak"
Begitulah ucapan Eliana saat Yudha akan memberikan Safira yang baru lahir untuk di gendongnya dan di susui.
Kamu akan baik baik saja bersama Daddy, tanpa atau dengan adanya Mommy kamu.
...🐝🐝🐝🐝🐝🐝🐝🐝🐝...
"Apa Bi? Nist dapat kerjaan di kota? Alhamdulillah atuh, tapi bagaimana dengan Evan?"
"Tenanglah, Evan bisa ikut denganmu. Nanti di sana ada temen Bibi yang bisa kamu mintai tolong untuk menjaga Evan"
Wanita berusia 21 tahun itu terlihat begitu bahagia saat bisa mendapat pekerjaan setelah beberapa bulan Dia berada di yayasan pelatihan untuk menjadi baby sister dan asisten rumah tangga yang berada di kampung halamannya. Anista Sari, yang biasa di sapa Anis atau Neng Anis jika di kampung nya.
Bersyukur karna ada tempat pelatihan seperti ini di kampungnya yang terbilang cukup jauh dari kota. Namun, dengan adanya tempat pelatihan ini bisa membuat banyak pengangguran wanita yang bisa mendapat pekerjaan di kota untuk memperbaiki ekonomi keluarga mereka.
"Nanti di sana kamu ngurus anak perempuan yang baru satu tahun. Ibu dan ayahnya sibuk bekerja, jadi tidak ada yang mengurusinya" jelas Bi Nenti ketua tempat pelatihan itu
"Iya Bi, Nist teh ngerti"
"Kamu bisa mulai kerja bulan depan ya, karna ini permintaan calon majikan kamu" jelas Bi Nenti lagi yang di jawab anggukan oleh Anis
...🐝🐝🐝🐝🐝🐝🐝🐝🐝...
Satu bulan kemudian....
"Sayang, aku akan berangkat besok ke luar negri" kata Eliana
Yudha yang sedang memangku Safira hanya menatap datar pada istrinya yang baru pulang kerja "Terserah"
Memang sudah dari sebulan yang lalu Eliana memberi tahu Yudha kalau Dia akan pergi ke luar negri untuk mengejar karirnya. Bahkan Eliana tidak meminta izin padanya, hanya sekedar memberi tahu saja. Tidak peduli Yudha memberi nya izin ataupun tidak.
Gadis kecil di pangkuan Yudha menatap Ibunya yang dari tadi bahkan tidak menyapanya sama sekali. Gadis kecil yang baru berusia satu tahun ini bahkan tidak pernah merasakan gendongan sang Ibu. Mendapatkan asi selayaknya anak di bawah usia dua tahun pun tidak.
"Ya sudah kalau gitu aku mau packing dulu buat besok" Eliana berlalu pergi tanpa menyapa anaknya itu
Yudha hanya menghela nafas melihat kelakuan istrinya yang semakin hari semakin bertingkah.
Inikah yang Mami pilihkan untuku?
Ingin rasanya Yudha marah pada orang tuanya karna telah menjodohkannya dengan Eliana. Namun, Yudha juga sangat menyayangi orang tuanya sehingga Dia tidak bisa menolak apalagi saat itu Ibunya sedang sakit. Mengingat sekarang tinggal ibunya yang dia miliki.
Yudha menidurkan Safira saat anaknya sudah terlelap dengan botol susu masih di pegang dan menempel di mulutnya.
Miris!! Melihat anak kecil yang baru genap satu tahun, dua minggu yang lalu bahkan tidak mendapatkan asi selayaknya anak di usianya.
Setelah menidurkan Safira, Yudha keluar dari kamar anaknya. Menutup pintu dengan perlahan agar tidak membangunkan Safira.
Bersambung
Yudha melangkah ke ruang kerjanya, menemui sang asisten yang sudah menunggunya sedari tadi.
"Bim" Yudha duduk di kursi kerjanya berhadapan langsung dengan Bima yang sudah menunggunya sedari tadi.
"Bagaimana dengan pengasuh untuk anaku?" Tanya Yudha
Buma menyerahkan berkas pada Yudha "Ini adalah data diri orang yang akan menjadi pengasuh Safira Yudh"
Jika diluar kantor maka Yudha dan Bima tidak akan berbicara formal. Mereka akan berbicara selayaknya dengan seorang saudara atau sahabat.
Yudha membaca berkas yang di berikan oleh Bima. Lalu kembali menaruhnya di atas meja "Baiklah, suruh Dia datang besok pagi"
Bima mengangguk "Iya, karna pengasuh untuk Safira sudah ada di kota ini"
"Dia dari kampung?" Tanya Yudha
Sebaiknya kamu baca dulu lebih detail, disitukan tertera alamat rumah dan asal kotanya. Ya ampun Yudh..
"Iya, Dia dari kampung" jelas Bima
Yudha mengangguk mengerti "Baguslah, biasanya gadis dari kampung akan jujur dan bekerja dengan baik"
"Semoga saja Yudh"
...🐝🐝🐝🐝🐝🐝🐝🐝🐝...
Gadis manis dengan pakaian sedikit kampungan. Rok yang panjangnya di bawah lutut di padu padankan dengan kemeja pendek bermotif.
Memang terlihat kampungan, tapi memang Dia asalnya juga dari kampung. Dan yang paling penting Dia nyaman berpenampilan seperti itu.
"Bener'kan ini alamatnya" sekali lagi Dia melihat kertas yang di berikan oleh Bi Nenti sebelum Dia berangkat ke kota
"Semoga berkah Ya Allah" begitu gumamnya sebelum Dia menekan bel pintu rumah mewah itu.
Tak lama pintu terbuka, menampilkan seorang pria tampan dengan tubuh yang tinggi tegap berdiri di depan nya. Anista yang memiliki tubuh mungil tentu saja mendongak menatap pria itu.
Anista mengangguk hormat "Assalamualaikum Tuan, saya teh yang mau jadi pengasuh anak di rumah ini"
"Ohh. Baiklah, masuk!!" Ucapnya dingin dan datar
Ish.. Meni takut atuh Anis teh lihat matanya yang tajam gitu.
Anista mengikuti langkah Bima yang membawanya ke ruang kerja Yudha. Saat memasuki ruang kerja itu, Anista merasa hawa dingin dan mencekam di sekitarnya. Melihat dua orang pria yang ada di sana dengan wajah datar tanpa eksfresi.
Ini teh kaya di film film horor, menyeramkan.
Anista hanya menunduk tanpa berani berbicara apapun. Menunggu saja di antara dua orang itu yang akan berbicara duluan.
Yudha mengambil berkas yang ada di atas meja. Membuka dan membacanya, sementara Bima hanya berdiri diam di belakang Tuannya.
"Siapa namamu?" Tanya Yudha tanpa mengalihkan fokusnya pada berkas di tangannya.
Anista sedikit mendongak "Anista Sari, Tuan" kembali menunduk setelah mengatakan nya
Yudha mengangguk masih dengan mata yang fokus pada berkas di tangannya "Kau sudah menikah?"
Anista menggeleng "Belum Tuan"
Yudha kembali mengangguk masih dengan posisi yang sama "Tugasmu hanya menjaga dan mengurus segala keperluan anaku. Sudah tahu siapa nama anaku?"
Anista hanya menggelengkan kepalanya.
Yudha mendongakan wajahnya saat tidak mendengar jawaban dari gadis itu.
Deg
Ternyata masih sangat muda. Apa Dia bisa menjaga anaku?
Ada apa dengan Yudha? Kenapa tiba tiba jantungnya berdebar debar seperti ini. Melihat gadis kampung yang tidak ada
kata menarik nya sama sekali.
"Ekhem" Yudha berdehem untuk menghilangkan perasaan aneh yang tiba tiba menyerangnya itu.
"Kau tahu tidak nama anaku?" Tanya Yudha
Anista menggeleng "BelumTuan"
"Ck. Kenapa tidak menjawab dari tadi" ketus Yudha
Anista hanya menunduk. Bibi kenapa Bibi mencarikan Anis pekerjaan di tempat orang aneh seperti mereka.
"Namanya Safira Jovanka Walton" kata Yudha tersenyum tipis saat menyebutkan nama putrinya
Ish.. Namanya teh meni susah atuh di sebutnya.
"Baik Tuan" hanya itu yang Anista katakan
"Dan Bim, kau perkenalkan namaku dan bagaimana Dia harus bersikap di rumah ini" setelah mengatakan itu Yudha langsung pergi ke luar dari ruang kerja itu
Bima duduk di kursi yang tadi ditempati oleh Yudha "Yang tadi bicara dengamu adalah Tuan rumah disini. Kau bisa memanggilnya Tuan Muda Yudha. Dan aku adalah asisten pribadinya, panggil saja Bima"
Anista mengangguk mengerti "Baik Tuan"
Bima pun menjelaskan apa saja pekerjaan Anista di rumah ini. Bagaiman cara dia bersikap di rumah ini. Setelah Anista mengerti semuanya, Bima pun mengantar dia ke kamarnya.
"Kau akan libur setiap hari minggu karna Tuan Yudha selalu ingin menghabiskan waktu bersama putrinya di akhir pekan. Jadi, kau bisa bebas dari tugasmu setiap hari minggu saja" jelas Bima
Anista mengangguk "Baik Tuan"
"Masuklah dan bereskan barang barangmu itu. Setelah itu kau akan bertemu dengan Safira" kata Bima
Anista hanya mengangguk dan segera membuka pintu kamarnya yang berada di belakang. Ada tiga kamar di sana yang berjajar, satu dapur dan meja makan kecil, juga kamar mandi. Mungkin memang sengaja disediakan untuk para pekerja di rumah ini.
...🐝🐝🐝🐝🐝🐝🐝🐝🐝...
Yudha memandang anaknya yang terlihat bahagia bersama pengasuh barunya. Bahkan bocah kecil itu terlihat tertawa saat Anista mengajaknya bercanda.
Pemandangan yang sama sekali tidak pernah Yudha lihat. Bahkan Eliana belum pernah menggendong Safira kecuali saat Safira lahir saja. Apalagi mengajak gadis kecil itu bercanda seperti saat ini.
Bahkan Safira yang biasanya rewel saat ingin tidur. Saat ini justru dengan di timang sebentar oleh Anista, gadis kecil itu sudah terlelap dalam gendongan nya.
Seperti sudah berpengalaman mengurus anak? Padahal umurnya baru 21 tahun.
...🐝🐝🐝🐝🐝🐝🐝🐝🐝...
Sebenarnya Tuan Yudha ini punya istri atau tidak si. Kok sama sekali tidak ada foto istrinya di sini.
Memang benar, tidak ada foto pernikahan ataupun foto Eliana di rumah ini. Yudha memang melarang istrinya untuk memajang fotonya bahkan foto pernikahan mereka.
Entahlah kenapa Yudha melakukan itu, mungkin karna pernikahan mereka terjadi karna perjodohan. Dan sampai sekarang tidak ada cinta yang tumbuh di antara mereka. Apalagi saat melihat sifat asli Eliana yang membuat Yudha muak dengan semua ini.
Setelah memastikan Safira tidur dengan nyenyak, Anis pun segera keluar dari kamar Safira dan menuju kamarnya untuk membersihkan diri.
Bersambung
Yudha masuk ke dalam kamar anaknya, dilihatnya Safira yang terlelap. Wajah menggemaskan itu terlihat begitu tenang dalam tidurnya.
Yudha duduk di pinggir tempat tidur putrinya, di usapnya kepala Safira dengan sayang. Wajah polos itu begitu menenangkan bagi Yudha.
"Apa kamu tidak melihat kepolosan anak kamu ini El? Dia masih membutuhkan kasih sayang kita, tapi kenapa kau malah memilih karirmu dari pada anakmu sendiri" lirih Yudha
Di balik wajah datarnya, sikap dingin nya, justru Yudha menyimpan begitu banyak luka. Pernikahannya dengan Eliana yang tidak baik baik saja. Mungkin karna mereka tidak saling mencintai.
Tapi, setidaknya Yudha masih bisa menerima kehadiran Safira dan menyayanginya. Tidak seperti Eliana yang mengacuhkan anak kandungnya sendiri.
Mami? Inikah yang Mami inginkan? Jangan salahkan aku jika suatu saat nanti aku lelah dan menyerah dengan pernikahan ini. Aku juga ingin bahagia, aku ingin menjalani rumah tangga seperti kebanyakan orang.
Sesakit apapun hidup seorang Yudha Abimana Walton. Dia tidak akan pernah sampai menangis, hidupnya terlalu berharga hanya untuk menangisi kehidupannya ini.
Hanya sekali Yudha menangis, yaitu saat ayahnya meninggal dunia. Sejak saat itu hidupnya harus di hadapkan dengan kenyataan yang sama sekali tidak pernah terpikirkan olehnya.
Yudha harus kehilangan masa masa mudanya dengan mengurus perusahaan Walton.Corp dengan beberapa cabang yang harus dia kendalikan.
Yudha benar benar hidup dengan penuh penekanan, tanggung jawab yang begitu besar yang harus dia tanggung di usia mudanya.
Aku bertahan demi Papi, demi semua usaha yang Papi rintis dari nol untuk aku dan Mami.
Itulah yang selalu Yudha ucapkan pada dirinya sendiri jika dia sudah merasa lelah dengan kehidupan nya ini. Dia bertahan untuk terus melanjutkan usaha ayahnya yang susah payah ayahnya dirikan dari nol.
...🐝🐝🐝🐝🐝🐝🐝🐝🐝...
Malam harinya Anista mengasuh Safira di ruang keluarga. Duduk di atas karpet bulu dengan mainan Safira yang berserakan di sana. Anis mulai mengajarkan Safira kata kata yang dia biasa ajarkan pada Evan saat masih belajar berbicara.
"Bismillah, ayo berdoa dulu angkat tangannya" Anista memegang kedua tangan mungil Safira seperti sedang berdoa.
"Ya Allah, sehatkan Safira dan Daddy Safira. Aminn" Anista mengusapkan kedua tangan Safira ke wajahnya
"Hahaha... lucu banget si" Anista tertawa gemas melihat mimik wajah Safira
Anista menciumi pipi gembul baby Safira dengan gemas sampai gadis kecil itu tertawa terpingkal pingkal karna merasa geli dengan ciuman Anista.
"Hahaha.. yi.. geyi..." teriak Safira dengan bicaranya yang masih belum jelas
"Geli ya, lucu banget atuh kamu teh. Seneng gak sama teteh??" Begitulah Anista memanggil dirinya sendiri agar Safira pun ikut memanggil nya seperti itu
"Teh..teh..teteh" oceh Safira semakin membuat Anista gemas
"Iya teteh, teteh Anis" kata Anista
"Teh... Nis.. Nis..."
"Pinter banget si kamu teh"
...🐝🐝🐝🐝🐝🐝🐝🐝🐝...
Yudha tersenyum simpul saat melihat anaknya begitu nyaman bersama pengasuh barunya. Mungkin Safira merasakan kasih sayang seorang Ibu dari diri Anista. Karna dia tidak pernah merasakan nya selama ini dari Eliana, Ibunya sendiri.
"Bima memang paling bisa di andalkan. Dia memilih orang yang tepat untuk menjadi pengasuh Safira" gumamnya seraya pergi menuju ruang kerjanya.
Sementara itu Anista merasa nyaman sekali bekerja di rumah ini. Dia sudah sangat menyayangi Safira, apalagi melihat balita itu sudah hidup tanpa kasih sayang seorang ibu.
Teteh bakal jagain kamu dan sayangi kamu. Anista mengusap sayang kepala Safira yang sedang asyik dengan mainan nya.
Setelah Safira tidur terlelap, Anista mengambil ponsel jadulnya dari dalam tas. Dia ingin menghubungi seseorang.
"Assalamualaikum, Bu apa Evan sudah tidur?"
" Waalaikumsalam sudah Nak, dari tadi dia terus nanyain kamu sampe akhirnya ketiduran deh"
"Iya, Nist teh belum berani aktifin hp soalnya kan ini hari pertama Anis kerja. Ini aja mumpung anak asuh Anis udah tidur"
Maaf, Evan.
"Yasudah tidak papa, lagian Evan baik baik aja kok sama Ibu. Kamu fokus kerja saja, semoga berkah Nak"
Anista mengangguk "Amin, makasih Bu"
"Kalo gitu mah, Anis tutup dulu telpon nya ya. Semoga besok Anis bisa telpon Evan sebelum dia tidur"
"Iya Nak"
Setelah mengucap salam, Anista pun menutup sambungan telponnya. Dia menatap sendu ponsel jadulnya itu.
"Maafkan Bunda Evan"
Siapa Evan?? Bunda?? Apakah dia sudah mempunyai anak?
Seseorang yang tidak sengaja lewat di depan pintu kamar Safira yang pintu kamarnya tidak tertutup rapat terlihat bingung mendengar suara Anista.
...🐝🐝🐝🐝🐝🐝🐝🐝🐝...
Setelah melakasana kewajibannya sebagai umat muslim. Anista menggunakan kesempatan ini untuk bisa menelpon Ibu Nina, mumpung Safira masih terlelap.
"Assalamualaikum, Bu apa Evan sudah bangun?"
"Waalaikumsalam. Sudah Nak, sepertinya Evan sudah sangat ingin menghubungi kamu dari semalam"
"Sedang apa dia sekarang, Bu?"
Bu Nina melirik ke arah bocah laki laki yang baru berusia 3 tahun itu "Sedang main mobilan"
"Boleh kasih hp nya sama dia, Bu. Nist ingin bicara sama dia"
"Iya Nak"
Bu Nina mendekati Evan yang sedang bermain di depan televisi kecil dan jadul yang ada di rumah itu.
"Evan, ini Bunda nelpon katanya ingin bicara dengan Evan" kata Bu Nina sambil mengelus kepala bocah itu
"Yeayy.. Akhirnya Bunda telpon juga, aku sudah sangat tidak sabar ingin mendengar suara Bunda" Evan berteriak kegirangan
Inilah kelebihan Evan dari anak anak lain seumurannya. Dia sudah fasih mengucapkan huruf 'R' di usianya yang baru 3 tahun beberapa bulan lalu.
Evan segera mengambil ponsel dari Bu Nina dan menempelkannya di telinga "Hallo Bun, Evan kangen"
Anista tersenyum mendengar suara bocah itu "Iya Sayang, Bunda juga sangat rindu dengan Evan. Kamu baik baik di sana ya, jangan nakal, nurut sama Oma Nina. Nanti hari minggu Bunda akan pulang menemui Evan"
"Yeayyy... Beneran ya Bun?" Teriaknya kegirangan
Anista tersenyum "Iya Nak, makanya Evan harus jadi anak baik"
"Iya Bunda, Evan akan nurut sama Oma Nina dan bakalan jadi anak baik. Sayang Bunda"
"Bunda juga sayang Evan, udah dulu ya Bunda mau kembali bekerja"
"Iya Bunda, semangat bekerjanya"
"Iya Nak, Assalamualaikum"
"Waalaikumsalam, Bunda"
Anista tersenyum bahagia setelah menelpon Evan. Dia bahagia karna anaknya baik baik saja di sana. Anista menoleh ke arah tempat tidur, dimana Safira masih terlelap disana.
Anista duduk di pinggir tempat tidur, mengelus kepala balita itu. Merapikan poninya yang berantakan.
Entah kenapa setiap melihat wajah polos tanpa dosa itu selalu menghadirkan perasaan iba di hati Anista. Dia merasa tidak tega melihat balita seusia Safira sudah harus hidup tanpa seorang Ibu.
Kamu akan merasakan kasih sayang Ibu dari teteh Nak. Teteh akan mengenalkanmu sama Evan nanti. Dia pasti bahagia bisa punya teman selucu kamu.
Bersambung
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!